Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77105 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tsabita Raihana Hanifa
"Perkawinan beda agama tidak diatur pelaksanaannya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun, tidak menutup kemungkinan masyarakat membutuhkan suatu aturan yang menjadi dasar hubungan perkawinan khususnya bagi pasangan yang ingin melangsungkan perkawinan beda agama. Keberadaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjadi sarana untuk mendapatkan penetapan agar perkawinan termasuk di dalamnya yaitu perkawinan beda agama dapat dilakukan pencatatan secara resmi oleh Negara. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah wewenang pengadilan negeri dalam memberi keputusan terhadap permohonan pengesahan perkawinan beda agama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menjadi dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dalam memberi keputusan dalam perkara nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif dengan menghasilkan data deskriptif analitis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa peraturan mengenai perkawinan, khususnya perkawinan beda agama di Indonesia masih belum diatur secara tegas dan jelas ke dalam beberapa peraturan, sehingga menyebabkan permasalahan dalam proses perkawinan beda agama. Selain itu, praktik perkawinan beda agama dalam peradilan Indonesia masih belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga pembuat undang-undang seharusnya melakukan unifikasi hukum agar dapat memberikan kepastian hukum kepada Hakim maupun masyarakat, serta meminimalisir terjadinya permasalahan-permasalahan dalam proses pencatatan perkawinan beda agama.

The implementation of interfaith marriages is not regulated in Law Number 1 of 1974 concerning Marriage. However, this does not rule out the possibility that the community needs a rule that forms the basis of marital relations, especially for couples who wish to enter into interfaith marriages. The existence of Law Number 24 of 2013 concerning Amendments to Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration is a means of obtaining a stipulation so that marriages including interfaith marriages can be officially recorded by the State. As for the main problem in this study is the authority of the district court in giving decisions regarding applications for the legalization of interfaith marriages after the enactment of Law Number 24 of 2013 concerning Amendments to Law Number 23 of 2006 concerning Population Administration which became the basis for the judges' considerations at the District Court Surabaya in giving a decision in case number 916/Pdt.P/2022/PN.Sby. The research method used in this study is normative juridical research using secondary data which includes primary legal materials and secondary legal materials. The analytical method used in this study is a qualitative analysis method by producing analytical descriptive data. Based on the research conducted, it is known that regulations regarding marriage, especially interfaith marriages in Indonesia, are still not regulated explicitly and clearly into several regulations, causing problems in the process of interfaith marriages. In addition, the practice of interfaith marriages in Indonesian courts still does not comply with statutory provisions, so legislators should carry out legal unification in order to provide legal certainty to judges and the public, as well as minimize the occurrence of problems in the process of registering interfaith marriages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husin
"Pembauran budaya antar suku bangsa, kebudayaan agama, dan negara yang menyebabkan perubahan pandangan terutama pada ikatan antar individu seperti ikatan perkawinan antar orang yang berbeda agama. Perbedaan agama ini sebelumya tidak menjadi masalah hingga timbul pengaturan terbaru dalam hukum positif di Indonesia, yakni adanya definisi perkawinan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Kemudian pada tahun 2006 keluar Undang-Undang Adminduk yang menyatakan perkawinan beda agama dapat dicatat berdasarkan penetapan pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, penulis akan menganalisis Penetapan Pengadilan Negeri No. 112/Pdt.P/2008/PN.Ska yang akan dikaitkan dengan peraturan terkait seperti UU No.1 tahun 1974, UU No. 23 tahun 2006. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini ialah yuridis normatif dengan sumber data melalui studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini bahwa UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan kemudian diubah menjadi UU No. 24 tahun 2013 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan saat ini yang dijadikan sebagai dasar permohonan perkawinan beda agama.

