Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146265 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hafizh Prasetya Muslim
"Penggunaan covernote bisa menimbulkan masalah jika Notaris/PPAT tidak menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satunya yaitu adanya pemalsuan covernote yang dilakukan oleh Pegawai Notaris/PPAT seperti yang terjadi di Kabupaten Karangnanyar. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai akibat hukum atas pembuatan covernote palsu oleh Pegawai Notaris/PPAT terhadap keabsahan pencairan kredit dan tanggung jawab Notaris/PPAT secara perdata, pidana, administrasi, serta berdasarkan kode etik terkait dengan pemalsuan covernote yang dilakukan oleh Pegawainya. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan cara penelaahan melalui bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan Adanya pemalsuan covernote tidak mempengaruhi keabsahan pencairan kredit. Hal ini dikarenakan covernote bukanlah merupakan perjanjian, melainkan keterangan yang dibuat oleh Notaris/PPAT untuk kepentingan para pihak saja. Notaris/PPAT bertanggung jawab secara perdata terhadap pemalsuan covernote yang dilakukan oleh Pegawainya berdasarkan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara pidana, Notaris/PPAT tidak bertanggung jawab dikarenakan pemalsuan covernote dan penggunaan covernote palsu bukan dilakukan oleh Notaris/PPAT melainkan oleh pegawainya. Secara administrasi dan kode etik, Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dikarenakan adanya penggunaan cap/stempel oleh pegawainya sebagai akibat dari adanya kelalaian dalam penyimpanan cap/stempel PPAT.

Covernotes can cause problems if the Notary/PPAT does not apply the precautionary principle. One of them is the forgery of covernotes carried out by Notary/PPAT employees as happened in Karangnanyar Regency. This study raises issues regarding the legal consequences of making fake covernotes by Notary/PPAT Employees on the legitimacy of credit disbursements and Notary/PPAT responsibilities in civil, criminal, administrative, and based on the code of ethics related to covernote falsification by employees. This research is in the form of normative juridical research by examining primary, secondary and tertiary legal materials. The results of this study indicate that forgery covernotes do not affect the legitimacy of credit disbursements. This is because the covernote is not an agreement, but a statement made by the Notary/PPAT for the benefit of the parties only. Notary/PPAT are civilly responsible for forgery of covernotes committed by their employees based on Article 1367 of the Civil Code. Criminally, the Notary/PPAT is not responsible because the forgery of covernotes and the use of fake covernotes is not carried out by the Notary/PPAT but by their employees. In addition, the Notary/PPAT is administratively and ethically responsible due to the use of a stamp by his employees as a result of negligence in the storage of PPAT stamp."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasya Vidi Putri
"Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib mentaati ketentuan yang berlaku sebagaimana yang telah diatur oleh perundang-undangan, apabila Notaris melanggar ketentuan yang berlaku maka Notaris wajib bertanggungjawab dalam aspek individu maupun sosial. Semakin banyak akta yang dibuat oleh notaris maka akan semakin besar tanggung jawab Notaris tersebut. Notaris juga dapat merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, sehingga seorang Notaris dalam menjalankan kewenangan dan kewajibannya memerlukan seorang pegawai sebagai penunjang profesional kerjanya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah tanggung jawab Notaris atas pemalsuan tanda tangan Notaris/PPAT yang dilakukan oleh pegawai dalam Akta Jual Beli serta menganalisis kekuatan mengikat dan dampak hukum dari Akta Jual Beli yang dibubuhi tanda tangan Notaris/PPAT yang dipalsukan oleh pegawai Notaris/PPAT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan penelusuran bahan dari data sekunder. Tipe penelitian yang digunakan bersifat eksplanatoris. Hasil penelitian ini yaitu adanya tanggung jawab secara perdata sesuai Pasal 1367 KUHPerdata menyatakan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu. Dampak hukum terhadap Akta Jual Beli tersebut adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata. Untuk mencegah hal itu terjadi, diharapkan Notaris dan pegawai membuat perjanjian kerja secara tertulis yang ditandatangani kedua belah pihak agar tidak terjadi kasus pemalsuan tanda tangan Notaris/PPAT oleh pegawainya di kemudian hari.

