Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88670 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gita Ramadhanti
"Pada dasarnya perjanjian perkawinan dibuat untuk memisahkan harta benda dalam perkawinan antara suami dan istri.  Selain itu, perjanjian perkawinan juga dibuat guna melindungi harta kekayaan pribadi dan mempermudah pengurusan harta benda dalam perkawinan. Dalam pembuatannya, perjanjian perkawinan harus dituangkan dalam akta notaris dengan bentuk tertulis yang dihadiri oleh para pihak dan saksi. Setelah diterbitkannya akta perjanjian perkawinan maka perjanjian perkawinan harus didaftarkan ke pegawai pencatat nikah yang berada di KUA atau KCS agar mencapai tahap yang sempurna. Pencatatan perjanjian perkawinan merupakan implementasi dari asas publisitas yang terkandung dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. Namun, dalam praktiknya ditemukan banyak pihak yang tidak mendaftarkan akta perjanjian perkawinan mereka kepada pegawai pencatat nikah. Pada penelitian ini penulis akan menganalisis Putusan No.449/PDT/2016/PT.BDG dengan mempertimbangkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dan ketentuan terkait lainnya. Permasalahan pada Putusan No.449/PDT/2016/PT.BDG adalah pengejawantahan amar putusan hakim terhadap adanya harta bersama antara suami dan istri yang terdapat perjanjian perkawinan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis memiliki ketertarikan untuk mengetahui kepastian hukum perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan dan analisis terhadap dikabulkannya keberadaan harta bersama sementara diketahui terdapat perjanjian perkawinan dalam Putusan No.449/PDT/2016/PT.BDG. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian dengan bentuk yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian perkawinan tetap menjadi perjanjian yang sah sebagai undang-undang kepada para pihak yang membuatnya walaupun perjanjian perkawinan tidak pernah didaftarkan ke pegawai pencatat nikah. Sehingga, dengan sahnya perjanjian perkawinan tersebut seharusnya tidak pernah ada percampuran harta antara suami dan istri.

A marital agreement is made to abolish the joint assets between husband and wife. The marital agreement was also made to protect personal assets and facilitate the management of matrimonial assets. The marital agreement must be stated in a notarial deed in written form attended by the parties and witnesses. After issuing the marital agreement deed, it must be registered by the marriage registrar at the Office of Religious Affairs or the Department of Population and Civil Registration to reach the perfect procedures. The registration of marital agreements is an implementation of a publicity principle in Article 29, paragraph (1) of the Marriage Law. However, in practice shows that many parties did not register their marital agreement with the marriage registrar. In this study, the author will analyse Decision No.449/PDT/2016/PT.BDG by considering the provisions in the Civil Code, the Marriage Law, the Constitutional Court Decision Number 69/PUU-XIII/2015, and other related laws. The problems with Decision No.449/PDT/2016/PT.BDG are the embodiment of the judge's decision regarding the existence of joint property between husband and wife which contains a marital agreement in it. Therefore, the author has an interest in knowing the legal certainty of a marital agreement that is not weakened and an analysis of the granting of the existence of joint assets while it is known that there is a marital agreement in Decision No.449/PDT/2016/PT.BDG. In conducting research, the authors use research methods with normative juridical forms. The results of the study show that the marital agreement remains a valid agreement as a statute to the parties who make it even though the marital agreement has never been a marriage registrar. Thus, with the validity of the marital agreement, there should never have been an of assets between husband and wife."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beby Humaira
"ABSTRACT
Pada praktiknya, perjanjian perkawinan mengatur mengenai harta dalam perkawinan, yakni mengenai pemisahan harta. Persyaratan perjanjian perkawinan diatur dalam Pasal 29 UU No. 1 Tahun 1974, yakni perjanjian perkawinan harus didaftarkan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Kantor Urusan Agama. Namun pada kenyataannya, masih banyak para pihak suami isteri yang membuat perjanjian perkawinan tetapi tidak didaftarkan. Hal ini mengakibatkan perjanjian perkawinan tersebut hanya berlaku bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian, tidak berlaku bagi pihak ketiga. Penulis tertarik meneliti masalah perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan ini apabila harta dalam perkawinan dipindahtangankan secara sepihak (oleh salah satu pihak suami atau isteri saja) kepada pihak ketiga melalui jual beli. Untuk mencari solusi dari masalah ini penulis melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif, perundang-undangan, dan analitis. Karya ilmiah ini menggunakan kajian ilmu hukum normatif dan tipe berdasarkan sifatnya merupakan penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum terhadap perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan ialah tidak berlakunya atau mengikatnya perjanjian perkawinan tersebut terhadap pihak ketiga, sehingga harta yang diperjualbelikan bagi pihak ketiga masih merupakan harta bersama. Oleh karena itu, maka dalam proses jual beli harta bersama tersebut pihak ketiga harus mendapat persetujuan kedua belah pihak suami isteri. Apabila dilakukan dengan tanpa persetujuan salah satu pihak suami isteri, maka pihak tersebut dapat mengajukan pembatalan jual beli harta bersama tersebut. Mengenai perlindungan terhadap pihak ketiga, perlindungan hanya dapat dilakukan apabila pihak ketiga beritikad baik pada saat proses jual beli harta bersama tersebut.

