Ditemukan 76095 dokumen yang sesuai dengan query
Muhammad Omar Adibaskoro
"Penelitian ini mengelaborasi unsur kepropagandaan yang terdapat pada film Bokutachi Wa Sekai Wo Kaeru Koto Ga Dekinai yang menceritakan sekolompok mahasiswa Jepang yang tergolong masyarakat sipil biasa berhasil membangun sekolah dasar di desa pedalaman Kamboja. Penelitian ini berorientasi pada teori propaganda Ralph D.Casey serta teori white propaganda Jowet & O’Donnell. Penelitian ini merupakan jenis penelitian analisis teks dan pengamatan sinematografi dengan metode penelitian semiotika Pierce dan mise en secene. Film Bokutachi Wa Sekai Wo Kaeru Koto Ga Dekinai merupakan film yang diangkat berdasarkan kisah nyata. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa film ini benar-benar diangkat dari kejadian nyata. Selain itu dalam film ini juga menginterpretasikan karakteristik Jepang yang dominan diwakilkan oleh tokoh utama Kouta dan Kaori sebagai seseorang yang memiliki kepedulian dan solidaritas tinggi terhadap negara lain yakni negara Kamboja dan Indonesia yang digambarkan sebagai negara berkembang yang diliputi kemiskininan. Oleh karena itu film Bokutachi Wa Sekai Wo Kaeru Koto Ga Dekinai dinilai memenuhi kriteria sebagai film propaganda yang bersifat white (Putih) karena kisah film yang bermuatan propaganda tersebut berasal dari peristiwa nyata dengan sumber yang nyata, akurat, dan transparan
This research elaborates the elements of propaganda found in the film Bokutachi Wa Sekai Wo Kaeru Koto Ga Dekinai which tells how a group of Japanese students who are ordinary civil society members succeeded in building an elementary school in a rural village in Cambodia. This research is oriented by Ralph D. Casey's propaganda and also Jowet & O'Donnell's white propaganda theory. The type of analysis that is used in this research is text analysis and cinematographic observation using Pierce's semiotics and mise en secene research methods. Bokutachi Wa Sekai Wo Kaeru Koto Ga Dekinai is a film based on a true story. In this study, some evidence was found to show that this film was actually based on a true incident. Apart from that, this film also interprets how the dominant characteristics of Japan are represented by the main characters Kouta and Kaori as a people who have high concern and solidarity towards other countries to wit Cambodia and Indonesia which are described as developing countries suffered in poverty. Therefore, the film Bokutachi Wa Sekai Wo Kaeru Koto Ga Dekinai is considered to meet the criteria as a white propaganda film in which the story of the film containing propaganda originates from real events comes from real, accurate and transparent sources."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Adilla Zikrina Zhulfa
"Penelitian ini bertujuan mengungkapkan representasi transgender dalam film Karera ga Honki de Amu Toki Wa (2017)—disingkat KHAT—karya Naoko Ogigami dan implikasinya terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang membahas representasi transgender dalam media populer. Penelitian ini menerapkan teori representasi oleh Stuart Hall (1997) sebagai kerangka berpikir dan metode analisis teks serta metode analisis interpretasi komposisi visual. Penelitian ini menemukan bahwa film KHAT merepresentasikan transgender secara positif sebagai wujud ideologi Ogigami yang ingin menggambarkan transgender sebagai manusia yang eksis dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki hak setara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun representasi transgender melalui tokoh Rinko—transgender laki-laki ke perempuan—bertentangan dengan representasi transgender pada umumnya dalam media populer, konsekuensi yang diambil film adalah pemangkasan realitas. Penokohan Rinko yang sangat ‘perempuan’ dan mendapat kedamaian setelah menanggalkan kejantanannya memberi kesan bahwa transgender laki-laki ke perempuan yang karakteristiknya mendekati perempuan biologis akan lebih mudah diterima masyarakat.
