Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167122 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmah Wati Utami
"Kriopreservasi sperma sebagai bagian dari prosedur rutin dalam program TRB untuk dapat memaksimalkan dan melestarikan sperma manusia. Namun, perubahan suhu yang cukup drastis selama proses kriopreservasi menyebabkan penurunan proporsi sperma fungsional. Pembentukan kristal es intraseluler menjadi pemicu utama kerusakan membran dan organel yang berakibat pada peningkatan stres osmotik maupun stres oksidatif. Upaya perbaikan kualitas sperma pasca kriopreservasi terus dikembangkan, terutama mengenai kombinasi krioprotektan/cryoprotectant agent (CPA) untuk meminimalisir pembentukan kristal es intraseluler. Dalam penelitian ini, sperma dipaparkan kombinasi CPA trehalosa dan gliserol dengan konsentrasi yang berbeda (P1-P9) dengan perbandingan kontrol (Kitazato) untuk dianalisis pada berbagai parameter kualitas sperma, kadar MDA, dan indeks fragmentasi DNA (IFD) post-thawing. Hasil analisis menunjukkan kelompok perlakuan P5 (Tre0.125M+Gly 6%) menghasilkan rata-rata motilitas progresif, morfologi, CSR dan viability rate post-thawing tertinggi. Seluruh kelompok perlakuan menunjukan perbedaan yang tidak signifikan (p>0.05) dengan kontrol dilihat dari parameter motilitas progresif, CSR, dan viability rate. Untuk uji HOS, kelompok perlakuan P6 (Tre0.125M+Gly8%) menghasilkan rata-rata HOS+ lebih tinggi dibanding kelompok perlakuan lainnya, namun kelompok tersebut berbeda signifikan dengan kontrol. Pada analisis MDA dan IFD, kelompok P5 juga menghasilkan rerata terendah dengan perbedaan yang tidak signifikan terhadap kontrol. Kombinasi CPA sebagai kandidat alternatif krioprotektan komersial Kitazato ialah kelompok P5 (Tre0.125M+Gly 6%).

Sperm cryopreservation is an essential procedure in the TRB program to maximize and preserve human sperm. Unfortunately, significant temperature changes during the cryopreservation process can reduce the proportion of functional sperm. The formation of intracellular ice crystals is the primary cause of damage to the membrane and organelles, leading to increased osmotic stress and oxidative stress. Ongoing efforts are being made to improve sperm quality after cryopreservation, particularly through the use of cryoprotectants or cryoprotectant agents (CPAs) to minimize the formation of intracellular ice crystals. In this study, we exposed sperm to different concentrations of a combination CPA trehalose and glycerol (P1-P9), and compared them to controls (Kitazato) after which sperm quality was measured based on several parameters; MDA levels, and post-thawing DNA fragmentation index (DFI). P5 treatment group (Tre 0.125M + Gly 6%) yielded the highest average post-thawing progressive motility, morphology, CSR, and viability rate. Meanwhile, no significant difference (p>0.05) was found in terms of progressive motility, CSR, and viability rate parameters. Futhermore, P6 treatment group (Tre 0.125M + Gly 8%) exhibited a higher average HOS+ than the other treatment groups, where only the P6, P4, P5, and P1 groups showed significant differences from the control (Kitazato) in the HOS test. In the MDA and IFD analyses, P5 group had the lowest average score and no significant difference from the control (Kitazato). CPA P5(Tre0.125M+Gly6%) can be an alternative to Kitazato's commercial CPA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurin Nadzifatil Fitriyah
"ABSTRAK
Latar Belakang: Vitrifikasi merupakan suatu teknik untuk menjaga sel dari kerusakan saat proses simpan beku tanpa adanya pembentukan kristal es. Keberhasilan vitrifikasi ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya: jenis dan konsentrasi krioprotektan. Telah banyak penelitian vitrifikasi oosit dengan menggunakan berbagai macam jenis krioprotektan, namun belum diperoleh hasil yang optimal.Tujuan: untuk mengetahui efek sukrosa dan trehalosa pada medium kriopreservasi terhadap morfologi, permeabilitas membran mitokondria, dan apoptosis oosit mencit strain DDY setelah simpan bekuMetode: Mencit Mus musculus albinus betina strain DDY usia 8 minggu disuperovulasi dengan 10 IU Gonadotropin dan diinduksi dengan10 IU hCG. Lima belas jam kemudian, oosit dikoleksi, lalu divitrifikasi dengan menggunakan Equilibrium Solution ES yaitu 7,5 DMSO dan 7,5 Ethylene Glycol EG , dan Vitrification Solution VS yang terdiri dari: VS1 berupa 16,5 DMSO ditambah 16,5 EG ditambah 0,5 M sukrosa, sedangkan VS2 berupa 16,5 DMSO ditambah 16,5 EG ditambah 0,5 M trehalosa. Selanjutnya oosit diletakkan di dalam cryotop dan dimasukkan ke