Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104742 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakhri Rahmadiansyah
"Hipoksia hipobarik merupakan kondisi dimana tubuh memiliki kekurangan oksigen dalam jaringan dan sel. Pada keadaan hipoksia, tubuh mampu memproduksi radikal bebas. Sehingga, tubuh menghasilkan antioksidan yang berfungsi menangkal radikal bebas. Salah satu antioksidan yang berfungsi yaitu glutation (GSH). Glutation memiliki peranan penting dalam antioksidan khususnya menangkal radikal bebas hidrogen peroksida (H2O2). Dengan adanya antioksidan ini, maka dapat melindungi sel tubuh yang mengalami kerusakan akibat radikal bebas. Penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan metode desain eksperimental. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok 7 kali, kelompok 14 kali, kelompok 21 kali, dan kelompok 28 kali hipoksia hipobarik intermiten (HHI). Setiap kelompok diberikan prosedur hypobaric chamber training. Selanjutnya melakukan pengukuran kadar glutation dengan menggunakan metode Ellman. Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 7 kali HHI lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol (p = 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 14 kali HHI lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus 7 kali HHI (p < 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati pada kelompok lainnya kembali menurun setelah diberikan paparan 21 kali HHI dan 28 kali HHI dibandingkan dengan kelompok normal namun tidak memiliki makna yang signifikan. Menurut hasil penelitian ini, kadar glutation pada keadaan HHI mengalami penurunan akibat dari suatu efek perlindungan hati terhadap adanya radikal bebas yang dihasilkan dari hipoksia hipobarik intermiten.

Hypobaric hypoxia is a condition in which the body has a low level of oxygen in the tissues and cells. The effect that occurs when in a state of hypoxia is that the body produces free radicals. However, the body also produces antioxidants that work to eliminate free radicals. One of the antioxidants is glutathione. Glutathione has a role in antioxidants, especially scavenging free radical hydrogen peroxide (H2O2). With this antioxidant, it can protect from cell damage by free radicals. This research use the experimental design method. This study used 25 rats which grouped into 5 groups, namely the control group, group with 7 times, group with 14 times, group with 21 times, and group with 28 times intermittent hypobaric hypoxia (IHH). Each group will be exposed to hypobaric chamber training procedure. Furthermore, measuring glutathione levels in rat liver samples in each group using the Ellman’s method. The average glutathione level of the group rats 7 times IHH was significantly lower than that of the control rats group (p = 0.001). The average liver glutathione levels in the group rats 14 times IHH were significantly higher than the group rats 7 times IHH (p < 0.001). The average liver glutathione levels in the other groups decreased again after exposure to 21 times IHH and 28 times IHH compared to the control group but did not significantly different. According to the results of this study, glutathione levels in rat's liver decreased due to a protective effect of the liver against the presence of free radicals resulting from IHH."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Christian
"Saat hipoksia, tubuh memproduksi radikal bebas yang berbahaya bagi tubuh. Radikal bebas, salah satunya, dapat menyerang protein sehingga menghasilkan dikarbonil. Namun, terdapat mekanisme adaptasi tubuh yang mungkin diinduksi hipoksia hipobarik intermiten, termasuk antioksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan dapat dilihat, salah satunya dengan penurunan produksi dikarbonil. Penelitian ini dilakukan dengan desain eksperimental dengan melibatkan 25 ekor tikus yang dibagi ke dalam 5 kelompok, yakni kelompok Hipoksia Hipobarik Intermiten (HHI) 7 kali, kelompok HHI 14 kali, kelompok HHI 21 kali, kelompok HHI 28 kali, dan kelompok kontrol. Terjadi fluktuasi kadar dikarbonil dan dapat terlihat tren perubahan kadar dikarbonil antara kelompok-kelompok perlakuan walaupun hasil uji statistik tidak memiliki perbedaan signifikan. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan dari kadar dikarbonil pada jaringan hati tikus di kelompok yang diberikan perlakuan hipoksia hipobarik intermiten dengan kelompok kontrol sehingga hipotesis “jumlah paparan hipoksia hipobarik intermiten yang berbeda mengakibatkan perbedaan kadar dikarbonil yang bermakna pada jaringan hati tikus” dan adanya efek perlindungan HHI terhadap radikal bebas tidak terbukti.

