Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167148 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shania Novliarahma
"Gangguan dalam perkembangan bahasa menghambat anak usia prasekolah untuk berinteraksi dengan kemudahan dan kelancaran yang setara dengan anak pada umumnya dan hal itu dapat memicu masalah emosi. Anak usia prasekolah yang mengalami gangguan perkembangan bahasa juga mengalami kesulitan dalam meregulasi emosi mereka dengan baik. Penelitian ini berupaya untuk mencari tahu strategi regulasi emosi apa saja yang digunakan oleh anak di usia prasekolah dengan perkembangan bahasa atipikal, serta membandingkannya dengan strategi regulasi emosi yang digunakan anak usia prasekolah dengan perkembangan bahasa tipikal. Partisipan penelitian ini terdiri 119 orang tua/pengasuh dari anak usia prasekolah (3-5 tahun). Data dalam penelitian ini diambil menggunakan Speech and Language Developmental Milestones (SLDM) untuk membedakan partisipan berdasarkan perkembangan bahasa anak (atipikal dan tipikal). Selain itu, Emotion Regulation Skills Questionnaire (ERSQ) digunakan untuk mengukur strategi regulasi emosi anak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi regulasi emosi yang dominan digunakan oleh kelompok atipikal adalah venting, support seeking, dan comfort seeking. Hasil analisis statistik diferensial menunjukkan bahwa ada perbedaan strategi regulasi emosi antara kelompok atipikal dan tipikal. Untuk ke depannya, penelitian ini diharapkan dapat ditingkatkan lagi dengan menggunakan metode penelitian lain agar dapat memperdalam pemahaman mengenai strategi regulasi emosi anak usia prasekolah berdasarkan perkembangan bahasa.

Preschool children with language difficulties are at risk of experiencing more socio-emotional related problems compared to those who are typically developed. Previous studies have also found that language difficulties may negatively affect preschool childrens' emotion regulation skills. The purpose of this study is to find out which emotion regulation strategies are most likely to be used by preschool children with an assumed language difficulty (atypical) and to compare them with those who are typically developed. A total of 119 participants consisted of parents/caregivers of preschool children (3-5 years) were grouped based on child language development (atypical and typical) using the Speech and Language Developmental Milestones (SLDM). Childrens' emotion regulation strategies were measured using the Emotion Regulation Skills Questionnaire (ERSQ). Results showed that preschool children in the atypical group tend to use venting, support seeking, and comfort seeking to regulate their emotions. Differential test results showed that there is a significant difference of emotion regulation strategies between preschool children in both language development groups. Future studies are to be improved by using different research methods in order to obtain a deeper understanding of emotion regulation strategies in preschool children based on their language development."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Multazam
"Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendeteksi awal keterlambatan bahasa dan bicara menggunakan early language milestone scale 2 (ELMS2) pada anak usia 18-36 bulan dengan faktor yang memengaruhi dan hubungannya dengan riwayat lahir prematur. Jumlah subjek penelitian sebesar 96 subjek, dengan 48 subjek anak lahir prematur (kelompok studi) dan 48 subjek anak lahir cukup bulan (kelompok kontrol). Sebanyak 22 subjek (68,8%) anak dengan riwayat lahir prematur mengalami keterlambatan bahasa dan bicara dibandingkan anak cukup bulan, p = 0,017; OR 3,2 (1,3-7,9). Faktor riwayat perawatan NICU, p < 0,001; OR 5.4 (2.0 - 14.5), riwayat kuning (jaundice), p = 0,046; OR 2.8 (0.9 - 7.7), riwayat kelurga dengan gangguan bahasa dan bicara, p = 0,003; OR 3.4 (2.5 - 4.6), jumlah screen time ³ 2 jam, p= 0, 030; OR 2.6 (1.0 – 6.5), status ekonomi, p= 0,017, dan pendidikan ibu, p<0,001 merupakan faktor yang memengaruhi kejadian keterlambatan bahasa dan bicara, sedangkan jumlah anak, p = 0,378 dan bilingualisme, p= 0,204, tidak memengaruhi kejadian keterlambatan bahasa dan bicara.

