Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165633 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Callista Qonita Putri Nabila
"Latar belakang: Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala abnormalitas metabolik tubuh yang meliputi hipertensi, obesitas sentral, hiperglikemia, resistensi insulin, dan dislipidemia. Hal ini menurunkan kualitas hidup seseorang dan berdampak meningkatnya biaya pengobatan. Salah satu faktor risikonya adalah kebiasaan konsumsi produk instan tinggi fruktosa. Penelitian ini bertujuan membuktikan hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan dan/atau minuman yang mengandung fruktosa dengan terjadinya resistensi insulin yang bermanifestasi sindrom metabolik pada subjek di Posyandu Lansia Monjok Kota Mataram.
Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Pengambilan sampel ditetapkan secara consecutive sampling. Subjek penelitian sebanyak 48 orang berusia 45-90 tahun dari Posyandu Lansia Monjok. Data diperoleh dari wawancara subjek, Puskesmas Mataram, dan Posyandu Monjok. Asupan fruktosa dikumpulkan dengan metode food recall 24hour dan dinilai dengan software nutrisurvey. Resistensi insulin ditetapkan dengan metode TyG Index. Sindrom metabolik ditetapkan berdasarkan parameter National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III).
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 52.1% subjek di Posyandu Lansia Monjok Kota Mataram mengalami resistensi insulin dan 62.5% sindrom metabolik. Uji Chi-Square menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara kebiasaan konsumsi fruktosa dengan terjadinya resistensi insulin (p=0.000) dan sindrom metabolik (p=0.001).
Kesimpulan: Sebagian subjek di Posyandu Lansia Monjok Kota Mataram memiliki kebiasaan konsumsi tinggi fruktosa sehingga menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang bermanifestasi menjadi sindrom metabolik.

Introduction: Metabolic syndrome is a collection of symptoms of metabolic abnormalities, including hypertension, central obesity, hyperglycemia, insulin resistance, and dyslipidemia. This matter reduce a person’s quality of life and impact financially due to high treatment costs. One of the risk factors that trigger metabolic syndrome is the habit of consuming instant food or beverages that contain high fructose. This study aims to prove the relationship between the habit of consuming food and/or drinks containing fructose and the occurrence of insulin resistance manifesting metabolic syndrome among subjects at Monjok Elderly Integrated Healthcare Center Mataram.
Method: This study was cross-sectional. Sampling was determined using consecutive sampling. Subjects, as many as 48 people, aged 45-90 years form Monjok Elderly Integrated Healthcare Center Mataram. Data were obtained from subject interviews and data from Mataram Public Health Center and Monjok Integrated Healthcare Center. Fructose intake was collected using a 24-hour food recall method and assessed using NutriSurvey software. Insulin resistance was determined by the TyG Index method. Metabolic syndrome was determined based on the Adult Care Panel of the National Cholesterol Education Program III (NCEP ATP III).
Result: The results showed that 52.1% subjects at Monjok Elderly Integrated Healthcare Center experienced insulin resistance and 62.5% metabolic syndrome. The Chi-Square test showed a significant correlation between fructose consumption habits and the occurrence of insulin resistance (p=0.000) and metabolic syndrome (p=0.001).
Conclusion: Half of the subjects at Monjok Elderly Integrated Healthcare Center had a high fructose consumption habit that cause to insulin resistance manifesting metabolic syndrome.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprivita Gayatri
"ABSTRAK
Latar Belakang. Disfungsi miokardiak subklinis merupakan salah satu konsekuensi berbahaya dari sindrom metabolik, dimana diduga disebabkan oleh resistensi insulin. Kelainan tersebut merupakan kondisi patologis awal, yang berisiko menimbulkan gagal jantung ke depannya. Melalui Two Dimensional-Speckle Tracking Echocardiography 2D-STE dengan parameter Global Longitudinal Strain GLS yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi, disfungsi miokardiak tersebut dapat dideteksi lebih dini. Tujuan Mengetahui hubungan antara resistensi insulin pada sindrom metabolik terhadap disfungsi sistolik VKi subklinis.Metode. Studi ini merupakan studi potong lintang, dengan menggunakan 483 datasekunder dari pegawai RS Jantung Harapan Kita. Dari total data, 119 subjek masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi, yang kemudian dilakukan pemeriksaan GLS.Subjek tersebut terbagi menjadi dua kelompok non resistensi insulin dan resistensi insulin berdasarkan nilai Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance HOMA-IR dengan nilai cut-off 2.0.Hasil. Terdapat perbedaan nilai GLS yang bermakna antara kelompok resistensi insulin dan non resistensi insulin rerata -18.3 SD 3.05 vs -19.7 2.2 , 95 IK -2.39 ndash; -0.37 , p=0.008 . Variabel resistensi insulin memiliki risiko terbesar diikuti variabel trigliserida adjusted OR 2.8, p=0.009 dan 2.4, p=0.03 secara berurutan terhadap disfungsi sistolik VKi subklinis pada sindrom metabolik. Kesimpulan. Resistensi insulin menunjukkan fungsi sistolik VKi yang lebihrendah secara signifikan yang dinyatakan dengan nilai GLS dibandingkan nonresistensi insulin pada sindrom metabolik. Resistensi insulin dan trigliserida adalah petanda independen disfungsi sistolik VKi subklinis diantara komponen sindrom metabolik lain.Kata kunci. resistensi insulin, HOMA-IR, disfungsi sistolik VKi subklinis, GLS,sindrom metabolik, trigliseridaABSTRACT
Background. Subclinical myocardial dysfunction is a dangerous consequence ofthe metabolic syndrome, which is thought to be caused by insulin resistance. Thedisorder is an early pathological condition, which poses a risk of heart failure in thefuture. Through Two Dimensional Speckle Tracking Echocardiography 2D STE with the Global Longitudinal Strain GLS parameters that have high sensitivityand specificity, these myocardial dysfunctions can be detected earlier.Objective. To determine the relationship between insulin resistance in metabolicsyndrome to subclinical left ventricle systolic dysfunction.Methods. A cross sectional study, using 483 secondary data from employees of theNational Heart Center of Harapan Kita. 119 subjects were included in the inclusionand exclusion criteria, which were performed 2D STE with GLS parameter. Thesubjects were divided into two groups of non insulin resistance and insulinresistance based on the value of Homeostasis Model Assessment of InsulinResistance HOMA IR with a cut off value of 2.0.Results. There were significant differences in GLS values between the insulinresistance group and non insulin resistance mean 18.3 SD 3.05 vs 19.7 2.2 ,95 CI 2.39 0.37 , p 0.008 . Insulin resistance have the greatest risk followedby triglyceride levels adjusted OR 2.8, p 0.009 and 2.4, p 0.03 respectively tosubclinical left ventricle systolic dysfunction in the metabolic syndrome.Conclusion. Insulin resistance showed a lower left ventricle systolic function asexpressed by GLS score significantly than non insulin resistance in the metabolicsyndrome. Insulin resistance and triglycerides are an independent marker ofsubclinical left ventricle systolic dysfunction among other components of themetabolic syndrome. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Livy Bonita Pratisthita
"Latar Belakang. Prevalensi sindrom metabolik (SM) semakin meningkat di daerah rural
Indonesia. Kunci patogenesis SM adalah resistensi insulin yang dapat didiagnosis dengan
Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance (HOMA-IR) dan Indeks
Triglyceride/Glucose (TyG). Hingga saat ini, belum ada nilai titik potong optimal untuk
indeks tersebut di Indonesia.
Metode. Sebanyak 1300 subjek orang dewasa berusia 18-60 tahun dari studi Sugarspin di
Nangapanda, Flores, Indonesia dibagi menjadi dua grup berdasarkan jenis kelamin.
Penentuan nilai titik potong HOMA-IR dan Indeks TyG pada setiap grup dilakukan dengan
kalkulasi persentil 75 (p75) dan 90 (p90) pada populasi sehat dan dengan metode receiver
operating characteristics (ROC) pada populasi SM dan non-SM. Korelasi antara HOMAIR
dan Indeks TyG dinilai dengan korelasi Spearman pada subjek laki-laki dan perempuan.
Hasil. Berdasarkan kedua metode, titik potong HOMA-IR dan Indeks TyG berbeda-beda
antara laki-laki dan perempuan. Nilai titik potong HOMA-IR berdasarkan persentil pada
laki-laki sehat adalah 0,9 (p75) dan 1,242 (p90); sedangkan pada perempuan adalah 1,208
(p75) dan 1,656 (p90). Berdasarkan ROC, titik potong HOMA-IR antara populasi SM dan
non-SM pada laki-laki adalah 1,185 dan pada perempuan adalah 1,505. Nilai titik potong
Indeks TyG pada laki-laki sehat adalah 8,590 (p75) dan 8,702 (p90); sedangkan pada
perempuan adalah 8,448 (p75) dan 8,617 (p90). Berdasarkan ROC, titik potong Indeks TyG
adalah 8,905 untuk laki-laki dan 8,695 untuk perempuan. Koefisien korelasi HOMA-IR
dan Indeks TyG ialah 0,39 pada laki-laki dan 0,36 pada perempuan.
