Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151631 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsa Billa As`syifa
"Latar belakang: Diagnosis memiliki peranan yang sangat penting dalam penatalaksanaan kanker usus halus. Namun, pemeriksaan sebelumnya memiliki kekurangan, yaitu; sensitivitas rendah, operator dependent, dan lama. Sehingga akan diobservasi spektrofotometri autofluorosensi menggunakan blok parafin yang memiliki sensitivitas, spesifisitas, akurasi, dan presisi dengan nilai yang baik. Metode: Studi ini mengukur perbedaan intensitas cahaya fluorosensi menggunakan spektrofotometri autofluorosensi cahaya UV pada blok parafin jaringan kanker usus halus mencit dalam panjang gelombang dari 420.2nm sampai 762.9nm. Hasil uji dianalisis menggunakan dua perangkat lunak, yaitu SPSS 26.0 serta Orange Data Mining. Dalam melakukan analisis Orange Data Mining (kualitatif), data akan dianalisis menggunakan PCA dan 7 jenis PC. Sedangkan machine learning (analisis kuantitatif) dengan cross validation kelipatan 5. Hasil: Dari 511 panjang gelombang yang menunjukkan adanya perbedaan signifikan intensitas cahaya pada ketiga kelompok sampel, perbedaan intensitas cahaya dapat dibedakan secara signifikan pada (panjang gelombang); 495 pada kelompok normal-prekanker, 495 pada kelompok normal-radang, 454 pada kelompok radang-prekanker. Selain itu, dalam hasil analis Machine Learning menunjukkan bahwa Neural Network memiliki performa terbaik dalam menganalisis klasifikasi derajat lesi kanker usus halus. Kesimpulan: Spektrofotometri autofluorosensi memiliki kemampuan mengklasifikasikan jaringan normal, radang, serta pre-kanker pada usus halus mencit dengan nilai sensitivitas dan spesifititas baik, namun masih terdapat kesulitan membedakan jaringan radang.

Background: Diagnosis has a very important role in the management of small bowel cancer. The previous examination, on the other hand, had drawbacks, including low sensitivity, operator dependence, and a long time.So that autofluorescence spectrophotometry will be observed using a paraffin block that has good sensitivity, specificity, accuracy, and precision. Method: This study measured the difference in fluorescence intensity using UV light autofluorescence spectrophotometry on paraffin blocks of mouse small intestine cancer tissue at wavelengths from 420.2 nm to 762.9 nm. The test results were analyzed using two software programs, namely SPSS 26.0 and Orange Data Mining. Data will be analyzed using PCA and 7 different types of PCs in the orange data mining analysis (qualitative).while using machine learning (quantitative analysis) with a total of 5 cross-validations. Results: Of the 511 wavelengths that show a significant difference in light intensity in the third sample group, the difference in light intensity can be significantly different at 495 in the normal-precancer group, 495 in the normal-inflammation group, and 454 in the inflammatory-precancer group. In addition, the results of machine learning analysis show that the neural network has the best performance into analyze the classification of small intestine cancer lesion degrees. Conclusion: Autofluorescence spectrophotometry has the ability to classify normal, inflammatory, and precancerous tissues in the small intestine of mice with good sensitivity and specificity, but there are still difficulties in differentiating tissue inflammation"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livinda Orceila Librianto
"Latar belakang: Kasus kanker terus meningkat setiap tahunnya. Begitu pula dengan kanker kolon. Selain itu, belum terdapat penelitian mengenai pendeteksian kanker kolon menggunakan spektrofotometri autofluoresensi. Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan panjang gelombang dan intensitas cahaya reflektans pada sediaan preparat blok parafin jaringan kolon normal, radang, dan prekanker mencit menggunakan spektrofotometri autofluoresensi dengan menilai sensitivitas dan akurasinya. Metode: Penelitian ini mengukur panjang gelombang dan intensitas cahaya reflektans pada jaringan kolon normal, radang, dan prekanker mencit dengan spektrofotometri autofluoresensi bersumber cahaya ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 420,2—762,9 nm. Kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS untuk menguji hipotesis dan normalitas data serta Orange Data Mining yang ditinjau dengan machine learning untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, akurasi, precision, serta recall. Hasil: Tidak terdapat perbedaan signifikan panjang gelombang reflektans antara 3 kelompok jaringan kolon (normal, radang, dan prekanker) dengan akurasi 56,7% dan tidak ditemukan perbedaan signifikan panjang gelombang reflektans antara 2 kelompok jaringan (radang dengan prekanker) dengan sensitivitas 66,67% dan nilai diagnosis buruk. Namun, ditemukan 175 panjang gelombang reflektans dengan perbedaan signifikan dalam membedakan jaringan kolon normal dengan radang atau prekanker dengan sensitivitas 72,73%—100% dan nilai diagnosis baik hingga sangat baik. Kesimpulan: Spektrofotometri autofluoresensi bersumber cahaya ultraviolet (UV) dapat mengklasifikasikan 2 kelompok jaringan kolon, yakni jaringan kolon normal dengan jaringan kolon radang atau prekanker. Namun, tidak dapat mengklasifikasikan 3 kelompok jaringan kolon, yakni jaringan kolon normal, radang, dan prekanker serta 2 kelompok jaringan kolon radang dengan prekanker.

