Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175683 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadityo
"Mineral dan Batubara sebagai salah satu komoditas industri yang berasal dari kekayaan alam Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara merupakan pokok bahasan utama dalam studi ini. Produk legislasi yang mengatur tentang Mineral dan Batubara tidak berdiri sendir tetapi juga berkaitan dengan undang-undang lain meliputi Undang-Undang tentang Energi, Undang-Undang tentang Ketenagalistrikan, Undang-Undang tentang Penanaman Modal, Undang-Undang tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup serta peraturan delegasi lainnya. Permasalahan terjadi ketika Pemerintah menerbitkan paket kebijakan untuk mengamankan ketahanan energi nasional melalui instrumen Domestic Market Obligation yang ditetapkan secara berkala tiap tahun oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral guna mengatur jumlah kebuthan batubara dalam negeri, patokan harga, skema pemasokan termasuk kebijakan denda yang akan diterapkan. Studi ini akan membahas permasalahan mengenai perkembangan bentuk regulasi sanksi bagi produsen batubara yang tidak dapat memenuhi kewajiban DMO. Selain itu, riset ini juga akan mengulas analisis yuridis pengaturan sanksi bagi produsen batubara yang tidak dapat memenuhi kewajiban DMO. Selanjutnya akan dibahas pula mengenai dampak kebijakan DMO dan pelarangan ekspor batubara terhadap negara lainnya. Hasil studi menunjukkan bahwa perkembangan bentuk regulasi sanksi bagi produsen batubara yang tidak dapat memenuhi kewajiban DMO cukup signifikan. Pemberian sanksi yang dilakukan tidak melalui asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik karena penetapan Keputusan Menteri ESDM tentang Sanksi DMO tidak memiliki alas hukum yang kuat. PP tentang Penetapan Jenis PNBP mensyaratkan instrumen hukum yang digunakan adalah UU, PP, Kontrak, atau Peraturan Menteri. Dampak kebijakan DMO dan pelarangan ekspor batubara mendapat respon penolakan karena kebijakan proteksionis ini dilakukan mendadak dan tanpa terencana sebelumnya. Selain itu kebijakan tersebut juga ditetapkan tanpa adanya konsultasi publik sehingga memicu banyak penolakan dari pemangku kepentingan.

Minerals and Coal, as one of the industrial commodities derived from Indonesia's natural wealth as stipulated in the Law on Mineral and Coal Mining, is this study's main subject matter. The products of legislation governing Minerals and Coal do not stand but also relate to other laws, including the Law on Energy, the Law on Electricity, the Law on Investment, the Law on Environmental Management and Protection and regulations. Other delegates. The problem occurred when the government issued a policy package to secure national energy security through the Domestic Market Obligation instrument, which was set periodically every year by the Minister of Energy and Mineral Resources to regulate the amount of domestic coal blindness, price benchmarks, supply schemes including fine policies to be implemented. This study will discuss the issue of the development of the form of sanctions regulation for coal producers unable to meet DMO obligations. In addition, this research will also review a juridical analysis of sanctions arrangements for coal producers unable to meet DMO obligations. Furthermore, it will also be discussed the impact of the DMO policy and the ban on coal exports to other countries. The study results show that developing a form of sanctions regulation for coal producers who cannot meet DMO obligations is quite significant. The provision of sanctions carried out is not through the principle of forming good laws and regulations because the determination of the Decree of the Minister of Energy and Mineral Resources on DMO Sanctions does not have a strong legal basis. Government Regulations on The Non-Tax State Income Types require that the legal instruments used are Laws, Government Regulations, Contracts, or Ministerial Regulations. The impact of the DMO policy and the ban on coal exports was rejected because this protectionist policy was carried out suddenly and without prior planning. In addition, the policy was also established without public consultation, triggering much resistance from stakeholders."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audi Hirzi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep, tujuan, pengaturan dan
permasalahan yang terjadi di dalam pengendalian produksi dan pengutamaan
penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri, dilihat dari Undang-Undang
Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Penelitian ini
juga melihat bagaimana dampak dari pengaturan yang ada kepada penanaman
modal di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum bersifat yuridis
normatif dengan menggunakan data sekunder diantaranya buku dan peraturan
perundang-undangan. Dari hasil penelitian ini diperoleh mengenai data produksi
batubara Indonesia, penjualan batubara di dalam negeri dan ekspor batubara hasil
produksi Indonesia serta bagaimana iklim investasi dalam bidang batubara di
Indonesia. Penelitian ini juga memberi kesimpulan mengenai bagaimana
pengaturan yang seharusnya dilakukan dan dampak positif apabila pengaturan
mengenai pengendalian produksi ini dilaksanakan. Penelitian ini juga memberikan
saran atas bagaimana seharusnya pengaturan dari pengutamaan penjualan
batubara untuk kepentingan dalam negeri di Indonesia yang sesuai dengan
hierarki peraturan yang berlaku.

