Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 75056 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadine Aurelie
"Prevalensi tinggi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Indonesia merupakan masalah kesehatan yang terkadang dianggap remeh. Presentasi gejala batuk dan pilek mampu menurunkan kualitas kehidupan masyarakat. Namun, pola transmisi ISPA yang multifaktorial mempersulit tindakan pencegahan. Seiring perkembangan teknologi, ditemukan bahwa antigen golongan darah ABO berperan dalam invasi patogen, sehingga dapat meningkatkan maupun menurunkan kerentanan transmisi. Namun, karena belum ada studi yang membahas tentang pengaruh perbandingan golongan darah ABO terhadap kerentanan transmisi ISPA, maka akan dilakukan studi untuk menjawab pertanyaan tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan melibatkan 175 perwakilan keluarga inti yang berdomisili di daerah Jabodetabek melalui pendekatan potong lintang. Data penelitian diperoleh dari jawaban kuesioner online menggunakan platform Qualtrics. Data yang didapat akan selanjutnya dirapikan dan dianalisis dengan IBM SPSS Statistics for Windows versi 24.0. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bermakna antara waktu inkubasi ISPA antara anggota keluarga inti dengan golongan darah sama dan berbeda, akan dilakukan analisis komparatif Mann Whitney. Didapatkan proporsi anggota keluarga inti yang terjangkit oleh anggota keluarga inti lain dengan golongan darah sama (kondisi 1) dan berbeda (kondisi 2) berturut-turut 44,7% dan 30,8%. Median dan modus dari waktu inkubasi ISPA kondisi 1 berturut-turut lebih dari 21 hari dan lebih dari 28 hari, sedangkan median dan modus waktu inkubasi ISPA kondisi 2 adalah lebih dari 28 hari. Terdapat perbedaan waktu inkubasi yang signifikan secara statistik antara kondisi 1 dan 2 (p = 0,009). Ditemukan pengaruh signifikan dari perbandingan golongan darah ABO pada anggota keluarga inti terhadap kerentanan transmisi ISPA dengan kecenderungan golongan darah yang sama mempercepat waktu inkubas

High prevalence of acute respiratory infection (ARI) issue in Indonesia is usually underestimated despite its influence on society’s quality of life. However, multifactorial ARI transmission hinders prevention effort. As technology evolves, the role of ABO blood antigen in pathogen invasion that affects transmission vulnerability is discovered. Since no study has been established to analyze the impact of ABO blood group comparison toward ARI transmission vulnerability, this research is held in order to find the missing link. This research was conducted via cross sectional approach by involving 175 representatives of nuclear families who live in Jabodetabek. The acquired data obtained from online questionnaire will then be organized and analyzed with IBM SPSS Statistics for Windows version 24.0. To find out whether there is a significant difference of ARI incubation time between nuclear family members with the same and different ABO blood groups, Mann Whitney comparative analysis will be carried out. The proportion of nuclear family members infected by other family members with the same (condition 1) and different (condition 2) blood group was 44.7% and 30.8% respectively. The median and modus of ARI incubation time from condition 1 consecutively was more than 21 days and more than 28 days, whereas the median and modus of ARI incubation time from condition 2 was more than 28 days. There was a statistically significant difference in incubation time between condition 1 and 2 (p = 0.009). Significant effect was discovered statistically between ABO blood group comparison at nuclear family members toward the susceptibility of ARI transmission where similar ABO blood groups have faster tendency of incubation time."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Pekey
"ABSTRAK
Latar Belakang : Infeksi malaria menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup signifikan pada semua usia terutama kelompok berisiko tinggi. Golongan darah ABO dikatakan dapat mempengaruhi berat ringannya malaria namun pada etnik dan geografis tertentu dapat berbeda. Meskipun beberapa penelitian terakhir mengatakan terdapat hubungan namun terdapat beberapa penelitian yang tidak menemukan hubungan tersebut termasuk di Papua New Guinea yang memiliki karakteristik etnik dan alam yang mirip dengan Papua. Selain itu pada beberapa studi sebelumnya jumlah sampel yang digunakan hanya sedikit, terdapat hasil statistik yang tidak bermakna, melibatkan sampel anak serta beberapa hanya dilakukan berbasis laboratorium Laboratory base . Pada penelitian ini kami menggunakan sampel yang lebih banyak, tidak melibatkan sampel anak dan penelitian dilakukan berbasis rumah sakit Hospital base . Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di RSUD Dok II Jayapura Indonesia dari September hingga November 2016. Sebanyak 210 subjek malaria yang memenuhi kriteria dikategorikan menjadi golongan darah O dan Non O serta malaria berat dan malaria ringan berdasarkan kriteria WHO. Data yang diperoleh diolah menggunakan SPSS versi 17 dengan melakukan analisis statistik kai-kuadrat dan menghitung rasio prevalensi serta interval kepercayaan. Hasil Penelitian : Dari 210 pasien, golongan darah non-O 80 pasien 38,2 dan golongan darah O 130 pasien 61,9 . Malaria berat pada golongan darah Non O sebanyak 13 kasus 16,3 dan Golongan darah O sebanyak 9 kasus 6,9 . Terdapat perbedaan prevalensi kejadian malaria berat yang bermakna antara kedua golongan darah p = 0,032 dengan Prevalensi rasio PR 2,4 IK95 : 1,06-6,42 . Golongan darah B terbanyak mengalami malaria berat p = 0,038 dan IK95 1,06-6,42 . Prevalensi malaria berat golongan darah non O pada kedua etnik lebih tinggi terutama pada etnik non Papua non Papua, PR 3,8 IK95 0,84-17,9, p=0,143 dibandingkan Papua, PR 1,83 IK 95 0,56-5,9, p=0,356 . Kesimpulan : Terdapat hubungan bermakna golongan darah ABO dengan berat ringanya malaria. Malaria berat lebih banyak terjadi pada Golongan darah Non O terutama golongan darah B.

ABSTRACT
Background Malaria infection has caused a significant morbidity and mortality in all ages, especially in high risk groups. Various factors, including ABO blood type, can influence the severity of malaria to certain ethnic group and location. In terms of ABO blood types, several studies showed their relationship with severity of malaria. Others, such as study on Papua New Guinea which has the same characteristic with Papua Province in Indonesia, showed a contrary result. However, these studies were considered invalid due to the usage of smaller samples, with no statistical differences results, only included children and laboratory based studies. In our study, we included more samples, not involving children and did a hospital based studies. Methods This was a cross sectional study in Dok II Jayapura Hospital, Indonesia, from September to November 2016. 210 subjects were diagnosed with malaria, clinically classified according to WHO criteria and underwent ABO blood type examination. Blood type was categorized into O and Non O groups. Malaria severity was classified into severe and mild malaria. Results Out of 210 patients, 80 38.2 and 130 61.9 were Non O and O blood types respectively. Severe malaria was commonly found in Non O compare to O blood type 16.3 vs 6.9 prevalence ratio PR 2.4 95 CI 1.06 6.42 p 0.032 . Moreover, group B blood type had the highest incidence of severe malaria p 0.038 95 CI 1.06 6.42 . In addition, Non O blood group in both Papuan and Non Papuan races had a greater prevalence of severe malaria Papuan, PR 1.83, 95 CI 0.56 5.9 p 0.356, compared with Non Papuan, PR 3.8, 95 CI 0.84 17.9, p 0.143 .Conclusion There is a significant relationship between ABO blood group and the severity of malaria in Papua. Severe malaria was more common in Non O, especially type B blood group. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Sasmita
"Skripsi ini dibuat untuk merancang perangkat lunak yang dapat mengidentifikasi golongan darah melalui proses 'image processing' dengan menggunakan 'Hidden Markov Model'. Darah manusia terbagi menjadi 4 golongan menurut sistem penggolongan darah ABO. Pengolongan ini dapat dikenali dengan berbagai metode. Skripsi ini bertujuan sebagai penelitian untuk menganalisa pengenalan golongan darah manusia dalam bentuk 'Image' dengan metode 'Hidden Markov Model' (HMM) yang selanjutnya akan dihasilkan keluaran dalam bentuk probabilitas. Proses pengenalan darah dikhususkan dengan memasukkan 'image' ke dalam pemrogaman perhitungan matematis.
Selanjutnya penelitian dilakukan 2 tahapan, yaitu: pembentukan 'database' dan proses pengenalan. Pada proses pembuatan 'database', gambar akan dibagi-bagi menjadi beberapa 'frame' agar lebih memudahkan proses. Setiap 'frame' diubah ke dalam domain frekuensi menjadi bilangan vektor yang disebut 'sample point'. Kumpulan beberapa 'sample point' terdekat dikuantisasi menjadi sebuah nilai yang disebut 'centroid' dan kumpulan 'centroid' ini menghasilkan sebuah 'codeword', untuk kemudian disimpan dalam sebuah 'database codebook'.
