Pendahuluan: Konsep presenteeism banyak dikaitkan dengan faktor kesehatan. Presenteeism telah terbukti menyebabkan hilangnya produktivitas mencapai hampir 50% lebih besar dibandingkan dengan yang diakibatkan oleh absenteeism. Saat ini di Indonesia belum ada alat yang dikembangkan untuk menilai presenteeism di kalangan pekerja, khususnya lebih spesifik untuk menilai faktor masalah kesehatan yang dapat berpengaruh pada terjadinya presenteeism. Oleh sebab itu, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner SPS-6 versi Indonesia agar dapat digunakan sebagai salah satu instrumen penilaian komponen kesehatan presenteeism.
Metode: Penelitian ini dimulai dengan proses adaptasi lintas budaya yang merujuk pada metode ISPOR, dan dilanjutkan dengan uji validitas dan reliabilitas dengan analisis statistik. Uji statistik dilakukan dengan mengujicobakan kuesioner pada responden yang representatif dengan populasi target, yaitu pekerja kantor atau white collar worker. Total responden yang berpartisipasi berjumlah 112 orang. Uji validitas dilakukan dengan uji validitas faktor dan butir, sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan metode uji konsistensi internal menggunakan nilai Chronbachs Alpha.
Hasil; Proses adaptasi lintas budaya SPS-6 telah berhasil dilakukan sehingga menjadi SPS-6 versi Indonesia yang valid. Perubahan paling signifikan terjadi pada penjelasan mengenai defisnisi masalah kesehatan. Pada uji validitas butir dan faktor, didapatkan uji korelasi antara skor butir masing-masing dimensi (fokus kerja dan psikologis) dengan total skor dimensi masing-masing signifikan berkorelasi. Pada uji korelasi antara skor tiap butir dengan keseluruhan skor total kuesioner signifikan berkorelasi. Pada uji reliabilitas didapatkan nilai Chronbachs Alpha dimensi fokus kerja sebesar 0,657 dan dimensi psikologis sebesar 0,646.
Kesimpulan: Kuesioner SPS-6 versi Indonesia dinyatakan valid dan reliabel, dan terbukti dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengidentifikasi komponen kesehatan presenteeism bagi pekerja kantor (white collar worker) di Indonesia.
Kata Kunci : presenteeism, produktivitas kerja, validitas, reliabilitas
Introduction: The concept of presenteeism is mostly associated with health factors. Presenteeism has been proven to cause a loss of productivity reaching nearly 50% greater than that caused by absenteeism. Currently in Indonesia there are no tools developed to assess presenteeism among workers, especially more specifically to assess the factors of health problems that can affect the occurrence of presenteeism. Therefore, researchers conducted a validity and reliability test for the Indonesian version of the SPS-6 questionnaire so that it could be used as an instrument for evaluating the health component of presenteeism.
Methods: The research began with a cross-cultural adaptation process that refers to the ISPOR method, and continued with a validity and reliability test with statistical analysis. Statistical tests were carried out by testing questionnaires on office workers or white collar workers who were representative of the target population. The total number of respondents who participated was 112 people. Validity test is done by item validity test and factor validity test. The reliability test was carried out using the internal consistency test method using the Chronbachs Alpha value.
Results: The cross cultural adaptation process of SPS-6 has been successfully carried out so that it becomes a valid Indonesian version of SPS-6. The most significant change occured in the explanation of the health problem definition. In the item validity test and factor validity test, the correlation test between the item score of each dimension (work focus and psychological) with the total score of each dimension is significantly correlated. In the correlation test between the score of each item with the overall total score of the questionnaire significantly correlated. In the reliability test the value of Chronbachs Alpha was 0.523.
Conclusion: The Indonesian version of the SPS-6 questionnaire was declared valid and reliable, and proved to be used as an instrument to identify the health component of presenteeism for office workers (white collar workers) in Indonesia.
Keywords: presenteeism, work productivity, validity, reliability
"Pendahuluan: Suatu keadaan ketika karyawan hadir secara fisik di tempat kerja, tetapi mengalami penurunan kinerja dikenal dengan istilah presenteeism. Di Indonesia belum ada penelitian yang memberikan gambaran mengenai stressor kerja yang terjadi pada Polisi yang dihubungkan dengan presenteeism dan dibandingkan dari fungsi tugas nya. Penelitian pada polisi di Swedia berusaha mencari hubungan karakteristik pekerjaan dengan presenteeism dimana didapatkan hasil sebesar 47 % anggota polisi yang dilaporkan mengalami presenteeism. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stressor kerja dengan presenteeism terkait status kesehatan pada polisi dengan memperhatikan perbedaan antara polisi tugas operasional dan pembinaan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang perbandingan (comparative cross-sectional) menyertakan 220 polisi di Polres X sebagai responden yang dipilih dengan convenience sampling. Responden terdiri dari petugas polisi dari departemen administrasi dan departemen operasional dengan jumlah yang sama. Data dikumpulkan dengan menggunakan empat kuesioner yang telah divalidasi. Presenteeism dinilai dengan Stanford Presenteeism Scale-6 (SPS-6) versi Indonesia, stressor kerja dengan Survei Diagnosis Stres (SDS), stres dengan Self-Reporting Questionnaires-20 (SRQ-20), dan stressor bukan akibat kerja dengan Holmes and Rahe, juga karakteristik sosiodemografi dengan kuesioner Identitas Responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.
