Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182572 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jelian Isra Risandy
"Pelaksanaan Perjanjian Gadai secara Adat biasanya dilakukan oleh kelompok masyarakat Adat di beberapa daerah pelosok di Indonesia. Salah contoh Gadai Adat yang masih ada saat ini ialah Gadai adat yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Pukdale Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Perjanjian Gadai Tanah tersebut harusnya bisa menjadi alternatif lain dalam hal mencari Pinjaman Tunai atau Kredit selain malalui lembaga Perbankan Maupun Pegadaian Konvensional. Apalagi dimasa Pandemi Covid-19 yang masih terjadi saat ini, banyak masyarakat yang memerlukan Pinjaman cepat dan Tanpa Proses Administrasi yang Rumit Layaknya Lembaga Perbankan. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai Implementasi Perjanjian Gadai Tanah Sebagai Alternatif Kredit Non Perbankan Dalam Sistem Ekonomi Kerakyatan di Desa Pukdale Kabupaten Kupang Provinsi NTT dan Keabsahan dan Kekuatan Hukum Gadai Tanah di Desa Pukdale Kabupaten Kupang Provinsi NTT menurut Ketentuan Perundang-undangan. Tipologi Penelitian yang digunakan adalah Penelitian dalam bentuk Eksploratoris, dan bentuk penelitian ialah Non Dokrinal. Sedangkan Metode Analisis Data yang digunakan adalah Metode Pendekatan Kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa adanya gadai tanah ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam hal memperoleh suatu pinjaman secara langsung dan tunai tanpa harus melalui kredit di Perbankan serta diharapkan mampu menjadi salah satu penggerak ekonomi yang bagi masyarakat sekitar. Eksistensi dari Pelaksanaan Perjanjian Gadai Tanah masih tetap berjalan sampai dengan saat ini di beberapa daerah di Indonesia. Masih berjalannya Perjanjian tersebut dapat ditinjau dari peraturan Perundang-undangan yang tetap berlaku serta memiliki keabsahan dan Kekuatan Hukum yang mengikat bagi Para pihak yang terlibat dalam Perjanjian Gadai Tanah tersebut. Diharapkan para pihak melibatkan juga peran Notaris dalam Perjanjian Gadai, dimana Akta Notaris sebagai Akta Otentik memiliki sifat dan Kekuatan Pembuktian Lahiriah, Kekuatan Pembuktian Formal serta Kekuatan pembuktian Materiil.

The implementation of Customary Pawn Agreements is usually carried out by Indigenous community groups in several remote areas in Indonesia. One example of traditional pawning that still exists today is the traditional pawning done by the community in Pukdale Village, East Kupang District, Kupang Regency. The Land Pawn Agreement should be another alternative in terms of seeking cash or credit loans other than through conventional banking or pawnshop institutions. Especially during the Covid-19 Pandemic which is still happening today, many people need fast loans and without complicated administrative processes like banking institutions. The problems studied in this study are regarding the Implementation of Land Pledge Agreements as Alternatives to Non-Banking Credit in the People's Economy System in Pukdale Village, Kupang Regency, NTT Province and the Legitimacy and Legal Strength of Land Pawning in Pukdale Village, Kupang Regency, NTT Province according to statutory provisions. The research typology used is research in an exploratory form, and the research form is non-docryral. While the Data Analysis Method used is a Qualitative Approach Method. The research results show that the existence of a land pawn is expected to be able to help the community in obtaining a loan directly and in cash without having to go through banking credit and is expected to be one of the economic drivers for the surrounding community. The existence of the implementation of the Land Pledge Agreement is still ongoing today in several regions in Indonesia. The ongoing operation of the Agreement can be reviewed from the laws and regulations that are still in effect and have validity and binding legal force for the parties involved in the Land Pawn Agreement. It is hoped that the parties also involve the role of the Notary in the Pawn Agreement, where the Notary Deed as an Authentic Deed has the nature and strength of outward proof, formal strength of evidence and material strength of evidence."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogi Gumilar