Introduction: Cancer cases are increasing annually, including colon cancer. Furthermore, early detection of colon cancer using autofluorescence spectrophotometry also hasn't been done before. Objectives: This research aims to comprehend the difference between reflectance wavelength and light intensity in normal, inflammation, and precancerous mice's colon tissues in paraffin block samples using autofluorescence spectrophotometry by assessing its accuracy and sensitivity. Method: This research measured reflectance wavelength and light intensity of normal, inflammation, and precancerous mice's colon tissue using autofluorescence spectrophotometry with ultraviolet light, in the range of 420.2—762.9 nm. Afterward, it was analyzed by SPSS to test the hypothesis and data normality, also Orange Data Mining's machine learning to determine its sensitivity, specificity, accuracy, precision, and recall. Result: There was no significant difference in reflectance wavelength between 3 groups of colon tissues (normal, inflammation, and precancerous) with accuracy valued at 56.7%, also between 2 groups of colon tissues (inflammation and precancerous) with sensitivity valued at 66.67% and "poor" diagnostic value. Nonetheless, there were 175 significantly different reflectance wavelengths to differentiate normal with inflammation or precancerous colon tissue with sensitivity valued at 72.73%—100% and "good" to "excellent" diagnostic value. Conclusion: Autofluorescence spectrophotometry with ultraviolet (UV) light can classify 2 groups of colon tissue, i.e. normal with inflammation or precancerous colon tissue. Otherwise, it cannot classify 3 groups of colon tissue (normal, inflammation, precancerous) at a time and 2 groups of colon tissue (inflammation and precancerous)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aziza Hana Salsabila
"Latar belakang: Kanker lambung bertanggung jawab atas lebih dari 1.000.000 kasus kanker baru pada tahun 2020 dan diperkirakan 769.000 kematian atau sama dengan satu dari setiap 13 kematian secara global. Deteksi dini menjadi kunci penurunan angka kematian dan perbaikan prognosis, dengan baku emas berupa avaluasi histopatologi dari hasil biopsi endoskopi. Tetapi subjektivitas pemeriksan tersebut berpotensi menimbulkan kesalahan diagnosis terutama akibat kesalahan interpretasi ahli patologi. Untuk itu, diperlukan metode diagnostik kuantitatif yang dapat menilai secara objektif lesi prekanker atau inflamasi pada dinding lambung. Metode autofluoresensi sebelumnya sudah digunakan dalam upaya diagnostik kanker lambung. Namun, saat ini belum ada studi terkait penggunaan spektrofotometri autofluoresensi sebagai metode diagnostik kuantitatif dan objektif untuk kanker lambung. Tujuan: Studi ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan spektrofotometri autofluoresensi dalam mengidentifikasi jaringan lambung normal, inflamasi dan prekanker berdasarkan intensitas fluoresensi jaringan.Metode: Studi ini menggunakan sediaan blok parafin jaringan lambung mencit (Mus musculus) normal, inflamasi dan prekanker. Intensitas fluoresensi jaringan diukur pada 640 panjang gelombang menggunakan spektrofotometer autofluoresensi sederhana dengan sumber cahaya ultraviolet. Analisis data dilakukan dengan SPSS untuk uji normalitas, homogenitas dan hipotesis. Dilanjutkan dengan pengelompokkan data secara kualitatif dengan Principal Component Analysis (PCA) dan secara kuantitatif dengan machine learning dengan 3-fold cross validation. Hasil analisis dengan PCA dinilai dengan scatter plot. Hasil pengolahan data secara kuantitatif dinilai dengan Area under the Curve (AUC),Classification Accuracy (CA), precision, recall, F1-score, sensitivitas dan spesifisitas. Hasil: Ditemukan dua panjang gelombang dengan intensitas fluoresensi bermakna untuk tiga kelompok jaringan dan 554 panjang gelombang yang bermakna untuk dua kelompok jaringan. Dalam pengelompokkan tiga variabel, ditemukan nilai AUC 0,900, CA 0,833, Skor F1 0,831, Precision 0,802, dan Recall 0,800. Dalam pengelompokkan dua variabel, ditemukan sensitivitas dan spesifisitas 100% untuk membedakan jaringan prekanker dengan normal. Sensitivitas 100% dan spesifisitas 80% untuk jaringan prekanker dengan inflamasi. Serta sensitivitas 80% dan spesifisitas 90% untuk jaringan inflamasi dengan normal. Kesimpulan: Spektrofotometeri autofluoresensi dapat membedakan jaringan lambung normal, inflamasi dan prekanker mencit Mus musculus dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik.