This study aims to detect early language and speech delays using the early language milestone scale 2 (ELMS2) in children aged 18-36 months with influencing factors and their relationship with a history of premature birth. The number of study subjects was 96 subjects, with 48 subjects born prematurely (study group) and 48 subjects born at term (control group). A total of 22 subjects (68.8%) of children with a history of preterm birth had language and speech delays compared to full-term children, p = 0.017; OR 3.2 (1.3-7.9). Factors such as history of NICU care, p < 0.001; OR 5.4 (2.0 - 14.5), history of jaundice, p = 0.046; OR 2.8 (0.9 - 7.7), family history of language and speech disorders, p = 0.003; OR 3.4 (2.5 - 4.6), screen time ≥ 2 hours, p = 0, 030; OR 2.6 (1.0 - 6. 5), economic status, p = 0.017, and maternal education, p < 0.001 were factors that influenced the incidence of language and speech delay, while the number of children, p = 0.378 and bilingualism, p = 0.204, did not influence the incidence of language and speech delay."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiya Karima
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah terdapat hubungan antara parenting stress ibu dengan regulasi emosi anak usia prasekolah. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan teknik pengujian Korelasi Pearson. Parenting stress ibu diukur menggunakan instrumen Parenting Stress Index - Short From (PSI-SF) dan regulasi emosi anak usia prasekolah menggunakan alat ukur Emotion Regulation Checklist (ERC). Jumlah partisipan pada penelitian ini sebanyak 128 ibu dengan anak usia prasekolah (3 - 6 tahun). Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara parenting stress dengan regulasi emosi anak usia prasekolah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi parenting stress yang dialami ibu, maka regulasi emosi anak usia prasekolah semakin rendah, dan sebaliknya ibu yang cenderung memiliki tingkat parenting stress rendah maka regulasi emosi anak akan semakin baik.

The study aims to examine whether there is a link between parental stress of mothers and emotional regulation of preschool children. It is a quantitative research with Pearson correlation testing technique. Parenting stress of mothers was measured using the Parenting Stress Index - Short From (PSI-SF) while the children's emotional regulation was measured using the Emotion Regulation Checklist (ERC). The total number of participants in the study was 128 mothers with children of preschool age (3 - 6 years). The main results of the study show that there is a significant negative relationship between parenting stress and preschool childhood emotional regulation. This suggests that the higher parental stress that mothers experience, the lower the emotional regulation of preschool children, and vice versa, mothers who tend to have low level of parenting stress, the better the regulations of their children's emotions."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ceisha Kartika Novianti
"Anak usia prasekolah rentan mengalami permasalahan regulasi emosi yang berdampak pada aspek psiko-sosial dan akademik, baik pada saat ini maupun usia mendatang. Regulasi emosi anak terbukti berhubungan dengan regulasi emosi ibu dan sosialisasi emosi juga terbukti mampu berperan sebagai mediator dalam hubungan ini. Penelitian ini ingin mengetahui peran sosialisasi emosi sebagai mediator dalam hubungan antara regulasi emosi ibu dan anak usia prasekolah. Penelitian kuantitatif dengan desain korelasional ini melibatkan 205 ibu dari anak usia prasekolah (3-6 tahun) sebagai partisipan.
Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa tidak terdapat direct effect yang signifikan antara regulasi emosi ibu dan anak usia prasekolah dan tidak terdapat indirect effect yang signifikan melalui sosialisasi emosi secara supportive, tetapi terdapat indirect effect yang ditemukan signifikan melalui sosialisasi emosi secara unsupportive dalam memediasi hubungan antara regulasi emosi ibu dan anak usia prasekolah. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi ibu tidak dapat berhubungan secara langsung dengan regulasi emosi anak usia prasekolah, tetapi harus melewati sosialisasi emosi secara unsupportive terlebih dahulu untuk berhubungan dengan regulasi emosi anak usia prasekolah.