"Kebijakan Sertipikasi Lahan secara masif dilakukan pemerintah sejak tahun 2017 hingga saat ini, kebijakan Sertipikasi lahan selain untuk memberikan kepastian hukum diharapkan mampu dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu akses modal terutama sektor pertanian. Penelitian ini membahas pengaruh Sertipikasi Lahan terhadap produksi padi wilayah Indonesia. Riset ini menerapkan analisis regresi data panel yang menganalisis Kebijakan Sertipikasi lahan pada satuan tingkat Kabupaten/Kota dengan periode tahun 2017 hingga tahun 2020. Temuan riset membuktikan jika tidak ditemukan pengaruh yang signifikan oleh Sertipikasi Lahan, Curah Hujan, maupun Angkatan Kerja sektor pertanian. Variabel yang memiliki dampak signifikan terhadap produksi padi adalah luas lahan pertanian. Dengan demikian, riset ini sejalan dengan riset terdahulu dengan pembuktian apabila tidak ada perbedaan signifikan pada produktivitas usaha tanipadi akibat adanya perubahan status kepemilikan tanah pada rumah tangga usaha tani padi di Indonesia. Namun pemerintah perlu menaruh perhatian berlebih pada kebijakan yang dapat meningkatkan luas lahan pertanian, karena secara empiris dan signifikan dapat meningkatkan produksi sektor pertanian di Indonesia.

The Land Titling policy has been massively carried out by the government since 2017 until now, the land Sertipication policy in addition to providing legal certainty is expected to be utilized by the community as one of the access to capital, especially the agricultural sector. This research discusses the effect of land certification on rice production in Indonesia. This research applies panel data regression analysis that analyzes the Land Sertipication Policy at the Regency / City level unit with the period 2017 to 2020. The research findings prove that there is no significant influence by land certification, rainfall, or labor force in the agricultural sector. The variable that has a significant impact on rice production is the size of agricultural land. Thus, this research is in line with previous research by proving that there is no significant difference in the productivity of rice farming due to changes in land ownership status of rice farming households in Indonesia. However, the government needs to pay more attention to policies that can increase the size of agricultural land, because empirically and significantly it can increase the production of the agricultural sector in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvira
"Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) pada praktiknya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya disebabkan oleh muatan Klausul Hak Membeli Kembali yang memberikan hak kepada Penjual untuk dapat membeli kembali objek tanah dan bangunan yang telah dijualnya kepada Pembeli. Beberapa Yurisprudensi terkait pencantuman Hak Membeli Kembali dalam jual beli tanah memutuskan untuk melarang penggunaannya sebab berpotensi menimbulkan penyelundupan hukum. Namun sampai dengan saat ini tidak ada peraturan yang mengatur kebolehan atau larangan penggunaan hak tersebut, oleh karenanya banyak menimbulkan permasalahan, salah satunya adalah kasus pada Putusan Peninjauan Kembali Nomor 539 PK/Pdt/2020 di mana hakim justru menyatakan sah dan mengikat atas Akta PPJB yang memuat Klausul Hak Membeli Kembali. Berangkat dari hal tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai alasan dikategorikannya PPJB dengan Hak Membeli Kembali sebagai penyelundupan hukum serta analisis Putusan PK tersebut yang memperbolehkan penggunaan Hak Membeli Kembali dalam PPJB. Untuk menjawab permasalahan digunakan bentuk metode penelitian hukum yuridis normatif dengan tipologi penelitian preskriptif. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa PPJB dengan Hak Membeli Kembali merupakan bentuk penyelundupan hukum kepemilikan tanah karena memenuhi unsur-unsurnya yaitu adanya perbuatan hukum penundukan kepada lembaga PPJB dengan Hak Membeli Kembali dengan cara menghindari lembaga utang- piutang dengan jaminan kebendaan dan ada niat untuk mencapai tujuan tertentu untuk memperoleh keuntungan. Selanjutnya terkait analisis putusan didapatkan hasil bahwa putusan tersebut tidak tepat karena melanggar Asas Kebebasan Berkontrak, Asas Iktikad Baik, Asas Keadilan, dan Asas Kesesuaian dengan Hukum Adat. Oleh karenanya untuk mencegah permasalahan serupa terjadi kembali diharapkan adanya pengaturan mengenai PPJB secara khusus serta kejelasan atas penggunaan Hak Membeli Kembali pada transaksi tanah.