Semua data dalam 'database codebook' diolah sehingga menghasilkan parameter-parameter HMM yang kemudian disimpan dalam sebuah 'database' HMM yang akan menghasilkan nilai-nilai 'log of probability' untuk setiap perbandingan target gambar dengan data pada database HMM. Data dengan nilai 'log of probability' yang paling tinggi disimpulkan sebagai keluaran dari keseluruhan proses. This final project of undergraduate program was created to design the software that could identify ABO blood type with applying Hidden Markov Model.

Human blood consist of 4 categories based on ABO blood type. This categorization can be recognized with some method, such as: Fuzzy Logic, Neural Network, Hidden Markov model. The purpose of this project was identify the human blood using special software with applying Hidden Markov Model with minimal error, so the results still can show what the reality are. We got the results from the highest probability that comes from the output of Hidden Markov Model. For better and easiest programming, we used special mathematical software.
Later on, the examination was conducted in 2 steps. The 1st was to make a database and 2nd to do the identification. In the 1st step, the picture was cropped and standardized to the exact same file extension and same matrix form. We call the results as frames in which we change it over to frequency domain that hence numerical vector in which we call it as sample point. Some collection of sample point were calculated as a value that we call as centered point and the collection of these centered points was called codeword that was stored as a database codebook.
All the codeword was calculated to get HMM parameter that was stored in a HMM database as log of probability value for every comparison with the target picture. Log of probability value would show the conclusion of the target picture which also means what type the blood belongs.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S40577
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Guntur Bumi, Author
"ABSTRAK
Penentuan golongan daran ABU dari tulang manusia telah dilakukan pada mayat di Bagian Kedmkteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Jakarta dan Bagian Hedokteran Forenaik Fakultas Kedokteran Universitaa Sumatera Utara di Medan. Mayat-mayat ini herasal dari kasus-kasus kecelakaan yang diminta oleh penyidik untuk di autapsi.
Penentuan gnlungan darah AED dilakukan denQan metoda absnrpsi elusi yang menggunakan bahah dari Biofarma Bandung serum anti A dan serum anti E' dengan titer 1 : 125, sedangkan anti H beraaal dari biji ulex europaeua dengan titer 1 : 32.
Hasil penelitian pada 30 kasus menunjukkan banwa golongan darah dari tulang masih dapat ditentukan dalam jangka waktu EO minggu setelan kematian. Perubahan intenitas reaksi aglutinasi dari (+++) menjadi (++) untuk anti A mulai terlinat setelah 4 minggu dan telah lengkap pada seluruh tulang setelah 10 minggu. Sedangkan untuk anti B dan anti H, perubahan intensitas reaksi tersebut mulai terlinat setelah 4 minggu' dan menjadi lengkap pada seluruh tulana setelah B minggu.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ageng Wiyatno
"Pneumonia merupakan penyakit infeksi pernafasan akut yang menyebabkan kematian tinggi di dunia khususnya pada anak-anak dan lansia. Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai jenis infeksi yang mayoritas disebabkan oleh kelompok virus dan bakteri. Selama pandemi COVID-19, prevalensi pneumonia meningkat akibat sirkulasi SARS-CoV-2 yang juga dapat menyebabkan pneumonia. Penelitian ini mengidentifikasi etiologi virus dan bakteri pada kasus-kasus positif dan negatif COVID-19 di Jakarta, Indonesia. Penelitian ini menganalisis 245 kasus pneumonia yang terdiri atas 173 sampel negatif SARS-CoV-2 dan 72 sampel positif SARS-CoV-2. Sampel tersebut diperiksa menggunakan delapan panel virus menggunakan konvensional PCR dan dua panel bakteri menggunakan RT-PCR. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi etiologi dari 109 (44.5%) sampel yang mayoritas adalah SARS-CoV-2 (n=41, 16.7%), paramyxovirus (n=18, 7.3%), herpesvirus (n=16, 6.5%) dan influenza (n=12, 4.9%). Sedangkan, dari kelompok bakteri sebanyak H.influenzae (n=21, 8.6%) dan S. pneumoniae (n=14, 5.7%). Prevalensi koinfeksi pada kasus pneumonia di Indonesia selama pandemik COVID-19 adalah 6.1%, dimana pada kasus positif SARS-CoV-2 (18.8%) lebih tinggi daripada pada kasus negatif (5.8%). Penelitian ini menggambarkan prevalensi patogen pada masa awal pandemik COVID-19 di Indonesia dan pengaruhnya dalam menyebabkan pneumonia pada pasien.