This study aims to reveal the representation of transgender in Karera ga Honki de Amu Toki Wa (2017)—abbreviated as KHAT—directed by Naoko Ogigami and its implications for previous studies discussing the representation of transgender in popular media. This study applies the representation theory by Stuart Hall (1997) as the theoretical framework, and text analysis method as well as visual composition interpretation analysis method as the analytical tools. This study finds that KHAT represents transgender positively as a form of Ogigami ideology who wants to portray trans community as people who exist in everyday life and have equal rights. This study concludes that although the representation of transgender through Rinko—male-to-female trans character—is contrary to general representations of trans community in popular media, this film takes the risk of reducing reality. Rinko's character who is very 'womanly' and finds peace after leaving her masculinity gives the impression that male-to-female transgender whose characteristics are close to biological women will be more easily accepted by society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Han, Bok Rye
Seoul: Hyen Om Sa, 2007
KOR 641.5 HAN w
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sherlina Evangela
"
ABSTRAKSkripsi ini membahas mengenai representasi dari isu shoushika (少子化) yang ada pada masyarakat Jepang masa kini dalam media, khususnya drama televisi. Skripsi ini bertujuan menganalisa representasi fenomena shoushika yang muncul dengan menggunakan drama televisi berjudul Umareru dan Watashi ga Renai Dekinai Riyuu, serta menghubungkannya dengan fakta keadaan fenomena shoushika yang sebenarnya. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa kedua drama tersebut menampilkan representasi yang berbeda satu sama lain dan mencerminkan perbedaan antar generasi dalam masyarakat Jepang, khususnya kaum wanita, sehubungan dengan fenomena shoushika yang tengah menyebar di masyarakat Jepang saat ini.
AbstractThe focus of this study is the representation of the shoushika (少子化) phenomenon in present day Japanese society represented in the media, especially in television dramas. The purpose of this study is to analyze the representation of shoushika phenomenon in television dramas by using the dramas, Umareru and Watashi ga Renai Dekinai Riyuu, and to relate it to the facts regarding the shoushika phenomenon in Japanese society. The result of this study indicates that both dramas have different representations and reflects the difference between generations in Japanese society regarding the shoushika phenomenon., particularly in the female population."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43229
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Dipo Agung Tilarso
"
ABSTRACTSkripsi ini membahas penerapan konsep uchi-soto ke dalam drama televisi berjudul Tokuyama Daigoro wo Dare ga Koroshitaka. Sebuah penggabungan antara konsep yang sudah lama ada dalam masyarakat Jepang dengan unsur modern berupa serial televisi yang digemari masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan konsep uchi-soto dalam drama ini dan bagaimana dampaknya terhadap perilaku karakter di dalamnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Kesimpulan yang didapat yaitu konsep uchi-soto berdampak pada perubahan perilaku, sifat dan hubungan antarkarakter di dalam serial drama ini. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran terhadap konsep uchi-soto yang dimiliki oleh setiap karakter. Selain itu, drama ini juga dibuat sebagai kritik sosial terhadap kasus serupa seperti dalam drama yang terjadi di masyarakat.