Introduction: Gastric cancer was responsible for more than 1,000,000 new cancer cases in 2020 and an estimated 769,000 deaths or equal to one in every 13 deaths globally. Early detection is the key to reducing mortality and improving prognosis, with histopathological evaluation of endoscopic biopsy results as gold standard. However, the subjectivity of the examination has the potential to cause misdiagnosis, mainly due to the pathologist's misinterpretation. For this reason, quantitative diagnostic methods are needed that can objectively assess precancerous or inflammatory lesions in the gastric wall. The autofluorescence method has previously been used in the diagnostic effort of gastric cancer. However, there are currently no studies related to the use of autofluorescence spectrophotometry as a quantitative and objective diagnostic method for gastric cancer Objective: This study was conducted to determine the ability of autofluorescence spectrophotometry to identify normal, inflammatory and precancerous gastric tissue based on the intensity of tissue fluorescence.Method: This study used a paraffin block preparation of normal, inflammatory and precancerous mice (Mus musculus) gastric tissue. The intensity of tissue autofluorescence was measured at 640 wavelengths using simple autofluorescence spectrophotometer with ultraviolet light source. Data analysis was performed using SPSS to test for normality, homogeneity and hypotheses. Followed by grouping the data qualitatively with Principal Component Analysis (PCA) and quantitatively with machine learning with 3-fold cross validation. The results of the PCA analysis were assessed using a scatter plot. The results of quantitative data processing were assessed by Area under the Curve (AUC), Classification Accuracy (CA), precision, recall, F1-score, sensitivity and specificity. Result: Two wavelengths with significant fluorescence intensity were found for three tissue groups and 554 significant wavelengths for two tissue groups. In grouping the three variables, the AUC value was 0.900, CA 0.833, F1 score 0.831, Precision 0.802, and Recall 0.800. In grouping the two variables, 100% sensitivity and specificity were found to differentiate between precancerous and normal tissues. 100% sensitivity and 80% specificity for precancerous tissue with inflammation. As well as 80% sensitivity and 90% specificity for normal inflammatory tissue. Conclusion: Autofluorescence spectrophotometry can differentiate normal, inflammatory and precancerous gastric tissue in mice Mus musculus with good sensitivity and specificity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kareen Tayuwijaya
"Kanker kolorektal terus menyumbang jumlah kasus kanker dan kematian yang tinggi setiap tahunnya. Salah satu metode diagnosis progresi kanker ini adalah dengan interpretasi biopsi dari ahli patologi anatomi. Akan tetapi, seringkali terjadi misinterpretasi antar patolog karena lesinya yang kurang spesifik. Maka dari itu, perlunya ada alat bantu yang dapat menunjang pekerjaan ahli patologi anatomi dalam menginterpretasi progresi kanker kolorektal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kemampuan spektrofotometer untuk mengklasifikasikan jaringan kolorektal mencit. Data jaringan mencit yang sudah diklasifikasikan menurut ahli PA diuji menggunakan cahaya tampak dan akan dibaca oleh spektrofotometer reflektansi. Hasil dari spektrofotometer kemudian akan dibaca oleh Theremino Spectrophotometer. Semua data kemudian diuji normalitas menggunakan uji Saphiro Wilk, dilanjutkan dengan uji ANOVA atau Kruskal-Wallis, kemudian uji Post Hoc atau Mann-Whitney. Data juga dianalisis menggunakan supervised dan unsupervised machine learning. Dari uji hipotesis hanya didapatkan 2 panjang gelombang yang dapat membedakan jaringan normal dan prekanker secara signifikan (696,7 dan 699.8 nm). Sedangkan yang lainnya kurang dapat membedakan jaringan normal, radang, dan prekanker. Hasil dari machine learning menunjukkan sensitivitas, spesifisitas, AUC, akurasi, dan presisi yang rendah. Maka dari itu, dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa metode spektrofotometri reflektans cahaya tampak kurang cocok digunakan untuk membedakan jaringan kolon normal, radang, dan prekanker pada sediaan preparat mencit.

