Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203276 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pascalis Dwi Rosario Deno
"Curah hujan merupakan salah satu input data yang memiliki peranan penting dalam permodelan hidrologi. Data curah hujan biasanya diperoleh dari stasiun pencatat curah hujan yang tersebar menurut koordinatnya. Data curah hujan yang tersedia sering kali mengalami kekurangan yang disebabkan oleh terbatasnya sebaran dan jumlah stasiun pencatat hujan yang ada. Medan, bentuk topografi serta biaya besar juga mempengaruhi ketersediaan dari stasiun pencatat curah hujan itu sendiri. Alternatif lain untuk memperoleh data curah hujan salah satunya adalah satelit hujan. Dalam hal ini satelit hujan yang tersedia ada berbagai macam jenisnya dan memiliki kemampuan memperoleh gambaran spasial dengan resolusi yang berbeda-beda. Salah satu data curah hujan harian yang akan digunakanan pada penelitian ini bersumber dari CHIRPS. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah melakukan analisis perbandingan curah hujan satelit CHIRPS dengan data hujan yang terdapat pada stasiun hujan di DAS Ciliwung Hulu dan DAS Garang Hulu pada rentang waktu tertentu sesuai dengan ketersediaan data curah hujan harian pada stasiun hujan di lokasi kedua DAS tersebut. Data yang dianalisis akan menentukan reliabilitas dari CHIRPS terhadap data hujan pada stasiun pencatat hujan. Data CHIRPS ini akan dianalisis lebih lanjut terkait persamaan dan perbedaannya dengan data stasiun hujan. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa data CHIRPS tidak reliabel atau berkorelasi rendah terhadap data curah hujan harian stasiun pencatat hujan pada kedua DAS. Selisih antara hujan harian atau delta data dari kedua sumber data juga menunjukan bahwa data curah hujan harian cenderung berbeda antar kedua sumber data. Perbedaan-perbedaan ini dianalisis lebih lanjut untuk memperoleh jumlah data yang reliabel dengan melakuakan filter data menggunakan kriteria error berkisar antara nol hingga 0,4 persen. Hasil filter data menunjukan bahwa rata-rata data yang reliabel hanya sebesar 0,9 persen dari total data yang tersedia untuk masing-masing stasiun hujan pada DAS Ciliwung Hulu dan Garang Hulu. Perbedaan dan persamaan data ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti letak serta topografi lokasi kedua DAS dan cara kerja satelit hujan dalam memperoleh data melalui gelombang elektromagnetik yang sangat dipengaruhi oleh kondisi dari objek atau awan.

Rainfall is one of the input data that has an important role in hydrological modelling. Rainfall data is usually obtained from rainfall recording stations which are scattered according to their coordinates. Available rainfall data often suffers from deficiencies caused by the limited distribution and number of existing rain recording stations. Terrain, topography and high cost also affect the availability of the rainfall recording station itself. Another alternative to obtain rainfall data, one of which is a rain satellite. In this case there are various types of rain satellites available and have the ability to obtain spatial images with different resolutions. One of the daily rainfall data that will be used in this study comes from CHIRPS. The purpose of writing this thesis is to carry out a comparative analysis of CHIRPS satellite rainfall with rain data contained in rain stations in the Ciliwung Hulu watershed and Garang Hulu watershed at certain time intervals according to the availability of daily rainfall data at rain stations in the two watershed locations. The data analyzed will determine the reliability of CHIRPS against rain data at rain recording stations. The CHIRPS data will be analyzed further regarding the similarities and differences with the rain station data. The results obtained show that the CHIRPS data is not reliable or has a low correlation with the daily rainfall data of rain-recording stations in both watersheds. The difference between the daily rainfall or delta data from the two data sources also shows that the daily rainfall data tends to differ between the two data sources. These differences were further analyzed to obtain a reliable amount of data by filtering the data using error criteria ranging from zero to 0.4 percent. The results of the data filter show that the average reliable data is only 0.9 percent of the total available data for each rain station in the Upper Ciliwung and Garang Hulu watersheds. The differences and similarities in this data can be caused by several factors such as the location and topography of the two watersheds and the way the rain satellite works in obtaining data through electromagnetic waves which are strongly influenced by the conditions of objects or clouds.