The Notary in carrying out his position is obliged to comply with the applicable provisions as regulated by legislation, if the Notary violates the applicable provisions, the Notary is obliged to be responsible for individual and social aspects. The more deeds made by a notary, the greater the responsibility of the notary. Notaries can also hold concurrent positions as Land Deed Making Officials, so that a Notary in carrying out his authority and obligations requires an employee as a professional supporter of his work. The problems raised in this study are the Notary's responsibility for falsification of Notary/PPAT signatures carried out by employees in the Sale and Purchase Deed and analyze the binding strength and legal impact of the Sale and Purchase Deed whose signatures of Notary/PPAT were falsified by Notary/PPAT employees . To answer these problems, a normative juridical research method was used which was carried out by tracing materials from secondary data. The type of research used is explanatory. The results of this study are that there is a civil liability according to Article 1367 of the Civil Code stating that people who appoint other people to represent their affairs are responsible for losses caused by their servants or subordinates in carrying out the work assigned to those people. The legal impact on the Sale and Purchase Deed is null and void because it does not meet the provisions of Article 1868 of the Civil Code. To prevent this from happening, it is expected that the Notary and the employee will make a written work agreement signed by both parties so that there are no cases of forgery of the Notary's signature/PPAT by their employees in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Damayanti
"Dalam penelitian ini membahas tentang akibat hukum keberpihakan Notaris/PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli atas tanah yang dimana merugikan salah satu kliennya. Kerugian yang diderita oleh salah satu kliennya tersebut adalah kehilangan hak atas tanahnya tersebut. Notaris dalam menjalankan jabatannya diwajibkan untuk tidak berpihak kepada siapapun, sehingga dalam kasus Notaris bersalah atas tindakannya tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah akibat hukum keberpihakan Notaris/PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli dan tanggung jawab moral, hukum, dan administratif atas perbuatan hukum tersebut.
Metode penelitian ini yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif analitis. Keberpihakan Notaris/PPAT mengakibatkan tindak pidana pemalsuan terhadap akta autentik yaitu Akta Jual Beli, yang sebagaimana berdasarkan Pasal 264 ayat 1 jucto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tanggung jawab Notaris/PPAT dapat berupa tanggung jawab secara moral yaitu sesuai Kode Etik Notaris, hukum secara Perdata dan Pidana dan administratif sesuai dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

In this research discusses regarding legal concequences of Notary PPAT allegiance in making the deed of sale and purchase of land which is the disadvantage one of his client. Losses suffered by one of his clients is losing the land right. Notary in carrying out his position has obliged not to take a side anyone, so in this case Notary be at fault of his act. The main problem in this research are legal concequences of Notary allegiance PPAT in making the deed of sale and purchase of land and responsibilities of that legal act on moral, legal and administrative.
The research method used in this research is the normative juridical research with qualitative approach that tend descriptive analysis. Alignment of a notary cause a crime of embezzlement the deed of sale and purchase of land, as stated in Articel 264 paragraph 1 juncto Articel 55 Code of Criminal Law. The responsibility of a Notary PPAT may be a moral responsibility accordance with the Notary Code of Ethics, legal responsibility accordance Code of Civil Law and Code of Criminal Law and Administrative responsibility accordance the law of notary public.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Graceilla Ribka Berliana Tuelah
"Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam menjalankan tugas jabatannya harus mengikuti kaidah tertulis, Peraturan tertulis Notaris ada pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, sedangkan PPAT ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2018. Notaris dianggap lalai dalam segala perbuatan melawan hukum, sedangkan lalai diartikan sebagai ketidaksengajaan, padahal tidak semua kasus hukum yang terjadi pada notaris merupakan ketidaksengajaan. Perbuatan melawan hukum juga bisa dikarenakan adanya unsur kesengajaan, namun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak menjelaksan perbedaan terkait ketidaksengajaan dan kesengajaan, sehingga sanksi hukumnya tidak memiliki perbedaan diantara keduanya. Menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal. Penelitian berfokus pada norma hukum positif berdasarkan bahan sekunder. Tipologi penelitian bersifat eksplanatoris. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu tindakan Notaris X dan PPAT Y tidak bisa dikatakan lalai, melainkan kesengajaan. Pada kasus terkait Notaris X tidak melaksanakan tugas jabatannya, seharusnya dibuat akta hutang piutang, namun pada akhirnya Notaris X membuat akta PPJB. PPAT Y, dalam membuat AJB tanpa sepengetahuan salah satu pihak. Akibat dari kelalaian Notaris X dan PPAT Y dapat dikenakan sanksi dari segi administrasi ketentuan tertulis, sanksi perdata terbukti memenuhi unsur PMH, dan pidana sebagai pembantu dari tindakan PMH.