dalam nitrogen cair. Warming dilakukan dengan memasukkan oosit pada Warming Solution WS yakni: WS1a berupa 0,3 M sukrosa dan WS1b berupa 0,15 M sukrosa, sedangkan WS2a berupa 0,3 M trehalosa dan WS2b berupa 0,15 M trehalosa. Oosit yang telah di-warming lalu dianalisis morfologinya, permeabilitas membran mitokondria, dan apoptosisnya.Hasil: Pada kelompok medium sukrosa, didapatkan 85.7 oosit dengan morfologi normal, rasio intensitas pendaran merah per hijau 3.57, dan 84.6 oosit dengan TUNEL negatif. Di lain pihak, pada kelompok medium trehalosa, didapatkan 93.1 oosit dengan morfologi normal, rasio intensitas pendaran merah per hijau 3.79, dan 92.3 oosit yang TUNEL negatif.Kesimpulan: Trehalosa memiliki efek yang lebih baik pada oosit setelah simpan beku dibandingkan sukrosa

ABSTRACT
Background Vitrification is a cryopreservation method used in assisted reproductive technology ART . Vitrification preserves cells and prevents from cryodamage by eliminating ice crystal formation. The successful of vitrification depends on type and concentration of cryoprotectant. Although there are many researches about oocyte vitrification, there are still no appropriate kind and composition of cryoprotectant which give the optimum result.Aim This research was aimed to analyze the effect of sucrose and trehalose as cryoprotectant on morphology, mitochondrial membrane potential, and apoptotic status of mice oocyte DDY strain after cryopreservationMethod DDY female mice 8 weeks old were superovulated with 10 IU Gonadotropin Gonal F followed by 10 IU Pregnil 48 hours later. Oosit were collected 15 hrs after Pregnyl injection and cumulus cell were removed. Cumulus free oocytes were vitrified in two different Vitrification Solution VS VS1 16,5 DMSO, 16,5 EG, and 0,5 M sucrose in HM, VS2 16,5 DMSO, 16,5 EG, and 0,5 M trehalose in HM using cryotop. Two steps warming was performed with Warming Solution WS WS1a 0,3 M sucrose and WS1b 0,15 M sucrose, besides WS2a 0,3 M trehalose and WS2b 0,15 M trehalose . Then, the warmed oocytes was analyzed based on morphology, mitochondrial membrane potential and their apoptotic status.Result The sucrose group showed 85.7 oocytes with normal morphology, 3.57 fluorescence red per green intensity, and 84.6 negative TUNEL oocytes. While, trehalose group showed 93.1 oocytes with normal morphology, 3.79 fluorescence red per green intensity, and 92.3 negative TUNEL oocytes.Conclusion Trehalose has better effect for oocytes in vitrification than sucrose."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chyntia Diva Sumbodo
"Latar Belakang Kriopreservasi merupakan proses pembekuan, penyimpanan dan pencairan sel sperma yang sering diindikasikan pada pria infertil yang menjalani Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB). Untuk mengurangi kerusakan sel akibat proses kriopreservasi, krioprotektan sering ditambahkan ke dalam sampel sperma yang akan disimpan. Meskipun banyak penelitian telah mengukur parameter kualitas sperma pasca kriopreservasi, tidak ada yang mengukur konsentrasi, viabilitas, motilitas, morfologi, dan fragmentasi DNA dalam sampel sperma yang sama dan dalam kondisi yang sama menggunakan krioprotektan Kitazato. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membandingkan perbedaan kualitas sperma sebelum dan sesudah kriopreservasi menggunakan krioprotektan Kitazato. Metode Penelitian ini adalah penelitian eksperimental sebelum dan sesudah yang menggunakan sampel sperma dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo Kencana. Variabel independen adalah penambahan krioprotektan Kitazato ke sampel sperma sebelum pembekuan, sedangkan variabel dependennya adalah konsentrasi, motilitas, morfologi, viabilitas dan fragmentasi DNA. Analisis kualitas sperma dilakukan dengan uji mikroskopis menggunakan ruang hitung Makler, pewarnaan Giemsa, pewarnaan Eosin-Nigrosin, dan Sperm Chromatin Dispersion. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji paired T-test dan uji Wilcoxon signed-rank. Hasil Penurunan yang signifikan secara statistik (p < 0,05) diamati pada motilitas, morfologi dan viabilitas antar sel sperma sebelum dan sesudah kriopreservasi menggunakan krioprotektan Kitazato. Namun, tidak ada perbedaan signifikan (p > 0,05) yang diamati pada konsentrasi sperma. Terdapat kenaikan yang dapat diamati pada fragmentasi DNA. Selain itu, tingkat cryosurvival sebesar 50,28% dan tingkat viabilitas sebesar 42,48%. Kesimpulan Kriopreservasi menggunakan krioprotektan Kitazato berdampak signifikan pada beberapa parameter kualitas sperma, seperti motilitas, morfologi, dan viabilitas.