Pneumonia is an acute respiratory infection that causes high mortality in the world, especially in children and the elderly. Pneumonia can be caused by various types of infections, the majority of which are caused by groups of viruses and bacteria. During the COVID-19 pandemic, the prevalence of pneumonia increased due to circulating SARS-CoV-2 which can also cause pneumonia. This study identifies viral and bacterial etiology in positive and negative cases of COVID-19 in Jakarta, Indonesia. We analyzed 245 pneumonia cases consisting of 173 SARS-CoV-2 negative samples and 72 SARS-CoV-2 positive samples. We were able to identify the etiology of 109 (44.5%) samples, the majority of which were SARS-CoV-2 (n=41, 16.7%), paramyxovirus (n=18, 7.3%), herpesvirus (n=16, 6.5%) and influenza (n=12, 4.9%). Meanwhile, from the group of bacteria H. influenzae (n=21, 8.6%) and S. pneumoniae (n=14, 5.7%) were detected in this study. The prevalence of coinfection in pneumonia cases in Indonesia during the COVID-19 pandemic was 6.1%, whereas positive cases of SARS-CoV-2 (18.8%) were higher than in negative cases (5.8%). This study describes the prevalence of the pathogen in the early days of the COVID-19 pandemic in Indonesia and its influence in causing pneumonia in patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titien Suryanti
"ABSTRACT
Kepadatan penduduk yang melampaui daya dukung lingkungan di kota, menyebabkan sejumlah masalah sosial, ekonomi, lingkungan, dan prasarana. Jumlah penduduk yang padat memberikan tekanan pada sumber-sumber yang terbatas di kota seperti tanah, kesempatan kerja, tersedianya potensi air bersih, sarana dan prasarana, serta ruang terbuka hijau. Akibatnya, ruang yang seharusnya dimanfaatkan untuk ruang terbuka hijau (RTH) dibangun guna memenuhi tuntutan pembangunan lain. RTH secara tidak langsung semakin menyempit yang dapat berakibat kualitas lingkungan menurun.
Berkurangnya RTH di wilayah perkotaan DKI dikatagorikan sudah cukup besar, yaitu 726,01 ha per tahun. Dengan semakin berkurangnya RTH akan menurunkan kualitas udara, dan ini akan menyebabkan penyakit yang disebabkan karena udara kotor. Penyakit yang diteliti adalah yang disebabkan oleh kondisi udara kotor di lingkungan permukiman padat, yaitu penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). ISPA adalah penyebab nomor satu kesakitan pada bayi dan balita, dan menempati urutan teratas dalam statistik kesehatan. Kondisi udara kotor berkaitan Brat dengan kondisi tidak adanya atau kurangnya RTH.
Jumlah penderita ISPA di Kelurahan Duripulo termasuk yang tertinggi dibandingkan penyakit-penyakit yang ada, yaitu 28,35% (Laporan Tahunan Puskesmas Duripulo 1992). Kepadatan penduduk di Kelurahan Duripulo sebesar 522 jiwa/ha. Sedangkan ruang terbuka yang tersedia 0,15 m2/ jiwa, ini jauh lebih kecil dari standard kebutuhan RTH untuk lingkungan permukiman padat, yaitu 1,80 m2/jiwa.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh RTH terhadap kesehatan manusia di lingkungan permukiman padat, dengan tujuan khusus 1) meneliti pengaruh penggunaan RTH; 2) meneliti pengaruh jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH; 3) meneliti pengaruh luas RTH; 4) meneliti pengaruh jarak RTH.
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Duripulo Kecamatan Gambir Wilayah Jakarta Pusat, selama 3 bulan dari oktober 1991 sampai Januari 1992. Kelurahan Duripulo memiliki jumlah penduduk 36.436 jiwa dengan luas area 70,70 ha, kepadatan penduduk 522 jiwa/ha, dan RTH yang tersedia 0,5 ha.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan penentuan contoh secara merata. Jumlah responden sebanyak 100 KK diambil secara proporsional dari 4 RW. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan. Selanjutnya untuk melihat adanya hubungan antara luas dan keadaan RTH dengan jumlah balita penderita ISPA, digunakan analisis korelasi.