Notaries and Land Deed Officials are obligated to follow established principles in their official duties, guided by written regulations such as the Notary Job Law, Notary Code of Ethics, Government Regulation Number 24 of 2016, and Ministerial Regulation Number 2 of 2018. Notaries are often accused of negligence, interpreted as unintentional, but not all cases involve unintentional actions; intentional elements can lead to wrongful acts. The lack of differentiation in legal sanctions between unintentionality and intentionality is due to the Civil Code. To address this issue, a doctrinal research method was employed, focusing on positive legal norms from secondary sources. Findings suggest that the actions of Notary X and PPAT Y are intentional rather than negligent. Notary X's failure to fulfill duties resulted in the non-creation of a debt agreement, opting for a PPJB deed. PPAT Y intentionally created an AJB without one party's knowledge. Consequences of their actions may lead to administrative, civil, and criminal sanctions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supranoto
"Penulisan teals ini dimaksudkan sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh derajat Magister Sains Bidang Ilmu Adrninistrasi pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Sejak dikeluarkannya kebijakan deregulasi bidang moneter tahun 1988 yang lebih dikenal dengan nama Pakto 1988, dunia perbankan nasional dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pada tahun 1992, kebijakan ini diangkat statusnya melalui debat publik di DPR sehingga menjadi bagian inti dari UU No 25/1992 tentang Perbankan. Berkaitan dengan BPR, penataan kelembagaan yang dibawa kebijakan ini menetapkan bahwa hanya tiga bentuk BPR yang mempunyai hak untuk beroperasi, yaitu Koperasi BPR yang dimiliki koperasi (umumnya KUD), PD BPR (dimiliki Pemerintah Daerah), dan PT BPR (dimiliki swasta).
Kebijakan tersebut menimbulkan dampak yang luar biasa terhadap dunia perbankan nasional pada umumnya dan terhadap pasar kredit pedesaan pada khususnya. Hanya dalam jangka waktu lima tahun, jumlah BPR meningkat sebesar 11,63%; dari 7706 buah BPR pada tahun 1988 menjadi 8602 buah. Berarti rata-rata terjadi pertambahan 179 buah BPR baru setiap tahun. Dibandingkan dengan percepatan pertumbuhan jumlah BPR model lama (BPR pra Pakto 1988) yang membutuhkan waktu sekitar 90 tahun untuk mencapai 7000 buah (rata-rata didirikan sekitar 80 buah BPR bare setiap tahun), maka percepatan pertumbuhan jumlah bank desa sebagai akibat Pakto 1988 memang cukup menakjubkan. Selain itu, pertumbuhan jumlah dana yang disalurkan ke, dan diserap dari, masyarakat juga memperlihatkan angka yang amat besar. Antara 1988 sampai 1993, jumlah dana yang diserap dari masyarakat tumbuh sebesar 107,98% sedangkan jumlah kredit yang disalurkan ke masyarakat tumbuh sebesar 127,74%.
Namun dengan pengamatan yang lebih cermat dan mendalam, terlihatlah bahwa di balik sukses besar tersebut terdapat beberapa hal yang mengganjal dan memerlukan pengkajian lebih jauh. Pertama, sekalipun jumlah BPR, jumlah dana yang diserap dan dan disalurkan ke masyarakat mengalami pertambahan yang cukup besar, namun dalam kurun waktu 1988-1993 terjadi penurunan rasio antara jumlah dana yang disalurkan dengan volume usaha (dari 0,67 menjadi -0,57) dari antara jumlah kredit yang disalurkan dengan volume usaha (dari 0,87 menjadi 0,78). Padahal pada saat yang sama, rasio antara modal disetor dengan volume usaha mengalami peningkatan dari 0,13 menjadi 0,19. Meskipun angka-angka ini relatif kecil, namun hal ini menandakan terjadinya penurunan tingkat efisiensi usaha di kalangan BPR.
Kedua, pola penyebaran bank-bank yang baru tumbuh tersebut ternyata mengalami kemiripan dengan pola penyebaran BPR pra Pakto 1988. Hampir semuanya menumpuk di daerah-daerah yang sebelumnya telah padat-bank. Bila diingat bahwa salah satu tujuan penataan kelembagaan di atas adalah menghapuskan rentenir dan memperbesar akses masyarakat pedesaan terhadap pelayanan perbankan, maka pola penyebaran BPR yang baru saja dikedepankan justru menjadi amat memprihatinkan.
Hal-hal itulah yang mendorong penulis mengambil topik studi ini untuk menyusun tesis. Berdasarkan payung besar ekonomi politik kelembagaan, seharusnya studi ini mencakup tiga level analisis, yaitu level analisis kelembagaan atau kebijakan publik, level analisis organisasi, dan level analisis individu. Akan tetapi dalam tesis ini, analisis lebih dititikberatkan pada level individu. Analisis kebijakan hanya digunakan sebagai latar belakang umum mengingat tidak mungkin melepaskan diri sama sekali dari level ini karena aktivitas bisnis pada level organisasi maupun perilaku individu sebenarnya dapat dipandang sebagai reaksi langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan publik.