Introduction Cryopreservation is the process of freezing, storing and thawing of sperm cells that is often indicated for infertile male undergoing Assisted Reproductive Technology (ART). To reduce cellular damage from the cryopreservation process, cryoprotectant is often added to sperm samples that will be stored. Although numerous studies have measured sperm quality parameters post-cryopreservation, none has measured concentration, viability, motility, morphology, and DNA fragmentation within the same sperm sample and under the same conditions using Kitazato cryoprotectant. Thus, this study aims to compare the difference between sperm quality parameters before and after cryopreservation using Kitazato cryoprotectant. Methods This research was an experimental before-and-after study utilizing sperm samples from Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo Kencana. The independent variable was addition of Kitazato cryoprotectant to sperm sample before freezing, whereas the dependent variables were concentration, viability, motility, morphology and DNA fragmentation. Analysis of sperm quality was conducted with microscopic tests using Makler counting chamber, Giemsa staining, Eosin-Nigrosin staining, and Sperm Chromatin Dispersion. Data analysis was conducted using paired T-test and Wilcoxon signed-rank test. Results Statistically significant decrease (p < 0.05) was observed in sperm motility, morphology and viability between sperm cells before and after cryopreservation using Kitazato cryoprotectant. However, no significant difference (p > 0.05) was observed in sperm concentration. There was an increase observed in DNA fragmentation. Additionally, cryosurvival rate was 50.28% and viability rate was 42.48%. Conclusion Cryopreservation using Kitazato cryoprotectant significantly impacted several sperm quality parameters, such as motility, morphology, and viability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiana Sjamsuddin
"ABSTRAK
Ruang Iingkup dan cara penelitian : Kemampuan spermatozoa untuk mengadakan fertilisasi harus didukung oleh motilitas spermatozoa. Salah satu penyebab infertilitas adalah gangguan motilitas pada spermatozoa. Pada astenozoospermia motilitas spermatozoa menurun. Seng termasuk elemen renik (trace element). Seng sitrat dapat meningkatkan motilitas spermatozoa manusia di dalam semen in vitro. Larutan Tyrode sebagai pengencer dan serum anak sapi (calf) dapat mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi larutan Tyrode, serum dan seng sitrat terhadap kualitas spermatozoa semen astenozoospermia manusia in vitro. Kualitas spermatozoa meliputi persentase spermatozoa motil dengan gerak maju dari penetrasi spermatozoa yang menembus (in vitro) getah serviks sapi masa estrus. Terlebih dahulu ditentukan waktu inkubasi yang optimum untuk meningkatkan persentase spermatozoa motil dengan gerak maju dari 5 sampel semen. Dengan waktu inkubasi optimum yang diperoleh penelitian dilanjutkan terhadap 30 sampel semen astenozoospermia pasangan ingin anak (PIA) dengan kriteria : volume > 2.5 mL; jumlah spermatozoa di dalam semen > 10 juta per mL; persentase spermatozoa motil < 50%. Masing-masing sampel semen dibagi 4, untuk kontrol (K), kontrol dengan perlakuan (Kdp), perlakuan (PI dan P2).