The Deed of Sale and Purchase Binding Agreement (PPJB Deed) has already caused many problems, one of which is caused by the content of The Right of Buy Back Clause that gives the Seller right to buy back the land and building objects that he has been sold to the Buyer. Several precedents related to the use of The Right of Buy Back in the Sale and Purchase agreement decided to prohibit its use because it may lead to legal smuggling. However, there has not been a single regulation to permit or prohibit the use of these right yet. As a result it causes many problems, for example is the case on the Judicial Review Decision Number 539 PK/Pdt/2020. The judge of such Decision declared that the PPJB Deed with The Right of Buy Back Clause was valid and binding. Based on that situation, the problems in this study are the reasons why PPJB Deed with The Right of Buy Back Clause can be categorized as a legal smuggling of land ownership and the analysis of Judicial Review Decision which permit the use of The Right of Buy Back. In term of answering the problem, a normative juridical legal research method is used with a prescriptive research typology. The research’s analysis show that PPJB Deed with Buyback Right is a form of legal smuggling of land ownership because the parties deliberately use PPJB with Buyback Right instead of using debt agreement with material guarantees, and also there is an intention party to achieve certain goals to make a profit. Furthermore, regarding the analysis of the Judicial Review Decision was found that it is not correct because it is against the principles of freedom of contract, the principle of good faith, the principle of justice, and the principle of conformity with customary law. Therefore, to prevent similar problems from happening again, it is hoped that there will be regulations regarding PPJB Deed specifically and clarity on the use of the Buyback Right in term of land transaction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdoel Aziz
"Tesis ini membahas setoran pajak dalam pembuatan akta otentik. Berdasarkan Putusan
Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 158/Pid.Sus/2019, TL divonis bersalah karena
terbukti melakukan tindak pidana perpajakan berupa pemalsuan surat setoran PPh dan
BPHTB. Tindak pidana tersebut dapat dilakukan dikarenakan ia mengetahui bahwa
PPAT yang mempekerjakan dirinya yakni PPAT MS lalai mengecek surat setoran PPh
dan BPHTB yang diserahkan olehnya. Terkhusus untuk PPh, PPAT MS juga lalai
mengecek surat setoran PPh yang ia terima telah dilakukan penelitian terhadapnya atau
belum. Untuk itu, dalam tesis ini akan dibahas mengenai tanggung jawab PPAT terhadap
setoran pajak dalam pembuatan akta otentik dan juga tanggung jawabnya dalam hal
tersebut berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Cibinong Nomor 158/Pid.Sus/2019.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan
studi dokumen melalui penelusuran literatur atas data sekunder. Metode pendekatan
analisis yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan
diketahui bahwa tanggung jawab PPAT terhadap setoran pajak dalam pembuatan akta
otentik adalah dalam hal BPHTB PPAT wajib menerima surat setoran pajak sebelum
membuatkan akta otentik. Sedangkan untuk PPh, PPAT juga wajib memastikan
bahwasanya telah dilakukan penelitian terlebih dahulu terhadap surat setoran PPh yang
diserahkan kepadanya. Apabila seorang PPAT mengabaikannya, maka ia dapat
dikenakan sanksi administratif dan dimungkinkan juga untuk dituntut kerugian atas
kelalaiannya. Atas kelalaian PPAT MS tidak mengecek apakah surat setoran PPh yang
diterima olehnya telah diteliti terlebih dahulu atau belum, maka PPAT MS dapat dimintai
pertanggungjawaban secara administratif dan perdata. Pertanggungjawaban secara
administratif adalah dengan dikenakan sanksi administratif. Sedangkan
pertanggungjawaban secara perdata dalam hal ini dituntut ganti kerugian melalui gugatan
wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Penelitian ini kemudian memberikan saran
agar PPAT senantiasa menjalankan ketentuan yang mengikat dirinya dalam hal menerima