Colorectal cancer continues to account for a high number of cancer cases and deaths every year. The gold standard of diagnosing this cancer progression is by interpretation of a biopsy from an anatomical pathologist. However, there is often misinterpretation among pathologists due to their unspesific lesions. Therefore, it is required to have a tool that can support the work of anatomical pathologists in interpreting the progression of colorectal cancer. This study aims to see the ability of the spectrophotometer to classify the colorectal tissue of mice. Mice tissue data that has been classified according to PA experts was tested using visible light and would be read by a reflectance spectrophotometer. The results of the spectrophotometer will then be read by the Theremino Spectrophotometer. All data were then tested for normality using the Saphiro Wilk test, followed by the ANOVA or Kruskal-Wallis test, then the Post Hoc or Mann-Whitney test. Data were also analyzed using supervised and unsupervised machine learning. From the hypothesis test, only 2 wavelengths were found that could significantly differentiate normal and precancerous tissue (696.7 and 699.8 nm). While others are less able to distinguish normal, inflammatory, and precancerous tissue. The results from machine learning show low sensitivity, specificity, AUC, accuracy, and precision to distinguish between the three categories. Therefore, it can be concluded from this research that the visible light reflectance spectrophotometric method is not suitable for distinguishing normal, inflammatory, and precancerous colonic tissue in mice preparations."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Anita Pradevi
"Kanker kolorektal adalah kanker yang berlokasi dibagian kolon atau rektum dengan indikasi awal adalah keberadaan polip non-kanker. Kanker kolorektal menempati urutan ketiga sebagai kanker ganas dan urutan kedua dengan tingkat mortalitas tertinggi di tingkat dunia. Peningkatan morbiditas kanker kolorektal tercatat pada orang dewasa berusia 30-40 tahun. Prevalensi dan urgensi deteksi dini kanker kolorektal diperlukan untuk mendapatkan hasil diagnosis kanker sebagai solusi pengobatan kanker. Gen MDR1 sebagai gen penghabisan obat membentuk resistensi terhadap pengobatan yang menyebabkan kegagalan dalam kemoterapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi gen MDR1 pada kanker kolorektal. Penelitian ini menggunakan metode qPCR yang bersifat spesifik dan sensitif pada satu target. Berdasarkan hasil qPCR diperoleh di antara 10 penderita kanker kolorektal terdapat 6 penderita yang positif terdeteksi gen MDR1 dan 4 penderita tidak mengekspresikan gen MDR1. Khususnya, ekspresi mRNA tertinggi diamati pada penderita yang telah mengalami metastasis terutama menuju hepar. Secara statistik, pengujian menggunakan Shapiro-Wilk (0,049 < 0,05) menyatakan data tidak terdistribusi normal antara kelompok jaringan normal dan kanker kolorektal. Sedangkan, pada uji Mann Whitney U (0,065 > 0,05) tidak terdapat perbedaan signifikan antara jaringan normal dan jaringan kanker kolorektal. Rekomendasi selanjutnya adalah dengan menggunakan sampel lebih banyak untuk melihat pola ekspresi gen.

Colorectal cancer is cancer located in the colon or rectum with the initial indication is the presence of non-cancerous polyps. Colorectal cancer ranks third as a malignant cancer and ranks second with the highest mortality rate in the world. The increase in colorectal cancer recorded in adults aged 30-40 years. The prevalence and urgency of early detection of colorectal cancer is obtained to get the results of a cancer diagnosis as a cancer treatment solution. The MDR1 gene as a drug efflux forms resistance to treatment causes failure in chemotherapy. This study aims to determine the expression of the MDR1 gene in colorectal cancer. This study uses the qPCR method which is specific and sensitive to one target. Based on the qPCR results, it was found that among 10 patients with colorectal cancer, there were 6 patients who were positive for the MDR1 gene and 4 patients were negative the MDR1 gene. In particular, the highest mRNA expression was observed in patients who had metastasized mainly to the liver. Statistically, the Shapiro-Wilk test (0.049 < 0.05) stated that the data were not normally distributed between the normal tissue groups and colorectal cancer. Meanwhile, the Mann Whitney U test (0.065 > 0.05) means that there is no significant difference between normal tissue and colorectal cancer tissue. The next recommendation is to use more samples to see the pattern of gene expression."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valencia Hadinata
"Latar belakang: Menurut Global Cancer Statistics 2020 (GLOBOCAN), kanker kolorektal masih menduduki posisi ke-3 pada penyebab kanker tersering di dunia, dan posisi ke-2 pada penyebab kematian tersering akibat kanker (9.4%). Evaluasi histopatologi dari hasil biopsi jaringan kolorektal yang merupakan baku emas dalam diagnosis saat ini pun masih memiliki berbagai keterbatasan. Penentuan derajat keparahan dari kanker kolorektal, dilakukan secara subjektif oleh ahli patologi anatomik melalui observasi mikroskop, sehingga data yang dimiliki bersifat kualitatif. Studi menggunakan prinsip spektrofotometri sudah pernah dilakukan dalam upaya diagnostik kanker sebelumnya. Namun, hingga saat ini masih belum ada studi yang menggunakan spektrofotometer reflektansi VIS-NIR sebagai metode diagnostik kuantitatif dan objektif untuk kanker kolorektal.