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Winarni
"Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat variabel, balk
dalam sekala ruang dan waktu. Selain berdasarkan ruang dan
waktu, curah hujan juga bervariasi dengan nilai rata-ratanya.
Seiisih antara jumiah curah hujan atau frekuensi hari hujan
dengan niiai rata-ratanya disebut variabilita.
Maksud dari penulisan mi ada].ah untuk mengungkapkan gainbaran
variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan dan kaitarinya
dengan nilai rata-rata, serta untuk mengetahui perbandingan
antara kedua variabilita mi di Daerah Aliran Kali
Serayu, Jawa Tengah.
Permasalahan dalani penelitian mi adalah:
1. Bagaitnana distribusi juinlah curah hujan dan frekuensi
hari hujan berdasarkan periode bulanan dan tahunan ?
2. Bagaimana kaitan antara variabilita curah huj
frekuensi hari hujan dengan nhlal rata-rata pada
bulanan dan tahunan ?
3. Bagaimana perbandingan antara variabilita curah
dengan variabiiita frekuensi hari hujan di Daerah
Kali Serayu ?
Metode analisis yang digunakan adaiah anaiisa korelasi peta
dibantu dengan graf 1k, yaitu korelasi peta-peta curah hujan
dan frekuensi hari hujan dengan ketinggian dan variabiiitanya.
Pembuatan graf 1k untuk melihat perbandingan antara
variabilita curah hujan dengan vaniabilita frekuensi han
hujan.
Berdasarkan hasil analisa dapat diketahui bahwa
Wiiayah curah hujan tertinggi dan frekuensi hari hujan tertinggi
terdapat pada ketinggian di atas 100 meter dpi.
Wiiayah curah hujan terendah terdapat pada ketinggian kurang
dari 1000 meter dpi dan pada ketinggian lebih dari 2000
meter dpi di lereng Gunung Prahu-Gunung Sundoro. Sedangkan
wilayah frekuensi hari hujan terendah terdapat pada ketinggian
kurang dari 100 meter dpi. Jumiah curah hujan dan frekuensi hari hujan tertinggi umunrnya jatuh pada bulan
Desember, sebagian pada bulan Januari. Sedangkan jumlah
terendah uinumnya pada bulan Agustus.
Kaitan variabilita curah hujan dan frekuensi hari hujan
dengan nilai rata-rata umumnya berbanding terbalik. Tetapi
ada juga yang berbandthg lurus, seperti di wilayah Titnur DAS
untuk curah hujan tahunan. Dan di wilayah Barat Laut DAS
untuk frekuensi hari hujan bulan Agustus, dan di wilayah
tengah DAS untuk frekuerisi hari hujan tahunan.
Variabilita frekuensi hari hujan umuxnnya lebih rendah dibandingkan
dengart variabilita curáh hujan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah
"Jumlah curah hujan disuatu tempat sering dinyatakan dengan
keadaan rata-ratanya dalam sekala waktu yang panjang.
Pernyataan dengan rata-rata kenyataannya menyembunyikan
variabilitas jumlah hujan dalam sekala waktu yang lebih
pendek. Dengan menggunakan pendekatan statistik, yaitu
membandingkan besarnya penyimpangan jumlah hujan pada suatu
waktu terhadap rata-ratanya dalam sekala waktu yang pan
jang. maka nilai variabilitas secara rata-rata dapat diketahui.
Pola curah hujan di Propinsi Lampung sedikit berbeda dengan
propinsi-propinsi lain di Sumatera. Propinsi Lampung yang
mempunyai pantai Barat dan pantai Timur, curah hujan maksimum
di pantai Barat tidak selalu jatuh pada bulan November.
Jika berpegang pada dalil umum bahwa pantai Barat suatu
pulau mempunyai curah hujan yang lebih besar dari pantai
Timurnya, maka di Propinsi Lampung menunjukan sedikit
heterogenita dalam pola.
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui
distribusi curah hujan rata-rata bulanan dalam kaitannya
dengan variabilitas curah hujan bulanan di Propinsi
Lampung. Masai ah yang diajukan adalah:
1. Bagaimana distribusi curah hujan rata-rata di propinsi
Lampung dan faktor apa yang mempengaruhinya?
