Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134594 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stebby Julionatan
"Hukum Kasih dalah ajaran utama Kekristenan. Dengan Hukum Kasih maka umat Kristiani diajar untuk bersikap inklusi dan memperjuangkan hak-hak orang-orang yang tertindas. Sayangnya, ketika Hukum Kasih diperhadapkan pada pemenuhan hak spiritualitas transpuan, maka “hukum” tersebut kehilangan sisi inklusinya. Wacana tentang heteronormatif dalam Kekristenan menjadi kontra narasi atas nilai inklusi Hukum Kasih. Bahkan, dalam konteks ini, Kekristenan justru menjadi hambatan terbesar terhadap penerimaan pada ketubuhan dan seksualitas kelompok transpuan. Namun, benarkah heteronormatif telah final dalam wacana Kristen? Bagaimana para pendeta menjembatani kontradiksi yang ada dalam amanat pelayanan spiritualitas jemaat, termasuk transpuan? Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan dan pemahaman 6 (enam) pendeta sekutu Protestan mengenai Hukum Kasih guna membangun landasan pemaknaan atau peta tafsir alternatif yang memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spritiualitas kelompok transpuan. Menggunakan pendekatan fenomenologi dengan perspektif feminis yang berpihak kepada kelompok transpuan, penelitian ini mewawancarai 2 (dua) pendeta perempuan cis-gender heteroseksual, 3 (tiga) pendeta laki-laki cis-gender heteroseksual dan seorang pendeta laki-laki non-heteroseksual yang memiliki keberpihakan terhadap kelompok minoritas seksual. Studi ini mengungkap tiga hal, yaitu upaya membangun kesadaran dan keberpihakan terhadap kelompok minoritas seksual, agensi pendeta sekutu dan makna pemberkatan perkawinan transpuan bagi pendeta sekutu. Upaya yang telah dilakukan dari studi ini menunjukkan: Pertama, sekadar pemaknaan akan “kasih” yang inklusi, ternyata tidak cukup dalam membangun kesadaran kritis dan keberpihakan, para pendeta sekutu membangunnya melalui refleksi kesadaran akan privilese, makna panggilan dan pengutusan gerejawi, adanya perjumpaan dengan kelompok minoritas seksual dan menyadari bahwa kelompok minoritas kebutuhan spiritualitas. Kedua, dalam upaya membangun agensi, para pendeta sekutu menggunakan identitas kependetaan mereka (paspor) sebagai strategi untuk membangun tafsir baru, mengubah wacana inklusi menjadi DNA gereja dan melakukan gerakan inklusif SOGIESC. Ketiga, dalam memaknai pemberkatan perkawinan transpuan, para pendeta masih dihadapkan pada ragam tafsir yang menjadi tantangan dalam pemenuhan kebutuhan spiritualitas kelompok tranpuan. Pada akhirnya, penguatan wacana teologi feminis dan SOGIESC pada para pendeta dan pengambil kebijakan di gereja menjadi suatu yang niscaya untuk pengejawantahan nilai Hukum Kasih yang sebenarnya.