Hasil dan Kesimpulan : Penelitian pendahuluan menunjukkan waktu inkubasi 0,5 jam berpengaruh paling baik terhadap persentase spermatozoa motil dengan gerak maju di dalam semen. Hasil penelitian lanjutan, dengan analisis varian 2 arch, menunjukkan perbedaan bermakna (P < 0,01) antara persentase spermatozoa motil dengan gerak maju pada kelompok 0 dan 0,5 jam, juga antara kelompok K, Kdp, P1 dan P2. Uji BNT menunjukkan bahwa kelompok P2 setelah inkubasi 0,5 jam 37°C mempunyai persentase spermatozoa motil dengan gerak maju tertinggi. Kelompok P2 juga memperlihatkan penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks bertambah secara bermakna (P < 0,01)
Kesimpulan : Pengaruh pemberian kombinasi larutan Tyrode, serum dan seng sitrat masing-masing larutan Tyrode sebanyak 50%, serum sebanyak 5% dan seng sitrat dosis 183 mikrogram/mL pada semen astenozoospermia in vitro dapat meningkatkan persentase spermatozoa motil dan penetrasi spermatozoa ke dalam getah serviks bertambah.

ABSTRACT
Scope and Methods of study : The motility of spermatozoa is very important for fertilization. The disturbance of the sperm motile is one of the caused of male infertility. In the asthenozoospermia the motility of spermatozoa is descending. Zinc belong to trace element. Zinc citrate can increase motile spermatozoa in human semen in vitro. Solution of Tyrode as dilute and calf serum can stand in life and motile sperm. This study is intended to investigate the effects of combination of solution of Tyrode, serum and zinc citrate on the quality of human spermatozoa in vitro. The quality of spermatozoa consist the percentage of progressive motility and spermatozoa penetrating cervical mucus. The bovine cervical mucus in the estrous period was used instead of midcycle human cervical mucus. The optimal incubation period that can increase the percentage of progressive motility of spermatozoa was first determined on 5 semen samples. This incubation period was then used in further investigation on 30 sperm samples of asthenozoospermia from infertile men, which fulfill the criteria : volume of semen > 2,5 mL; percentage of progressive motility of spermatozoa < 50%; sperm count > 10 million per mL semen. Each semen samples was divided into 4 groups ; untreated control, treated control, treatment I and treatment 2.
Finding and conclusions : The preliminary study showed that incubation period of 0,5 hour was optimal to increase the percentage of progressive motility of spermatozoa. The follow up investigation by two way nova, showed a significant difference in the percentage of progressive motility of spermatozoa between the 0,5 hour and 0 hour incubation, and also between the four groups. BNT test showed the treatment 2 group after 0,5 hour incubation at 370C the percentage of progressive motility of spermatozoa was increased significantly (P < 0,01). Friedman's test on penetrating of spermatozoa cervical mucus showed that the treatment 2 group was increased 4 cm significantly (P<0,01).
Conclusions : The effects of combination of solution of Tyrode, serum and zinc citrate instead of solution of Tyrode 50%, serum 5% and zinc citrate 183 ug/mL on human asthenozoospermia semen in vitro, the percentage of progressive motility of spermatozoa was increased and spermatozoa penetrating cervical mucus was increased.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evelyn Loanda
"ABSTRAK
Latar Belakang : Proses pematangan spermatzoa di epididimis terjadi melalui interaksi antara spermatozoa dengan berbagai protein yang disekresikan oleh epitel epididimis. Gen penyandi protein yang terlibat dalam proses maturasi ini masih banyak yang belum diketahui. Data penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gen-gen yang berperan dalam proses maturasi sperma ekspresinya dipengaruhi oleh androgen. Sperm associated antigen11a (Spag11a) merupakan salah satu gen yang ekspresinya dipengaruhi oleh androgen (Sipila et al, 2006), namun masih belum diketahui apakah Spag11a berperan pada proses maturasi sperma di epididimis.
Tujuan : Mengkarakterisasi gen Spag11a pada epididimis mencit jantan strain DDY
Desain : Penelitian ini menggunakan analisis bioinformatik dan eksperimental
Metode : Struktur gen Spag11a dan deteksi signal peptide dianalisis secara in silico. Quantitative Real time RT-PCR digunakan untuk mengukur ekspresi relatif Spag11a pada analisis spesifisitas jaringan, ketergantungan terhadap faktor endokrin dan faktor testikular. Untuk menganalisis ekspresi gen Spag11a pada tingkat protein dilakukan Western Blot, sedangkan untuk mengetahui lokasi protein SPAG11A pada sel epididimis dilakukan imunohistokimia.