ABSTRACT
In practice, marriage agreements usually regulate property in marriage, namely regarding the separation of assets. The requirements of the marriage agreement are regulated in Article 29 of Law No. 1 of 1974, as the marriage agreement must be registered with the Department of Population and Civil Registration or the Office of Religious Affairs. But in the reality, there are still many spouses that make marriage agreements but not registered. That caused the marriage agreements are only valid for both parties who making the agreement, but not for third parties. The author is interested in examining the issue of marriage agreements that are not registered if the assets in marriage are unilaterally transferred (by one of the husband or wife) to a third party through buying and selling. To find a solution to this problem, the author conducted there search with a qualitative, legislatif, and analytical approach. This scientific work uses the study of legal science and type based on its nature which is descriptive research. The results of the study indicate that the legal consequences of the marriage agreement that is not registered are the non-valid or attachement of the marriage agreement to a third party, so that the traded asset by the third party is still considered as a joint asset. Therefore, in the process of buying and selling shared assets, the third party must obtain the approval of both husband and wife parties. If it is carried out without the consent of one of the husband and wife parties, then the party may submit a cancellation of the sale of the joint assets. Regarding the protection of third parties, protection can only be done if the third party has good intentions during the process of  buying and selling of the joint assets."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelealu, Cinthya Melissa Vina
"Tesis ini membahas mengenai permasalahan perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Yang menjadi permasalahan adalah apakah perjanjian kawin yang tidak didaftarkan berlaku efektif kepada pihak ketiga dan bagaimanakah kedudukan harta benda dalam perkawinan tersebut apabila perjanjian kawin yang dibuat tidak didaftarkan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dalam penulisan ini. Perjanjian Perkawinan adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dan mengikat kedua belah pihak dan calon mempelai yang akan menikah. Banyaknya angka perceraian yang berujung masalah dalam harta perkawinan dirasakan perlu dibuatnya perjanjian perkawinan. Tidak hanya harta perkawinan, hutang - hutang yang timbul sepanjang perkawinan juga sering dipermasalahkan apalagi jika perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga.Tentunya pembuatan perjanjian perkawinan haruslah dengan prosedur yang berlaku seperti harus dibuat dengan akta notaris dan harus didaftarkan. Undang - Undang mengatur bahwa perjanjian perkawinan haruslah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Penulis dalam penulisan ini mencoba menganalisa perjanjian kawin yang tidak didaftarkan apakah dapat melindungi kepentingan pihak ketiga atau dianggap tidak berlaku sama sekali untuk pihak ketiga serta kedudukan harta benda dalam perkawinan itu sendiri apakah berlaku harta bersama atau berlaku pemisahan harta seperti yang tercantum dalam Perjanjian Perkawinan. Pihak Ketiga akan dirugikan apabila tidak dilakukan pendaftaran, karena Perjanjian Perkawinan dianggap tidak berlaku kepada pihak ketiga apabila tidak diaftarkan. Harta Benda dalam perkawinan dianggap tidak ada pemisahan harta dalam perkawinan tersebut. Pendaftaran perjanjian perkawinan dianggap syarat mutlak sehingga notaris juga bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada kedua belah pihak sebelum pembuatan perjanjian mengenai akibat - akibat yang akan timbul jika perjanjian perkawinan tidak didaftarkan. Penulis ini menyarankan agar notaris memberikan penyuluhan hukum terlebih dahulu kepada klien yang akan membuat perjanjian kawin.