The Law of Love is the main teaching of Christianity. With the Law of Love, Christians are taught to be inclusive and fight for the rights of oppressed people. Unfortunately, when the Law of Love is confronted with fulfilling the spiritual rights of transgender women, the "law" loses its inclusion. Discourse about heteronormative in Christianity becomes a counter narrative on the inclusion value of the Law of Love. In fact, in this context, Christianity is actually the biggest obstacle to acceptance of the body and sexuality of transgender groups. However, is it true that heteronormative is final in Christian discourse? How do pastors bridge the contradictions that exist in the mandate of the church's spiritual ministry, including transwomen? This study aims to explore the views and understanding of 6 (six) allied Protestant pastors regarding the Law of Love in order to build a basis for interpretation or an alternative interpretation map that facilitates the fulfillment of the spiritual needs of the transgender group. Using a phenomenological approach with a feminist perspective that favors transgender groups, this study interviewed 2 (two) heterosexual cis-gender female priests, 3 (three) heterosexual cis-gender male priests and one non-heterosexual male priest who has a bias against sexual minorities. This study reveals three things, namely efforts to build awareness and alignment with sexual minority groups, the agency of allied priests and the meaning of the blessing of transgender marriages for allied priests. The efforts that have been made from this study show: First, the mere meaning of "love" which is inclusive, turns out to be insufficient in building critical awareness and partiality, the allied pastors build it through reflection on awareness of privilege, the meaning of ecclesiastical vocation and mission, the existence of encounters with groups sexual minorities and realize that minority groups need spirituality. Second, in an effort to build agency, allied pastors use their clerical identity (passport) as a strategy to build new interpretations, change the discourse of inclusion into the DNA of the church and carry out the SOGIESC inclusive movement. Third, in interpreting the blessing of transgender marriages, priests are still faced with various interpretations which are a challenge in meeting the spiritual needs of transgender groups. In the end, the strengthening of feminist theological discourse and SOGIESC among pastors and policy makers in the church is necessary for the realization of the true value of the Law of Love."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilbram Rahmansyah Bayusasi
"Penelitian ini membahas tantangan komunitas transpuan memperoleh pengakuan identitas hukum di Indonesia. Pasal 56 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil belum sempurna menangani permasalahan tersebut. Tidak sempurnanya kedua pengaturan hukum tersebut karena pengajuan permohonan pengubahan identitas hukum kepada pengadilan negeri dapat ditolak. Dengan begitu, transpuan di Indonesia tidak mendapatkan salah satu hak dasarnya, yakni identitas hukum. Melalui metode sosio-legal, penelitian ini menganalisis kekurangan kedua pengaturan hukum yang ada dan mewawancarai transpuan di Jakarta Selatan tentang identitas hukum mereka. Hasil ditemukan bahwa para transpuan ini belum melakukan pengubahan identitas hukum karena terintimidasi dengan hukum yang ada. Hal tersebut mengakibatkan keseharian mereka terdapak, termasuk dalam aspek sosial, ekonomi, dan keamanan pribadi. Berdasarkan temuan ini, peneliti memberikan beberapa saran ke depan. Pertama, dicanangkan self-ID law yang memungkinkan transpuan untuk secara langsung mengajukan perubahan identitas tanpa hambatan pengadilan yang berlebihan. Kedua, perlunya kompensasi bagi mereka yang pernah ditolak, serta edukasi intensif bagi petugas pemerintah untuk menghindari diskriminasi. Ketiga, pentingnya dukungan sosial dan hukum yang lebih luas, termasuk layanan kesehatan yang sensitif terhadap transisi gender. Keempat, edukasi masyarakat luas untuk mengurangi stigma terhadap identitas gender yang beragam. Dengan menerapkan saran-saran ini, diharapkan bahwa transpuan di Indonesia dapat mengakses hak mereka untuk identitas hukum dengan lebih mudah dan adil, menjadikan perubahan identitas sebagai bagian normal dari proses transisi mereka.

This study discusses the challenges faced by trans women in obtaining legal recognition of their identity in Indonesia. Article 56 of Law Number 23 of 2006 on Population Administration and Article 58 of Presidential Regulation Number 96 of 2018 on Population Registration Requirements have not adequately addressed these issues. The imperfections in these legal provisions arise from the potential rejection of applications for legal identity change by district courts. Consequently, trans women in Indonesia are denied a fundamental right, namely legal identity. Using socio-legal methods, this research analyzes the shortcomings of existing legal frameworks and interviews trans women in South Jakarta about their legal identities. The findings reveal that these women have refrained from pursuing legal identity changes due to intimidation by existing laws, impacting their daily lives including social, economic, and personal security aspects. Based on these findings, the researcher proposes several recommendations. First, the implementation of a self-ID law that allows trans women to directly request identity changes without excessive judicial barriers. Second, the need for compensation for those previously denied, along with intensive education for government officials to prevent discrimination. Third, the importance of broader social and legal support, including healthcare services sensitive to gender transitions. Fourth, public education to reduce stigma against diverse gender identities. Implementing these recommendations is expected to facilitate easier and fairer access to legal identity rights for trans women in Indonesia, making identity changes a normal part of their transition process."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatima Mernissi