2. Dimana dan kapan di Propinsi Lampung terjadi variabi
litas jumlah hujan tertinggi dan terendah ?
3. Sejauh mana kaitan curah hujan rata-rata dengan variabilitasnya
di wilayah penelitian ?
Satuan analisis yang digunakan adalah satuan wilayah
pengamat hujan yang mencakup 46 stasiun. Analisa yang
dilakukan adalah korelasi peta diperkuat dengan uji
statistik (korelasi r Pearson) untuk mengetahui hubungan
antara curah hujan rata-rata dan variabi1itasnya dengan
ketinggian dan hubungan antara curah hujan rata-rata dengan
variabilitasnya.
Kesimpulan yang diperoleh adalah : Distribusi curah hujan
rata-rata tinggi sampai tertinggi terdapat di sekitar pantai Barat pada ketinggian 0 - 100 m dpi terjadi pada
bulan September sampai Januari dan di wilayah pedalaman
pada ketinggian dibawah 100 meter dpi, terjadi pada bulan
Desember sampai Maret. Di bagian Selatan wilayah penelitian
curah hujan tinggi terjadi pada bulan Januari. Untuk
curah hujan rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan
Juli dan Agustus.
Faktor yang • mempengaruhi pola distribusi curah hujan
i)ulanan adalah faktor arah lereng, arah angin dan letak
DKAT.
Nilai Variabilitas curah hujan bulanan tinggi terdapat pada
region curah hujan rata-rata rendah, yaitu di bagian Sela
tan wilayah penelitian dan terjadi pada bulan Juli dan
Agustus, selain itu terdapat juga di sekitar pantai Timur
yang terjadi pada bulan Maret dan April, sedangkan nilai
variabilitas rendah terdapat di wilayah dengan jumlah curah
hujan rata-rata tinggi, yaitu di pantai Barat dan wilayah
pedalaman yang terjadi pada bulan Oktober sampai Maret.
Dalam kaitannya dengan ketinggian , variabilitas curah
hujan menghasilkan hubungan positif yang lemah, artinya
variabilitas curah hujan di wilayah penelitian tidak'
dipengaruhi oleh ketinggian.
Hubungan antara curah hujan rata-rata dengan variabi1itasnya
umumnya berbanding terbalik, artinya jika curah hujan
rata-rata tinggi maka nilai variabi1itasnya akan rendah dan
jika curah hujan rata-rata rendah maka variabi1itasnya akan
tinggi. Hubungan terbalik antara curah hujan rata-rata
dengan variabi1itasnya cenderung lebih nyata pada bulanbulan
basah (Oktober - Maret"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selo Sukardi
"Hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting. Menurut Sandy (1985) faktorfaktor
yang mempengaruhi turunnya hujan di suatu tempat adalah
- letak Daerah Konevergensi Antar Tropik (DKAT)
- bentuk medan
- arah hadapan lereng (eksposure)
- arah angin sejajar garis pantai, dan
- jarak perjalanan angin diatas medan datar if—J
Adanya keragaman faktor-faktor tersebut menyebabkan besarnya curah hujan yang
jatuh di muka bumi bervadasi menurut ruang dan waktu. Selain bervariasi menurut
ruang dan waktu,curah hujan juga bervadasi dengan nilai rata-ratanya.Perbedaan
antara jumlah curah hujan dengan nilai rata-ratanya disebut Variabilita
Daerah Aliran Ci Sadane terletak di Propinsi Jawa Barat. Keadaan topografi yang
bervadasi tentunya juga mempengaruhi banyak sedikitnya hujan yang jatuh di
wilayah ini. Bertitik tolak dari hal tersebut, 'maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui variabilita jumlah curah hujan bulanan di DA Ci Sadane serta kaitannya
dengan ketinggian di DAS tersebut.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana distribusi curah hujan berdasarkan periode bulanan di DA Ci
Sadane ?
2. Bagaimana variabilita curah hujan bulanan dan kaitannya dengan ketinggian
wilayah di DA Ci Sadane ?
Data yang digunakan adalah data curah hujan tahun 1917-1941 (Publikasi
Regenwaamemingen 1917-1941).