The assimilation of cultures between ethnic, religious, cultural and country changes the views of individual especially for their relation such as different religion marriage. In the beginning there isn’t problem with the different of the religion, but after arising arrangement until recent positive law in Indonesia is a existence of the definition of marriage in article 1 of the law Number 1/ 1974 about Marriage that stating “marriage was born inner ties between a man with a woman as husband and wife with the aim of forming a family (of a household) happy and eternal based on God". Based on that, the writer will analyze the determination of District Court Number 112/Pdt.P/2008/PN.Ska will be associated with the regulations such as Act Number 1 of 1974, Act Number 23 of 2006. The methodology in this study use juridical normative with data source through the study of librarianship. The results of this research is that law Number 23 of 2006 about the Residency and Changed to Administration of Act No. 24-2013 about changes of Act Number 23 of 2006 about the Administration of the Population here, currently used to have the marriage of difference religious request."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Amalia
"Dalam perkembangannya terdapat dua kasus yang sama mengenai permohonan izin perkawinan beda agama namun terdapat perbedaan dalam penetapannya. Dalam penetapan Nomor 46/Pdt.P/2016/Pn.Skt hakim menerima, sedangkan dalam penetapan Nomor 71/Pdt.P/2017/Pn.Bla hakim menolak. Akibatnya terdapat perbedaan pandangan apakah perkawinan beda agama diperbolehkan atau tidak di Indonesia. Penulisan Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan statute approach dan pendekatan kasus case approach. Hal ini bertujuan untuk mempelajari lebih jauh terkait peraturan perkawinan beda agama dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, serta menganalisis kasus perkawinan beda agama yang telah terjadi. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa Undang-Undang Perkawinan bukannya tidak mengatur mengenai perkawinan beda agama, namun karena Undang-Undang Perkawinan tidak mengenal perkawinan beda agama sehingga keabsahan perkawinan dikembalikan kepada hukum agamanya masing-masing. Dan adanya Pasal 35 huruf a Undang-Undang Administrasi Kependudukan merupakan merupakan bentuk peran negara dalam hal administrasi mengenai pencatatan bagi perkawinan beda agama untuk mencatatkan perkawinannya melalui penetapan pengadilan, sehingga perkawinan tersebut dapat dicatatkan agar terjaminnya kepastian hukum terhadap perkawinan beda agama.

Nowadays, there are two similar cases concerning permission of inter religions marriage but there are differences in judge rsquo s verdict. In verdict number 46 Pdt.P 2016 Pn.Skt the judge accept, whereas in the verdict number 71 Pdt.P 2017 Pn.Bla the judge rejected. Consequently there are differences in whether the inter religions marriage is allowed or not in Indonesia. This research uses normative legal research, by using statute approach and case approach. It aims to learn more associated with setting up inter religions marriage in Law No. 1 of 1974, as well as analyzing some cases of inter religions marriage that has taken place. In this study it was found that the Law Number 1 of 1974 on Marriage is not regulating the inter religions marriage, but the Marriage Law does not recognize the inter religions marriage so that the validity of the marriage is returned to the perspective of religious law. And the existence of Article 35 point a of the Population Administration Act is a form of state 39 s role in administrative matters of recording for the inter religions marriage to register their marriage through the determination of the court, so that the marriage can be recorded in order to ensure legal certainty to the inter religions marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najma Amira Abdullah
"anak-anak yang dilahirkan, pernikahan adalah awal sebuah keluarga dan merupakan komitmen seumur hidup. Studi kasus yang diteliti pada tesis ini adalah Penetapan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: 12/Pdt.P/2022 PN Ptk. Pokok permasalahan yang
akan dibahas dalam tesis ini yakni mengenai pertimbangan Hakim atas dikabulkannya permohonan perkawinan beda agama antara RNA dan MYR dan terkait implikasi terhadap kedudukan anak atas perkawinan beda agama antara RNA dan MYR yang faktanya belum mendapatkan pencatatan perkawinan meskipun sudah ada Penetapan
Pengadilan Negeri Kota Pontianak yang memberikan izin atas perkawinan beda agama mereka dan memerintahkan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak untuk melakukan pencatatan perkawinan RNA dan MYR. Namun faktanya hingga saat ini untuk perkawinan beda agama tersebut belum dapat dilakukan
pencatatan perkawinan karena adanya penahan dari Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pontianak. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa
studi pustaka dan wawancara. Hakim telah tepat dengan memperhatikan seluruh faktafakta hukum dan bukti yang diberikan oleh RNA dan MYR untuk mengeluarkan penetapannya. Seharusnya dengan adanya Penetapan dari Pengadilan tersebut
perkawinan beda agama RNA dan MYR dapat segera dicatatkan yang mana telah sesuai dengan persyaratan pencatatan perkawinan beda agama dalam peraturan perundangundangan, pencatatan perkawinan tersebut berguna untuk melindungi status keperdataan perkawinan mereka beserta anak-anak yang akan dilahirkan dari
perkawinan tersebut.