Hasil analisis statistik menunjukkan :
1. Penggunaan RTH berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Uji korelasi antara penggunaan RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi negatif yang nyata yaitu - 0,6573, berarti semakin banyak penggunaan RTH semakin kecil jumlah balita penderita ISPA. Hal ini dapat terlihat pada daerah kurang padat dengan penggunaan RTH besar yaitu 80% (RT 01, RW 10), jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 33,33%.
Demikian pula pada daerah sangat padat dengan penggunaan RTH besar yaitu 60% (RT 02, RW 09), jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 37,50%. Sedangkan pada daerah kurang padat dengan penggunaan RTH kecil yaitu 20% (RT 06, RW 11), jumlah balita penderita ISPA-nya besar yaitu 75%.
2. Jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Dari uji korelasi antara jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi positif yang nyata yaitu + 0,7619, berarti semakin besar jumlah dan jenis tanaman di dalam RTH, semakin kecil jumlah balita penderita ISPA. Ini terbukti dari pengamatan di lapangan yaitu RT 08 RW 10 dengan derajat ketetapan tanaman sangat balk (4), jumlah balita penderita ISPA-nya rendah yaitu 37,50%. Sedangkan di RT 07 RW 05 dengan derajat ketetapan tanaman sedang (2), jumlah balita penderita ISPA-nya tinggi yaitu 71,43%.
3. Luas RTH berpengaruh terhadap kesehatan manusia.
Uji korelasi antara luas RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi negatif yang nyata yaitu - 0,7903, berarti semakin luas RTH, semakin kecil jumlah balita penderita ISPA. Hal ini dapat terlihat dari wilayah dengan RTH yang luas dengan jumlah balita penderita ISPA-nya kecil, yaitu RT 08 RW 10 dengan luas RTH 297,81 m2 jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 37,50%. Sedangkan di RT 01 RW 10 dengan luas RTH 374,72 m2, jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 33,33%. Dan di RT 02 RW 09 dengan luas RTH 947,14 m2, jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 37,50%. Adapun di RT 06 RW 11 dengan luas RTH kecil yaitu 144,49 m2, jumlah balita penderita ISPA-nya besar yaitu 75%.
4. Jarak RTH berpengaruh terhadap jumlah balita penderita ISPA.
Uji korelasi antara jarak RTH dengan jumlah balita penderita ISPA menunjukkan adanya korelasi positif yang nyata yaitu + 0,5234, berarti semakin dekat jarak RTH semakin kecil jumlah balita penderita ISPA, dan semakin jauh jarak RTH semakin besar jumlah balita penderita ISPA.
Hal ini dapat terlihat di daerah sangat padat dengan jarak RTH jauh (RT 06 RW 09), jumlah balita penderita ISPA-nya besar yaitu 66,67%. Sedangkan di daerah kurang padat dengan jarak RTH dekat (RT 05 RW 10), jumlah balita penderita ISPA-nya kecil yaitu 33,330. Demikian pula untuk daerah kurang padat dengan jarak RTH dekat (RT 06 RW 10) jumlah balita penderita ISPA nya kecil yaitu 33,33%.

ABSTRACT
Over population which exceeds beyond the carrying capacity in urban areas causes a number of problems in social economic, environment, and infra structure. Total number of the over population gives an emphasis on the limited city resources such as the land, job opportunity, fresh water supply, infra structure, and green open space. As the result, the area which should be used as a green open space have been converted to other utilizations. The green open space indirectly becomes narrow can result from the declining quality of environment.
The declining of green open space in the cities of Jakarta is classified to be large enough, that is 726.01 ha/year. By declining of the green open space will de-crease the quality of air, and this will easily cause the disease. The disease which is being observed is caused by condition of filthy air in densely populated settlement, namely the Acute Respiratory Infection (ARI). ARI was the first cause of illnesses on babies and children (under five years old). It occupies as the hundredth level in health statistic.
Total number of people who ARI suffer at Kampung Duripulo was considered higher, if compared with other illnesses, that is 28.35%. The population density at Kampung Duripulo was 522 persons/ha. While the green open space area which was provided is0.15 m2/person, this was less than the standard need for densely populated settlement, that is 1.80 m2/person.