Metode analisis yang digunakan adalah analisa korelasi peta dibantu dengan grafik,
yaitu antara peta-peta :
1. Peta Ketinggian dengan Peta Curah Hujan Rata-rata Bulanan
2. Peta Ketinggian dengan Peta Variabilita Curah Flujan Bulanan
3. Peta Curah Hujan Rata-rata Bulanan dengan Peta Variabilita Curah Hujan
Bulanan. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa :
Wilayah curah hujan tinggi terdapat pada wilayah ketinggian diatas 100 meter.
Wilayah curah hujan rendah terdapat wilayah ketinggian dibawah 100 meter.
Jumlah curah hujan rata-rata bulanan maksimum umumnya jatuh pada bulan
Desember dan Januari dan jumlah curah hujan rata-rata bulanan minimum
umumnya jatuh pada bulan Juli dan Agustus.
Nilai variabilita curah hujan bulanan tinggi umumnya terdapat pada ketinggian di
bawah 100 meter, dan sebaliknya.
Pada bulan Juli - Agustus, wilayah penelitian didominasi oleh distribusi koefisien
variasi sedang atau tinggi, dan sebaliknya pada bulan Desember - Januari, wilayah
penelitian didominasi oleh distribusi koefisien variasi rendah atau sedang.
Wilayah dengan nilai variabilita curah hujan bulanan rendah umumnya memiliki
jumlah curah hujan rata-rata tinggi, dan sebaliknya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Wirawan
"Fenomena iklim skala global seperti ENSO (El Nino South Oscilation), yang
berpusat di Lautan Pasifik bagian tengah dan timur sekitar ekuator (daerah
pusat ENSO), dapat mempengaruhi fenomena cuaca lain seperti skala
regional dan skala lokal di Indonesia, karena letak Indonesia yang
berdekatan dengan daerah pusat ENSO. Selain El Nino yang membawa
pengaruh terhadap iktim kering di sebagian besar wilayah Indonesia, maka
La Nina cenderung membawa pengaruh tertiadap kenaikan jumlah curah
hujan di Indonesia terutama Sumatera, Jawa dan Kalimantan. La Nina yang
ditandai dengan turunnya temperatur muka perairan di daerah pusat ENSO
hingga 60Celcius dari normalnya, menyebabkan perubahan sirkulasi
atmosfer di sekitarnya, untuk wilayah Indonesia akan menyebabkan
meningkatnya aktifitas awan hujan. Penelitian mi bermaksud untuk
mengetahul kenaikan curah hujan akibat pengaruh La Nina periode April-
September di pantai Utara Jawa bagian barat pada tahun 1961 —1990,
dimana periode La Nina diidentifikasi dengan menggunakan parameter
Indeks Osilasi Se!atan (lOS) clan Suhu muka Laut (SML), yang disesuaikan
untuk melihat selisih kenaikan curah hujan pada 6 bulan tersebut. Hash
penelitian menunjukkan adanya indikasi perubahan curah hujan buanan
pada saat La Nina, dibandingkan kondisi normalnya. Dimana kenaikan
tertinggi terjadi di bagian timur wilayah penelitian, selanjutnya ke arah barat
menunjukkan pola unrnhJtnang."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deyana Lutfita Kanos
"ABSTRAK
Tanah longsor merupakan bencana geologi terbesar ke tiga dan seringkali terjadi di beberapa wilayah di Indonesia seperti Kabupaten Kebumen yang sering mengalami tanah longsor yakni memiliki 398 kejadian longsor selama 8 tahun terakhir dikarenakan letak geografis daerah tropis yang memiliki curah hujan tinggi hingga 4000 mm/tahun yakni pada 1984. Sehubungan dengan perubahan iklim, terdapat prediksi kecenderungan perubahan frekuensi curah hujan pemicu longsor terbagi dalam tiga kategori; 51-100 mm/hari, 71-140 mm/3 hari, 81-160 mm/5 hari, 101-200 mm/10 hari diperhitungkan menggunakan metode Mann-Kendall yang ditempatkan berdasarkan wilayah Poligon Thiessen. Keterkaitan antara kecenderungan perubahan frekuensi curah hujan yang di overlay dengan kejadian longsor merupakan tujuan dari penelitian ini sehingga dapat terlihat bagaimana kecenderungan curah hujan di masa mendatang pada wilayah rawan tanah longsor. Hasil analisis kecenderungan perubahan curah hujan menunjukkan bahwa terdapat peningkatan frekuensi curah hujan yang signifikan di beberapa wilayah seperti Merden dan Mirit serta menurun seperti di Pudourip dan Rantewringin. Kejadian longsor tinggi didominasi pada bagian utara dan barat daya Kabupaten Kebumen dan pada wilayah meningkat signifikan jumlah kejadian longsor adalah rendah.