ABSTRACTThis thesis will focus on an implementation of the uchi-soto concept in the drama Tokuyama Daigoro wo Dare ga Koroshitaka. The drama shows a combination of concepts that have long existed in Japanese society with modern elements in the form of a television series that is popular with the public. The purpose of this research is to explain the implementation of the concept and how it impacts character behavior in this drama. This research is a qualitative study. This study concludes that the uchi-soto concept has an impact on changes in behavior, traits and relationships between characters in this drama series. This is because there is an awareness of the uchi-soto concept that belongs to each character. In addition, this drama was also made as a social criticism of similar cases as in the drama that occurred in the society.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bachrun Suwatdi
"Setelah meninjau contoh-contoh kalimat dengan kata bantu wa dan ga dari berapa cukilan karya kesusasteraan Jepang serta terjemahannya dalam Bahasa lndonesia, dapatlah ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1 Kata bantu wa sebagai penanda tema.Gatra Benda yang akan di jadikan tema terletak di muka kata bantu wa. Gatra benda tersebut haruslah anaphoric atau generic. Sedangkan gatra benda yang non-anaphoric atau non-generic tidak dapat menggunakan kata bantu wa sebagai penanda tema. Ano hito wa shacho desu.orang itu adalah direktur. Kajira wa honyu dobutsu desu.lkan paus adalah binatang yang menyusui. Ame wa futte imasu.Hujan turun Pada kalimat , ano hito '. (orang itu) adalah anaphoric dan pada kalimat, ku jira; (ikan paus) ada_lah generic. Kedua gatra tersebut dapat dijadikan tema. Karena itu kata bangtu wa dapat digunakan sebagai penanda tema dalam kalimat dan. Sedangkan dalam kalimat, Ame (hujan) adalah non anaphonic dan juga non- generic sehingga kata bantu wa sebagai penanda tema tidak dapat dipergunakan. Kata bantu wa sebagai penanda pertentangan. Gatra benda yang terletak dimuka kata bantu wa sebagai penanda pertentangan tidak mempunyai syarat apa-apa. Si pembicara hanya menekankan kata bantu wa tersebut secara fonetik_"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1976
S13516
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Junita Ima Purbasari
"
ABSTRAKStudi ini mencoba membahas penggambaran trend pesan propaganda yang disampaikan Amerika Serikat terhadap negara-negara lain melalui media hiburan, yaitu film layar lebar Hollywood. Sebagai industri produk jasa yang memberi masukan negara Amerika Serikat kedua terbesar setelah bidang ruang angkasa, perfilman Hollywood hingga saat ini memang masih merajai pasaran film internasional. Dijadikannya Hollywood sebagai bangunan industri mengkondisikan perfilman Amerika Serikat dalam iklim kompetisi, baik dalam hal teknologi maupun content (isi), yang salah satunya adalah kreativitas tema cerita film. Salah satu tema cerita film Amerika Serikat yang masih mendominasi adalah mengenai penanaman iklim musuh Amerika Serikat yang ditemui dalam realitas sosial kehidupan politiknya. Penciptaan tokoh heroistik atau kepahlawanan Amerika Serikat yang mengiringi perkembangan perfi1man Hollywood mulai periode detente pertama (1971-1980), berlanjut ke perang dingin kedua (1981-1987) hingga saat ini. Penciptaan tokoh kepahlawanan oleh insan film Hollywood masih dijadikan tema cerita yang banyak dijual, walau dengan warna yang sedikit berbeda. Sosok tokoh Amerika Serikat digambarkan sebagai seorang yang demokratis, memi1iki loyalitas tinggi terhadap profesi kerja, polisi dunia yang menegakkan keadilan dan keamanan baik di dalam negerinya sendiri maupun negara lain, dan sebagainya. Sementara profil sosok negara lain digambarkan dalam cerita film cenderung disudutkan pada posisi sebaliknya. Pesan ideologi yang disampaikan melalui media hiburan tersebut memberi kesan dan tanda bahwa aplikasi propaganda di saat ini tidak dapat lagi diartikan sebagai penanaman nilai politik yang murni, karena pada dasarnya dapat pula disampaikan secara tersirat dalam arus budaya pop dimana penonton pun terkadang tidak menyadarinya. Film yang diteliti meliputi True Lies, Die Hard with a vengance, dan Crimson Tide. Ketiga film ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi secara kualitatif. Dari hasi 1 penelitian yang diperoleh berdasarkan kategorisasi name calling dan glit tering generalities, baik secara verbal maupun non-verba1, penggambaran pesan propaganda Amerika Serikat dalam realitas kamera yang ditujukan pada negara lain cenderung merefleksikan bias pandangan dengan melakukan penamaan buruk."