Hasil : SPAG11A termasuk dalam famili protein defensin beta dan analisis signal peptide menunjukan bahwa SPAG11A merupakan protein sekretori. Spag11a dieskpresikan secara spesifik pada organ epididimis, ekspresi di organ lain sangat rendah. Satu hal yang menarik yakni selain menunjukkan spesifisitas organ, Spag11a juga menunjukan spesifisitas regional pada caput epididimis. Ekspresi Spag11a dipengaruhi oleh androgen, penurunan ekspresi Spag11a sangat bermakna (p<0,001) pada hari ke 3 setelah gonadektomi dan mencapai ekspresi paling rendah pada hari ke 5. Ekspresi Spag11a meningkat kembali setelah penambahan testosteron eksogen. Ekspresi Spag11a juga dipengaruhi oleh faktor testikular, dimana pada perlakuan parsial gonadektomi (gonadektomi testis kanan saja) terjadi penurunan ekspresi relatif Spag11a yang lebih cepat dan lebih signifikan pada epididimis kanan dibandingkan dengan epididimis kiri. Pada tingkat protein SPAG11A juga terekspresi secara spesifik pada caput, dan analisis immunohistokimia menunjukan SPAG11A diekspresikan oleh sel prinsipal.
Kesimpulan : Berdasarkan karakter Spag11a yang merupakan gen penyandi protein sekretori, terekspresi secara spesifik pada caput epididimis dan diregulasi oleh androgen maka dapat disimpulkan Spag11a terlibat dalam proses maturasi sperma. Penelitian lebih lanjut dalam tingkat uji fungsi perlu dilakukan.

ABSTRACT
Background: Epididymal sperm maturation occurs through interactions between sperm and proteins sereted by epididymal epithelium. Genes encode for proteins involved in the sperm maturation process are still largely unknown. Previous studies showed that genes involved in sperm maturation are regulated by androgen. Sperm associated antigen 11a (Spag11a) is one of the epididymal genes influenced by androgen based on a global DNA microarray analysis (Sipila et al, 2006). However, little is known about the putative role of this gene in the sperm maturation process.
Objective : To characterize expression and regulation of Spag11a genes in the mouse epididymis.
Design : In silico analyses combined with experimental study
Methods : In silico analyses were used to predict Spag11a gene structure and signal peptide. Semi quantitative RT-PCR was used to measure the level of Spag11a expression in the tissue distribution, androgen dependency and testicular factors analyses. Western blot was performed to analyze gene expression at the protein level whereas immunocytochemstry was performed to localize SPAG11A in the epididymal cell.
Results : SPAG11A is member of the defensin beta protein family and constitutes a secretory protein. Spag11a is expressed exclusively in the epididymis and not in other tissues. Moreover, Spag11a shows a region specific expression in the caput, typical for genes that is involved in creating a microenvironment suitable for sperm maturation. Spag11a expression is regulated by androgen. Significant decrease of Spag11a expression was observed after third day of gonadectomy (p<0.001). Interestingly, testosterone replacement therapy was able to bring the expression back to the normal level, indicating a high dependency on androgen. Besides androgen, testicular factor also slightly influence Spag11a expression. This was shown by partial gonadectomy experiment in which only the right testis was removed. Spag11a was down-regulated faster on the right epididymal caput compared to the left caput. Spag11a regional expression was also observed at protein level detected by Western immunoblot analyses showing a clear band in caput, not in other regions. Finally, the prediction that SPAG11A is a secretory protein was confirmed by immunocytochemical analyses showing a cell-specific expression in the principal cell. This cell type is known as the main secretor in the epididymal lumen.