During hypoxia, the body produces free radicals which are harmful to the body. Free radicals can attack proteins to produce dicarbonyl. However, there are body adaptation mechanisms that may be induced by intermittent hypobaric hypoxia, including antioxidants that protect the body from free radicals and can be seen, one of which is by decreasing dicarbonyl production. This study was conducted using an experimental design involving 25 rats which were divided into 5 groups, namely the Intermittent Hypobaric Hypoxia (HHI) group 7 times, the HHI group 14 times, the HHI group 21 times, the HHI group 28 times, and the control group. Fluctuations in dicarbonyl levels occurred and a trend of changes in dicarbonyl levels could be seen between the treatment groups, although the results of the statistical tests did not have a significant difference. The results showed that there was no significant difference in dicarbonyl levels in rat liver tissue in the group that was given intermittent hypobaric hypoxia treatment with the control group so that the hypothesis "different amounts of intermittent hypobaric hypoxia exposure resulted in significant differences in dicarbonyl levels in rat liver tissue" and there was an effect HHI's protection against free radicals is not proven."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hansens Yansah
"Latar Belakang: Kondisi hypobaric diinduksi pada manusia di daerah dataran tinggi; kondisi hipoksia hypobaric intermiten adalah paparan normoxic di antara induksi hipoksia. Kondisi hipoksia hypobaric dapat membahayakan karena meningkatkan produksi stres oksidatif. GSH adalah antioksidan utama yang merupakan pertahanan utama terhadap hidrogen peroksida. Kadar hidrogen peroksida meningkat pada kondisi hipoksia. Dalam percobaan ini saya akan menelurusi pengaruh kondisi hipoksia hypobaric intermiten pada kadar glutathione GSH .
Metode: Percobaan ini menggunakan otak dari tikus jantan Sprague Dawley yang berusia 2 bulan dengan berat di 200-250 gram. Kondisi hipoksia hypobaric intermiten disimulasikan menggunakan tipe I Chamber profil penerbangan hypobaric. Tikus dibagi menjadi lima kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 tikus dan diberi perlakuan kondisi hipoksia hypobaric yang berbeda. Kemudian, kandungan protein dan kadar GSH dalam homogenat otak dengan spectrofotometer.
Hasil: Kadar GSH menurun di otak yang terpapar oleh efek hipoksia hipobarik. Tetapi dari hasil analisa statistic membuktikan bahwa data yang sudah peroleh tidak signifikan. Kesimpulan: Menurut hasil penelitian ini, tidak ada korelasi antara tingkat GSH dan hipoksia hypobaric intermiten tetapi penelitian lebih lanjut harus dilakukan.

Background: A hypobaric hypoxic condition is induced in human in high altitude areas an intermittent hypobaric hypoxic condition is continuous exposure with normoxic conditions in between. A hypobaric hypoxic condition can potentially be harmful because of the oxidative stress that it causes. GSH is the prime antioxidant that is the main defense against hydrogen peroxide. Hydrogen peroxide levels increase in hypoxic conditions. In this experiment, I am analyzing the effect of intermittent hypobaric hypoxic condition on the level of glutathione GSH.
Method: We utilized the cerebellum of two months old healthy male Sprague Dawley rats weighing at 200 250 grams. An intermittent hypobaric hypoxic condition was simulated using a hypobaric Type I Chamber flight profile. The rats are split into five groups with 5 rats in each group of varying exposure to the hypobaric hypoxic condition. Protein content in the cerebellum homogenate was also measured and the GSH level is measured.
Results: The level of GSH decreases in rat cerebellum exposed to hypobaric hypoxia. However, after statistical analysis the data is shown to be insignificant.Conclusion According to the results of this experiment, there is no correlation between the level of GSH and intermittent hypobaric hypoxia but further research should be conducted.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70420
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Safirina
"Antioksidan berperan penting dalam menanggulangi reaktif oksidatif spesies yang dipercaya mengambil peran pada kondisi hipobarik hipoksia. Oleh sebabnya, glutathione yang tereduksi (GSH) adalah antioksidan endogen non-enzimatik yang dapat mencegah kerusakan oksidatif. Secara teratur, riset ini dilaksanakan untuk menemukan efek dari pajanan intermiten hipobarik hipoksia yang dicerminkan dari level GSH, sebagai salah satu dari antioksidan penting pada jaringan ginjal. Sampel pada ginjal diambil dari tikus Sprague-Dawley yang berusia 6-8 minggu dengan berat 150-200g, yang sebelumnya telah terkena pajanan lingkungan normal (pada kontrol) atau pajanan intermittent hipobarik hipoksia selama beberapa hari. Setelah itu, level GSH dihitung dari ekstrak jaringan ginjal. Konsentrasi GSH naik pada pajanan hipoksia 1x dan hipoksia 2x jika dibandingkan dengan grup kontrol. Tapi, konsentrasinya menurun setelah pajanan 3x dan ditemukan hamper stabil pada pajanan 4x hipoksia. Level yang berbeda pada glutathione dalam kondisi intermiten hipobarik hipoksia disebabkan oleh jaringan ginjal yang sudah beradaptasi dengan kondisi hipobarik hipoksia.