Surabaya: ALFIKR, 1997
297.43 MER b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Verren Marcelia Suwandi
"Penelitian ini mengeksplorasi pengalaman tiga transpuan dalam lingkungan Gereja Protestan di tiga gereja berbeda, yaitu Gereja Y, Gereja Z. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana identitas gender para transpuan ini dipersepsikan, diakui, dan dihadapi dalam konteks religius yang seringkali patriarkis dan heteronormatif. Metode yang digunakan adalah Narrative analysis dimana penelitian ini menganalisis secara mendalam terhadap isi dan bentuk kisah yang disampaikan oleh transpuan dan pendeta. Hasil temuan data penelitian ini bahwa pendeta dan gereja X, Y, dan Z memiliki perlakuan berbeda-beda terhadap transpuan. Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk memberikan dukungan dan ruang bagi transpuan dalam gereja, norma-norma heteronormatif dan patriarkal tetap menjadi hambatan utama yang perlu diatasi

This study explores the experiences of three transgender women within Protestant Church environments in three different churches, namely Church Y, Church Z. The purpose of this research is to analyze how the gender identities of these transgender women are perceived, recognized, and addressed within a religious context that is often patriarchal and heteronormative. The method used is narrative analysis, where this research deeply examines the content and form of stories conveyed by the transgender women and the pastors. The findings indicate that pastors and churches X, Y, and Z have varying approaches towards transgender women. Overall, the research shows that although there are efforts to provide support and space for transgender women within the church, heteronormative and patriarchal norms remain the main obstacles that need to be overcome."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Dwi Turhangga
"Jurnal ini membahas krisis eksistensial yang dialami seorang transpuan dalam film GIRL (2018). Film ini dibuat berdasarkan kisah yang dialami oleh seorang transpuan yang bercita-cita ingin menjadi balerina profesional dan harus berjuang menghadapi permasalahan dalam meraihnya. Konflik yang dihadapi tokoh dimulai dari konflik dalam batinnya yang berkecamuk, hubungannya dengan keluarga, hingga pengakuan dalam kelompok pertemanannya. Konflik yang begitu kompleks ditampilkan dengan memanfaatkan teknik sinematografi yang beragam. Pembahasan krisis eksistensi yang dialami transpuan dalam film ini dijabarkan dengan analisis struktur, fokalisasi, dan sinematografi.

This journal discusses the existence crisis experienced by a trans woman in the film GIRL (2018). This film is based on a story experienced by a trans woman who aspires to become a professional ballerina and must struggle to face problems in achieving it. The conflicts that the characters face, start from the inner conflict that rages on, her relationship with her family, the recognition in their group of friends. Such complex conflicts are displayed using various cinematographic techniques. Analysis of the existence crisis experienced by trans women in this film is described by structural analysis, focalization, and cinematography."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Routledge, 2023
306.768 TRA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kai, Cheng Thom
"Kai Cheng Thom grew up a Chinese Canadian transgender girl in a hostile world. As an activist, psychotherapist, conflict mediator, spiritual healer, and celebrated writer, she's always pursued the same deeply personal mission: to embrace the revolutionary belief that every human being, no matter how hateful or horrible, is intrinsically sacred. But then Kai Cheng found herself in a crisis of faith, overwhelmed by the viciousness with which people treated each other, and barely clinging on to the values and ideals she'd built her life around: justice, hope, love, and healing. Rather than succumb to despair and cynicism, she gathered all her rage and grief and took one last leap of faith. Kai Cheng began writing letters to everyone she has trouble holding in her heart-those seemingly beyond saving. She wrote to dead people, exes, prostitutes, johns, monsters, transphobes, and racists; to the fantasy man she still longs for, to the ones who hurt her, and to the ones who watched. In writing these love letters, Kai Cheng found herself not only rediscovering and deepening her faith in humanity, but falling back in love with being human."
New York: The Dial Press, 2023
155.2 KAI f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini menganalisis bagaimana gay dan transgender dalam dua dunia yang berbeda, secara sosial dan politik, yaitu Indonesia dan Eropa Barat, aktif berparitsipasi dalam pembentukan subjektivitasnya. Subjektivitas gender dalam kajian ini terkait dan tak dapat dipisahkan dari seksualitas, agam, hubungan romatis mereka dengan laki-laki dari Eropa Barat dan tali ikatan persaudaraan mereka dengan keluarga mereka di Indonesia. Mereka berjuang menegosiasikan norma dan nilai masyaralat yang diproyeksikan oleh masyarakat terhadap mereka. Kajian ini menyimpulkan bahwa sunjektivitas gender dan seksual sesorang yang minoritas ditentukan oleh struktur yang dominan di dalam masyarakat."
