Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 81967 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sonia Mustikasari
"Tesis ini menganalisis alasan yang melatarbelakangi proyek China-Myanmar Economic Corridor (CMEC) pada akhirnya disepakati oleh Myanmar. Pertanyaan penelitian dari tesis ini adalah mengapa Myanmar menandatangani kesepakatan proyek infrastruktur CMEC dengan Tiongkok pada tahun 2018. Tesis ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode penelitian eksplanatif (explanatory research). Dalam menjawab pertanyaan penelitian, tesis ini menggunakan teori model adaptif politik luar negeri oleh James N. Rosenau. Terdapat tiga alasan yang melatarbelakangi Myanmar menandatangani proyek CMEC. Alasan pertama, Myanmar beradaptasi dengan perubahan di lingkungan eksternal (external change), yaitu faktor great power structure, aliansi, dan situational factors. Alasan kedua, Myanmar beradaptasi pada perubahan di lingkungan internal (internal change), yaitu pembangunan ekonomi dan akuntabilitas politik. Terakhir, kedua variabel tersebut menjadi bahan pertimbangan dari pemerintah Myanmar dan Aung San Suu Kyi untuk menandatangani proyek CMEC dengan Tiongkok. Berdasarkan dua variabel tersebut, ditemukan bahwa Myanmar menerapkan pola acquiescent adaptation sebagai bentuk adaptasi yang sebagian besar dipengaruhi oleh ketergantungannya pada Tiongkok.

This study analyzes the reasons behind Myanmar signed the China-Myanmar Economic Corridor (CMEC) project with China. The research question of this study is why Myanmar signed the CMEC infrastructure project agreement with China in 2018. This study uses a qualitative methods and explanatory research techniques. In answering research questions, this study uses the theory of the adaptive model in foreign policy by James N. Rosenau. There were three reasons behind Myanmar signing the CMEC project. First of all, Myanmar adapted to changes in the external environment, which is the factors of great power structure, alliances, and situational factors. Secondly, Myanmar also adapted in the internal environment changes, which is economic development and political accountability. Lastly, these two variables were taken into consideration by the government of Myanmar and Aung San Suu Kyi to finally signed the CMEC project with China. Based on these two variables, it was found that Myanmar adopted an acquiescent adaptation pattern that was largely influenced by its dependence from China."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liu, Jinxin
"This book is composed of the Lancang-Mekong Subregional Industrial Park Cooperation Research International Report and the Greater Mekong Subregion International Dry Port Construction and Operation Construction. Introduction and analysis of the general situation, status quo, construction significance, problems faced, and development prospects of dry port construction and operation, to provide readers with reference to relevant decision-making departments."
Kunming: Yunnan University Press, 2016
e20511206
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Steinberg, David I.
Conpenhagen: Nias Press, 2012
327.5 STE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Anggita Nurcahyani
"Penelitian ini membahas diplomasi yang digunakan oleh Jepang dalam menghadapi kebangkitan dan dominasi kekuatan ekonomi Tiongkok di kawasan Asia Tenggara, khususnya di negara Myanmar. Penelitian ini difokuskan pada periode tahun 2012 hingga 2017; pada saat Myanmar mengalami proses reformasi dan Shinzo Abe naik menjadi perdana menteri Jepang. Konsep diplomasi publik dan triangular diplomacy digunakan untuk mengidentifikasi strategi dan diplomasi yang digunakan Jepang di Myanmar dengan menganalisa hubungan antara pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan perusahaan, dan perusahaan dengan perusahaan. Penelitian ini juga membahas pergerakan Tiongkok dan Jepang di Myanmar sebelum dan sesudah reformasi politik dan ekonomi Myanmar. Myanmar yang sebelumnya merupakan salah satu negara kurang berkembang di kawasan Asia Tenggara, dan bahkan di dunia, perlahan menanjak naik dan menjadi negara yang cukup potensial. Peningkatan yang dialami oleh Myanmar ini diawali oleh reformasi politik dan ekonomi di tubuh Myanmar. Tiongkok dan Jepang kemudian menggunakan Myanmar sebagai batu loncatan bagi mereka untuk menguasai kawasan Asia Tenggara. Namun Tiongkok yang sudah mendapatkan handicap awal di Myanmar, menjadikan Jepang harus bekerja ekstra dengan berbagai diplomasi dalam menempatkan pengaruhnya di Myanmar. Penelitian ini berargumen bahwa diplomasi yang digunakan Jepang belum mampu menghadapi dan menekan dominasi ekonomi Tiongkok di Myanmar.