Preschool-aged children are vulnerable to emotional regulation problems that have an impact on psycho-social and academic aspects, both now and in the future. Children's emotional regulation has been shown to be related to maternal emotion regulation and emotional socialization has also been shown to be able to act as a mediator in this relationship. The current study examined the role of emotion socialization as a mediator of the relations between maternal emotional regulation and emotion regulation of preschool-aged children. This quantitative study with a correlational design involved 205 mothers of preschool children (3-6 years old) as participants.
Results of the mediation analysis revealed that there was no significant direct effect between the maternal emotion regulation and preschool-aged children was not significant, and there was no significant indirect effect through supportive emotional socialization, whereas there was significant indirect effect through unsupportive emotional socialization in mediating the relationship between maternal emotion regulation and preschool-aged children. Therefore, it can be concluded that maternal emotional regulation cannot be directly related to emotional regulation of preschool-aged children, but must pass through unsupportive emotional socialization first to correlate with emotional regulation of preschool-aged children.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinson, Betsy Partin
Singapore: Delmar Cengage Learning, 2012
616.855 VIN l
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kyana Salapani Sangadi
"Durasi screen time tinggi merupakan salah satu faktor risiko munculnya masalah perilaku pada anak usia prasekolah. Aspek yang bisa menjadi faktor protektif terhadap dampak buruk dari media adalah parental mediation. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari hubungan antara screen time dan masalah perilaku pada anak usia prasekolah yang dimoderasi oleh parental mediation. Partisipan merupakan 663 orang tua anak usia prasekolah yang memenuhi kriteria. Hasil menunjukkan adanya efek positif dan signifikan antara screen time dan masalah perilaku (r = 0.128, p < 0.01). Efek negatif dan signifikan ditemukan antara parental mediation terhadap masalah perilaku (r = , p < 0.01). Dimensi dari parental mediation yaitu, supervision (r = -0.25, p <0.01), activerestrictive meditation (r = -0.18, p < 0.01), dan technical restriction (r = -0.18, p < 0.01) juga memiliki hubungan yang signifikan dengan masalah perilaku. Namun, dimensi couse tidak memiliki efek signifikan terhadap masalah perilaku ( r = - 0.02, p > 0.05). Selanjutnya, parental mediation secara keseluruhan dan dimensinya tidak memoderasi secara signifikan hubungan antara durasi screen time dan masalah perilaku (p > 0.05). Penemuan dari riset ini dapat digunakan sebagai pertimbangan pembuatan panduan durasi screen time dan pengembangan strategi untuk memitigasi efek negatif dari screen time.

High screen time duration can be considered as a risk factor for the emergence of problem behaviors in preschool-aged children. One aspect that may serve as a protective factor against the negative effects of scree time is parental mediation. The aim of this research is to examine the moderating effect of parental mediation on screen time and behavior problems will also be studied in this study. Based on the results of this study, it was found that there was a positive and significant effect between screen time and behavioral problems (r = 0.128, p < 0.01). Furthermore, a negative and significant effect was found between parental mediation and problem behavior (r = -0.18, p < 0.01). Different dimensions of parental mediaiton such as supervision (r = -0.25, p <0.01), active- restrictive meditation (r = -0.18, p < 0.01), technical restriction (r = -0.18, p < 0.01) was also found to correlate negatively with problem behavior. However, co-use did not have a significant effect on behavior problems (r = -0.18, p < 0.01). There was also no significant moderating effect of parental mediation and its dimensions on the relationship between screen time and behavior problems (p > 0.05). The findings of this research can considered for creating guidelines regarding screen time duration as well as developing strategies to mitigate the negative effects of screen time."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Azka
"Inteligensi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan tingkat keparahan Autism Spectrum Disorder (ASD), dan memengaruhi perencanaan intervensi yang tepat. Skor IQ maupun komponen inteligensi yang sama antara anak typically develop (TD) dan anak dengan ASD dapat merefleksikan proses kognitif yang berbeda. Agar pemahaman terhadap profil kognitif pada ASD lebih komprehensif, diperlukan juga pemahaman tentang aspek neuropsikologisnya, salah satunya Executive Function (EF). Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan profil inteligensi dan performa EF antara anak TD dan anak dengan High-Functioning ASD usia dini dengan menggunakan alat ukur SB-LM dan alat ukur Executive Function Indonesia (EFI). Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan profil inteligensi pada kedua kelompok, namun terdapat perbedaan signifikan pada EF komposit, berikut dua komponen EF yakni Inhibitory Control, dan Cognitive Flexibility. Selain itu, ditemukan perbedaan dalam korelasi antara variabel inteligensi dan EF antara kelompok ASD dan TD, sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok ASD dan tipikal memiliki proses kognitif yang berbeda secara kualitatif. Berdasakan temuan ini, praktisi dan peneliti disarankan untuk melakukan pengukuran dan intervensi EF pada ASD, agar dapat diperoleh profil kognitif yang komprehensif yang akan sangat bermanfaat dalam menyusun intervensi untuk meningkatkan kemampuan akademiknya