Antioxidants play important role for scavenging many reactive oxidative species, which believed are involved in hypobaric hypoxia condition. Hence, reduced-glutathione (GSH) is an endogenous non-enzymatic antioxidant could prevent oxidative damage. Consequently, this study attempted to find the effects of intermittent hypobaric hypoxia exposure as reflected by GSH level, as one of major antioxidant found in renal tissue. Renal samples were collected from 6-8 weeks old male Sprague-Dawley rats weighing 150- 200g, previously exposed to normoxic environment (control) or intermittent hypobaric hypoxia for certain days. Afterwards, GSH level was calculated from renal extracts. Concentration of GSH was increased on hypoxia 1x treatment and hypoxia 2x treatment compared to control group. But, the concentration was decreased after 3x treatment and found almost stabilized at 4x treatment of hypoxia. The various level of glutathione in intermittent hypobaric hypoxia was due to renal tissue adaptation toward hypobaric hypoxia treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Aditya Asa
"Hipoksia adalah kondisi dimana tubuh manusia tidak mempunyai suplai oksigen yang cukup. Dalam kondisi ini, tubuh akan melakukan adaptasi dengan memproduksi antioksidan untu menghindari kerusakan yang dihasilkan oleh stress oksidatif. Hipobarik hipoksia adalah kondisi hipoksia yang dialami di tekanan yang tinggi, umumnya di tengah proses penerbangan. Sebagai organ utama yang memproduksi oksigen, paru-paru dipercaya mempunyai peran yang tinggi untuk melindungi tubuh dari stress oksidatif yang berkepanjangan. Penelitian ini akan memfokuskan kepada aktifitas glutation sebagai antioksidan endogen yang melindungi paru-paru dari kerusakan oksidatif. Metode: Sel jaringan paru dikumpulkan dari 150-200g tikus yang telah disimpan dan terpapar oleh induksi hipoksia hipobarik intermiten. Aktifitas GSH akan dihitung dari ekstrak sel paru tikus. Hasil: Dibandingkan dengan kelompok kontrol, aktifitas glutathione terlihat menurun secara signifikan di antara kontrol ndash; hipoksia 3, kontrol ndash; hipoksia 4, hipoksia 1 ndash; hipoksia 3, dan hipoksia 1 ndash; hipoksia 4. Kesimpulan: Kondisi hipoksia memberikan pengaruh terhadap aktifitas glutathione di sel jaringan paru tikus.Kata kunci: Glutathione, Stres Oksidatif, Hipoksia Hipobarik Intermiten, Sel Jaringan Paru.

Background Hypoxia is a condition where the body does not have enough oxygen, the body will then adapt naturally by producing antioxidant to prevent oxidative stress. Hypobaric hypoxia is basically a hypoxia condition experienced in high altitude, commonly during flight. As a main organ that supplies oxygen for the body, researcher believed that lungs would have a certain role in this condition. Therefore, this research will focus on the effect reduced glutathione GSH as the non enzymatic antioxidant in intermittent hypobaric hypoxia condition in the lungs. Methods Lungs samples were collected from 150 200 g of rats that had been frozen and exposed to hypoxia hypobaric intermittent conditions. GSH level was then measured by the extracts of the rats. Results Compared to control variable, glutathione level was decreased in hypoxia 1x, 2x, 3x, 4x treatment, and are significant between the control ndash hypoxia 3, control ndash hypoxia 4, hypoxia 1 ndash hypoxia 3 and hypoxia 1 ndash hypoxia 4. Conclusion Intermittent hypobaric hypoxia affects glutathione level in lungs tissues. Key words Glutathione, Oxidative Stress, Intermittent Hypobaric Hypoxia, Lungs Tissue Cells."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70421
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryant Lewi Santoso
"Latar Belakang: Sindrom Metabolik (MetS) merupakan salah satu isu kesehatan terbesar di seluruh dunia dikarenakan merupakan faktor risiko untuk terjadinya masalah kardiovaskular. Hingga saat ini, pengobatan untuk MetS memerlukan beberapa obat yang digunakan secara simultan. Salah satu ciri khas dari penyakit sindrom metabolik adalah stres oksidatif. Stres oksidatif diketahui dapat merusak dan merupakan prekusor dari penyakit kardiovaskular. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah 6-Gingerol memiliki efek terhadap stres oksidatif pada jantung. Metode: Tikus jantan Sprague-Dawley yang dikelompokan menjadi 5 kelompok, yakni normal, sindrom metabolik (MetS), MetS dengan dosis 50, 100, dan 200 mg/kgBB 6-Gingerol. Tikus diinduksi sindrom metabolik menggunakan diet tinggi fruktosa/lemak dan diberikan 1 Dosis streptozotocin (22mg/kg) pada minggu Ke-8. Kemudian diberikan 6-Gingerol secara oral selama 8 minggu. Stres oksidatif diukur dari kadar Malondialdehida (MDA) dan Glutation Peroksidase (GPx) pada jaringan jantung tikus. Pengukuran MDA menggunakan spektrofotrometri dan GPx dengan kit Enzyme-linked Immunosorbent Assay ELISA. Hasil: Hasil menunjukan perbedaan yang signifikan pada pengukuran GPx kelompok MetS + 200 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok MetS (p = 0,01). Sedangkan pengukuran MDA tidak dapat perbedaan yang bermakna antar kelompok. Kesimpulan: 6-Gingerol dapat meningkatkan ekspresi GPx pada jantung tikus model sindrom metabolik, tetapi tidak berpengaruh terhadap ekspresi MDA.