ABSTRACT
This research aims to determine the concept, purpose, arrangement and problems
that occur in the production control and prioritization of coal sales for domestic
interests, seen from Act No. 4 of 2009 on Mineral and Coal. This study also
looked at how the impact of the existing arrangements for investment in
Indonesia. This research is a normative juridical law using secondary data such as
books and legislation. From these results obtained with regard to data Indonesian
coal production, coal sales in the domestic and the export of Indonesian coal
production as well as how the investment climate in Indonesia's coal fields. This
research also gives conclusions regarding how the setting is supposed to do and
the positive impact if the regulation is implemented on production control. This
study also provides suggestions on how it should be setting precedence sales of
coal for domestic interests in Indonesia in accordance with the hierarchy of
applicable regulations."
2013
S52780
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raja Baringin Grahita Natha
"ABSTRAK
Kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam
memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan
pembangunan daerah secara berkelanjutan. Mengingat hal tersebut, pengaturan dan
pengawasan pemerintah sangat diperlukan khususnya pengaturan kerjasama usaha jasa
pertambangan agar ada pembatasan dalam pengelolaan dan pengusahaan sumber daya
alam di Indonesia oleh suatu pelaku usaha sehingga tidak merugikan kepentingan
negara dan masyarakat luas. Tujuan penelitian ini untuk melihat bagaimana pengaturan
Pemerintah dalam membatasi kerjasama dalam pelaksanaan usaha jasa pertambangan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis
normatif yang menginventarisasi, mengkaji dan meneliti peraturan perundang-undangan
dan data sekunder lainnya yang berkaitan dengan materi penelitian. Sifat Penelitian tesis
ini, bersifat deskriptif analitis. Analisis data yang digunakan adalah dengan metode
analisis kualitatif. Pengaturan pemerintah dalam pembatasan kerjasama kegiatan usaha
jasa pertambangan khususnya dalam pengaturan pelaksanaan kegiatan penambangan
dan keikutsertaan anak perusahaan dan/atau afiliasinya sangat penting dilakukan untuk
menghindari adanya transfer of profit, akan tetapi pemerintah sebaiknya perlu
memperhatikan adanya perbedaan penjabaran ketentuan dalam UU Minerba dan
peraturan pelaksananya, serta peningkatan pengawasan di lapangan, sehingga dapat
tercapai kemandirian dan efektifitas pengusahaan di bidang pertambangan, serta
memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional guna mencapai kemakmuran serta
kesejahteraan rakyat

ABSTRACT
Business activities of mineral and coal mining significantly has an important role in
providing value-added to national economic growth and development in a sustainable
district. Given this, government regulation and supervision is indispensable especially
for mining services business partnership arrangements that exist in the organization and
undertaking limitation of natural resources in Indonesia by business actor effort to not
harm the national interest and the wider community. The purpose of this research is to
see how the arrangement limits the government in the implementation of joint
cooperation in mining services business. Research methods used in this study is
normative juridical research, study and analyze the legislation and other secondary data
related to study materials. The nature of this thesis research is descriptive analytics. The
method used to analize data in this research is qualitative analysis. Limitation of
government regulation in mining services business activities of cooperation in particular
in the implementation of regulation of mining activities and participation subsidiaries
and/or affiliates is very important to avoid any such transfer of profit, but the
government should have notice a discrepancy explanation of the provisions in the Act
Minerba and its implementing regulations, and increased supervision on the field, so as
to achieve independence and effectiveness of the undertaking in the field of mining, as
well as added value to national economy and achieve prosperity and welfare of the
people"
Universitas Indonesia, 2013
T35203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Heru Prasetyo
"Tesis ini menganalisis tentang pelaksanaan kewajiban penyesuaian Kontrak Karya Pertambangan di Indonesia dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Nomor 4 Tahun 2009), terutama terkait dengan kewajiban peningkatan nilai tambah hasil penambangan mineral di dalam