The event of marriage gives birth to a legal relationship between the couple and the children born, marriage is the beginning of a family and is a lifelong commitment. The
case study researched in this thesis is the Determination of the Pontianak District Court Number: 12/Pdt.P/2022 PN Ptk. The subject matter to be discussed in this thesis is regarding the Judge’s consideration of the granting of the application for an interfaith marriage between RNA and MYR and related to the impact on the position of the child of the interfaith marriage between RNA and MYR, which in fact has not yet received a marriage registration even though there has been a Pontianak City District Court Stipulation giving permission for their interfaith marriage and ordering the Head of the Pontianak City Population and Civil Registration Office to register the marriage of RNA
and MYR. However, the fact is that until now, the interfaith marriage has not been able to be registered due to the detention of the Pontianak City Population and Civil Registration Office. This research is descriptive in nature using normative legal
research methods and using data collection techniques in the form of literature studies and interviews. The judge was right by paying attention to all legal facts and evidence provided by RNA and MYR to issue the stipulation. With the stipulation from the Court, the interfaith marriage of RNA and MYR should be immediately recorded which is in accordance with the requirements for recording interfaith marriages in the legislation,
the marriage registration is useful to protect the civil status of their marriage and the children who will be born from the marriage.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Betrice Viosania
"Pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama, sehingga pengaturan mengenai perkawinan beda agama menjadi multitafsir. Kondisi ini menjadi dasar isu dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. Para Pemohon yang memiliki perbedaan agama memohon agar perkawinan mereka dapat disahkan oleh Pengadilan. Atas dasar tersebut, dalam tulisan ini akan menganalisis mengenai (1) pengaturan mengenai perkawinan beda agama di Indonesia, dan (2) kesesuaian pertimbangan hakim dengan peraturan perundang-undangan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak yang mengabulkan perkawinan beda agama. Untuk menjawab permasalahan yang ada, digunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa (1) perkawinan beda agama berdasarkan peraturan di Indonesia diserahkan kembali kepada ajaran agama masing-masing calon mempelai. Dimana perkawinan beda agama tidaklah dibenarkan, sebab tidak sesuai dengan hukum dan ajaran agama-agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga, suatu perkawinan beda agama dianggap tidak sah dan batal demi hukum. (2) berdasarkan hasil analisis dari sumber perundang-undangan yang ada, keputusan Hakim dalam Penetapan Pengadilan Negeri Makale Nomor: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. yang mengabulkan permohonan perkawinan beda agama tidaklah tepat. Sebab perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum agama, sehingga seharusnya tidak dapat dicatatkan oleh lembaga negara.

Essentially, marriage law in Indonesia does not specifically regulate the marriage of couples of different religions. Thus, the regulation for interfaith marriage is multi-interpretation. This condition became the basis in Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. The Plaintiffs, who have different religions, requested that their marriage be legalized by the Court. On this basis, this paper will analyze (1) the regulation of marriage between different religions in Indonesia, and (2) the suitability of the judge's consideration with the laws and regulations in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022 Pn Mak which granted the interfaith marriage. To answer the existing problem, a normative juridical research method is used. The research of this study results that (1) Indonesian regulations for interfaith marriages are consigned back to the religious teachings of each prospective bride and groom. A marriage between different religions is not justified because it is not according to the laws and teachings of the religions that apply in Indonesia. Therefore, interfaith marriage is considered unauthorized and void in the sake of law. (2) based on the results of the analysis of existing statutory sources, the Judge's decision in the Makale District Court Determination Number: 2/Pdt.P/2022/PN Mak. which granted the application for interfaith marriage was not legitimate, because interfaith marriage is not valid according to the religious law. Thus, it should not have been recorded by state."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Nurul Permatasari
"Penelitian ini berjudul pengesahan perkawinan beda agama yang dilangsukan di Indonesia. Permasalahan penelitian ini meliputi pengaturan mengenai perkawinan beda agama dan pertimbangan hakim mengenai pengesahan perkawinan beda agama, sebagaimana yang terdapat dalam Penetapan Pengadilan Negeri Purwokwerto Nomor 54/Pdt.P/2019/PN Pwt. Metode penelitian yang digunakan ialah yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif analitis, menggunakan data sekunder, dengan yang dan dianalisis secara kualitatif, dengan bentuk laporan deskriptif analitis. Simpulan penelitian ini adalah hakim dalam pertimbangannya tidak mengindahkan aturan undang-undang perkawinan mengenai sahnya perkawinan, dimana dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan sahnya perkawinan harus diperbolehkan oleh kedua agama calon mempelai, dan bukan hanya dari satu calon mempelai saja dan artinya hakim menganalisis diluar dari kewenangannya. Hakim dalam pertimbangannya ini hanya melihat dari dispensasi yang diberikan oleh salah satu agama, namun tidak mengindahkan aturan agama yang lain. Hakim diberikan kewenangan oleh Undang-Undang Administrasi Kependudukan bukan untuk mengesahkan perkawinan tetapi hanya berwenang untuk memerintahkan mencatatkan perkawinan beda agama, yang artinya hakim tidak berwenang untuk mengesahkan suatu perkawinan, karena sahnya perkawinan berdasarkan agama.