Introduction: Metabolic syndrome (MetS) is a major health issue worldwide, as it is a risk factor for cardiovascular diseases. As of now, the treatment for metabolic syndrome requires several medications used simultaneously. One of the common characteristics of metabolic syndrome is oxidative stress. Oxidative stress is known to cause damage to various organs and systems, so this research aims to determine whether 6-Gingerol has an effect on oxidative stress in the heart. Method: This research involved male Sprague- Dawley rats that were divided into 5 groups: normal, metabolic syndrome (MetS), MetS + 6-Gingerol 50 mg/kgBB, MetS + 6-Gingerol 100 mg/kgBB, and MetS + 6-Gingerol 200 mg/kgBB. Metabolic syndrome was induced by a high-fructose fat diet for 8 weeks and a single dose of streptozotocin (22mg/kg) in the 8th week. 6-Gingerol was given orally for the next 8 weeks. Malondialdehyde (MDA) and Glutathione Peroxide (GPx) levels are used to measure oxidative stress. MDA levels were measured using spectrophotometry and GPX with an Enzyme-linked Immunosorbent Assay ELISA kit. Results: The results showed a significant difference in GPx levels in the MetS + 200 mg/kgBB group compared to the MetS group (p = 0.01). However, there was no significant difference in MDA levels between the groups. Conclusion: The results indicate that 6-Gingerol can increase the expression of GPx in the heart of a metabolic syndrome model, but it does not affect the expression of MDA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Riani
"Ruang lingkup dan cara penelitian :
Likopen (Lycopene) tergolong antioksidan karotenoid yang banyak ditemukan dalam buah dan sayur, terutama pada buah tomat berwarna merah. Likopen dari tomat olahan diserap lebih baik dibanding dengan likopen yang terdapat dalam tomat segar. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efek hepatoprotektif likopen sebagai antioksidan pada tikus yang diracun karbontetraklorida. Penelitian dilakukan terhadap 4 kelompok tikus strain Sprague Dawley. Kelompok I adalah kelompok kontrol, kelompok II adalah kelompok yang mendapat emulsi tomat, kelompok III yang diracun dengan CCl4 dan kelompok N adalah kelompok yang mendapat emulsi tomat sebelum diracun CCl4. Pada penelitian ini tomat terlebih dahulu dibuat menjadi serbuk dengan teknik "drum drier". Sebelum diberikan pada hewan coba serbuk tomat dibuat menjadi emulsi dengan minyak. Efek hepatoprotektif emulsi tomat dinilai dengan menetapkan aktivitas enzim GPT plasma. Pada tikus kelompok III aktivitas enzim GPT lebih tinggi (190,185 U/L) daripada kelompok IV (54,596 U/L), walaupun tidak menyamai aktivitas enzim GPT plasma tikus kelompok kontrol (33,464 U/L). Glutation tereduksi (GSH) dan enzim katalase tergolong antioksidan endogen. Pemberian emulsi tomat pada kelompok tikus sebelum diracun CCla menunjukkan kadar GSH plasma sebesar 2,761 μmol/mL dan GSH jaringan hati sebesar 1,236 μmol/mL lebih tinggi secara bermakna dari kelompok yang diracun dengan CCl4 (2,280 µmol/mL dan 0,669 µmol/mL). Aktivitas katalase plasma pada kelompok tikus yang dilindungi dengan emulsi tomat sebelum diracun CCl4 menunjukkan aktivitas katalase lebih tinggi (0,323 U/mL) dibandingkan kelompok yang diracun dengan CCl4 (0,160 U/mL). Gambaran yang sama juga diperlihatkan oleh aktivitas katalase jaringan hati. Aktivitas katalase jaringan hati yang diberi perlindungan emulsi tomat lebih tinggi secara bermakna (121,328 U/g) dibandingkan yang diberi CCl4 (64,914 U/g). Pemberian emulsi tomat dapat melindungi hati terhadap kerusakan akibat radikal bebas yang disebabkan oleh pemberian CCl4."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Academic Press, 1954
612.014 4 GLU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"The reaction of cis-[Pt(15NH3)2(H2O)2]2+ (3) with glutathione (GSH) was investigated in aqueous solution. In this reaction, the ammine in the platinum complex formed was liberated. Surprisingly two chelate rings were observed, six-membered-S,O-chelate ring complex cis-[Pt(15NH3)2(SG-S,O) (7) and five-membered-S,N-chelate ring complex cis-[Pt(15NH3)2(SG-S,N)] (8). The bis (thiolate) platinum(II) complex, cis-[Pt(15NH3)2(SG)2] (9) was always present in this reaction in any mole ratio used. The dinuclear sulphur-bridged complex (10), giving a broad peak in 15N NMR, was only present in very tiny amounts."