Hasil: Proporsi Presenteeism pada anggota polisi di Polres X yang memiliki presenteeism tinggi (high presenteeism) adalah sebesar 65,9%. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara fungsi tugas dan presenteeism terkait status kesehatan dengan nilai p <0,001; OR = 0,22; 95% CI (0,11-0,42), juga stressor kerja beban kerja kualitatif dengan nilai p = 0,008; OR = 0,30; 95% CI (0,12-0,73) yang menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap presenteeism pada polisi. Sedangkan variabel lainnya tidak ditemukan berhubungan.
Kesimpulan: Polisi dengan fungsi tugas operasional memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami presenteeism dibandingkan dengan polisi fungsi tugas pembinaan. Polisi dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori sedang-berat memiliki risiko lebih tinggi menjadi presenteeism dibandingkan dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori ringan.
Pendahuluan: Suatu keadaan ketika karyawan hadir secara fisik di tempat kerja, tetapi mengalami penurunan kinerja dikenal dengan istilah presenteeism. Di Indonesia belum ada penelitian yang memberikan gambaran mengenai stressor kerja yang terjadi pada Polisi yang dihubungkan dengan presenteeism dan dibandingkan dari fungsi tugas nya. Penelitian pada polisi di Swedia berusaha mencari hubungan karakteristik pekerjaan dengan presenteeism dimana didapatkan hasil sebesar 47 % anggota polisi yang dilaporkan mengalami presenteeism. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stressor kerja dengan presenteeism terkait status kesehatan pada polisi dengan memperhatikan perbedaan antara polisi tugas operasional dan pembinaan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang perbandingan (comparative cross-sectional) menyertakan 220 polisi di Polres X sebagai responden yang dipilih dengan convenience sampling. Responden terdiri dari petugas polisi dari departemen administrasi dan departemen operasional dengan jumlah yang sama. Data dikumpulkan dengan menggunakan empat kuesioner yang telah divalidasi. Presenteeism dinilai dengan Stanford Presenteeism Scale-6 (SPS-6) versi Indonesia, stressor kerja dengan Survei Diagnosis Stres (SDS), stres dengan Self-Reporting Questionnaires-20 (SRQ-20), dan stressor bukan akibat kerja dengan Holmes and Rahe, juga karakteristik sosiodemografi dengan kuesioner Identitas Responden. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik.
Hasil: Proporsi Presenteeism pada anggota polisi di Polres X yang memiliki presenteeism tinggi (high presenteeism) adalah sebesar 65,9%. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara fungsi tugas dan presenteeism terkait status kesehatan dengan nilai p <0,001; OR = 0,22; 95% CI (0,11-0,42), juga stressor kerja beban kerja kualitatif dengan nilai p = 0,008; OR = 0,30; 95% CI (0,12-0,73) yang menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap presenteeism pada polisi. Sedangkan variabel lainnya tidak ditemukan berhubungan.
Kesimpulan: Polisi dengan fungsi tugas operasional memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami presenteeism dibandingkan dengan polisi fungsi tugas pembinaan. Polisi dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori sedang-berat memiliki risiko lebih tinggi menjadi presenteeism dibandingkan dengan stressor kerja beban kerja kualitatif kategori ringan.
Introduction: A situation when an employee is physically present at work, but has decreased work performance is known as presenteeism. In Indonesia there are no studies that provide an overview of work stressor that occur in police related to presenteeism and compared to their task function. Research among Swedish police officer in 2011 found a relationship between job characteristics and presenteeism in which 47% of police officer reportedly experienced presenteeism.This study was aimed to know the relationship between work stressor and presenteeism related to health status of police by observing the difference between operational and administrative police.
Method: This research used a comparative cross sectional design with 220 police officer from a District Police Office as respondents selected by convenience sampling. The respondents consisted of the same number of the police officer from Administrative and Operational Department. Four validated questionnaires were used. Presenteeism was identified using with Stanford Presenteeism Scale-6 (SPS-6) Indonesian version, work stressor with Survey Diagnostic Stress (SDS), stress with Self Reporting Questionnaires-20 (SRQ-20), and non work stressor with Holmes and Rahe, as well as sociodemographic characteristics with questionnaire of respondents. The statistical test used was Chi-Square with a multivariate analysis using logistic regression test.
Result: The proportion of high presenteeism among the police was 65,9 %. This study show statistically significant relationship between operational task function with presenteeism related to health status with the result of p-value is <0,001; OR = 0,22; 95% CI (0,11-0,42), so does qualitative workload work stressor with the result of p-value is 0,008; OR = 0,30; 95% CI (0,12-0,73). It showed a statistically significant related to presenteeism among the police. Meanwhile, other variables were not significantly related to presenteeism.
Conclusion: The police with operational task function has a lower risk for presenteeism compared to the police with administrative task function. The police with moderate-severe category work stressor qualitative workload has a higher risk for presenteeism compared to mild category work stressor qualitative workload.
"