This research is meant to prove that there is an effect of the green open space for human health in densely populated settlement with special purpose, 1) to research the effect of green open space utilization on the total number of children ARI suffer, 2) to research the effect of total number and variety of plants in the green open space on the total number of children ARI suffer, 3) to research the effect of green open space width on the total number of children ARI suffer, 4) to research the effect of green open space distance on the total number of children ARI suffer.
This research was done at Kampung Duripulo Gambir District Central of Jakarta, for three months from October 1991 until January 1992. The total number of population is 36,436 persons and width area 70.7 ha, the population density was 522 persons/ha, and the green open space which was provided was 0.54 ha.
This research is a descriptive analysis by determination of the examples evenly. Total number of respondents as many as 100 chiefs of families were taken proportionally from 4 RW at Kampung Duripulo. The datas were collected by using questionnaire, interview, and direct observation in the area. Then to see whether there was a relation between the width and condition of the green open space on children ARI suffer, by using correlative analysis.
The result of the statistic analysis showed :
1. The green open space utilization effected to the human health. Correlative test between the utilization of green open space and total number of children ARI suffer, showed a real negative correlation there was - 0,6573. Which meant that the more of green open space utilization, the total number of children ARI suffer becomes less.
This could be seen in the area which was less populated by using the green open space largely, namely 80% (RT 01 RW 10), the number of children ARI suffer was small, namely 33.33%. It also happened, in the densely populated area by using the green open space largely, namely 60% (RT 02 RW 09), the number of children ARI suffer was small, namely 37.50%. In the other area which was less populated by using the green open space smallish, namely 20% (RT 06 RW 11), the number of children ARI suffer was large, namely 75%.
2. The total number and variety of plants in the green open space effected to the human health. Correlative test between total number of vegetation in the green open space and the number of children ARI suffer, showed a real positive correlation there was + 0,7619. Which meant that the more of total number and variety of plants in the green open space largely, the total number of children ARI suffer becomes less. It was proved by the observation in the area, namely RT 08 RW 10 with a very good level of plant determination (4), the total number of children ARI suffer was low, namely 37.50%.
Whereas RT 07 RW 04 with a medium level of the plant determination (2), the total number of children ARI suffer was high, namely 71.43%.xvi
3. The width of green open space effected to the human health. Correlative test between the width of green open space and the number of children ARI suffer, showed a real negative correlation there was - 0,7903. Which meant that the more width of green open space, the total number of children ARI suffer becomes less. This could be seen in the RT 08 RW 10 with the width of green open space 297.81 in, the total number of children ARI suffer was small, namely 33.33%. And RT 02 RW 09 with the width of green open space 947.14 m2, total number of children ARI suffer was small, namely 37.50%.
Whereas RT 06 RW 11 with the width of green open space 144.49 m2, total number of children ARI suffer was high, namely 75%.
4. The distance of green open space effected to the human health. Correlative test between the distance of green open space and the total number of children ARI suffer, showed a real positive correlation there was + 0,5234. Which meant that the nearer of green open space, the total number of children ARI suffer becomes less. This could be seen in the densely populated area (RT 06 RW 09) with a distant of green open space, the total number of children ARI suffer was high, namely 66.67%. Whereas the less populated area with a near of green open space (RT 05 RW 10), the total number of children ARI suffer was small, namely 33.33%. It also happened in the less populated area with a near of green open space (RT 06 RW 10), total number of children ARI suffer was small, namely 33.33%.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Berto
"Latar Belakang :Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA merupakan salah satu dari penyakit nosokomial Healthcare Acquired Infections HAIs , namun seringkali para petugas medis hanya menggunakan masker dalam rangka mencegah ISPA. Petugas kesehatan diharuskan untuk melakukan kewaspadaan standar kepada seluruh pasien.
Metode :Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif yang dilakukan di RS. S pada bulan Desember 2016. Sampel terbagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok yang patuh cuci tangan dan kelompok yang tidak patuh cuci tangan. Angka kejadian ISPA dipantau selama 3 bulan pada masing-masing kelompok. Variabel yang diteliti adalah kepatuhan cuci tangan, pekerja yang bertugas di area berisiko tinggi, umur, masa kerja, jenis kelamin, status gizi, profesi pekerjaan, dan kebiasaan merokok.