surat setoran PPh dan BPHTB dan mengecek surat setoran PPh sudah dilakukan
penelitian atau belum. Pengecekan tersebut harus dilakukan karena merupakan tanggung
jawabnya dan apabila diabaikan maka ia dapat dikenakan sanks

This thesis discusses tax payments in making authentic deeds. Based on the Decision of
the Cibinong District Court Number 158 / Pid.Sus / 2019, TL was convicted of being
convicted of a tax crime in the form of forgery of income tax and BPHTB deposits. The
criminal act could be committed because he knew that the PPAT who employed him,
namely PPAT MS, failed to check the PPh and BPHTB deposit letters that were submitted
by him. Particularly for PPh, PPAT MS also neglected to check the income tax deposit
that he received had researched on it or not. For this reason, this thesis will discuss the
PPAT's responsibility for tax payments in making authentic deeds and also its
responsibilities in this regard based on the Cibinong District Court Decision Number 158
/ Pid.Sus / 2019.. The research method used in this research is normative juridical, with
study through literature for searching secondary data. The analytical approach method
that used in this research is qualitative approach. From the research conducted, it is
known that the PPAT responsibility for tax payments in making authentic deeds is in the
case that BPHTB PPAT is obliged to receive a tax payment letter before making an
authentic deed. As for PPh, PPAT is also obliged to ensure that an examination has been
made of the PPh deposit letter submitted to him. If a PPAT ignores it, then he can be
subject to administrative sanctions and it is also possible to sue for losses for his
negligence. For the negligence of PPAT MS not to check whether the PPh deposit letter
received by him has been examined or not, then PPAT MS can be held accountable
administratively and civil. Administrative responsibility is subject to administrative
sanctions. Meanwhile, civil liability, in this case, requires compensation through a claim
for default and actions against the law. This research then provides suggestions for PPAT
to always carry out the provisions that bind itself in terms of receiving PPh and BPHTB
deposit letters and checking the PPh deposit documents whether research has been
carried out or not. This check must be carried out because it is his responsibility and if it
is ignored, he will be subject to sanctions
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khrisna Adjie Laksana
"Penelitian ini membahas mengenai tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap Akta Jual Beli “pura-pura” (AJB “Pura-Pura”). Dalam Putusan Pengadilan Negeri Karanganyar Nomor 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. AJB “Pura-Pura” dinyatakan batal demi hukum dan PPAT dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali yang disaksikan oleh perangkat desa; akta jual beli yang dibuat oleh seorang PPAT secara “pura-pura”; serta tanggung jawab PPAT terhadap AJB “Pura-Pura”. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan analisa data dilakukan secara deskriptif analitis. Dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali merupakan surat dibawah tangan yang melanggar ketentuan Hukum Tanah Nasional dan Hukum Adat. Akta Jual Beli Tanah antara Penjual dan Pembeli yang dibuat secara pura-pura atau bersifat pura-pura terbukti merupakan perbuatan melawan hukum karena melanggar syarat suatu sebab yang halal. Kemudian, bagi PPAT yang membuat Akta “Pura-Pura” dapat diberhentikan dengan tidak hormat serta dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan hasil penelitian, Penulis memberikan saran bahwa masyarakat dilarang membuat Perjanjian Jual Beli Tanah dengan Hak Membeli Kembali karena hal tersebut tidak dikenal dalam Hukum Adat; Pembuatan Akta Jual Beli “Pura-Pura” termasuk pelanggaran berat yang merusak citra profesi yang dapat menurunkan kepercayaan terhadap profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah; serta bagi PPAT dalam melakukan kewenangannya harus tunduk pada Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kode Etik serta selalu menjunjung tinggi kejujuran dan kebijaksanaan dalam membuat akta.