This research explains Japan's diplomacy in facing China's economic rise and domination in the Southeast Asia region, especially in Myanmar. This research is focused on the 2012-2017 time period; when Myanmar was undergoing a reformation process and Shinzo Abe was made as the new Japan prime minister. The public diplomacy and triangular diplomacy concept is used to identify Japan's strategy and diplomacy in Myanmar by analyzing the relations between government to government, government to corporate, and corporate to corporate. This research also explains China and Japan movements in Myanmar before and after the political and economic reformation. Myanmar which was one of the least developed countries in the Southeast Asia region, and even in the world, is slowly rising up and becomes quite a potential country. Myanmar's improvement was started by the political and economic reformation in Myanmar's body. China and Japan then use Myanmar as their stepping stone to conquer the Southeast Asia region. However, China has already had an early handicap in Myanmar, and this makes Japan works twice harder with various diplomacies in placing its influence in Myanmar. This research argues that Japan's diplomacy has not yet able to face and contain China's economic domination in Myanmar.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Maulana Ichsan
"Tesis sarjana ini membahas bentuk keterlibatan militer Pakistan dalam proyek Koridor Ekonomi Pakistan Tiongkok (CPEC). Pakistan memiliki sejarah dominasi militer dalam pemerintahan. Militer Pakistan pernah melakukan kudeta terhadap pemerintah sipil untuk mendapatkan kekuasaan. Namun, meskipun Pakistan saat ini dipimpin oleh pemerintah sipil, militer masih dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang terjadi. Ini menciptakan kondisi Negara Praetorian. Akibatnya, dominasi militer dalam pemerintahan menyebabkan pertumbuhan bisnis militer di negara ini. Bisnis militer bertujuan untuk menghasilkan keuntungan bagi militer itu sendiri. Perusahaan milik militer sudah terlibat dalam berbagai proyek di dalam negeri. Proyek Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC) adalah peluang bagi bisnis militer untuk terlibat dalam proyek tersebut. Karena militer masih mendominasi proses pengambilan keputusan yang terjadi, militer menggunakan alasan keamanan dan praktik militer dalam mengembangkan negara untuk terlibat dalam proyek CPEC. Akibatnya, militer berpartisipasi dalam proyek CPEC, mulai dari menetapkan kebijakan keamanan, mengerahkan pasukan untuk menjaga mereka hingga keterlibatan perusahaan milik militer dalam proyek CPEC.

This undergraduate thesis discusses the form of Pakistani military involvement in the China Pakistan Economic Corridor (CPEC) project. Pakistan has a history of military dominance in government. The Pakistani military staged a coup against the civilian government to gain power. However, even though Pakistan is currently led by a civilian government, the military can still influence the decision making process that occurs. This created the conditions of the Praetorian State. As a result, military dominance in government led to the growth of military business in the country. Military business aims to generate profits for the military itself. Military-owned companies have been involved in various projects in the country. The China-Pakistan Economic Corridor Project (CPEC) is an opportunity for military businesses to get involved in the project. Because the military still dominates the decision-making process that occurs, the military uses security reasons and military practices in developing countries to get involved in CPEC projects. As a result, the military participated in the CPEC project, ranging from establishing security policies, mobilizing troops to guard them to the involvement of military-owned companies in the CPEC project."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avina Nadhila Widarsa
"Setelah terlibat konflik politik selama lebih dari enam dekade, Cina mengambil sebuah kebijakan yang fenomenal dalam hubungannya dengan Taiwan. Pada tanggal 29 Juni 2010 disepakati suatu kerangka kerjasama ekonomi yang ditandatangani oleh Association for Relations Across Taiwan Straits (ARATS) yang mewakili pemerintah Cina dan Strait Exchange Foundation (SEF) yang mewakili pemerintah Taiwan. Penandatanganan Cross Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) ini menandai babak baru dalam hubungan lintas selat. Walaupun perjanjian tersebut bertujuan untuk meningkatkan kerjasama ekonomi yang resiprokal dan setara, dalam isi perjanjian ECFA justru lebih menguntungkan Taiwan daripada Cina. Dalam ECFA disepakati kedua pihak sepakat untuk menurunkan tarif pada produk - produk ekspornya hingga 0%. Cina bersedia menurunkan tarif bagi 539 produk impor dari Taiwan, sementara Taiwan hanya bersedia menurunkan tarif bagi 267 produk impor dari Cina. Jelas terdapat ketidakseimbangan dalam kesepakatan ekonomi tersebut. Menjadi pertanyaan yang menarik, mengapa Cina tetap mau menandatangani perjanjian yang sudah jelas merugikan baginya secara ekonomi Melalui kerangka pemikiran economic statecraft, penelitian ini mengidentifikasi bahwa Cina memiliki memiliki kepentingan di balik penandatanganan ECFA. Adapun kepentingan politik Cina dalam penandatanganan ECFA adalah sebagai tahap awal untuk mencapai reunifikasi secara damai dengan Taiwan dan sebagaim pembuktian upaya peaceful development yang dilakukan Cina di kawasan Asia Timur. Selain itu, Cina juga memiliki kepentingan ekonomi untuk menjaga aliran dana investasi langsung dari Taiwan yang menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi Cina.