Intelligence determines the severity of Autism Spectrum Disorder (ASD) and influences the appropriate intervention planning. IQ and scores of intelligence components between typically developed (TD) children and children with ASD reflect different underlying cognitive processes. Therefore, a comprehensive investigation of the neuropsychological strength and weaknesses of ASD may help to describe their cognitive abilities better and to design appropriate intervention. This study investigates the differences in intelligence profiles and EF performance between TD children and children with High-Functioning ASD at an early age using SB-LM and Executive Function Indonesia (EFI) measuring instrument. The results showed omit no differences in intelligence profile in the two groups, yet significant differences in the composite EF, Inhibitory Control, and Cognitive Flexibility. In addition, there was a difference in the correlation in intelligence and EF variables between the ASD and TD groups. Thus, it can be concluded that the ASD and TD groups have qualitatively different cognitive processes. A recommendetion derived from these results is that comprehensive EF assessment and treatment should be conducted as part of the global evaluation in ASD patients, primarily to design an intervention to enhance their academic area"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christopora Intan Himawan Putri
"Pada anak usia prasekolah, regulasi emosi merupakan aspek penting dari perkembangan sosial anak. Secara khusus, regulasi emosi berperan sebagai kunci dari kemampuan anak dalam mengelola tuntutan dan konflik yang mereka hadapi ketika berinteraksi dengan orang lain. Ketidakmampuan untuk meregulasi emosi merupakan faktor risiko penting dalam pembentukan perilaku agresif di masa mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas program dalam meningkatkan regulasi emosi pada anak. Penelitian ini merupakan one group pretest-posttest design yaitu menggunakan satu kelompok eksperimental tanpa adanya kelompok kontrol. Hasil dari pengolahan data wilcoxon signed rank test menunjukkan bahwa program regulasi emosi efektif dalam meningkatkan kemampuan regulasi emosi anak usia prasekolah 3-4 tahun.

In preschoolers, emotional regulation is an important aspect of children 39 s social development. In particular, emotional regulation plays a key role in the ability of children to manage the demands and conflicts they face when interacting with others. The inability to regulate emotions is an important risk factor in the formation of aggressive behavior in the future. This study aims to see the effectiveness of the program in improving emotional regulation in children. This research is one pretest posttest design group that uses one experimental group without any control group. The results of the wilcoxon signed rank test showed that the emotional regulation program was effective in improving the emotional regulation ability for preschoolers 3 4 years."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T49186
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akmaliandaru Elfahrie
"Anak usia prasekolah rentan mengalami perselisihan dengan saudara kandungnya. Pada masa prasekolah, anak juga sedang mengalami perkembangan emosional. Cara ibu mengatasi sibling rivalry dapat berdampak pada perkembangan emosional anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan strategi ibu mengatasi sibling rivalry dengan perkembangan emosional anak usia prasekolah. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional dengan teknik cluster random sampling didapatkan sampel penelitian berjumlah 112 ibu dengan anak usia prasekolah di Kecamatan Beji Kota Depok. Penelitian ini menggunakan dua jenis kuesioner, yaitu How Do You Manage Children’s Conflict Questionnaire (HMCC) dan Ages and Stages Questionnaire: Social-Emotional-2 (ASQ:SE-2). Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan bermakna antara strategi ibu mengatasi sibling rivalry dengan perkembangan emosional anak usia prasekolah (p value = 0,001). Penelitian ini diharapkan dapat mengoptimalisasi peran orang tua dan institusi pendidikan dalam meningkatkan perkembangan emosional anak usia prasekolah, khususnya anak yang memiliki saudara kandung di keluarga.