Tujuan: Penelitian ini adalah studi pendahuluan untuk mengetahui potensi dan kemampuan dari spektrofotometer reflektansi VIS-NIR dalam membedakan jaringan normal, prekanker, dan radang pada blok parafin jaringan kolon mencit.
Metode: Penelitian ini memiliki desain eksperimental yang menggunakan sampel blok parafin jaringan kolorektal mencit Mus musculus. Sampel diklasifikasikan oleh ahli patologi anatomi menjadi tiga kategori berdasarkan derajat lesinya, yaitu normal, radang, dan prekanker. Sebanyak 30 sampel tersebut diukur intensitas cahaya reflektansinya pada 454 panjang gelombang berbeda yang termasuk dalam spektrum VIS-NIR. Hasil pengukuran dianalisis dengan perangakat lunak SPSS 26.0 untuk uji komparatif dan perangkat lunak Orange Data Mining untuk pengujian machine learning dalam pegelompokan sampel berdasarkan derajat lesinya.
Hasil dan Pembahasan: Hasil uji komparatif membuktikan bahwa 429 dari 454 panjang gelombang cahaya VIS-NIR memiliki perbedaan intensitas cahaya reflektansi yang bermakna antarkelompok derajat lesi (p<0.05). Machine learning yang terbaik dalam pengelompokan sampel menurut derajat lesi berdasarkan data intensitas cahaya reflektansi adalah model SVM dengan nilai Area under the Curve (AUC) 98.3%, Classification Accuracy (CA) 86.7%, Skor F1 0.862, Precision 86.9%, Recall 86.7%, sensitivitas 70-100%, dan spesifisitas 90-95%.
Kesimpulan: Spektrofotometri Reflektansi VIS-NIR dapat membedakan jaringan normal, radang dan prekanker kolorektal pada mencit Mus musculus dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik

Background: According to the Global Cancer Statistics 2020 (GLOBOCAN), colorectal cancer is still the 3rd most common cause of cancer in the world and the 2nd most common cause of cancer death (9.4%). Histopathological evaluation of colorectal tissue biopsy results, which is currently still the gold standard in colorectal cancer diagnosis, has its limitations. Determining the severity of colorectal cancer is done subjectively by anatomical pathologists through microscopic observation. Results from this evaluation are qualitative data which can contribute to the high level of false positive and negatives of the diagnosis. Studies using spectrophotometric principles have been carried out in previous diagnostic efforts. However, to date, there are still no studies using the VIS-NIR reflectance spectrophotometer as a quantitative and objective diagnostic tool for colorectal cancer.
Objective: This is a pilot study to determine the potential and ability of the VIS-NIR reflectance spectrophotometer in differentiating normal, precancerous, and inflammatory parrafin-block of mouse colorectal tissues.
Method: This experimental study uses paraffin-block samples of colorectal tissue from Mus musculus mice. Samples were classified by anatomical pathologists into three categories based on the degree of lesion, namely normal, inflammatory, and precancerous. A total of 30 samples were measured by their light intensity reflectance at 454 different wavelengths included in the VIS-NIR spectrum. Results are evaluated using SPSS 26.0 for comparative testing and Orange Data Mining for machine learning to evaluate their competence in differentiating samples based on the degree of lesion.
Results and Discussion: Comparative test results proved that 429 of the 454 wavelengths in the VIS-NIR light spectrum had a significant difference in light intensity reflectance between the three degree groups of lesion (p<0.05). The best machine learning in differentiating samples according to the degree of lesions based on light reflectance intensity is the SVM model with the value of Area Under the Curve (AUC) 98.3%, Classification Accuracy (CA) 86.7%, F1 score 0.862, Precision 86.9%, Recall 86.7%, sensitivity 70-100%, and specificity 90-95%.