This research talking about prenuptial agreements that not been registered. The problems are whether the unregistered prenuptial agreements can be effective to third party and how the marital property position in unregistered prenuptial agreements. Juridical normative approach was used as method in this research. Prenuptial agreements is a contract entered into prior to marriage by the people intending to marry or contract with each other. Many problems occurs in divorce events, especially about marital property and financial rights. That is why prenuptial agreements is needed, to establishes the property and financial rights of each spouse and also third party, in the event of divorce.Prenuptial agreements should be made with notary deed to be registered. According to laws, prenuptial agreements should be registered to local district court.In this research, writer want to analyze the absent of prenuptial agreements, whether it can protect the third party's interests and also determine how property is handled during marriage based on marital agreement.Third party will be disadvantaged if prenuptials agreement is not been registered because marital agreement considered not valid to third party. It also affect to marital property where it can be considered no separation of property in that marriage. Thus, prenuptial agreement is a must before marriage and notary has responsibility to explain to both parties, the result that can be happened if the prenuptial agreements not been registered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grey, Andrew
"Dalam Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan, disebutkan bahwa perjanjian kawin harus didaftarkan ke Pegawai Pencatat Perkawinan. Kewajiban untuk mencatatkan perjanjian kawin bertujuan agar perjanjian perkawinan tersebut memiliki kekuatan hukum yang mengikat yang sah bagi para pihak yaitu suami dan istri serta terhadap pihak ketiga yang terkait untuk itu. Namun dalam perkembangan saat ini yang terjadi di masyarakat, terdapat perjanjian perkawinan yang belum sempat didaftarkan namun perkawinan antara suami istri tersebut telah putus karena cerai. Akibat hukum yang dapat timbul dari kelalaian tidak mendaftarkan perjanjian perkawinan selama perkawinan berlangsung tersebut akan berdampak pada kekuatan mengikatnya perjanjian perkawinan yang telah dibuat. Hal ini dapat ditemukan pada beberapa kasus, antara lain pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 585 K/Pdt/2012.
Bentuk penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, sebab penelitian ini menekankan pada penggunaan norma hukum secara tertulis, pengaturan dan pelaksanaan perjanjian perkawinan yang dihubungan dengan objek penelitian. Berdasarkan analisis kedua putusan tersebut, dapat diketahui bahwa terkait kekuatan mengikatnya perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan setelah adanya perceraian bahwa perjanjian perkawinan tetap berlaku bagi para pihak yang membuatnya, hal ini berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, yaitu tetap mengikat bagi suami-istri yang telah sepakat membuatnya, sedangkan untuk mengikat pihak ketiga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, karena pendaftaran perjanjian perkawinan untuk memberitahu kepada masyarakat luas adanya pemisahan harta suami dan istri dalam perkawinan.

On article 29 section 1 Law about Marriage, is mentioned if a marital agreement should be registered toward Marriage Registry Employee. The obligation of registering marital agreement aims so it has binding power for each following party those are husband and wife, also the related third party. However, as the development goes by in society nowadays, there are agreements which have not been registered, but the marriage between husband and wifeis over because of divorce. The legal implication which could exist from the negligence of not registering marital agreement as long as the marriage itself, that is the implication upon the binding power of created marital agreement. It could be found by several cases, such as Decision of Supreme Court Number 598 PK Pdt 2016 and Decision of Supreme Court Number 585 K Pdt 2012.