Kesimpulan. Nilai titik potong HOMA-IR untuk resistensi insulin pada laki-laki adalah
0,9 (p75), 1,242 (p90), dan 1,185 (ROC); pada perempuan adalah 1,208 (p75), 1,656 (p90),
dan 1,505 (ROC). Nilai titik potong Indeks TyG pada laki-laki adalah 8,59 (p75), 8,702
(p90), dan 8,905 (ROC); pada perempuan adalah 8,448 (p75), 8,617 (p90), dan 8,695
(ROC). Didapatkan hasil korelasi yang lemah antara HOMA-IR dan Indeks TyG.

Background. Metabolic Syndrome (MS) prevalence is increasing in Indonesia's rural area.
The key pathogenetic mechanism of MS is insulin resistance which can be diagnosed by
Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance (HOMA-IR) and
Triglyceride/Glucose (TyG) Index. There are no predefined cut-offs for these indexes in
Indonesia.
Methods. As many as 1300 adults aged 18-60 years from Sugarspin study in Nangapanda,
Flores, Indonesia were divided into different groups based on sex. We determined the cutoff
points of HOMA-IR and TyG Index in each group by calculation of the 75th (p75) and
90th percentiles (p90) in healthy subjects and by receiver operating characteristics (ROC)
analysis of MS and non-MS subjects. Correlation between HOMA-IR and TyG Index was
performed in both sexes by Spearman's correlation.
Results. Using both methods, HOMA-IR and TyG Index cut-offs were different between
males and females. The HOMA-IR cut-offs for healthy males were 0.9 (p75) and 1.242
(p90); for healthy females were 1.208 (p75) and 1.656 (p90). By ROC, the HOMA-IR cutoff
for males was 1.185 and for females was 1.505. The TyG Index cut-offs for healthy
males were 8.590 (p75) and 8.702 (p90); for healthy females were 8.448 (p75) and 8.617
(p90). The TyG Index ROC cut-offs were 8.905 for males and 8.695 for females. The
correlation coefficients between HOMA-IR and TyG Index were 0.39 for males and 0.36
for females.
Conclusion. The HOMA-IR cut-offs for males were 0.9 (p75), 1.242 (p90), and 1.185
(ROC); for females were 1.208 (p75), 1.656 (p90), and 1.505 (ROC). The TyG Index cutoffs
for males were 8.590 (p75), 8.702 (p90), and 8.905 (ROC); for females were 8.448
(p75), 8.617 (p90), and 8.695 (ROC). The correlation between HOMA-IR and TyG Index
was weak.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydwina Juvanni Callestya
"Sindrom ovarium polikistik (SOPK) adalah salah satu kelainan endokrin yang paling umum terjadi pada wanita usia reproduktif. Patogenenesis SOPK berhubungan langsung dengan resistensi insulin. Beberapa studi menyimpulkan bahwa akupunktur dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga dapat memperbaiki gejala SOPK. Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada 44 penderita SOPK yang dibagi secara acak ke dalam dua kelompok, yakni kelompok elektroakupunktur kombinasi medikamentosa (n=22) dan kelompok elektroakupunktur sham kombinasi medikamentosa (n=22). Elektroakupunktur dilakukan 3 kal seminggu, sebanyak 12 kali, selama 4 minggu, pada titik CV3 Zhongji, CV4 Guanyuan, CV6 Qihai, ST25 Tianshu, ST28 Shuidao, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao, dan BL57 Chengsan. Pemeriksaan gula darah puasa dan insulin puasa dilakukan untuk mengukur indeks HOMA-IR sebagai luaran primer. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Median indeks HOMA-IR pada kelompok elektroakupunktur kombinasi medikamentosa sebelum dan sesudah terapi menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik (p=0,014). Sedangkan median indeks HOMA-IR pada kelompok elektroakupunktur sham kombinasi medikamentosa sebelum dan sesudah terapi tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,592). Kesimpulan penelitian ini elektroakupunktur kombinasi medikamentosa efektif untuk meningkatkan sensitivitas insulin.