Conclusion : Based on the characters of Spag11a, it is most likely that this gene has a specific role in the epididymal sperm maturation. Further investigations using functional assays are needed to confirm the putative role."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Herdini
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian: Kemampuan spermatozoa untuk mengadakan fertilisasi harus didukung oleh membran spermatozoa yang memiliki integritas dan fuiditas yang optimum. Salah satu penyebab infertilitas adalah kerusakan membran spermatozoa. Pada kerusakan membran spermatozoa, diduga penyebab utamanya adalah peroksida lipid membran yang terbentuk dari reaksi berantai antara suatu radikal bebas dengan asam lemak tak jenuh jamak (ALTJJ). Karena spermatozoa dapat menghasilkan senyawa oksigen reaktif (radikal bebas) seperti anion superoksida dan peroksida hidrogen yang berasal dari oksidasi NADPH di mitokondria, maka ALTJJ yang banyak dalam membran mudah menjadi peroksida lipid. Pada sel lain peroksida lipid akan menganggu stabililas membran dan mengacaukan aktifitas enzim-membran, terutama ATP-ase. Akibalnya regulasi kation intraseluler seperti kalsium yang memegang peranan penting dalam motilitas spermatozoa akan terganggu. Diduga astenozoospermia terjadi akibat kerusakan membran yang disebabkan oleh terbentuknya peroksida lipid. Untuk ini telah dilakukan penelitian pada 19 sampel semen astenozoospermia pria ingin anak (PIA), sebagai kontrol adalah 19 semen pria punya anak (PPA) yang berumur kurang dari 1 tahun atau istri sedang hamil. Parameter yang dinilai adalah persentase motilitas spermatozoa progresif, kecepatan spennatozoa, persentase morfologi spermatozoa normal, persentase uji HOS positif, dan kadar peroksida lipid spermatozoa.
Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan kadar peroksida lipid sperma pada ke 2 kelompok tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada kelompok PPA dan PIA astenozoospermia (p > 0,05). Persentase motilitas spermatozoa progresif, kecepatan spermatozoa dan persentase uji HOS positif dari kelompok PPA lebih tinggi secara bermakna dari kelompok PIA astenozoospermia (p < 0,01). Sedangkan persentase morfologi spermatozoa normal tidak menunjukkan perbedaan bermakna pada kelompok PPA dan PIA astenozoospermia (p > 0,05).
Pada uji korelasi, kadar peroksida lipid sperma tidak berkorelasi dengan kualitas sperma yang meliputi persentase motilitas spermatozoa progresif, kecepatan spermatozoa, morfologi spermatozoa normal dan persentase uji HOS positif baik pada kelompok PPA dan PIA astenozoospermia. Kecuali kadar peroksida lipid sperma berkorelasi negatif bermakna dengan persentase motilitas progresif pada kelompok PPA. ;Scope and Methods of study

ABSTRACT
The optimal integrity and fluidity of sperm plasma membrane is very important for fertilization. The damage of the sperm plasma membrane is one of the caused of male infertility. Rumen sperm is able to generate reactive oxygen species (free radicals), such as superoxide anion and hydrogen peroxide, which are derived from NADPH oxidation in mitochondria. The abundance of unsaturated lipids in the sperm plasma membrane renders it vulnerable to peroxide attack which in turn generates the lipid peroxide. In other cell types the membrane stabilizing effects of lipid peroxidation have been found to disrupt the activity of key membrane-bound enzymes, such as ATP-ases. As a consequence, the regulation in intracellular cations such as calcium, which are known to play an important role in the control of liumen sperm motility is disrupted. In the asthenozoosperrnia it is supposed that there is membrane damage caused by lipid peroxidation. In this research we used 19 sperm samples from patients with asthenozoospermia, and 19 sperm samples from men whose wife are pregnant or whose a child is less than one yearof age as control. The parameter are: the percentage of progressive motility, mean velocity, percentage of normal morphology, percentage of positive HOS test and sperm lipid peroxide concentration.
Findings and conclusions: Sperm from the fertile men were significantly better than the infertile men, based oil percentage of progressive motility, mean velocity and percentage of positive HOS test. Whilst the percentage of normal morphology and sperm lipid peroxide concentration is not significantly different. Sperm lipid peroxide concentration has no significant correlation with the quality of spermatozoa (including percentage of progressive motility, mean velocity, percentage of normal morphology and percentage of positive I-30S lest), in the infertile men as well as the fertile men. However sperm lipid peroxide concentration has a significant negative correlation with the percentage of progressive motility in the fertile men.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulita Witantina
"ABSTRAK
Dalam menangani kasus infertilitas, inseminasi
buatan atau fertilisasi in vitro dengan semen suami
sering dilakukan. Dalam hal ini diperlukan kualitas
spermatozoa yang cukup baik, terutama gerak dan
kecepatan spermatozoa. Semen dengan kualitas spermato
zoa yang kurang baik masih dapat ditingkatkan dengan
car a sperm washing dengan menggunakan metode swim up
dalam medium tertentu. Dalam penelitian ini dilakukan
studi perbandingan antara tiga macam medium, yaitu
Ham's Kramer dan untuk diketahui yang mana
paling baik dapat menyeleksi spermatozoa dengan kuali
tas yang baik dan perbandingan konsentrasi, kecepatan
dan motilitas spermatozoa sebelum dan sesudah dilakukan
proses swim up.