ABSTRACT
Landslide was the third greatest geological disaster often in some regions in Indonesia like in Kebumen Regency that often have landslide case and have 398 landslide case at last 8 years caused by tropical location which have high rainfall up to 4000 mm year like at 1984. In the connection with the climate changes, there is prediction about trend of the rainfall frequency landslide triggers divided in three class 51 ndash 100 mm day, 71-140 mm 3 days, 81-160 mm 5 days, and 101-200 mm 10 days that predicted by Mann Kendall methods located by Poligon Thiessen area. Spatial analysis used to describe linkages between trend of rainfall that overlayid with landslide case. Linkages between trend of rainfall frequency overlayid with landslide case was the aims of this research to see how the trend of rainfall frequency in future at prone of landslide. The result of the analysis trend of rainfall frequency show there was significant increase in some regions like Merden and Mirit and decrease of trend of rainfall frequency like in Pudourip and Rantewringin. High number of landslide case north and southwest area and at significant increase area dominant low number of landslide case."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani Retno Sawitri
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S33529
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Mahdi
"Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang sangat bervariasi terhadap ketinggian dalam distribusi spasial dan temporalnya. Distribusi curah hujan spasial dan temporal didapatkan dari radar cuaca dan stasiun observasi. Melalui pemetaan spasial dan temporal penelitian ini akan mengungkapkan perbandingan distribusi curah hujan antara radar cuaca dengan stasiun observasi curah hujan terhadap ketinggian.
Hasil pengolahan data menunjukan distribusi curah hujan terbanyak pada ketinggian 500-1.000 mdpl dimana semakin tinggi ketinggian tempat maka distribusi curah hujannya semakin menurun baik dari hasil radar cauca maupun stasiun observasi. Analisis temporal memberikan hasil kesamaan waktu kejadian curah hujan tertinggi dari radar cuaca dan stasiun observasi pada pukul 12:00 sampai 18:00.

Rainfall is one of the climate element that highly variable from elevation in spatial and temporal distribution. The spatial and temporal rainfall distribution obtained from weather radar and observation stations. This research will reveal rainfall distribution comparison between weather radar with rainfall observation station of elevation. Through spatial and temporal mapping of.
The results of data processing shows rainfall distribution at an altitude 500-1.000 meters above sea level where the higher altitude of the distribution of rainfall decreases both from the weather radar and observation stations. Temporal analysis provides results in common occurrence time of the highest rainfall weather radar and weather observation station at 12:00 to 18:00.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Aliyo Ghinannafsi
"Hujan merupakan salah satu parameter penting dalam proses hidrologi. Pengukuran curah hujan oleh stasiun pengukur hujan belum dapat mewakili sebaran spasial dan temporal. Di daerah pegunungan, sebaran spasial hujan sangat bervariasi dan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah dengan topografi yang lebih rendah. DAS Ciliwung bagian hulu terletak di area pegunungan dengan elevasi 297-2982 mdpl, sedangkan area hilir terletak di area dekat pantai dengan elevasi 0-25 mdpl. Lokasi penelitian ini dilakukan di DAS Ciliwung karena salah satu DAS paling kritis di Indonesia dengan masifnya pembangunan yang berpengaruh terhadap fenomena banjir di bagian hilir, yaitu Jakarta. Radar cuaca merupakan salah satu instrumen yang dapat merepresentasikan kondisi spasial dan temporal hujan dengan lebih baik. Namun, setelah dievaluasi data curah hujan berbasis radar cuaca belum sesuai terhadap data stasiun pengukur hujan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melakukan koreksi dan evaluasi kesesuaian data curah hujan berbasis radar cuaca terhadap stasiun pengukur hujan di DAS Ciliwung. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data curah hujan dari radar cuaca C-Band dan stasiun pengukur hujan di 6 titik area hulu dan 9 titik area hilir. Metode koreksi data curah hujan berbasis radar cuaca menggunakan metode koreksi kalibrasi. Uji kesesuaian dilakukan menggunakan tiga metode, yaitu Nash Sutcliffe Efficiency (NSE), Root Mean Square Error (RMSE), dan Percent Bias (PBias). Perolehan hasil NSE, RMSE, dan PBias menggunakan data curah hujan radar cuaca setelah dikoreksi menunjukkan bahwa metode koreksi kalibrasi yang digunakan mampu meningkatkan tingkat akurasi dan keandalan data curah hujan secara signifikan walaupun di beberapa titik penelitian secara numerik masih belum memenuhi persyaratan. Hasil terbaik terdapat di Stasiun Pulomas yang ditandai dengan perubahan nilai NSE dari 409,06 menjadi 0,62; nilai RMSE dari 574,66 menjadi 17,54; dan nilai PBias dari 2062,02 menjadi -30,84. Secara tren pencatatan data curah hujan juga sudah sesuai dengan data stasiun pengukur hujan sehingga mampu menggambarkan pola hujan di DAS Ciliwung.

Rain is one of the important parameters in the hydrological process. Rainfall measurements by rain measuring stations cannot yet represent spatial and temporal distribution. In mountainous areas, the spatial distribution of rainfall varies greatly and tends to be higher than in areas with lower topography. The upstream part of the Ciliwung watershed is located in a mountainous area with an elevation of 297-2982 meters above sea level, while the downstream area is located in an area near the coast with an elevation of 0-25 meters above sea level. The location of this research was carried out in the Ciliwung watershed because it is one of the most critical watersheds in Indonesia with massive development that affects the phenomenon of flooding downstream, namely Jakarta. Weather radar is one of the instruments that can better represent the spatial and temporal conditions of rain. However, after evaluation, rainfall data based on weather radar is not in accordance with the data of rain measuring stations. Therefore, this study aims to correct and evaluate the suitability of weather radar-based rainfall data for rain measuring stations in the Ciliwung watershed. The data used is secondary data in the form of rainfall data from C-Band weather radar and rain measuring stations at 6 points in the upstream area and 9 points in the downstream area. The rainfall data correction method based on weather radar uses the calibration correction method. The conformity test was carried out using three methods, namely Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE), Root Mean Square Error (RMSE), and Percent Bias (PBias). The results of NSE, RMSE, and PBias using weather radar rainfall data after correction show that the calibration correction method used is able to significantly improve the accuracy and reliability of rainfall data even though at some research points numerically it still does not meet the requirements. The best results were found at Pulomas Station which was marked by a change in the NSE value from -409.06 to 0.62; RMSE value from 574.66 to 17.54; and the PBias value from 2062.02 to -30.84. In terms of the trend of recording rainfall data, it is also in accordance with the data of rain measuring stations so that it is able to describe rainfall patterns in the Ciliwung watershed."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Kusratmoko
"Karakteristik aliran Cliwung (233 km2) dalam kaitannya dengan distribusi curah hujan telah dikaji dalam upaya untuk melihat pengaruh struktur penggunaan lahan saat ini dalam proses hidrologi. Memanfaatkan data curah hujan dan aliran air untuk periode 5 tahun (1990 - 1994) diperlihatkan bahwa distribusi hujan selama musim angin timur (Juni - September) sampai dengan pancaroba akhir (Oktober - November), terutama didominasi dengan tipe hujan konvektif yang mempengaruhi perbedaan karakteristik aliran tahunan. Sementara distribusi hujan selama musim angin barat (Desember - Maret) memainkan peranan yang tidak signifikan. Hujan konvektif terutama yang terjadi di wilayah hilir mendorong kepada pembentukan aliran langsung yang besar. Struktur penggunaan lahan saat ini khususnya untuk wilayah bagian hilir, emaminkan peranan penting terhadap kejadi tersebut."
2001
JUGE-2-Juli2001-39
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>