This research is entitled the legalization of the interfaith marriage held in Indonesia. The problem of this research covers a regulation of interfaith marriage and the judge’s consideration for the legalization of interfaith marriage, as contained in the Purwokerto Judicial Court Decision number 54/Pdt.P/2019/Pn Pwt. The research method is normative juridical, typology of the research used was descriptive analytical, using secondary data, and analyzed qualitatively, in the form of analytical descriptive reports. The conclusion of this research is that the judges in their consideration didn’t heed the marriage law regarding the validity of marriage , where in article 2 paragraph (1) of the Marriage Law, the marriage must be permitted by the two prospective bride-to-be, and not only by one prospective bride and its mean the judge in their analyzes outside of their authority. The judges in their consideration only consider from the excemption by one religion, but they didn’t heed the rules of other religions.The judges were given authority by the Population Administration Law not to validating marriage but only has the authority to order the registry office to register of interfaith marriages , which means that the judge is not to validating a marriage, because marriage is legitimately based on religion."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adera Sembodotitis
"ABSTRAK
Undang-Undang Perkawinan menyerahkan pengesahan perkawinan kepada hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Mengenai perkawinan beda agama, ada agama yang membolehkan dan ada juga yang melarang. Namun, walaupun sudah jelas diatur oleh agamanya, masih banyak terjadi perkawinan beda agama. Selain itu, dalam Undang-Undang Perkawinan belum jelas dan tegas pengaturan tentang perkawinan beda agama. Salah satu akibat dari adanya perkawinan beda agama, ada pihak-pihak yang ingin membatalkannya. Hal ini menarik untuk dikaji, tentang bagaimana pengaturan masing-masing agama tentang perkawinan beda agama dan apakah pembatalan perkawinan beda agama dapat dilakukan. Dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai pengaturan perkawinan beda agama serta pembatalannya oleh pihak ketiga. Untuk mendukung pembahasan, penulis melakukan analisis Putusan Nomor 119/Pdt.G/2015/PN.Sby terkait dengan gugatan pembatalan perkawinan. Untuk menemukan jawaban, Penulis menggunakan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis agar dapat memecahkan masalah. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa pembatalan perkawinan beda agama oleh pihak ketiga dimungkinkan terjadi. Oleh karenanya, sebaiknya menghindari terjadinya perkawinan beda agama, karena akan muncul permasalahan dalam rumah tangga untuk ke depannya, dan tentunya karena dapat dibatalkan.

ABSTRACT
Marriage Law refers to each partys respective religion and belief for its marriage legitimation. Regarding interfaith marriage, some religions will allow and some will forbid. However, even though each religion clearly has its own set of rules, there have been many cases where interfaith marriages occur. Furthermore, there is no clarity in the Marriage Law in its arrangement on interfaith marriage. One of the consequences of an interfaith marriage is there could be a risk of a marriage cancellation by other party. This issue is indeed appealing to be studied, on how the arrangement of each religion regarding interfaith marriage and whether an interfaith marriage cancellation possible. In this thesis, the author discusses interfaith marriages and its cancellations by third parties. To support the discussion, the author conducted a legal analysis of Verdict Number 119/Pdt.G/2015/PN.Sby concerning the lawsuit for marriage cancellation. In order to solve the problem, the method used to facilitate the research for this thesis is normative juridical descriptive analysis. The type of data used in this research is secondary data. From this research, it is concluded that the cancellation of interfaith marriage done by a third party is indeed possible. Therefore, the decision to commit interfaith marriages should be avoided, for in the future there will be problems arise in the household, and surely because it is possible to cancel them."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devika Hadianti Deliana