Hasil :Dari total 429 sampel, didapatkan 39 kejadian ISPA 9,1 . Faktor umur, masa kerja, jenis kelamin, status gizi, kebiasaan merokok tidak berpengaruh terhadap insiden ISPA. Karyawan yang bekerja di area berisiko tinggi berpengaruh terhadap kejadian ISPA p = 0,021, RR 0,38, 95 IK 0,165 ndash; 0,866 . Pekerjaan sebagai penunjang medis p = 0,043, RR 8,53, 95 IK 1,073 ndash; 67,946 dan dokter umum p = 0,037, RR 9,86, 95 IK 1,150 ndash; 84,562 memiliki pengaruh terhadap insiden ISPA.
Kesimpulan dan saran.Pekerja yang bertugas di area berisiko tinggi memiliki pengaruh terhadap kejadian ISPA p = 0,021, IK95 0,165 ndash; 0,866 , dan dapat mengurangi risiko terkena ISPA hingga 62,1 . Pencegahan ISPA harus dilakukan sesuai dengan cara transmisi penyakit, yaitu dengan melakukan kewaspadaan standar sesuai dengan jenis penyakit.

Background Acute Respiratory Infections ARI is one of nosochomial infection included in Healthcare Acquired Infections HAIs , most of the health care workers only uses mask as preventive measure. Health care workers should do the standard precautions to all the patients.
Methods A retrospective cohort study was done on a hospital during December 2016. The population was divided into 2 groups. Group 1 was those who perfectly washed their hands, and group 2 was those who did not perfectly washed their hands, and will be looked 3 months forward to see the incidens of ARI. The variables analyzed were the complience of hand washing, workers at high risk services, age, work hour, gender, nutritional status, profession and smoking habit.
Results From 429 subjects in this study, there were 39 incidence of ARI 9.1 . Age, work hour, gender, nutritional status and smoking habit had no effect towards the incidence of ARI. Workers at high risk services had effects towards the incidence of ARI p value 0.021, RR 0.38, CI95 0,165 ndash 0,866 .The profession of medical support p value 0.043, RR 8.53, CI95 1,073 ndash 67,946 and general practitioner p value 0.037, RR 9.86, CI95 1,150 ndash 84,562 were more prone to ARI.
Conclusion and recommendation Workers at high risk services had effect towards the incidence of ARI. Prevention against ARI had to be done as how the diseases were transmitted. By increasing the standard precautions awareness of medical personal to a certain diseases."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Sari
"Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang masih sering ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Kasus ISPA terus meningkat dari 7,2 juta kasus pada tahun 2007 hingga lebih dari 18,79 juta kasus pada akhir tahun 2011. PM10 adalah salah satu penyebab gangguan ISPA. Partikel ini merupakan salah satu zat pencemar di udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pajanan debu PM10 dengan kejadian ISPA pada petugas dan pedagang kios terminal, serta karakteristik individu dan faktor iklim di Terminal Kampung Rambutan. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengukuran PM10 secara langsung di 5 titik dengan menggunakan alat Haz Dust EPAM 5000 serta wawancara dengan kuesioner terkait ISPA.
Hasil analisis t-test menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara PM10 dengan kejadian ISPA di Terminal Kampung Rambutan dengan p=0,000. Kebijakan yang mengikat mengenai pengaturan mobilitas kendaraan serta penghijauan masih perlu ditegakkan di Terminal Kampung Rambutan.

Acute Respiratory Infection (ARI) is a disease that is often found in people's lives. ARI continued to increase from 7.2 million cases in 2007 to more than 18.79 million cases by the end of 2011. PM10 is one of the causes of respiratory disorders. This particle is one of the contaminants in the air that produced by motor vehicles.
This study aimed to determine the incidence of PM10 for workers, as well as individual characteristics and climatic factors in Kampung Rambutan Terminal. The design of study is cross-sectional. Data collection was done by direct measurement of PM10 in 5 points using the tool Haz Dust EPAM 5000 and interview with questionnaires related ARI.