This research discusses the responsibilities of the Land Deed Drafting Officer (PPAT) regarding the "Pretended" Sale and Purchase Deed ("Pretended" Purchase Deed (AJB)). In Karanganyar District Court Decision Number 100/Pdt.G/2020/PN. Krg. “Pretended” Purchase Deed was declared null and void and the PPAT was declared to have committed an unlawful act. The issues raised in this research are regarding land sale and purchase agreements with the right to repurchase witnessed by village officials; sale and purchase deed made by a PPAT "pretendly"; as well as PPAT's responsibility towards “Pretended” Purchase Deed. To answer this problem, doctrinal legal research methods are used with data analysis carried out descriptively analytically. In this research, it was concluded that the Land Sale and Purchase Agreement with the Right to Repurchase is a private letter which violates the provisions of National Land Law and Adat Law. A Deed of Sale and Purchase of Land between a Seller and a Buyer that was made under pretense or on a pretentious basis is proven to be an unlawful act because it violates the requirements of a lawful cause. Then, PPATs who make “Pretended” Purchase Deed can be dishonorably dismissed and can be sued based on Article 1365 of the Civil Code. Based on the research results, the author advises that people are prohibited from making land sale and purchase agreements with the right to repurchase because this is not recognized in customary law; Making a "Pretended" Sale and Purchase Deed is a serious violation that damages the image of the profession and can reduce trust in the profession of PPAT; and for PPAT, in exercising its authority, it must comply with the Position Regulations for Land Deed Making Officials and the Code of Ethics and always uphold honesty and wisdom in making deeds."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Eko Prayitno
"Reforma agraria yang dilaksanakan saat ini, masih difokuskan pada penataan struktur pemilikan dan penguasaan tanah, yang ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang mata pencaharian utamanya bergantung pada tanah, sedangkan perlindungan lingkungan hidup belum secara optimal dijadikan pertimbangan dan/atau tujuan dalam desain program dan kebijakannya. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis bagaimana pelaksanaan reforma agraria di Indonesia dikaitkan dengan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup, kemudian berdasarkan analisis tersebut akan dirumuskan redesain reforma agraria dalam rangka menyeimbangkan kepentingan kesejahteraan dan perlindungan lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual, normatif, historis, dan komparatif untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Hasil Penelitian ini menunjukkan, meskipun UUPA sudah mengakomodasi perlindungan lingkungan hidup, tetapi dalam pelaksanaannya masih difokuskan untuk kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan perlindungan lingkungan hidup belum menjadi pertimbangan dan tujuan pelaksanaan reforma agraria. Secara dampak, reforma agraria memiliki dampak positif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, terhadap perlindungan lingkungan hidup, reforma agraria dapat berpotensi merusak ekosistem hutan, jika tidak dilakukan secara cermat dan hati-hati. Hal ini mengingat, saat ini, objek reforma agraria bertumpu pada kawasan hutan, baik yang dilakukan melalui TORA maupun perhutanan sosial, mencapai 16,8 juta hektar atau 77,4% dari total 21,7 juta hektar. Untuk itu, untuk menyeimbangkan kepentingan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup, reforma agraria harus diredesain dengan: (a) mengintegrasikan nilai-nilai dan semangat UUPA dan Pancasila dalam perencanaan kebijakan dan programnya; (b) mengintegrasikan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup sebagaimana mandat TAP MPR IX/2001 dan UUPPLH dalam perencanaan kebijakan dan programnya; (c) memperkuat penataan ruang dalam reforma agraria dengan mengaplikasikan LUCIS; (d) memperkuat kelembagaan reforma agraria yang dipimpin langsung oleh presiden; dan (e) mengintegrasikan pendanaan reforma agraria melalui BPDLH untuk sinergi dalam perlindungan lingkungan hidup, sekaligus menjamin keberlanjutan pendanaannya.