negeri. Secara lebih khusus tesis ini akan mengkaji pelaksanaan kewajiban PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) selaku pemegang Kontrak Karya untuk melakukan kegiatan pemurnian mineral di dalam negeri. Oleh karena jumlah dan/atau kapasitas pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) tidak sebanding dengan jumlah material tambang yang diproduksi di Indonesia, maka pelaksanaan kewajiban pemurnian mineral di dalam negeri sesuai ketentuan UU Nomor 4 Tahun 2009 akan berdampak pada pembatasan ekspor bijih atau barang mentah pada tahun 2014. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pada tahun 2014
PT NNT diproyeksikan tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melakukan kegiatan pemurnian di dalam negeri. Terkait dengan hal tersebut penulis mencoba mengkaji akibat hukum yang akan timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban PT NNT untuk melaksanakan kewajiban peningkatan nilai tambah hasil penambangan mineral di dalam negeri. Pelaksanaan kewajiban peningkatan nilai tambah hasil penambangan mineral di dalam negeri (dalam jangka menengah dan jangka panjang) akan menghasilkan dampak beruntun ekonomi yang positif, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menyarankan agar Pemerintah segera menyelesaikan proses renegosiasi Kontrak Karya PT NNT serta menjalankan secara konsisten ketentuan UU Nomor 4 Tahun 2009.

This thesis analyzed the implementation of the obligations of the Contract of Work Mining adjustments in Indonesia with Law Number 4 Year 2009 concerning Mineral and Coal Mining (Law No. 4 Year 2009), mainly related to the obligation of incrasing value-added minerals mining in the country. More specifically this thesis will examine the implementation of the obligations of PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) as the holder of the Contract of Work for
mineral refining activities in the country. Because of the number and/or capacity mineral processing and refining plant (smelter) is not comparable to the amount of material produced in the Indonesian mining, the implementation of the mineral refining obligations in the country according to the provisions of Law No. 4 Year
2009 will have an impact on export restrictions on ore or raw material in 2014. The research concludes that the projected 2014 PT NNT can not fulfill its obligation to carry out mineral refining activities in the country. In this regard the author attempts to analyze the legal consequences that would arise due to PT NNT
could not filling the obligation to increase the value-added mineral in the country. Implementation of the obligations of increased value-added mineral mined in the country (in the medium and long term) will result in a positive economic impact streak, improving economic growth and income Indonesian people. Based on these results, the authors suggested that the government will soon complete the
renegotiation process Contract of Work PT NNT and consistently execute the provisions of Law No. 4 Year 2009.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T36079
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erlangga Matin Julianto Putra
"Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4 Tahun 2009) maka Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dihapuskan dan perlu penyesuaian melalui renegosiasi kontrak. Renegosiasi kontrak tidak mudah dilaksanakan karena banyak perusahaan yang belum sepakat mengenai hal-hal yang harus disesuaikan dengan UU No. 4 Tahun 2009. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah sebenarnya status hukum KK? Serta bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah apabila pemegang KK tidak melakukan renegosiasi kontrak? Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif, jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Kesimpulannya adalah bahwa status hukum KK merupakan suatu konsesi, dan bukan perjanjian perdata murni pada umumnya. Perjanjian yang ada pada KK merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban. Karena status hukum KK merupakan konsesi, maka pemerintah dapat menempuh beberapa upaya dalam renegosiasi kontrak apabila kontraktor tidak mau melaksanakan renegosiasi. Pertama, dengan jalan melanjutkan renegosiasi kontrak karya. Kedua, penghentian sepihak kontrak yang sudah ada dan kemudian memberikan kompensasi. Ketiga, menasionalisasi secara langsung tanpa adanya renegosiasi kontrak ataupun kompensasi. Keempat, jika renegosiasi tidak dapat berjalan maka Pemerintah Indonesia dapat menggugat ke arbitrase.