Sebanyak 20 sampel semen pria normozoospermia
pasangan infertil diperoleh dari Bagian Biologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI),
Makmal Terpadu Imunoendokrinologi FKUI dan Rumah Sakit
Yayasan Pemeliharaan Kesehatan, Jakarta. Setiap semen
yang dilakukan proses swim up masing-masing dengan
Hams F10, Kramer dan diamati di bawah mikroskop
konsentrasi, kecepatan dan motilitasnya sebelum dan
sesudah spermatozoa motil melakukan swim up.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Labiqa Hilda Ismara
"Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) terhadap penurunan kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit (Mus musculus) jantan galur DDY. Sebanyak 24 ekor mencit dibagi kedalam 4 kelompok, yaitu: kelompok kontrol (KK), kelompok perlakuan yang diberikan infusa daun kluwih dengan dosis berturut-turut, yaitu 2,5; 5; dan 10 g/kg BB (KP1, KP2, dan KP3). Infusa daun kluwih diberikan selama 36 hari. Kemudian dilakukan analisis kuantitas dan kualitas spermatozoa. Data rerata jumlah spermatozoa per militer (x106) pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturutturut ialah (42,92± 3,28), (39,57± 2,08), (36,49± 2,73), dan (33,37± 1,26) spermatozoa per mililiter. Data rerata persentase motilitas spermatozoa pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (82,92 % ± 1,74) , (68,54 % ± 6,32), (61,23 % ± 7,13), dan (46,12 % ± 3,90). Data rerata persentase abnormalitas spermatozoa pada KK, KP1, KP2, dan KP3 berturut-turut ialah (37,63% ± 1,32), (52,24 % ± 0,95), (61,93 % ± 1,26), dan (68,83% ± 0,66). Hasil uji LSD (P < 0,05) menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol KK. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian infusa daun kluwih (Artocarpus camansi Blanco) berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas spermatozoa mencit jantan pada dosis 2,5; 5; dan 10 g/kg BB.

The present study was done to determine the effect of Kluwih's leaf's infusion on the quantity and quality of spermatozoa of male mice DDY strain. 24 male mice have divided into 4 experimental group; control group and treament group which were given infusion with doses 2,5;5;10 g/kg bw. Test material administated for 36 consecutive days. Mean of sperm total per militer: KK (42,92± 3,28), KP1 (39,57± 2,08), KP2 (36,49± 2,73), and KP3 (33,37± 1,26) sperm/ml. Mean of percentage of sperm motility: KK (82,92 % ± 1,74) , KP1(68,54 % ± 6,32), KP2(61,23 % ± 7,13), and KP3(46,12 % ± 3,90). Mean of percentage of sperm abnormality: KK (37,63% ± 1,32), KP1(52,24 % ± 0,95), KP2(61,93 % ± 1,26), and KP3 (68,83% ± 0,66).Based on LSD test (P<0.05) the result showed that the data has differences between treatment and control group. The result indicated that the treatment group have impact on quantity and quality of spermatozoa of male mice with doses 2,5;5;10 g/kg bw."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59193
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiurma Rondang Sari
"ABSTRAK
Kombinasi progestagen-androgen telah diketahui dapat menghambat spermatogenesis tanpa mempengaruhi libido. Dalam penelitian ini kombinasi progestagen-androgen, yaitu northisteron enanthat (NE)-testosteron enanthat (TE) diberikan pada mencit (Mus musculus L.) strain AJ dan diteliti pengaruhnya terhadap jumlah spermatogonia A dan spermatosit pakhiten.