1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Radityo Eko Prasojo
"Skripsi ini membahas anime mangateki realism dalam hifantajii light novel yang berjudul Boku wa Tomodachi ga Sukunai. Light novel adalah novel yang ditujukan untuk remaja yang mempunyai ilustrasi bergaya anime dan manga. Sedangkan hifantajii adalah unsur non-fantasi dalam light novel. Anime mangateki realism merupakan penggambaran dunia anime dan manga dalam light novel. Hal ini dilihat dari penggunaan kyarakutaa deetabeesu dalam light novel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anime mangateki realism sama sekali tidak dekat dengan realisme dan light novel adalah novel yang lebih ditargetkan kepada kalangan otaku.
This thesis explain the concept of anime manga-like realism through non-fantasy light novel titled Boku wa Tomodachi ga Sukunai. Light novel is a type of novel that is targeted toward teen which has anime manga style illustration. Anime manga-like realism is a term for anime and manga world portrayal in light novel. This can be seen by the use of character database in light novel. The results of the research concludes that anime manga-like realism is not like realism at all and light novel is a novel that is mainly targeted toward otaku readers."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43150
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Jasmeen Nadya Putri
"Dalam drama televisi sering ditemukan tema yang diambil dari topik-topik sosial di masyarakat pada zamannya. Di Jepang, drama televisi ber-genre percintaan cenderung menyelipkan topik sosial dalam ceritanya. Salah satu drama televisi tersebut Nigeru wa Haji da ga Yaku ni Tatsu, yang sempat menjadi fenomena sosial di masyarakat Jepang, dan menceritakan pasangan yang menikah kontrak untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Penelitian ini menggunakan teori feminis media oleh Suzanne Leonard, yang menjabarkan tentang munculnya kecemburuan terhadap pernikahan. Hasil analisis menemukan bahwa drama tersebut menggambarkan pernikahan sebagai suatu ideal yang diinginkan semua orang, suatu posisi yang patut dicemburui, serta status pembeda antara perempuan. Meskipun drama pada awalnya membawakan bentuk pernikahan dengan karakteristik non-konvensional, pernikahan tersebut pada akhirnya ditemukan berubah ke bentuk konvensional.
Television drama often feature social issues of its time. In Japan, romance drama often shows social issues in its story. One example of that is a drama called Nigeru wa Haji da ga Yaku ni Tatsu which was once a social phenomenon in Japan. It tells the story of a couple who enter a marriage contract to fulfill each of their needs. This research adopts Suzanne Leonard’s feminist media theory. Result shows that the drama portrays marriage as a desirable ideal, an enviable position, and a status divider between women. Although at first the drama presents a non-conventional model of marriage, at the end of its story the model would then return to the conventional model of marriage."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Adi Putra Surya Wardhana
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan propaganda ideologi bushido pada film berjudul Djagalah Tanah Djawa yang diterbitkan pada masa pendudukan Jepang. Jepang memiliki keterbatasan sumber daya alam dan manusia untuk menghadapi Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya. Jawa dipandang sebagai wilayah yang mampu memenuhi kebutuhan Jepang. Propaganda diperlukan agar ideologi bushido dapat diinternalisasi kepada penduduk Jawa. Permasalahan yang dibahas meliputi bentuk ideologi yang dipegang teguh oleh masyarakat Jepang; fungsi propaganda Jepang di Jawa; dan makna ideologi yang direpresentasikan film propaganda Djagalah Tanah Djawa pada masa pendudukan Jepang. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Penelitian menunjukkan ideologi memengaruhi seluruh pandangan hidup dan praktik sosial masyarakat Jepang, apalagi pada masa Perang Asia Timur Raya. Ideologi ini dimasukkan dalam film propaganda Djagalah Tanah Djawa. Fungsinya adalah untuk menarik hati penduduk Jawa agar bersedia mengikuti program Jepang. Makna yang ingin disampaikan adalah kemenangan atas penjajahan Sekutu hanya dapat diraih jika penduduk Jawa berkorban dan bekerja sama dengan Jepang demi mewujudkan “Jawa Baru”. Dengan demikian, Jepang dapat mendominasi alam sadar dan ketidaksadaran penduduk Jawa."
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2021
900 HAN 5:1 (2021)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library