The current agrarian reform is still focused on structuring land ownership, which is aimed to improve the standard of living of people whose main livelihoods depend on land, while environmental protection has not been optimally taken into consideration and/or objective in its design of programs and policies. This study aims to analyze the implementation of agrarian reform in Indonesia, and its impact on community welfare and environmental protection. Based on those analysis, this study will formulate agrarian reform redesign in order to balance the interests of community welfare and environmental protection. This study uses a conceptual, normative, historical, and comparative approach to answer the problems posed. The results of this study indicate that although the UUPA/Agrarian Act has accommodated environmental protection, but in its implementation is still focused on the interests of the economy and community welfare, while environmental protection has not become a consideration and/or objective of the agrarian reform. In terms of impact, agrarian reform has a positive impact in realizing community's welfare. However, with regard to environmental protection, agrarian reform can potentially damage forest ecosystems, if not carried out carefully. This is because, currently, the object of agrarian reform relies on forest areas, both through TORA and social forestry, reaching 16.8 million hectares or 77.4% of the total target of 21.7 million hectares. Therefore, to balance the interests of community welfare and environmental protection, agrarian reform must be redesigned by: (a) integrating the values and spirit of the UUPA and Pancasila in its policy and program; (b) integrating the principles of environmental protection as mandated by TAP MPR IX/2001 and UUPPLH in its policy and program; (c) strengthening spatial planning in agrarian reform by applying LUCIS; (d) strengthening agrarian reform institutions led directly by the president; and (e) integrating agrarian reform’ funding through BPDLH to synergies in environmental protection, as well as ensuring the sustainability of its funding."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beta Avissa
"Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah yaitu melalui perbuatan jual beli, dalam pelaksanaannya diperlukan adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum sehingga perjanjian jual beli dilakukan di hadapan PPAT. Banyaknya kasus mengenai jual beli tanah yang melanggar hukum, menunjukan pentingnya pembahasan mengenai perbuatan PPAT yang mengalihkan hak atas tanah menggunakan akta jual beli yang didasari perikatan jual beli cacat hukum yang termuat dalam Putusan Pengadilan Negeri No 150/Pdt.G/2019/PN.JKT.TIM. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai keabsahan akta jual beli yang dibuat dengan dasar perikatan jual beli cacat hukum, dan pertimbangan hakim terkait keabsahan akta jual beli tersebut. Untuk menjawab kedua permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa keabsahan akta jual beli yang pembuatannya didasari perikatan jual beli cacat hukum yang disebabkan tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian mengenai kesepakatan, kecakapan, dan kausa yang halal dalam Pasal 1320 KUHPerdata, tidak terpenuhinya sifat tunai dan terang jual beli menurut hukum adat, serta tidak terpenuhinya syarat materil dan formil jual beli yang diatur dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No 123K/Sip/1970, mengakibatkan akta jual beli tersebut batal demi hukum, sedangkan perbuatan PPAT tersebut dinilai lalai dalam menjalankan tugas. Kemudian majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan batal akta jual beli tersebut dan menyatakan PPAT R melakukan perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, PPAT dalam melakukan peralihan hak atas tanah sebelum dibuatkannya akta jual beli seharusnya lebih hati-hati, teliti dan mempelajari keabsahan dokumen, keabsahan perbuatan hukum, untuk menghindari adanya pembatalan akta dikemudian hari.