After six decades full of hostility and political tension, China took an extraordinary action regarding her relation towards Taiwan. On June 29, 2010, an economic cooperation framework agreement was signed between Association for Relations Across Taiwan Straits (ARATS) as a representative of government of China and Strait Exchange Foundation (SEF) as a representative of government of Taiwan. The signing of Cross Strait Economic Cooperation Framework Agreement (ECFA) was marking the new era of cross strait relations. While looking to improve economic cooperation reciprocally and equally, this agreement is more favor Taiwan instead of China. China agreed to reduce tariffs until 0% for 539 Taiwan export goods, while Taiwan only agreed to reduce tariffs for 267 China export goods. It is likely that China will face economic disadvantages because of this agreement. Then, the question is why China wants to sign this agreement although it doesn't give maximum advantages to her economy. Through the analysis from economic statecraft and economic cooperation as conceptual framework, this research pointed out that China has political and economic interest within this agreement. This research identified China's interest on ECFA as initial step to achieve peaceful reunification with Taiwan and as a way for China to prove the peaceful development strategy in East Asia region. Moreover, China also has economic interest towards ECFA which is to make sure Taiwan's FDI still come to China."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Singapore: Institute of Southeast Asian Studies , 1990
338.959 105 MYA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimatul Ula
"Tesis ini membahas strategi yang digunakan Cina dalam mempertahankan kepentingannya di Myanmar. Dan bagaimana strategi tersebut jika dibandingkan dengan strategi yang digunakan ASEAN. Dengan menggunakan soft power sebagai kerangka teorinya, tesis ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut dilihat dari aspek ekonomi, politik, dan militer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua strategi yang digunakan Cina lebih efektif bila dibandingkan dengan strategi yang digunakan ASEAN. Hal ini dikarenakan semua strategi yang digunakan Cina dapat memenuhi kebutuhan politik, militer, dan ekonomi Myanmar. Strategi yang digunakan Cina adalah strategi politik non-intervention, strategi ekonomi dengan kerjasama bilateral dan pemberian bantuan dan pinjaman, strategi militer dengan kerjasama persenjataan, dan juga strategi kontekstual HAM Cina.

This study is focuced on the strategy used by Cina in keeping his national interest in Myanmar. Moreover, this study also compares the strategy used by Cina and ASEAN. Soft power is used as the theory framework to get the answer of thi study. The result of this study shows that all the strategy that Cina used are more efective that the ASEAN's. It is because those strategy fulfill what Myanmar need. Those strategoes are non-intervention, bilateral cooperation, aids, and loans; arms trade cooperation, and also contextual Cina's human rights."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T28925
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Prayitno S
"Oleh karena luasnya wilayah dan beragamnya masyarakat di Indonesia, sudah seharusnya ada pembagian kewenangan urusan pemerintahan antara peme-rintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah daerah membutuhkan dana dalam menjalankan urusan pemerintahan dengan baik. Keuangan pemerintah daerah harus lebih diperhatikan dan diberikan kewenangan lebih seperti memperluas pu-ngutan pajak daerah. Pajak rokok merupakan salah satu perluasan pungutan yang diserahkan pemungutannya kepada Pemerintah Daerah berdasarkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Namun, terhadap pemanfaatannya pajak rokok yang tidak jelas menim-bulkan persoalan hukum, karena ada aturan lain yaitu Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (PERPRES JKS) yang menambahkan pemanfaatan pajak selain dari yang di atur dalam UU PDRD, yaitu untuk penda-naan program jaminan kesehatan yang diselenggrakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan). Ketidakpastian hukum tersebut akan menim-bulkan ketidakpercayaan para investor untuk berinfestasi di Indonesia, khususnya di daerah dan pembangunan ekonomi daerah akan terhambat. Sehinggga perma-salahan dalam penelitian ini adalah tetang pengaturan pajak rokok di Indonesia dan kontradiksi pemanfaatan pajak rokok dan pengaruhnya terhadap pembangu-nan ekonomi daerah. Penelitian ini dilakukan  menggunakan penelitian yuridis normatif dan pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Teknik pengumpulan data dalam penulisan ini dila-kukan dengan cara Penelitian