The author used Juridist Normative as the research formation, because this research is emphasizing upon the use of written norms, regulation and implementation of marital agreement which was connectedby the object of research. Based on analysis of both decisions, it can be concuded that about its binding power of unregistered marital agreement after divorce, that is marital agreement still applies for every party who createdthe agreement itself, as writen in Article 1338 Indonesian Civil Code, that is still binding for husband wife who did agree to create the agreement, whilst for third party doesn rsquo t apply the permanent binding power, because the registration of marital agreement is aiming to announce upon society about the separation of husband wife rsquo s property in a marriage.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvien
"Perjanjian perkawinan dibuat untuk mengatur harta benda milik suami istri. Perjanjian perkawinan yang telah dibuat harus didaftarkan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bersamaan dengan pendaftaran akta nikah. Namun dalam praktiknya para pihak yang membuat akad nikah tidak melampirkan akad nikah pada saat pencatatan nikah. Pentingnya pencatatan berdampak pada status aset dan hutang pihak ketiga. Berdasarkan aturan, akad nikah yang tidak tercatat membuat akad nikah tidak sah, karena tidak memenuhi asas publisitas. Dengan menggunakan metode penulisan normatif, makalah ini akan membahas tentang perjanjian nikah yang tidak tercatat dalam akta nikah dengan menganalisis Putusan Nomor 25 / Pdt.G / 2013 / PN.Tbn. Dapat disimpulkan bahwa akad nikah siri akan membatalkan akad nikah yang tidak mengikat pihak ketiga. Namun keberadaan akad nikah tetap berlaku bagi pihak yang membuatnya. Penulis menyarankan kepada hakim untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai tata cara pembuatan dan pencatatan akad nikah serta mempertimbangkan pula untuk menentukan perpanjangan atau pembaharuan akad nikah.

The marriage agreement is made to regulate the property belonging to the husband and wife. Marriage agreements that have been made must be registered at the Population and Civil Registry Service together with the registration of a marriage certificate. However, in practice, the parties making the marriage contract do not attach the marriage contract at the time of registration of marriage. The importance of record-keeping has an impact on the asset and debt status of third parties. Based on the regulations, an unregistered marriage contract invalidates the marriage contract, because it does not fulfill the principle of publicity. By using the normative writing method, this paper will discuss about marriage agreements that are not recorded in the marriage certificate by analyzing Decision Number 25 / Pdt.G / 2013 / PN.Tbn. It can be concluded that the siri nikah contract will cancel the marriage contract that is not binding on a third party. However, the existence of the marriage contract still applies to the party who made it. The author suggests the judge to provide socialization to the public regarding the procedures for making and recording marriage contracts and also considering determining the extension or renewal of the marriage contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Kafabih
"ABSTRAK
Pada tesis ini, penulis mengangkat permasalahan hukum mengenai penetapan pengadilan atas perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan di kantor urusan agama setelah perkawinan berlangsung. Permasalahan tersebut dilatar belakangi dengan adanya pasangan suami isteri yang mengajukan permohonan penetapan perjanjian perkawinan yang telah dibuat sebelum perkawinan berlangsung namun belum dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Berdasarkan hal tersebut penulis mengangkat suatu rumusan masalah yaitu bagaimana kekuatan hukum penetapan pengadilan terkait perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan di kantor urusan agama setelah perkawinan berlangsung dan bagaimana akibat hukum perjanjian perkawinan yang dibuat oleh Notaris akan tetapi tidak didaftarkan di kantor urusan agama setelah perkawinan berlangsung terhadap pihak ketiga. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode yuridis normatif dengan tipologi penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah perkawinan antara WNI dan WNA menimbulkan beberapa akibat hukum yang disebabkan oleh perjanjian perkawinan yang tidak dicatatkan setelah perkawinan berlangsung. Terutama mengenai ketentuan hak milik atas suatu tanah, maka dari itu majelis hakim harusnya meminta daftar atau list harta kekayaan yang dimiliki oleh pasangan suami istri tersebut sebelum memberikan suatu penetapan untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pihak terkait. Kemudian pasangan suami istri sebelum memohon pengesahan perjanjian perkawinan kepada pengadilan, sebaiknya para pihak membuat surat pernyataan dari ada atau tidak adanya pihak ketiga yang tersangkut dalam pemisahan harta kekayaan perkawinan yang tertuang dalam akta notarial perjanjian perkawinan tersebut.