Analysis of t-test indicate that there is a significant relationship between PM10 and ARI incidence in Kampung Rambutan Terminal with p = 0.000. Policies about greening and mobility vehicles still need to be enforced in Kampung Rambutan Terminal.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47326
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvira Delviani
"ISPA merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Pada saluran pernapasan atas atau saluran pernapasan bawah. Bakteri dan virus penyebab ISPA umumnya ditularkan melalui udara yang tercemar. Pada tahun 2017, penyakit ISPA di Kota Bekasi mencapai 34.573 orang. Pada tahun 2015-2017, penyakit ISPA di Kota Bekasi menduduki peringkat pertama penyakit menular. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan spasial antara faktor lingkungan dengan kejadian ISPA di Kota Bekasi Tahun 2017. Desain penelitian yang digunakan adalah studi ekologi dengan analisis spasial dan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor lingkungan dengan kejadian ISPA di Kota Bekasi tahun 2017, namun terdapat beberapa Kelurahan yang memiliki faktor lingkungan tinggi dan kasus ISPA rendah atau sebaliknya. Hubungan antara faktor lingkungan dengan kasus ISPA di Kota Bekasi tidak linier, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan peringatan dini/prediksi kasus ISPA di Kota Bekasi secara spasial. Dinas Kesehatan perlu menjalin kerjasama lintas sektor dengan Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Perumahan, Permukiman dan Pertanahan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian serta Dinas Perhubungan untuk menekan angka kasus ISPA di Kota Bekasi.
ARI is an infectious disease caused by bacteria and viruses. In the upper respiratory tract or lower respiratory tract. Bacteria and viruses that cause ARI are generally transmitted through polluted air. In 2017, ARI disease in Bekasi City reached 34,573 people. In 2015-2017, ARI in Bekasi City was ranked first in infectious diseases. This study aims to determine the spatial relationship between environmental factors and the incidence of ARI in Bekasi City in 2017. The research design used was an ecological study with spatial analysis and used secondary data. The results of this study indicate that there is a relationship between environmental factors and the incidence of ARI in Bekasi City in 2017, but there are several Kelurahans that have high environmental factors and low ARI cases or vice versa. The relationship between environmental factors and ARI cases in Bekasi City is not linear, so it cannot be used as a benchmark in determining early warning/prediction of ARI cases in Bekasi City spatially. The Health Service needs to establish cross-sectoral collaboration with the Environment Service, Population and Civil Registration Service, Housing, Settlement and Land Affairs, Trade and Industry Service and Transportation Service to reduce the number of ARI cases in Bekasi City."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kurniawati
"ABSTRAK
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit menular melalui
udara yang menyerang saluran nafas atas hingga saluran nafas bawah. ISPA pada
balita terutama pneumonia merupakan penyebab kematian kedua di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh
balita penderita ISPA di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2013. Sampel pada
penelitian cross sectional ini adalah balita penderita ISPA dan menjadi sampel
Riskesdas 2013, berjumlah 23.310 orang. Hasil penelitian, 36% balita penderita
ISPA memanfaatkan fasilitas kesehatan. Terdapat hubungan antara umur, waktu
tempuh, dan alat transportasi ke fasilitas kesehatan dengan pemanfaatan fasilitas
kesehatan. Akses yang dianalisis yaitu waktu tempuh dan alat transportasi yang
digunakan terbukti berhubungan dengan pemanfaatan fasilitas pelayanan
kesehatan balita dengan ISPA. Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan
fasilitas kesehatan adalah umur, waktu tempuh dan alat transportasi ke fasilitas
kesehatan. Masih ada kendala akses dalam pemanfaatan fasilitas kesehatan
terutama di pedesaan dan luar Pulau Jawa. Pemerintah perlu memperhatikan
peningkatan akses ke fasilitas kesehatan di pedesaan dan luar Pulau Jawa serta
meningkatkan program pencegahan.

ABSTRACT
Acute respiratory infections (ARI) was airborne communicable diseases, attacks
upper respiratory to lower respiratory track. ARI in children under 5 years,
especially pneumonia was second leading cause of death in Indonesia. The
objective of this study was to know the healthcare facilities utilization among the
children under five with ARI in Indonesia. Samples were the children under five
with ARI in Riskesdas 2013, amounted to 23,310. The study found that only 36%
children under five with ARI utilized healthcare facilities. Factors related to the
utilization were age, time, and transportation to healthcare facilities with
healthcare facilities utilization. Factors associated with utilization were age,
times and transportation to healthcare facilities. It was suggested to solve barrier
to access healthcare facilities in rural and outside Java island, as well as
continuing preventive programs"
2016
T46166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>