Kepustakaan. Pengaturan pajak rokok di Indonesia diatur dalam UU PDRD. Undang-undang ini mengatur mengenai subjek pajak rokok, objek pajak rokok, dasar pengenaan pajak rokok, tarif pajak rokok, per-hitungan pajak rokok, dana bagi hasil rokok kepada kabupaten/kota. Ketentuan mengenai pemanfaatan pajak rokok untuk program jaminan kesehatan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU PDRD, karena pemerintah pusat telah memberikan kewengan mengenai pajak rokok kepada pemerintah daerah melalui UU PDRD, sehingga pemanfaatan pajak rokok seharusnya dike-lola oleh pemerintah daerah. Tetapi, dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 66P/HUM/ 2019, yang menyatakan bahwa pemanfaatan dalam ketentuan Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi. Putusan tersebut tidak mencerminkan keadilan di dalam masyarakat. Majelis Hakim seharusnya dalam memutuskan suatu perkara hukum seharusnya secara komprehensif dan mendalam.


Because of the vast territory and diversity of society in Indonesia, there should be a division of authority in government affairs between the central government and regional governments. Local governments need funds to carry out government affairs properly. Regional government finances should be paid more attention and given more authority such as expanding local tax collection. Cigarette tax is one of the expansion of levies handed over to local governments based on Law No. 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Retribu-tion (PDRD Law). However, the unclear use of cigarette taxes raises legal prob-lems, because there are other regulations, namely Presidential Regulation Number 82 of 2018 concerning Health Insurance (PERPRES JKS) which adds to the use of taxes other than those regulated in the PDRD Law, namely for funding health insurance programs. which is organized by the Health Social Security Adminis-tration (BPJS Kesehatan). This legal uncertainty will lead to distrust of investors to invest in Indonesia, especially in the regions and regional economic deve-lopment will be hampered. So that the problem in this research is about the regu-lation of cigarette taxes in Indonesia and the contradiction in the use of cigarette taxes and their effects on regional economic development. This research was con-ducted using normative juridical research and the approach taken was the statu-tory approach. Data collection techniques in this writing are carried out by means of library research. The cigarette tax regulation in Indonesia is regulated in the PDRD Law. This law regulates the subject of cigarette tax, cigarette tax object, the basis of cigarette tax imposition, cigarette tax rate, calculation of cigarette tax, cigarette profit sharing fund to regencies/cities. Provisions regarding the use of ci-garette tax for the health insurance program are contrary to the provisions stipu-lated in the PDRD Law, because the central government has granted authority regarding cigarette taxes to local governments through the PDRD Law, so the uti-lization of cigarette tax should be managed by the local government. However, with the Supreme Court Decree Number 66P / HUM / 2019, which states that the utilization in the provisions of Presidential Regulation No. 82 of 2018 on Health Insurance does not contradict the provisions in Law No.28 of 2009 concerning Regional Taxes and Retribution. The ruling did not reflect justice in society. The Panel of Judges should decide in a legal case in a comprehensive and in-depth manner."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari A. Perdana
"Comparing the economic development in China and India has been interesting. While one has experienced an impressive economic growth performance, the other seemed to take a slower path. One popular argument says that the answer lies on China's success on attracting foreign capital. This argument is supported by some stylized facts related to the explanation for a country's attractiveness for foreign capital.
The main idea of this essay is that China's relative success over India is a result of its unique characteristics. The purpose of this essay is to deliver supporting arguments for such hypothesis by analyzing the stylized facts. The readers should note that the scope of this essay is the internal determinants of the relatively different speeds of reforms, rather than the policy analysis.
The essay is presented in three parts. The first part reviews the identical conditions which both countries shared in the beginning. The second part shows the different success stories. The third part is the comparison of some unique conditions which influenced the different outcomes of development. "
2001
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>