ABSTRACT
In this thesis, the authors raised the legal issues concerning the determination of the court of marriage agreement that is not registered in the office of religious affairs after the marriage took place. The problem is based on the presence of married couples who apply for the establishment of a marriage agreement that has been made before the marriage takes place but has not been registered in the Office of Religious Affairs. Based on it writer raised a formulation problems which are how legal force of the court ruling related agreement marriage is not registered in the office of religious affairs after marriage ongoing and and how the consequences of marriage law law made by Notary but not registered in the office of religious affairs after the marriage took place against the parties third. Research methodology used in the this is the method juridical normative with typologies research used to answer problems in this research using research is descriptive analytical. The result of this study is that marriage between Indonesian citizens and foreigners gives rise to some legal consequences caused by marriage agreements that are not registered after marriage takes place. Especially regarding the provision of property rights to a land, therefore the panel of judges should request list or list of property owned by the couple before giving a determination to provide legal certainty for all parties concerned. Then the married couple before applying for the marriage agreement to the court, the parties should make a statement of the presence or absence of a third party involved in the separation of marriage property contained in the notarial deed of the marriage agreement. "
2018
T51446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Permana
"Tesis ini membahas mengenai permasalahan perjanjian kawin yang tidak didaftarkan. Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan salah satu bentuk "perikatan" antara seorang pria dengan seorang wanita. Perikatan tersebut diatur dalam suatu hukum yang berlaku dalam masyarakat, yang dikenal dengan istilah "hukum perkawinan" yakni sebuah himpunan dari peraturan-peraturan yang mengatur dan memberi sanksi terhadap tingkah laku manusia dalam perkawinan. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah mengenai implikasi perjanjian kawin yang tidak didaftarkan terhadap pihak ketiga dan status kepemilikan properti milik WNI setelah perkawinan dilangsungkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen. Ketidaktahuan hukum dalam pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan berlangsung dan keterlambatan pendaftaran perjanjian kawin, akan menjadi pemicu masalah hukum bagi suami istri maupun pihak ketiga karena merasa dirugikan, dan dapat berakibat pada pembatalan perjanjian kawin. Pihak ketiga akan dirugikan apabila tidak dilakukan pendaftaran, karena perjanjian kawin tersebut dianggap hanya berlaku pada pihak suami dan istri saja, tidak berlaku terhadap pihak ketiga apabila tidak didaftarkan. Bagi calon pasangan perkawinan campuran yang akan mengadakan perjanjian kawin dalam perkawinannya, sudah sebaiknya mencari informasi baik melalui instansi pemerintah yakni pada Kantor Catatan Sipil maupun profesi hukum yang memiliki kompetensi atau pengetahuan berkaitan dengan pembuatan perjanjian kawin, seperti Notaris atau pengacara.