Law No. 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining removed Contract of Work and Work Agreement for Coal Mining Enterprises, but the conditions specified in the contract should be adapt to Law No. 4 of 2009. Adjustment provisions contained in article Contract of Work with the Law No. 4 of 2009 was conducted through contract renegotiation. Contract renegotiation is not easy to do because many contractors are not agree on provisions that should be adapted to Law No. 4 of 2009. The question is how exactly the legal status of Contract of Work? And how the action which can be done by the Government when the contractors will not perform contract renegotiations to adapt to Law No. 4 of 2009? Design of this study is a normative juridical. Data types used in this study is a secondary data, it can be a primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The conclusion is that the status of the Contract of Work is a concession and not purely civil agreement in general. Agreement in contract work is the implementation of rights and obligations. Because the status of the Contract of Work is a concession, the government could lead some action in contract renegotiations when the contractor did not perform renegotiations in order to adapt Law No. 4 of 2009. First, by way of extending the work contract renegotiations. Second, the unilateral termination of the existing contract and then give compensation. Third, direct nationalize without compensation or contract renegotiations. Fourth, if renegotiation can not run the Government of Indonesia can sue contractor to arbitration."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39184
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gwendolyn Ingrid Utama
"Tesis ini membahas mengenai kedudukan Kontrak Karya pasca disahkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, dimana dengan berlakunya UU Minerba tersebut, sistem Kontrak Karya sudah tidak diberlakukan lagi karena sistem perizinan yang diberlakukan untuk berinvestasi pada bidang pertambangan di Indonesia. Dalam UU tersebut terdapat ketentuan bahwa Kontrak karya yang telah disetujui akan tetap berlaku, tetapi perlu penyesuaian. Ketentuan tersebut dinilai kontradiktif oleh beberapa kalangan. Hasil penelitian menyarankan bahwa sebaiknya dibuat peraturan pelaksana agar ketentuan yang menimbulkan pertanyaan dapat dijawab.

This thesis discusses about legal standing of Work of Contract after Law Number 4 Year 2009 concerning Mineral and Coal Mining is being authorized, where Work of Contract is no longer applicable for mining investment in Indonesia according to the new regulation which applies license system. It is mentioned later in the regulation that the Work of Contract that have been approved will remain valid, but with necessary adjustment. Thus, the provision is considered contradictory. This research suggests that it is better to make implementation regulation so that provisions which may raise questions can be answered."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T37330
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amin
"Tesis ini membahas tentang pemberian izin pertambangan batu bara, di antaranya adalah di Kabupaten Berau. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara dan juga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan yang luas kepada pejabat daerah untuk memberikan izin usaha pertambangan membuat penerbitan izin usaha pertambangan seperti tidak bisa dikendali. Izin usaha pertambangan yang dikeluarkan oleh pejabat setempat banyak yang melanggar peraturan perundang-undangan, seperti luas wilayah izin usaha pertambangan yang melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang. Akibat dari penerbitan izin usaha pertambangan yang tidak terkendali tersebut, membuat dampak yang sangat besar, seperti tumpang tindih hak pengusahaan pertambangan dengan hak pengelolaan sumber daya alam lainnya dan berbagai penolakan masyarakat sekitar terhadap penerbitan izin usaha pertambangan yang baru. Dari hal tersebut, penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian izin pertambangan batu bara di Kabupaten Berau sebelum dan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Batu Bara, dan hambatan dan solusi dalam pemberian izin pertambangan batu bara di Kabupaten Berau setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Batu Bara. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis. Hasil penelitian menyarankan bahwa segera dilakukan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan dan Batu Bara untuk menyelaraskan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah terkait dengan kewenangan Bupati dan Walikota yang tidak lagi berwenang menerbitkan Izin Usaha Pertambangan.

This thesis discusses the granting of coal mining, among which are in Berau. Since the enactment of Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal as well as Law No. 32 Year 2004 on Regional Government which provides broad authority to local officials to provide mining license makes mining permit such issuance could not are controlled. Mining permit issued by local officials who violate many laws and regulations, such as the area of the mining permit that exceed the provisions laid down by law. As a result of the issuance of the mining permit uncontrolled, making a huge impact, such as mining concessions overlap with the right management of natural resources and a variety of local community rejection of the issuance of new mining permit. From this, the authors wanted to examine more deeply about the local government authority in granting coal mining in Berau before and after the enactment of Law No. 4 of 2009 on Mining and Coal, and the barriers and solutions in coal mining permits in Berau regency after the enactment of Law No. 4 of 2009 on Mining and Coal. This research is a normative juridical research, ie research that emphasizes the use of legal norms in writing. Results suggest that immediate revision of Law No. 4 of 2009 on Mining and Coal to align with Law No. 23 of 2014 on Regional Government relating to the authority of regents and mayors are no longer authorized to issue Mining Permit."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43357
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Nagatami Susilo
"Tujuan Negara yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan memajukan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saat ini mengenai pertambangan mineral dan batubara diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dewasa ini hampir di semua negara khususnya negara berkembang membutuhkan modal asing.