"Selama ini, perkawinan beda agama memiliki kekosongan hukum sebab tidak ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur secara tegas mengenai perkawinan tersebut. Sahnya perkawinan menurut Pasal 2 UU Perkawinan dikembalikan kepada agama masing-masing mempelai. Namun, dari keenam agama di Indonesia tidak ada yang menyarankan umatnya untuk menikah dengan pasangan yang berbeda agama. Pasal 35 UU Adminduk juga hanya mengatur secara administrasi bahwa perkawinan tersebut dapat dicatatkan. Kekosongan hukum ini terus berlanjut hingga Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA 2/2023 yang berisi larangan bagi hakim untuk mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Dalam skripsi ini, Penulis membahas bagaimana keterikatan SEMA 2/2023 kepada hakim dan apa yang terjadi jika hakim melanggar aturan tersebut. Penulis juga membahas bagimana pengaturan perkawinan beda agama di Indonesia baik sebelum maupun setelah SEMA 2/2023 berlaku. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Pada penelitian ini, Penulis juga melakukan analisis perbandingan terhadap dua penetapan, yaitu Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr dan Penetapan Nomor 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp yang diputus dengan amar penetapan berbeda. Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr amarnya adalah kabul sedangkan   pada Penetapan Nomor 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, hakim memutuskan untuk menolak. Penulis menganalisis pertimbangan hakim yang digunakan pada masing-masing penetapan dan  mengaitkannya dengan SEMA 2/2023 mengingat kedua perkara tersebut terjadi setelah SEMA 2/2023 diundangkan. Terhadap Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr, pertimbangan hakim tidak menyebutkan aturan agama atau pandangan dari tokoh keagamaan dalam memandang perkawinan beda agama Para Pemohon serta tidak menghiraukan kehadiran SEMA 2/2023. Sedangkan pada Penetapan Nomor 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, pertimbangan hakim telah didasarkan pada aturan agama Para Pemohon dan SEMA 2/2023.

Interfaith marriages  has long faced  a legal vacuum in Indonesia due to the absence of  explicit statutory regulations governing such marriages. The validity of a marriage, according to Article 2 of the Marriage Law, is referred back to the perspective religions of the spouses. However, none of the six recognized religions in Indonesia recommend their followers to marry someone of a different faith. Article 35 of the  Civil Registration Law only administratively regulates that such marriages can be registered. This legal vacuum, persisted until the Supreme Court issued Circular Letter (SEMA) 2/2023, which  prohibits judges from granting applications for the registration of interfaith marriages. This thesis discusses the binding force of SEMA 2/2023 on judges and the consequences if a judge violates this rule. The authors also discusses how interfaith marriage is regulated in Indonesia, both before and after the implementation of SEMA 2/2023. This research employs a doctrinal research method. In this study, The Author also conducts a comparative analysis of two court rulings, namely Ruling Number 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr and Ruling Number 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, which were decided with different stipulations. Ruling Number 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr granted the petition, while Ruling Number 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, the judge decided to reject the petition.  The author analyzes the judges’ considerations used in each ruling and connects them to SEMA 2/2023, considering both cases occurred after SEMA 2-2023 was promulgated. Regarding Ruling Number 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr, the judge’s considerations were not mentioned on religious rules or views from religious figures in viewing interfaith marriages of the Petitioners and disregarded the existence of SEMA 2/2023. Meanwhile, in Ruling Number 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, the judge’s considerations were based on the religious rules of the Petitioners and SEMA 2/2023."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Octavia Handayani
"Pembatalan Perkawinan merupakan hal yang awam bagi masyarakat umum, oleh karena itu hal ini menarik untuk dibahas. Salah satu kasus yang terjadi adalah di semarang dimana pembatalan perkawinan diputuskan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 91/Pdt.G/2005/PTA.Smg yang membatalkan perkawinan antara Yapto Hendarsono dan Eko Yuliani yang telah dikaruniai 2 (dua) orang anak. Kemudian berdasarkan Putusan tersebut maka diajukan permohonan untuk penghapusan nama Yapto Hendarsono dari akta kelahiran dan di izinkan dengan dikeluarkannya Penetapan Pengadilan Negeri semarang Nomor 23/Pdt.P/2006/PN.Smg.
Metode pendekeatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif. Dengan adanya pencoretan nama ayah dari akta kelahiran maka status anak tersebut menjadi anak ibu,dan hanya memiliki hubungan hukum dengn ibunya, sehingga dalam kasus ini perlindungan hukum terhadap anak sehubungan dengan pembatalan perkawinan kedua orangtuanya tersebut menjadi tidak terpenuhi dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Seharusnya pemerintah sebagai aparatur negara dapat menjalankan fungsi peradilan dengan lebih baik, prosedur yang dipermudah dan biaya yang terjangkau. Dan pemerintah seharusnya memberikan penyuluhan hukum agar masyarakat lebih paham akan hukum dan sadar hukum.