Preschool-age children are prone to disputes with their siblings. During the preschool period, children are also undergoing emotional development. How mothers cope with rivalry can have an impact on children's emotional development. This study aims to identify the relationship between mothers' strategies to overcome sibling rivalry and the emotional development of preschool-age children. This study used a cross-sectional research design with cluster random sampling technique to obtain a research sample of 112 mothers with preschool-age children in Beji District, Depok City. This study used two types of questionnaires, namely How Do You Manage Children's Conflict Questionnaire (HMCC) and Ages and Stages Questionnaire: Social-Emotional-2 (ASQ:SE-2). The results of this study showed a significant relationship between mothers' strategies to overcome sibling rivalry and the emotional development of preschool-age children (p value = 0.001). This study is expected to optimize the role of parents and educational institutions in improving the emotional development of preschool-age children, especially those who have siblings in the family."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kharisma Ahmad Abdillah Putra Carensa
"xLatar belakang: Kejadian leukemia akut sebagai kanker tersering pada anak terus meningkat setiap tahun menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi akibat penyakit. Umumnya, leukemia akut menyerang anak berusia <15 tahun dan remaja. Terapi definitif (kemoterapi) yang lama dan tidak menyenangkan berisiko dalam mengembangkan gangguan emosi dan perilaku pada anak. Di lain sisi, kehidupan pascapandemi juga turut meningkatkan penggunaan gawai pada kaum remaja yang turut berperan dalam terjadinya gangguan emosi dan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu hubungan antara screen-time dengan gangguan emosi dan perilaku pada remaja leukemia. Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang yang dilakukan di Poli Hematoonkologi Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2022. Penelitian ini menggunakan instrumen data screen-time dan kuesioner PSC-17. Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan aplikasi SPSS versi 24. Hasil: Jumlah remaja leukemia di RSCM 23 orang, tersebar merata secara usia, didominasi anak laki-laki (13/23), jenis leukemia LLA (22/23), tingkat pendidikan anak SD (12/23), tingkat pendidikan ayah dan ibu menengah (11/23; 9/23), pendapatan keluarga < UMP DKI Jakarta (10/23), dan seluruhnya mendapat dukungan emosional keluarga. Nilai median usia dan durasi sakit (bulan) adalah 12,94 (10,05-17,18) tahun dan 16 (0,83-96) bulan. Tingkat screen-time sebagian besar >2 jam/hari (22/23) dengan penggunaan terlama >6 jam/hari (12/23) dan rerata 6.5 ± 3,25 jam/hari, serta digunakan untuk hiburan. Gangguan Emosi dan Perilaku terjadi pada 2/23 orang yaitu gangguan internalisasi (1) dan gangguan eksternalisasi (1). Hubungan antara screen-time dengan gangguan emosi dan perilaku tidak dapat disimpulkan. Kesimpulan: Tingkat screen-time yang tinggi pada remaja leukemia perlu diedukasi kepada orangtua dan remaja, serta 2 orang pasien dengan gangguan emosi dan perilaku perlu diperiksa lebih lanjut.

Background: The incidence of acute leukemia, the most common cancer in children, continues to increase yearly, becoming the highest cause of morbidity and mortality due to disease. Generally, acute leukemia attacks children aged <15 years and adolescents. Long and unpleasant definitive therapy (chemotherapy) is at risk of developing emotional and behavioral disorders in children. On the other hand, post-pandemic life has also increased the use of gadgets among adolescents, contributing to emotional and behavioral disorders. This study aims to determine the relationship between screen time and emotional and behavioural disorders in leukaemic adolescents. Methods: The design of this study was a cross-sectional study conducted at the Children's Hematooncology Polyclinic at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in November 2022. This study used screen-time data instruments and the PSC-17 questionnaire. The analysis was carried out univariate and bivariate using the SPSS version 24 application. Results: The number of leukemia adolescents in RSCM was 23 people, evenly distributed by age, dominated by boys (13/23), type of leukemia ALL (22/23), education level of children SD (12/23), middle education level of father and mother (11/23; 9/23), family income < UMP DKI Jakarta (10/23), and all of them received family emotional support. The median values for age and illness duration (months) were 12.94 (10.05-17.18) and 16 (0.83-96). The screen-time level is mostly >2 hours/day (22/23), with the most frequent use being >6 hours/day (12/23) and an average of 6.5 ± 3.25 hours/day, and it is used for entertainment. Emotional and behavioral disorders occur in 2/23 people, namely internalization disorders (1) and externalization disorders (1). The relationship between screen time and emotional and behavioral disorders is inconclusive. Conclusion: The high level of screen time in adolescents with leukemia needs to be educated to parents and adolescents, and two patients with emotional and behavioral disorders need to be examined further."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>