Modal asing itu merupakan suatu hal yang semakin penting bagi pembangunan suatu negara. Sehingga kehadiran investor asing nampaknya tidak mungkin dihindari. Yang menjadi permasalahan bahwa kehadiran investor asing sangat dipengaruhi oleh kondisi internal suatu negara, seperti stabilitas ekonomi, politik negara, penegakkan hukum.
Penanaman modal asing memberikan keuntungan kepada semua pihak, tidak hanya bagi investor saja, tetapi juga bagi perekonomian negara tempat modal itu ditanamkan serta bagi negara asal para investor. Dalam UU Minerba salah satu ketentuan yang dianggap cukup penting adalah mengenai kewajiban divestasi, yang diatur dalam Pasal 112. Divestasi adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk di jual kepada peserta Indonesia.

The Purpose of Indonesia as a state is to promote the general welfare and promote social welfare for all the people of Indonesia. Currently the mineral and coal mining regulated by Law Number 4 Year 2009 Concerning Mineral and Coal Mining. Lately in all countries, especially developing countries need foreign capital.
Foreign capital is something that is increasingly important for the development of a country. So the presence of foreign investors is can’t be avoided. The presence of foreign investors is strongly influenced by the internal conditions of a country, such as economic stability, political state, the rule of law.
Foreign investment to the benefit of all parties, not only for investors but also for the economy of the country where the capital invested as well as for the country of origin of the investor. In the Mining Law one of the important regulation is about divestment, which is provided in Article 112. Divestment is the number of foreign shares should be offered to be sold to Indonesian participants.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Cahyono
"Sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berlaku, penyelesaian sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal (investor) diselesaikan berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), dimana para pihak dapat menentukan forum penyelesaian sengketa baik melalui arbitrase nasional maupun internasional atas dasar kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian. Namun saat ini dengan berubahnya rezim kontrak menjadi rezim perizinan ketentuan penyelesaian sengketa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menentukan bahwa setiap sengketa yang muncul dalam pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) diselesaikan melalui pengadilan dan arbitrase dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berubahnya rezim ini telah merubah posisi negara yang sebelumnya sejajar dalam sebuah kontrak karena bertindak sebagai subyek hukum perdata menjadi lebih tinggi sebagai regulator berada diatas perusahaan pertambangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba yang diatur pada pasal 154 menimbulkan multi tafsir dan ada kalanya justru tidak dapat dilaksanakan, karena dapat diartikan secara berbeda oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yang berakibat kepada ketidak-pastian hukum. Sehingga untuk membangun kepastian hukum sesuai dengan kehendak dan kesepakatan subyek hukum (yang bersengketa), maka ketentuan penyelesaian sengketa pada UU Minerba perlu diperjelas dan dilakukan sinkronisasi dengan ketentuan perundang-undangan penanaman modal dan arbitrase Indonesia, baik mengenai substansi maupun rumusannya.