Cancellation of Marriage is a common thing for the general public, therefore it is interesting to discuss. One case is in Semarang where the cancellation of the marriage was decided by the High Court of Religion No. 91 / Pdt.G / 2005 / PTA.Smg the consequences of the marriage between Yapto Hendarsono and Eko Yuliani who has been blessed with two (2) children. Then based on the verdict then filed a request for deletion of name Yapto Hendarsono of a birth certificate and authorized by the Semarang District Court Ruling No. 23 / Pdt.P / 2006 / PN.Smg.
The method used in this paper is a normative juridical methods. With the deletion of the names of his father's birth certificate, the status of the child into the child's mother, and only has a legal relationship with the mother, so in this case the legal protection of children in connection with the cancellation of the marriage of his parents become unfulfilled and contrary to regulations. Should the government as the state apparatus can perform the judicial function better, the procedure easy and affordable cost. And the government should provide legal counseling so that more people understand the law and litigious."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anangia Annisa Putri Abdurahman
"Salah satu akibat hukum dari perkawinan adalah adanya harta bersama serta hubungan hukum antara orang tua dan anak, dimana orangtua bertanggung jawab untuk memelihara, menjaga, serta mencukupi kebutuhan hak – hak dari anak tersebut. Selain itu akibat hukum dari perkawinan akan menimbulkan status hukum dan hak perwalian terhadap seorang anak. Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan beda agama, maka akan menimbulkan akibat yang sangat berpengaruh terhadap hak dan status hukum anak tersebut. Status anak yang dilahirkan dalam perkawinan beda agama kemudian dapat menimbulkan pertanyaan apakah kedudukannya sebagai anak luar kawin atau anak sah. Anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan termasuk ke dalam golongan anak luar kawin dalam arti sempit mereka tidak memiliki status dan kedudukan yang sama dalam sebuah hubungan peristiwa hukum antara orang tua dengan anak. Kemudian, apakah hal tersebut juga diperlakukan terhadap keberadaan anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama masih menjadi sebuah pertanyaan. Oleh karena itu, Penulis menggunakan dua rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimana pengaturan mengenai perkawinan beda agama menurut peraturan hukum di Indonesia? 2) Bagaimana analisis pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 410/Pdt.G/2022/PN Mks. terhadap anak akibat perkawinan beda agama? Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif yang datanya dikumpulkan dari studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkawinan beda agama dapat dilakukan apabila mengajukannya ke Pengadilan dan telah dicatatkannya oleh pegawai catatan sipil sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Kemudian, mengenai perkawinan beda agama, Undang- Undang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan secara jelas dan terperinci. Berkaitan dengan anak yang dihasilkan dari perkawinan beda agama, maka dalam hal ini kedudukannya adalah dinyatakan sebagai anak sah dari perkawinan beda agama tersebut dikarenakan secara hukum ketika perkawinan telah dicatatkan dan didaftarkan sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku maka akibat hukum perkawinan tersebut termasuk terhadap anak dinyatakan sah secara hukum.

One of the legal consequences of marriage is the existence of common property and the legal relationship between parents and children, in which parents are responsible, caring for, and satisfying the needs of the rights of the child. In addition, the legal consequences of marriage will result in the legal status and custody of a child. If the child is born from a marriage of different faiths, it will have a significant impact on the rights and legal status of the child. The status of a child born in a marriage of different religions can then raise the question of whether his status as an out-of-marriage or legal child. Children born from unregistered marriages are included in the group of children outside of marriage in the narrow sense they do not have the same status and position in a legal relationship between parents and children. Then, whether it is also treated against the existence of children born from different religious marriages is still a question. Therefore, the author uses two formulas of the problem, namely: 1) How is the arrangement concerning marriage of different religions according to the laws of Indonesia? 2) How to analyze the judge’s consideration in the Makassar State Court Decision No. 410/Pdt.G/2022/PN Mks. against children due to marriage of different religions? The authors use a juridic-normative research method with a qualitative approach whose data is collected from library studies. The results of the study show that a marriage of different religions can be entered into when it is applied to the Court and has been recorded by a civil register officer as described in the Occupation Administration Act. Then, concerning the marriage of different religions, the Marriage Act and the Book of the Perdata Law are not explained clearly and in detail. Related to children born from marriages of different religions, in this case the position is to be declared as a legal child of a marriage of different religion due to the law when the marriage has been recorded and registered as the provisions of the applicable laws, then as a result of the law such marriage includes against the child declared legal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>