Conclusion: VIS-NIR Reflectance spectrophotometry can distinguish normal, inflammatory, and precancerous colorectal tissue in Mus musculus mice with good sensitivity and specificity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Mangema Junias Robert
"ABSTRAK
Latar Belakang: Dalam beberapa dekade terakhir telah dikembangkan terapi paliatif yang bertujuan untuk mengeliminasi metastasis. Kemoterapi paliatif banyak dipilih menjadi terapi standar pada tatalaksana kanker kolorektal stadium lanjut. Pemberian 5-fluorouracil 5-FU intravena ditambah dengan leucovorin LV dan targeted therapy bevacizumab telah menjadi terapi paliatif standar dalam beberapa tahun terakhir. Di Indonesia, belum ada penelitian yang membandingkan efektifitas pemberian regimen kemoterapi Bevacizumab mFOLFOX6 dan Bevacizumab XELOX. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang pada 15 pasien karsinoma kolorektal dengan metastasis hati dengan 11 pasien menjalani protokol Bevacizumab mFOLFOX6 dan 4 pasien menjalani protokol Bevacizumab XELOX. Efektifitas respons dilihat dengan menggunakan kadar CEA dan hasil CT scan. Hasil: Dengan menggunakan protokol kemoterapi Bevacizumab mFOLFOX6 81,8 subjek memberikan respons stable disease dan 54,5 subjek memberikan respons progressive disease. Sementara itu, dengan menggunakan protokol kemoterapi Bevacizumab XELOX 75,0 subjek memberikan respons stable disease dan 50,0 subjek memberikan respons partial response. Efektivitas kemoterapi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan regimen/protokol kemoterapi yang digunakan Bevacizumab mFOLFOX6 dan Bevacizumab XELOX, baik berdasarkan respon CT Scan p = 0,993 maupun kadar CEA 0,774 . Tidak terdapat pula hubungan antara variabel faktor dengan efektivitas kemoterapi. Kesimpulan: Efektivitas kemoterapi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan regimen/protokol kemoterapi yang digunakan. Selain itu, variabel usia, jenis kelamin, IMT, SGA, skor Karnofsky, lokasi tumor primer, jenis operasi, waktu kemoterapi dan tipe histopatologi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan efektivitas kemoterapi.

ABSTRACT
Background In the last few decades, palliative therapy has been developed to eliminate metastasis. Palliative chemotherapy has become a standard therapy in the treatment of late stage colorectal cancer. Treatment with 5 fluorouracil 5 FU plus leucovorin intravenous LV and targeted therapies bevacizumab has become a standard palliative therapy in recent years. In Indonesia, there were no study comparing the effectiveness of Bevacizumab mFOLFOX6 and Bevacizumab XELOX chemotherapy regimens. Method This study used a cross sectional design in 15 patients with liver metastatic colorectal carcinoma which 11 patients were treated with Bevacizumab mFOLFOX6 protocol and 4 patients were treated with Bevacizumab XELOX protocol. The effectiveness of the response were measured using CEA concentration and CT scan result. Results With the Bevacizumab mFOLFOX6 protocol 81.8 of the subjects responded as stable disease and 54.5 responded as progressive disease. Meanwhile, with the Bevacizumab XELOX protocols 75.0 of the subjects responded as stable disease and 50.0 responded as partial response. Effectiveness of chemotherapy did not have a relationship with the chemotherapy protocols used Bevacizumab mFOLFOX6 and XELOX , based on CT scans p 0.993 and CEA levels 0.774 . In addition, there is no relationship between variable factors and the effectiveness of chemotherapy. Conclusions Effectiveness of chemotherapy did not have a relationship with the chemotherapy protocols used. In addition, the variables of age, sex, BMI, SGA, score Karnofsky, primary tumor site, type of surgery, chemotherapy and histopathology type of time did not have a relationship with the effectiveness of chemotherapy. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dana Satria Kusnadi
"ABSTRAK
Latar belakang: Kemoterapi ajuvan merupakan pilihan utama pada kanker kolorektal
stadium lokal lanjut untuk mencegah terjadinya rekurensi. Protokol FOLFOX dan
XELOX saat ini banyak digunakan karena terbukti meningkatkan overall survival rate
dan disease free survival pada penelitian-penelitian di negara maju. Penelitian ini
bertujuan untuk membandingkan efektivitas protokol FOLFOX dengan XELOX pada
pasien-pasien di pusat kesehatan kami, yang memiliki karakter yang berbeda, yakni
dengan tingkat kepatuhan yang rendah dalam berobat dan datang dalam stadium lanjut,
serta mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan efektivitas kemoterapi.