This thesis discusses the issue of marriage agreements that are not registered. Marriage is an inner and outer bond between a man and a woman, as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Marriage is one form of "engagement" between a man and a woman. The engagement is regulated in a law that applies in society, known as "marriage law" which is a set of rules that regulate and sanction human behavior in marriage. The main problem in this thesis is about the implications of the marriage agreement that is not registered with the third party and the property ownership status of the Indonesian citizen after the marriage is held according to the applicable law in Indonesia. The author uses a normative juridical research method, the type of data used is secondary data collected through document studies. The ignorance of the law in making marriage agreements after marriage and the delay in the registration of marriage agreements, will be a trigger for legal problems for husband and wife and third parties because they feel disadvantaged, and can result in the cancellation of the marriage agreement. Third parties will be disadvantaged if registration is not carried out, because the marriage agreement is considered only valid on the part of husband and wife only, does not apply to third parties if not registered. For prospective mixed marriages who will enter into marriage agreements in their marriages, it is better to seek information through government agencies, namely the Civil Registry Office and the legal profession that has the competence or knowledge related to making marriage agreements, such as Notaries or lawyers."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Ikhlas Husein
"Perjanjian perkawinan yang mengatur mengenai harta benda perkawinan suami isteri tidak begitu dikenal oleh masyarakat muslim di Indonesia sebagai subyek hukum yang tunduk pada hukum Islam, sehingga jarang dilakukan karena kurangnya sosialisasi dan pemahaman mengenai hal tersebut. Dalam penelitian tesis ini, dibahas mengenai bagaimana kedudukan hukum perjanjian perkawinan antara subyek hukum beragama Islam menurut hukum Islam, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan), dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) serta bagaimana akibat hukum dari perjanjian perkawinan antara subyek hukum beragama Islam yang tidak didaftarkan terhadap pembagian harta bersama dalam perceraian, dengan menganalisis kasus Putusan Nomor 0502/Pdt.G/2013/PA JS dan kesesuaian putusan tersebut dengan hukum Islam, UU Perkawinan, dan KHI. Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Pada prinsipnya, hukum dasar dari membuat perjanjian perkawinan dalam Islam adalah mu?bah (boleh) sepanjang perjanjian tersebut tidak berisi hal-hal yang dilarang atau diharamkan syariat Islam (Surat Al-Maidah ayat 1). UU Perkawinan mengaturnya dalam Pasal 29 dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 45 -52 KHI khusus bagi orang-orang yang beragama Islam (subyek hukum beragama Islam). Pasal 29 UU Perkawinan mengatur bahwa perjanjian perkawinan harus didaftarkan/disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Akibat hukum dari perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan adalah tetap mengikat kedua belah pihak, namun tidak mengikat pihak ketiga. Perjanjian perkawinan tersebut dapat disahkan oleh hakim sepanjang isi perjanjiannya memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan bagi kedua belah pihak perjanjian perkawinan tersebut tetap berlaku sebagai undang-undang (Pasal 1338 KUHPerdata).

The prenuptial agreement governing the property of conjugal marriage is not so well known by the moslems community in Indonesia as subjects of law subject to Islamic law, so it is rarely done due to lack of awareness and understanding on the matter. In the thesis, explained about how the legal position of the prenuptial agreement between the moslems legal subjects according to Islamic law, the law of marriage no. 1/1974 and compilation of Islamic law, as well as how the legal consequences of the prenuptial agreement between the moslems legal subjects which is not registered to the division of joint property in divorce, by analysing the verdict no. 0502/Pdt.G/2013/PA JS and the verdict conformity with Islamic law, the law of marriage no. 1/1974 and compilation of Islamic law. This thesis uses literature research method that is juridical normative. In principle, the basic law of making prenuptial agreement in Islam is mu?bah (allowed) as long as the agreement does not contain things that are prohibited or forbidden by Islamic shariah (Surah Al-Maidah ayah 1). The marriage law set down in Article 29 and further stipulated in Article 45-52 in compilation of Islamic, specifically for moslems (moslems legal subjects). Article 29 of the marriage law stipulates that the prenuptial agreement to be registered/authorized by the marriage registrar employees. The legal consequences of prenuptial agreements that are not registered are still binding on both sides of husband and wife, but does not bind third parties. The prenuptial agreement can be ratified by the judge throughout the content of the agreement meets the provisions of Article 1320 BW and for both sides of the prenuptial agreement is still valid as a law (Article 1338 BW)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T44806
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Septiani