This research discusses the validity of the Sales and Purchase Deed. One of the cases that became the issues in this research is the act of the Land Titles Registrar (PPAT)’s who transfers land rights using a sales and purchase deed which was based on a legally flawed sales and purchase agreement listed in the District Court Decision No.150/Pdt.G/2019/PN.JKT.TIM. The issues in this research are regarding the validity of the sales and purchase deed which was made based on the basis of a legally flawed sales, and purchase agreement and regarding the judge's consideration regarding the validity of the sales and purchase deed. To answer those issues, this research used normative juridical research methods and analyzed using the qualitative data analysis. The results of the analysis are that the validity of the Sales and Purchase Deed, which is made based on a legally flawed sales and purchase agreement caused by the non-fulfillment of the subjective elements of the validity of the agreement and the material requirements of the sales and purchase resulted in the cancellation of the sale and purchase deed, while the the Land Titles Registrar/PPAT’s action was considered negligent in carrying out its duties. Then the judges in their consideration, declared that the Sales and Purchase Deed is canceled and declared that Land Titles Registrar/PPAT R had committed an act against the law. Therefore, in transferring the land rights before the sale and purchase deed is drawn up, the Land Titles Registrar/PPAT should be more careful, thorough and study the validity of documents, the validity of legal acts, to avoid any claims for cancellation of the deeds that have been made."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Raihan
"Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum pembeli beriktikad baik terhadap pemalsuan Akta Kuasa Menjual yang melibatkan notaris dalam transaksi jual beli tanah pada putusan MA No. 1209/K/Pid/2022. Transaksi jual beli tanah dalam kasus putusan ini didasari oleh kuasa menjual yang dipalsukan oleh notaris kemudian dijual oleh pihak yang bukan pemilik sebenarnya kepada pihak lain. Dalam Putusan ini menghukum Terdakwa I selaku Notaris/PPAT dengan pidana penjara, karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik sesuai dengan ketentuan Pasal 264 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Akta kuasa menjual yang dipalsukan oleh Terdakwa I dijadikan dasar oleh pihak yang bukan pemilik sebenarnya untuk melakukan jual beli kepada pihak lain tanpa sepengetahuan pemilik tanah yang sebenarnya, transaksi jual beli ini mengakibatkan kerugian pada pemilik hak atas tanah dan pembeli beriktikad baik dalam proses jual beli tanah. Penelitian ini menganalisis mengenai akibat hukum objek tanah bagi pembeli beriktikad baik, dan upaya perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pembeli beriktikad baik yang dirugikan dalam transaksi jual beli hak atas tanah dalam kasus ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dan menggunakan data sekunder dengan tipologi penelitian deskriptif analitis dengan metode analisis data kualitatif. Adapun hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa Akta Kuasa Menjual dalam Putusan MA No. 1209/K/PID/2022 dapat bersifat batal demi hukum karena tidak terpenuhinya suatu syarat objektif dalam syarat sah perjanjian dan tidak adanya iktikad baik terhadap proses jual beli, sehingga dapat berakibat pada kembalinya hak milik atas tanah menjadi atas nama pemilik sebelumnya, dikarenakan objek tanah dijual oleh pihak yang bukan pemilik sebenarnya, dan fakta bahwa pembeli tidak mengetahui objek tanah tersebut masih dalam sengketa pada saat proses jual beli dilaksanakan, maka perlindungan hukum harus diberikan kepada pembeli beriktikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual merupakan orang yang tidak berhak atas objek tanah.

This thesis discusses the legal protection of good faith buyers against forgery of Power of Sale Deeds involving notaries in land sale and purchase transactions in Supreme Court Decision No. 1209/K/Pid/2022. The land sale and purchase transaction in this decision case was based on a power of sale that was forged by a notary and then sold by a party who was not the actual owner to another party. In this Decision, Defendant I as a Notary/PPAT was sentenced to imprisonment, because he was proven guilty of committing the crime of forgery of authentic deeds in accordance with the provisions of Article 264 paragraph (1) jo. Article 55 paragraph (1) to 1 of the Criminal Code. The power of sale deed forged by Defendant I was used as a basis by a party who was not the actual owner to sell to another party without the knowledge of the actual land owner, this sale and purchase transaction resulted in losses to the owner of land rights and good faith buyers in the land sale and purchase process. This research analyzes the legal consequences of land objects for good faith buyers, and legal protection efforts that can be provided for good faith buyers who are disadvantaged in the sale and purchase of land rights in this case. This research uses doctrinal legal research methods and uses secondary data with descriptive analytical research typology with qualitative data analysis methods. The results of this study explain that the Deed of Authorization to Sell in Supreme Court Decision No. 1209/K/PID/2022 can be explained. 1209/K/PID/2022 can be null and void due to the non-fulfillment of an objective condition in the legal requirements of the agreement and the absence of good faith in the sale and purchase process, so that it can result in the return of property rights to the land to the name of the previous owner, because the land object is sold by a party who is not the real owner, and the fact that the buyer does not know that the land object is still in dispute at the time the sale and purchase process is carried out, so legal protection must be given to good faith buyers even though it is later discovered that the seller is a person who is not entitled to the land object."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1993
346.047 IND n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>