Metode: Dilakukan studi retrospektif pada 133 subjek karsinoma kolorektal stadium III
dan II risiko tinggi yang mendapat kemoterapi ajuvan di RSCM dan RSUP Fatmawati.
Sampel diambil secara konsekutif, selanjutnya dilakukan analisis statistik
membandingkan respon kedua protokol dengan mengamati kadar CEA dan 1-year
mortality rate. Dicari hubungan kepatuhan pasien dan faktor-faktor lain dengan
efektivitas. Kami menggunakan uji Chi square atau Fisher, serta uji multivariat
menggunakan regresi logistik. Signifikansi bila nilai p <0,05 dengan confidence interval
95%.
Hasil: Tidak didapatkan hubungan bermakna secara statistik antara protokol kemoterapi
dengan efektivitas (p = 0,61). Dikaitkan dengan kepatuhan pasien, didapatkan hubungan
signifikan antara protokol kemoterapi dan efektivitas (p = 0,001 dan 0,000), dengan
tingkat kepatuhan yang jauh lebih tinggi pada protokol FOLFOX (86% berbanding 45%).
Faktor-faktor lain yang secara statistik signifikan berhubungan dengan efektivitas adalah
Karnofsky score >90 (p = 0,004), IMT normal atau lebih (p = 0,006), dan grade
histopatologi dengan diferensiasi baik sedang (p = 0,003)
Kesimpulan: Protokol FOLFOX dan XELOX memberikan efektivitas yang sama.
Dikaitkan dengan kepatuhan yang memiliki hubungan signifikan dengan efektivitas,
protokol FOLFOX jauh lebih patuh dari XELOX. Pemberian kemoterapi ajuvan perlu memperhatikan Karnofsky score dan IMT pasien.

ABSTRACT
Background: : Adjuvant chemotherapy has become treatment of choice in advance
colorectal cancer to prevent recurrence. FOLFOX and XELOX protocol was proved to
increase overall survival rate and disease free survival. This study wants to compare
chemotherapy response between XELOX and FOLFOX protocol in our health center,
which usually having patients with low compliance and come in advanced stadium and
also to identify other factors that affecting chemotherapy response.
Method: Retrospective study of 133 colorectal carcinoma stage III and high-risk stage II
subjects who received adjuvant chemotherapy were collected consecutively from medical
record in Cipto Mangunkusumo Hospital and Fatmawati Hospital. Statistic analyze was
performed to compare chemotherapy response from XELOX protocol and FOLFOX
protocol, which were analyzed using Carcinoembryonic Antigen (CEA) and 1-year
mortality rate. The relationships between few other factors and effectivity of
chemotherapy response was analyzed using Chi square or Fisher. Multifactorial analysis
was using logistic regression test. Statistical significance was stated when p value <0,05
with 95% confidence interval.
Results: No statistically significant correlation between chemotherapy protocol and
chemotherapy response (p=0,61). However, when we combined compliance factor, we
found out strong correlation between chemotherapy protocol and chemotherapy response
(p = 0,001 and 0,000). FOLFOX protocol shown much higher compliance (86% vs 45%).
Others Factors that correlate significant to chemotherapy response in multivariate
analysis are Karnofsky score >90 (OR = 5,8; p = 0,004), Normal and overweight BMI
(OR = 4,7; p = 0,006), and well-moderate tumor differentiation (OR=6,3; p=0,003).