362 JP 20:4 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shara Alviannissa
"Meskipun individu transgender telah berjuang agar diterima dalam masyarakat, kini mereka lebih terlihat di dalam budaya populer terutama dalam film. The Danish Girl 2015 dan Dallas Buyers Club 2013 merupakan film-film Hollywood yang menampilkan peran transgender sebagai pemeran utama. Tujuan dari penelitian ini ialah menganalisa peran transgender, Einar Wegener Lili Elbe di film The Danish Girl dan Rayon dalam film Dallas Buyers Club untuk menemukan cara mereka menemukan jati diri mereka sebagai transgender, dan hubungan kekuasaan antara pasangan transgender dan non-transgender. Analisis ini menggunakan perspektif Gregory G. Bolich's pada transgender serta Lynn 2009 mengenai perilaku sexual, dan Joslin-Roher and Wheeler 2009 pada hubungan dengan pasangan. Artikel ini menjelasakan bahwa kedua film ini memperkuat stereotip gender dan relasi kekuasaan yang seimbang dan tidak seimbang memengaruhi Einar Wegener Lili Elbe and Rayon.

Although transgender individuals have been struggling to be accepted in a society, they are now more visible in popular culture especially movies. The Danish Girl 2015 and Dallas Buyers Club 2013 are Hollywood movies which have transgender individuals as their main characters. The purpose of this study is to analyze the transgender characters, Einar Wegener Lili Elbe in The Danish Girl and Rayon in Dallas Buyers Club in order to find they way to construct themselves as transgender and the power relation between transgender and their non transgender partner. The analysis operates within Gregory G. Bolich's perspective on transgender as well as Lynn 2009 about sexual behavior, and Joslin Roher and Wheeler 2009 on relation with the partner. This article finds that both movies reinforce gender stereotypes and how a balanced and an unbalanced power relation affects Einar Wegener Lili Elbe and Rayon."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Chaterina Janes Pratiwi
"ABSTRAK
Prevalensi HIV pada waria semakin meningkat. Spiritualitas harus dipahami sebagai bagian dari visi holistik kesehatan seseorang karena spiritual melekat dalam diri setiap orang, sehingga semua orang adalah makhluk spiritual. Persimpangan identitas waria menghasilkan pengalaman hidup yg unik, seperti spiritual identities.Tujuan penelitian untuk menggali pengalaman dukungan spiritualwariaODHA. Metode penelitian dengan pendekatan studi fenomenologi. Penelitian ini melibatkan 15 partisipan waria dengan kriteria positif HIV dan beragama Islam. Hasil penelitian dengan wawancara mendalam menemukan 6 tema : Saat melakukan ibadah, wariamempersepsikan sesuai kodrat laki-laki; Bersyukur dengan kondisi yang waria ODHA miliki; Memohon ampun pada Tuhan dengan beramal baik; Kendala dalam menjalankan ibadah sebagai waria; Pelayanan perawat kurang baik terhadap waria ODHA; Persepsi wariabahwa pelayanan spiritual tidak diberikan oleh perawat dirumah sakit.

ABSTRACT
HIV prevalence among transgender is increasing. Spirituality must be understood as part of the holistic vision of one 39 s health because it is inherent in everyone, so that everyone is a spiritual being. The crossroads of transfemale identity produce a unique life experience, such as spiritual identities. The purpose of the research to explore the experience of spiritual support transfemale with HIV. Research method used approach of phenomenology research. The research involved 15 transfemale participants with HIV and they are Muslim. The results of in depth interviews found 6 themes while performing worship, transfemale perceive the nature of men Grateful to the conditions that transfemale PLWH have Asking God 39 s forgiveness by doing good deeds Constraints in performing worship as transfemale Poor nursing services to transfemale PLWH The transfemale perception that spiritual service is not given by nurses in the hospital. "
2017
T47923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>