Abstract
Prior to the enactment of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, the settlement of disputes between the Government and investors resolved in the agreement of Contract of Work (CoW) and Coal Mining Exploitation Working Arrangements (CMEWA), where the parties can determine the dispute of settlement forum either through national or international arbitration. However, the current Mining dispute settlement provisions for investment pursuant to the provisions of Law Number 4 of 2009 concerning Mining and Coal, determines that any disputes that arise in the implementation of IUP, IPR, or IUPK resolved through domestic courts and arbitration in accordance with the provisions of the Law. Changes in contract regime into permitting regimes has impact on changing the position of state that were previously equal in a contract to be higher in the licensing system. Thus the government's position as regulators are above the mining company. The results showed that the provision regarding dispute resolution on Mining Law, provoke to multi-interpretations that lead to legal uncertainty. Thus to build a law certainty in accordance with the will and the subject of legal agreement (the dispute), the dispute settlement provisions of the Mining Law needs to be clarified and synchronized with Indonesian Investment Law (Law Number 25 of 2007) and Arbitration Law (Law Number 30 of 1999), either on substance or formulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S532
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indra
"Tesis ini membahas mengenai kepastian hukum terhadap penyesuaian perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) berdasarkan Undang- Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). PKP2B adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati antara pihak kontraktor baik dari dalam negeri ataupun asing dengan pihak pemerintah Republik Indonesia dalam rangka kerjasama pengusahaan pertambangan batubara. PKP2B diatur pertama kali melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Umum Pokok Pertambangan. Kelahiran UU Minerba mengharuskan agar ketentuan yang terdapat dalam PKP2B disesuaikan paling lambat 1 tahun sejak UU Minerba diundangkan. Sebelum UU Minerba lahir sistem pengelolaan pertambangan batubara dilakukan melalui perjanjian antara pemerintah dengan kontraktor, UU Minerba tidak mengenal perjanjian dalam pengelolaan pertambangan batubara. Penyesuaian PKP2B dilakukan pemerintah melalui renegosiasi dengan rancangan amandemennya, hingga saat ini proses renegosiasi telah berjalan hampir 4 tahun sejak UU Minerba diundangkan, namun belum mempunyai titik temu. Kepastian hukum atas UU Minerba menjadi dipertanyakan. Pertanyaan yang muncul adalah apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak (dalam hal renegosiasi disini tentunya pemerintah) yang berinisiatif mengubah suatu ketentuan dalam PKP2B sebagai suatu perjanjian yang telah disepakati apabila di lain pihak menolak. Bagaimana dengan ketentuan yang mengatur bahwa suatu sebab adalah terlarang dalam perjanjian apabila sebab tersebut bertentangan dengan Undang-Undang. Penelitian tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan.
Hasil penelitian yang didapat adalah meskipun renegosiasi PKP2B saat ini tidak menemui kata sepakat, sebenarnya PKP2B telah dilakukan beberapa kali perubahan sebelum UU Minerba diundangkan. Salah satu alasan renegosiasi PKP2B tidak menemui kata sepakat karena posisi para pihak dalam renegosiasi dibatasi ketentuan UU Minerba yang merupakan produk dari pemerintah sebagai penguasa, dan di satu sisi pemerintah sebagai pihak dalam perjanjian PKP2B itu sendiri. Sehingga hal-hal yang dibahas dalam renegosiasi tersebut cenderung mengunci dan menutup kesempatan pihak lainnya untuk merundingkan hak dan kewajibannya. Bahwa perjanjian mengikat kedua belah pihak sebagai Undang-Undang diantara mereka yang menyepakatinya dan para pihak harus menghormati perjanjian yang telah disepakati (asas kepastian hukum dalam perjanjian yang dikenal dengan istilah Pacta Sunt Servanda).

This thesis discusses the legal certainty against the adjustment of coal contract of work (PKP2B) based on Law No. 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining (Mining Law). PKP2B are agreements made and agreed between the contracting parties either domestic or foreign by the government of the Republic of Indonesia in the coal mining business cooperation. PKP2B first regulated through Law No. 11 of 1967 on General Provisions of Mining. The birth of the Mining Law requires that the provision contained in PKP2B adjusted at least 1 year from the Mining Law was enacted. Before the Mining Law was born coal mining management system given through an agreement between the government and the contractor, the Mining Law does not recognize an agreement in the management of coal mining. PKP2B adjustments made by the government through the draft amendments to the renegotiation, the renegotiation process to date has been running almost 4 years since the promulgation of the Mining Law, however, does not have any common ground. Legal certainty of the Mining Law to be questionable. The question that arises is what should be done by one of the parties (in terms of renegotiation of the government here of course) who took the initiative to change a provision in an agreement PKP2B as agreed when on the other hand refused. What about the provision which provides that a cause is forbidden in the agreement if the cause is contrary to the Act. This thesis research using normative legal research approach legislation.
The results were obtained despite the renegotiation PKP2B currently not met an agreement, actually PKP2B been done several times before the Mining Law was enacted. One reason renegotiation PKP2B not meet an agreement because the position of the parties to renegotiate, under the provisions of the Mining Law is limited which is a product of government as rulers, and on one side of the government as a party to the treaty itself (PKP2B). So things are discussed in the renegotiation tends to lock and close the other parties an opportunity to negotiate their rights and obligations. That the agreement binds both parties as the Act among those who agree and the parties must honor the agreements that have been agreed upon (the principle of legal certainty in the agreement known as pacta Sunt servanda).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>