Conclusions: FOLFOX and XELOX protocol showed same efficacy in chemotherapy
response. When combine with compliance factor, which showed strong correlation to
efficacy chemotherapy response,, FOLFOX protocol showed more compliance. We
should care about patients? Karnofsky score and BMI to increase response of adjuvant chemotherapy. "
2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Rini Handjari
"ABSTRAK
Kanker kolorektal KKR dianggap sebagai masalah kesehatan utama, salah satu jenis kanker yang paling sering terjadi serta penyebab kematian kedua terbesar di negara barat dan di Indonesia. Adenokarsinoma kolorektal serrated AKS merupakan salah satu tipe dari KKR. Salah satu jalur karsinogenesis kolorektal adalah jalur serrated yang diketahui melibatkan mutasi gen KRAS. Penanda tumor lain yang juga terlibat dalam proses karsinogenesis adalah P53 dan Bcl-2. Gambaran histomorfologik yang ditemukan oleh Tuppurainen dkk. saat ini digunakan sebagai penanda AKS. Terbatasnya sarana laboratorium patologi molekular di Indonesia, menekankan pentingnya membuat model skoring gambaran histomorfologik AKS dan atau ekspresi protein P53 serta Bcl-2 untuk memprediksi mutasi KRAS.Penelitian potong lintang terhadap 39 kasus AKS didapatkan dari Arsip Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM selama tahun 2013 ndash;2015. Setiap kasus dikumpulkan data klinisnya, dan dinilai ulang karakteristik histomorfologik dan penanda tumor Bcl2 dan P53 , serta dilakukan pemeriksaan status KRAS. Penelitian histomorfologik dilakukan per kasus dan per contoh yaitu terhadap 100 kelenjar/kasus.Pada penelitian ini, kasus AKS ditemukan paling banyak pada laki-laki 51,3 , usia ge; 40 tahun 71,8 , lokasi di kolon kiri 84,6 , tidak memiliki metastasis 92,3 , status mutasi KRAS 71,8 . Ekspresi protein P53 didapatkan pada 69,2 dan protein Bcl-2 51,3 , tidak didapatkan hubungan bermakna ekspresi protein tersebut dengan status KRAS. Gambaran histomorfologik status KRAS didapatkan hubungan pada epitel serrated, lokasi inti sel, kondisi inti, sitoplasma dan musin. Odds ratio tertinggi ditemukan pada epitel serrated OR 2,7; IK 95 2,30 ndash;3,07 dan musin OR 2,0; IK 95 , 1,15 ndash;3,65 . Berdasarkan uji statistik didapatkan model nilai skoring yang terdiri dari epitel serrated, keadaan lokasi inti, kondisi inti dan adanya musin CI 95 antara 61 ndash;65 . Nilai sensitivitas dan spesifisitas berdasarkan nilai titik potong pada angka 16 sensitivitasnya sebesar 72 dan spesifisitasnya sebesar 48 .Simpulan: Didapatkan model sistem skor dengan titik potong 16 untuk memprediksi adanya mutasi KRAS berdasarkan, epitel serrated, lokasi inti sel, kondisi inti, dan adanya musin.Kata kunci: Adenokarsinoma kolorektal serrated, Bcl-2, jalur serrated, Kanker kolorektal, mutasi KRAS, P53

ABSTRACT
Colorectal cancer CRC is considered as major health problem, one type of cancer that most often occurs as well as the second largest cause of death in western countries and in Indonesia. Serrated colorectal adenocarcinoma SA is one type of CRC. One of colorectal carcinogenesis pathway is serrated pathway that known to involve KRAS gene mutation. Other tumor markers that also involved in the process of its carcinogenesis were P53 and Bcl 2. Histomorphological criteria found by Tuppurainen et al currently used as marker of SA. Limited facilities of molecular pathology laboratory in Indonesia emphasize the needs of making scoring model by using histomorphological features of SA and or P53 and Bcl 2 protein expression to predict KRAS mutation.A cross sectional study conducted to 39 cases of SA registered in Departement of Anatomical Pathology FMUI Ciptomangunkusumo Hospital from 2013 ndash 2015. All clinical data related to the cases were collected. Each case was reevaluated based on Tuppurainen histomorphological criteria, tumor markers Bcl 2 and P53 , and KRAS status. Histomorphological examination is conducted per case and per instance to 100 nodes case.Present study showed that most cases of SA was found in male 51.3 , aged ge 40 years 71.8 , located in left colon 84.6 , did not have metastasis 92.3 , with KRAS mutation status 71.8 . P53 and Bcl 2 protein expressions were found in 69.2 and 51.3 respectively, with no significant association with KRAS status. Histomorphological features of KRAS status found in epithelial serration, nucleus location, nucleus condition, cytoplasm and mucin. Epithelial serration has the highest odds ratio OR 2.7 IK 95 2.30 ndash 3.07 followed by mucin OR 2.0 IK 95 , 1.15 ndash 3.65 . Statistical values showed scoring models consisted of epithelial serrations, nucleus location, nucleus condition and presence of mucin CI 95 between 61 ndash 65 . The sensitivity and specificity cut off point located on the number 16, with sensitivity value was 72 and specificity 48 .Conclusion A scoring system model yielded 16 as cut off score was obtained to predict KRAS mutations based on epithelial serrations, nucleus location, nucleus condition and presence of mucin.Keywords Bcl2, Colorectal cancer, colorectal serrated adenocarcinoma, KRAS mutation, P53, serrated pathway"
2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1983
616.994 347 KAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>