"Perjanjian Penanggungan Pribadi (borgtocht) yang dibuat secara di bawah tangan tanpa persetujuan pasangan seharusnya tidak dapat diminta secara penuh penanggungannya. Kebutuhan jaminan penanggungan dalam suatu utang bersifat tambahan (accesoir), tidak akan ada dan akan selalu hidup selama perjanjian pokok masih berjalan. Jaminan tambahan tidak selalu berbentuk jaminan penanggungan, dimungkinkan juga jaminan kebendaan lainnya seperti fidusia, gadai, atau hipotek. Namun, PT DPK sebagai kreditur merupakan perusahaan non ataupun lembaga keuangan tidak dapat meminta jaminan tambahan berupa jaminan kebendaan. Sehingga, secara tidak langsung meminta B untuk menundukkan diri sebagai penanggung secara pribadi, bukan bertindak atas jabatannya sebagai Direktur Utama yang menjamin utang perusahaannya yakni PT CEM. Meskipun terdapat indikasi unsur kesengajaan untuk menjebak B di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan mengangkat permasalahan terkait perjanjian penanggungan pribadi (borgtocht) yang dibuat atas utang perusahaan menurut peraturan perundang-undangan serta kedudukan hukum perjanjian penanggungan pribadi (borgtocht) di buat di bawah tangan terhadap harta bersama perkawinan. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan mengkaji objek hukum berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta pengumpulan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier melalui studi dokumen. Hasil penelitian ini adalah jaminan penanggungan dapat diberikan oleh siapa saja, baik orang pribadi atau badan hukum. Namun, tidak sembarang yang dapat melakukannya setidaknya harus memenuhi beberapa kriteria penjamin sesuai Pasal 1827 KUHPerdata dan peraturan yang berlaku. Kewenangan dalam bertindak dalam jaminan penanggungan juga harus diperhatikan, jika bertindak secara pribadi seharusnya melibatkan pasangan karena akan berimplikasi terhadap harta bersamanya. Diperlukannya peran notaris yang akan membantu kepastian dan perlindungan hukum atas tindakan hukum para pihak. Selain akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna, notaris juga berkewajiban memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak agar terhindar dari kerugian yang akan diderita.

Personal Guarantee (borgtocht) which privately made deed without the consent of parther or wife, it supposed to be not ask for full coverage. The need for borgtocht in a debt just for additional (accesoir) not primary, will not exist and will always exist as long as the main agreement is still in effect. The additional guarantee will not always ask for borgtocht, it is also possible tto provide other material guarantee such as fiduciary, pledge, or mortgage. However, PT DPK as a creditor, a non-company, or a financial institution, cannot ask for additional collateral in the form of material guarantees. Thus, it indirectly asks B to submit himself as a personal guarantor, instead of acting in his position as President Director who guarantees the debt of his company, namely PT CEM. Although there are indications of an element of deliberate intent to trap B in it. Therefore, this research was carried out by raising issues related to personal guarantee agreements (borgtocht) made for company debts according to statutory regulations and the legal position of personal guarantee agreements (borgtocht) made privately for joint marital assets. This article was prepared using doctrinal research methods by examining legal objects in the form of statutory regulations and court decisions, as well as collecting primary, secondary, and tertiary legal materials through document study. The results of this research are that insurance coverage can be provided by anyone, whether an individual or a legal entity. However, not just anyone can do this, at least they must meet several guarantor criteria by Article 1827 of the Civil Code and applicable regulations. The authority to act as collateral must also be considered. If you act personally, you should involve your partner because it will have implications for their joint assets. The role of a notary is needed which will help ensure legal certainty and protection for the legal actions of the parties. Apart from authentic deeds that have perfect evidentiary power, notaries are also obliged to provide legal counseling to the parties to avoid losses they will suffer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Larasati Amalia
"Skripsi ini membahas mengenai kepastian hukum atas peralihan  perjanjian kerja waktu tertentu menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Fakta dilapangan menggambarkan sering terjadinya ketidakpastian hukum bagi pekerja karena pengusaha tidak melakukan peralihan status. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif yang menggunakan studi kepustakaan. Pendekatan metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan studi kasus. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa untuk tidak ada kejelasan prosedur peralihan status pekerja, untuk mendapatkan kepastian hukum pekerja harus meminta penetapan melalui pengadilan.

The thesis discusses the legal certainty of the transition of an employment agreement for a definite period of time (PKWT) to an employment agreement for an indefinite period of time (PKWTT). There are many findings in the field that illustrate mistakes in the practice of work agreement but cause legal uncertainty for employee because the employer does not want to make the status change. The research method used in this research is juridical-normative using literature study. The approach of the research method used in this research is qualitative with case studies. The results of this study that for the lack of clarity in procedures for transitioning workers status, to obtain legal certainty, the workers must request a determination through the court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>