Level analisis organisasi, yang teorinya merujuk pada Davies dan Brucato Jr. serta Jensen dan Fama, dilakukan. Ini ditujukan untuk melihat pengaruh struktur kepemilikan yang dalam hal ini dimanifestasikan pada bentuk badan hukum BPR terhadap biaya total peminjaman yaitu biaya transaksi dan bunga pinjaman yang ditanggung nasabah. Dengan memperbandingkan biaya total peminjaman masing-masing bentuk BPR dapat diketahui mana di antara ketiganya yang paling efisien ditinjau dari kepentingan nasabah. Meskipun demikian, level analisis ini hanya merupakan bagian kecil dari tesis ini.
Bagian terpenting dari studi ini adalah pada level analisis individu yang teorinya merujuk pada Flora dan Yotopoulos, Guia-Abiad, Stiglitz dan lain-Iain (yang semuanya berbasiskan teori informasi asimetris George A. Akerlof). Teori-teori pada level analisis individu tersebut mengupas pentingnya biaya transaksi nasabah di pasar kredit pedesaan negara-negara sedang berkembang. Biaya transaksi nasabah adalah semua biaya, di luar bunga, yang ditanggung nasabah untuk memperoleh kredit, mulai dari saat datang ke kantor bank untuk memperoleh penjelasan mengenai syarat-syarat mengajukan permohonan kredit, saat pengajuan permohonan, sarnpai saat pencicilan dan pelunasan kredit. Ini meliputi pengeluaran tunai (actual cash outlay) dan ekuivalen rupiah dari kerugian waktu pada seluruh proses kredit (opportunity cost of time).
Berdasarkan kajian teoritis, dapat dihipotesiskan bahwa tinggi rendahnya biaya transaksi nasabah dipengaruhi oleh kredit yang diterima, suku bunga pinjaman, frekuensi kontrak, lama kontrak, jarak rumah nasabah ke kantor bank, dan tipe kolateral. Untuk membuktikan hipotesis ini, dipilih secara purposif dan acak tiga bentuk badan hukum BPR sebagai kasus. Selanjutnya dari masing-masing BPR dipilih dengan menggunakan gabungan antara incidental sampling dan snowball sampling 20 orang responden. Dengan menggunakan daftar pertanyaan terbuka (unstructured questionaire), ke 20 responden tersebut diwawancarai untuk mengukur variabel-variabel penelitian. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode regresi dan perbandingan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa lima variabel, masing-masing lama kontrak, jarak rumah nasabah ke bank, jumlah kredit yang diterima, suku bunga pinjaman, dan frekuensi kredit terbukti mempengaruhi tinggi rendahnya biaya transaksi nasabah. Satu variabel yang lain, yaitu tipe kolateral, tidak terbukti mempengaruhi tinggi rendahnya biaya transaksi nasabah. Selain itu, dari analisis perbandingan total biaya peminjaman, ternyata BPR yang berbentuk badan hukum koperasi membebankan biaya tertinggi terhadap nasabah, disusul kemudian oleh PD-BPR dan yang paling kecil PT-BPR. Ini berarti bahwa ditinjau dari sudut kepentingan nasabah, koperasi BPR adalah yang paling tidak efisien."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Kartikasari
"Produk hukum yang dikeluarkan oleh Notaris adalah berupa akta-akta yang memiliki sifat otentik dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Dari sekian banyak akta dan surat yang dibuat oleh Notaris / PPAT, yaitu Cover Note. Dalam peraturan jabatan Notaris terutama tentang kewenangan Notaris, tidak ditentukan bahwa Notaris / PPAT berhak untuk membuat Cover Note, hanya saja disebutkan pada Pasal 15 ayat (2) (UUJN) nomor 30 tahun 2004 bahwa Notaris berhak membuat surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan, dalam surat yang bersangkutan. Penelitian ini menggunakan Metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang menekankan pada penggunaan norma-norma hukum secara tertulis dengan cara mempelajari dan melakukan penelitian terhadap permasalahan dengan berbagai literatur.