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alexandra Francesca Chandra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Glutation tereduksi (GSH) adalah antioksidan endogen nonenzimatik utama di paru dan saluran pernapasan. GSH mengoksidasi spesi oksigen reaktif (ROS) untuk mencegah terjadinya kerusakan oksidatif, sehingga GSH menjadi salah satu parameter pengukuran derajat stres oksidatif. Hipoksia sistemik kontinu telah diketahui menyebabkan pembentukan ROS dan kerusakan oksidatif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh waktu paparan hipoksia sistemik kontinu terhadap pembentukan ROS di jaringan paru, yang direpresentasikan melalui kadar GSH. Metode: Sampel paru didapat dari tikus Sprague-Dawley jantan berusia 6-8 minggu dengan berat badan 150-200 g, yang telah terpapar kondisi normoxia (kontrol) atau hipoksia sistemik kontinuselama hari. Kemudian, kadar GSH diukur dari ekstrak jaringan paru. Hasil: Data analisis dengan ANOVA mengindikasikan adanya perbedaan bermakna antara kadar GSH paru terhadap perbedaan waktu pemaparan hipoksia sistemik kontinu Perbandingan post hoc LSD memperlihatkan bahwa dibutuhkan pemaparan hipoksia setidaknya 5 hari untuk menimbulkan efek, ditunjukkan dengan adanya penurunan bermakna kadar GSH pada kelompok hipoksia 5 hari dan 7 hari Namun, paparan hipoksia selama kurang dari atau sama dengan 3 hari tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar GSH. Kemudian, uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik yang sangat kuat antara waktu pemaparan hipoksia terhadap kadar GSH paru Kesimpulan: Waktu pemaparan hipoksia sistemik kontinu mempengaruhi kadar GSH paru secara berbanding terbalik, di mana kadar GSH paru semakin menurun seiring dengan semakin bertambahnya waktu paparan hipoksia

ABSTRACT
Background: Reduced-glutathione (GSH) is a major endogenous nonenzymatic antioxidant in the lung and airway system. GSH oxidizes reactive oxygen species (ROS) to prevent oxidative damage. Hence, GSH is considered one of the parameters for measuring the degree of ROS-induced oxidative stress. Continuous systemic hypoxia has been known to cause ROS formation and oxidative damage. Consequently, this research attempted to see the effect of exposure time to continuous systemic hypoxia to ROS formation in the lung as reflected by GSH level. Methods: Lung samples were collected from 6-8 weeks old male Sprague-Dawley rats weighing 150-200g, previously exposed to normoxic environment (control) or continuous systemic hypoxia (days. Afterwards, GSH level was measured from lung extracts. Results: Data analysis using ANOVA indicated a significant difference in lung GSH level upon different exposure times to continuous systemic hypoxia Post hoc LSD comparisons revealed that hypoxic exposure should be of at least 5 days to yield an effect, as shown by significantly reduced GSH level in hypoxic groups of 5 days . Meanwhile, hypoxic exposure for 3 days or less did not significantly affect GSH level. Further Pearsons correlation analysis demonstrated a very strong negative relationship between hypoxic exposure times and lung GSH level Conclusion: The exposure times to continuous systemic hypoxia were inversely proportional to lung GSH level, in which lung GSH level decreased as the exposure time was increased.
"
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>