Mencit dibagi 3 kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang disuntik dengan NE (0,1 mg) dan TE (0,125 mg), kelompok kelola I yang disuntik dengan pelarut NE dan pelarut TE, dan kelompok kelola II yang tidak diberi perlakuan apapun. Sebelum diberi perlakuan mencit ditimbang. Pada hari ke-45 setelah penyuntikan, mencit ditimbang kembali lalu testisnya diambil. Berat testis ditimbang, kemudian testis dibuat preparat histologi. Dumlah spermatogonia A dan spermatosit pakhiten dihitung dan diameter tubulus seminiferous diukur.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh kombinasi NE (0,1 mg) dan TE(0,125 mg) terhadap berat badan, berat testis, jumlah spermatogonia A dan spermatosit pakhiten serta diameter tubulus seminiferous Mus musculus L. strain AJ."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Suhana
"Pada penelitian ini telah dilakukan kultur darah yang berasal dari pria pasangan infertil dan pria fertil untuk mengetahui bagaimana hubungan spermiofag yang terbentuk in vitro (jika ke dalam medium kultur ditambahkan spermatozoa manusia ), dengan reaksi imun terhadap spermatozoa. Pria pasangan infertil dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: azoospermia, oligozoospermia dan normozoospermia. Pada pria pasangan infertil, maupun pada pria fertil, telah dilakaukan reaksi imunitas selular dengan menggunakan tea hambatan migarasi (THM), dan reaksi humoral dengan menggunakan tes aglutinasi Kibrick.
Dalam Seri penelitian lain, 3 ekor kera (Ilacaca fascicuiaris) jantan dewasa telah disuntik spermatozoa manusia yang telah dicuci. Tea aglutinasi Kibrick untuk mengetahui titer antibodi antisperma demikian juga tea spermiofag untuk mengetahui adanya reaksi imunitas selular, telah pula dilakukan pada kera.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terbentuknya spermiofag in vitro berkorelasi dengan reaksi imunitas selular, jika ada apakah terbentuknya spermiofag in vitro dapat dijadikan tes imunitas selular terhadap spermatozoa.
Penyuntikan kera dengan spermatozoa dimaksudkan untuk mengetahui apakah terinduksinya imun tubuh terhadap spermatozoa manusia dapat menyebabkan terjadinya orkitis pada kera?
Hasil penelitian yang diperoleh, menunjukan bahwa:
1. Spermiofag dapat timbul in vitro jika darah pria pasangan infertil maupun fertil dikultur bersama spermatozoa homolog.
2. Ada perbedaan frekuensi timbulnya spermiofag in vitro antara pria pasangan infertil dengan pria fertil.
3. Ada perbedaan frekuensi timbulnya spermiofag in vitro antara berbagai kelompok pria pasangan infertil, kecuali antara kelompok oligozoospermia dengan normozoospermia.
4. Ada korelasi antara frekuensi timbulnya spermiofag in vitro dengan tes hambatan migrasi (status imunitas selular) pada kelompok pria pasangan infertil oligozoospermia dan normozoospermia, sedangkan pada kelompok pria pasangan infertil azoospermia tidak ada.
5. Tidak ada hubungan antara frekuensi timbulnya spermiofag in vitro dengan status imunitas humoral pada semua kelompok pria pasangan infertil.
6. Antibodi antisperma dapat timbul pada kera yang disuntik spermatozoa manusia beberapa hari setelah penyuntikan pertama, dan akan menurun setelah beberapa bulan penyuntikan dihentikan.
7. Spermiofag dapat timbul in vitro jika darah kera percobaan, maupun darah kera kontrol, dikultur bersama spermatozoa manusia.
Perbedaan frekuensi timbulnya spermiofag in vitro antara kera percobaan dengan kera kontrol, hanya terjadi pada bulan kelima setelah penyuntikan. Degenerasi epitel tubulus seminiferus dapat timbul pada kera yang disuntik dengan spermatozoa manusia.
Karena terdapat korelasi yang bermakna antara jumlah relatif spermiofag dengan tes habatan migrasi yang menggambarkan reaksi imunitas selular, maka tes spermiofag in vitro dapat dijadikan petunjuk adanya reaksi imunitas selular, sehingga tes tersebut dapat digunakan sebagai salah satu cara tes imunitas selular.
Pada pria infertil azoospermia frekuensi reaksi imunitas humoral pada titer tinggi lebih sering daripada kelompok pria fertil, maupun pria pasangan infertil yang lain. Sebaliknya reaksi imunitas selularnya paling lemah, jika dibandingkan dengan kelompok yang lain. Pada penelitian ini semua kera percobaan mengalami degenerasi sel germinal, di samping itu juga semua kera percobaan memperlihatkan reaksi imunitas humoral yang cukup lama (kira-kira b bulan), sedangkan reaksi imunitas selularnya lemah dan berlangsung singkat. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka diduga bahwa peranan reaksi imunitas humoral pada kera yang disuntik spermatozoa manusia lebih pelting daripada imunitas selular, dalam proses degenerasinya sel germinal, tubulus seminiferus. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
D337
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>