Penulis menganalisa permasalahan Mengapa Cover Note Notaris dianggap sah sebagai pengganti dokumen pada saat realisasi kredit perbankan dan Bagaimana penyelesaian jika terjadi konflik antara Notaris dengan pihak Bank yang diakibatkan Cover Note. Notaris adalah salah satu orang yang dapat dipercaya untuk membuat alat bukti secara otentik yang kewenangannya di delegasikan langsung oleh pemerintah sehingga Surat Keterangan dari Notaris dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah walaupun Cover Note sendiri tidak mempunyai dasar hukum dan tidak tercantum dalam pasal manapun terutama di Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan yang timbul akibat Cover Note dapat dipersoalkan di Pengadilan atau Notarisnya langsung dipanggil untuk dijadikan saksi bahkan seorang Notaris dapat digugat atau dituntut di muka pengadilan.

Legal products that issued by Notary is the form of deeds that have authentic character and perfect strength verification. From many certificates and letters made by Notary / PPAT, there is a statement letter called cover note. In the regulation of Notary position especially on the authority of Notary, is not determined that Notary / PPAT reserve the right to make a cover note, only mentioned in article (Pasal)15 paragraph (Ayat) (2) (UUJN) No.30 of 2004 that Notary has the right to make statement letters of a copy which includes a description as written and illustrated, in the relevant letters. This research uses a method of normative juridical approach that emphasizes on the use of legal norms in writing by way of learning and doing research on the problems withmany literature.
The author analyzes the problems why notary cover note is considered valid as a replacement document upon realization of bank credit and the solution, if there is a conflict between a notary with the bank as a result of cover note. Notary is the only person who can be trusted to make an authentic evidence that authority is delegated directly by the government, so that a statement letter from notary can be considered as a valid evidence even though cover note itself has no legal basis and not listed in any article (Pasal), especially at law regulations of notary position. The problem that arise due to cover note can be disputed in the law court or the notary can be directly called to be a witness even a notary can be sued or prosecuted in law court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39266
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Suharto
Jakarta: Bank Indonesia , 1985
332.1 PAN m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pandu Suharto
Jakarta: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia , 1988
332.1 PAN s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Setiani
"Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sangat dibutuhkan bagi masyarakat menengah ke bawah dan pengusaha kecil untuk mendukung kegiatan ekonominya, sehingga performanya harus dijaga agar dapat beroperasi dan berkembang secara sehat, baik secara individual maupun industri. Dengan menggunakan analisis diskriminan diketahui bahwa faktor yang paling signifikan mempengaruhi performa 3 sampel BPRS di wilayah Bekasi dan Depok adalah rasio profitabilitas dan kecukupan modal. BPRS diharapkan dapat melakukan pengelolaan penempatan dana dalam asset yang berkualitas agar pendapatan operasional meningkat dan penambahan modal disetor perlu didukung dengan pengelolaan bank yang berpegang pada konsep prudential banking. Untuk itu dalam pengembangan BPRS ditekankan pada bagaimana agar BPRS lebih mampu mempertahankan kualitas pembiayaannya.

Rural bank is needed for the low level society and small enterprises to support their economics activities. Furthermore, their performance should be kept so that they can operate and grow firmly, at the individual or industry level. Using discriminant analysis, known that the most significant factor which affecting the performance of 3 samples of rural banks in Bekasi and Depok are profitability ratio and capital adequacy. Rural banks should do funding management with the good quality asset so that the operational income will be increased and incremental of paid-in capital should be supported with good bank management which using prudential banking concept. For the development of rural bank, they should concern with how to maintain their financing quality."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T25347
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gusti Indra Rahmadiansyah
"Risiko Kredit dan Risiko Likuiditas merupakan bagian dari jenis-jenis risiko yang harus diantisipasi oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) supaya tidak menyebabkan BPR tersebut ditutup oleh regulator. Peraturan terkait dengan Risiko Kredit sudah berkembang cukup baik dalam memitigasi risiko yang akan terjadi, sedangkan peraturan tentang Risiko Likuiditas baru mulai dibicarakan secara lebih intensif setelah terjadinya krisis sub-prime mortgage di Amerika Serikat. Penelitian ini menghitung pengaruh dari Risiko Kredit dan Risiko Likuiditas baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan terhadap penutupan BPR di Indonesia.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) should anticipate Credit Risk and Liquidity Risk since those risks are crucial which can lead the banks to bankruptcy or being closed by the regulator. Regulation on Credit Risk has been developing quite well in mitigating the risks while the regulation on Liquidity Risk is about to discuss more intensively after the sub-prime mortgage crisis happened in the United States. This research calculates the effect of Credit Risk and Liquidity Risk either individually or simultaneously to the closure of Bank Perkreditan Rakyat (BPR) in Indonesia"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>