Polycystic ovary syndrome (SOPK) is one of the most common endocrine disorders in women of reproductive age. The pathogenesis of SOPK is directly related to insulin resistance. Several studies have concluded that acupuncture can increase insulin sensitivity to improve symptoms of PCOS. Double-blind randomized clinical trials were performed on 44 patients with SOPK who were randomly divided into two groups, the electroacupuncture with medication group (n=22) and the electroacupuncture sham with medication group (n=22). Electroacupuncture was given 3 times a week, 12 times, for 4 weeks, at the point of CV3 Zhongji, CV4 Guanyuan, CV6 Qihai, ST25 Tianshu, ST28 Shuidao, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao, and BL57 Chengsan. Fasting blood glucose and fasting insulin were performed to measure the HOMA-IR index as the primary outcome. The results showed a significant difference. The median HOMA-IR index in the electroacupuncture with medication group before and after therapy showed statistically significant differences (p = 0.014). While median HOMA-IR index in electroacupuncture sham with medication group before and after therapy there was no significant difference (p = 0.592). The conclusion of this study electroacupuncture combination with medication is effective to improve insulin sensitivity. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Binahayati
"ABSTRAK
Sindrom metabolik MetS adalah kumpulan faktor yang kompleks dan saling berhubungan, yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes mellitus tipe 2. Resistensi insulin dan obesitas sentral dianggap sebagai penyebab utama dari sindrom metabolik, sehingga penurunan resistensi insulin menjadi tujuan klinis yang penting saat ini. Beberapa studi menyimpulkan bahwa akupunktur dapat meningkatkan sensitivitas insulin, karena itu efektif untuk mengatasi gangguan metabolik Uji klinis acak tersamar tunggal dengan pembanding dilakukan pada 50 penderita sindrom metabolik yang dibagi secara acak ke dalam dua kelompok, kelompok elektroakupunktur dan medikamentosa n = 25 serta kelompok elektroakupunktur sham dan medikamentosa n=25 . Elektroakupunktur dilakukan 2 kali seminggu sebanyak 10 kali tindakan di titik CV12 Zhongwan, CV4 Guanyuan, ST25 Tianshu, ST36 Zusanli, ST40 Fenglong, SP6 Sanyinjiao, dan MA-IC3 Endokrin. Dilakukan pemeriksaan gula darah puasa dan insulin puasa untuk mengukur HOMA-IR sebagai luaran primer. Hasilnya terdapat perbedaan bermakna secara statistik perubahan HOMA-IR antara kelompok elektroakupunktur dan medikamentosa dengan kelompok elektroakupunktur sham dan medikamentosa -1,66 2,187 dan -0,29 2,388, p = 0,044 . Terapi kombinasi elektroakupunktur dan medikamentosa efektif untuk menurunkan resistensi insulin pada penderita sindrom metabolik.

ABSTRACT
The metabolic syndrome is a complex disorder defined by a cluster of interconnected factors that increase the risk of cardiovascular diseases and diabetes mellitus type 2. Insulin resistance and central obesity are considered significant factors as the underlying cause of the metabolic syndrome, since reduction of insulin resistance is an important clinical goal today. Several studies have concluded that acupuncture can improve insulin sensitivity, as it is effective against metabolic disturbances. A single blind randomized controlled trial involved 50 patients randomly allocated into two groups electroacupuncture with medication group n 25 or sham electroacupunture with medication group n 25 . Electroacupuncture therapy was given twice a week for ten times at CV12 Zhongwan, CV4 Guanyuan, ST25 Tianshu, ST36 Zusanli, ST40 Fenglong, SP6 Sanyinjiao, and MA IC3 Endocrine. Fasting blood glucose and fasting insulin serum were assessed to measure HOMA IR as the primary outcome. There was a statistically significant difference in changing of HOMA IR between electroacupuncture with medication group and sham electroacupunture with medication group 1,66 2,187 and 0,29 2,388, p 0.044 . Electroacupuncture with medical treatment effectively decreased insulin resistance of metabolic syndrome patients."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
David Eka Prasetya
"Objektif : Untuk mengetahui asosiasi antara profil antropometri,
dan lipid dengan kejadian resistensi insulin pada subjek SOPK.
Latar belakang: Patofisiologi Hiperandrogen dan gangguan ovulasi pada SOPK
adalah resistensi insulin (RI) dan kondisi hiperinsulinemia. kondisi tersebut dapat
terjadi di ovarium dan kelenjar adrenal, kondisi ini dilaporkan terjadi pada 40%-
70% pada subjek SOPK, SOPK pengukuran golden standar dengan
Hyperinsulinaemic euglycaemic clamp technique,tehnik untuk menilai sekresi dan
resistensi insulin, namun tehnik tersebut kompleks serta membutuhkan
kemampuan ahli dan kurang tepat untuk praktik klinis. Penilaian Pengukuran
resistensi insulin pengganti dengan homeostatik model assessment insulin
resistance (HOMA-IR), disini digunakan titik potong 2,69. Subjek SOPK
sebagian besar memiliki profil antropometri yang abnormal lebih dari delapan
puluh persen (> 80%), dan dengan kondisi dislipidemia (> 70%), peneliti ingin
mengetahui asosiasi profil antropometri, lipid terhadap resistensi Insulin pada
SOPK.
Metodologi: Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari uji klinis DLBS
3233 yang selesai pada bulan juni 2019, analisis data tambahan dilakukan sejak
Juli-Desember 2019. Tempat pelaksanaan pengambilan sampel penelitian ini
adalah di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan Klinik Yasmin RSCM Kencana.
Dilakukan analisis asosiasi antaraprofil antropometri dan profil lipid terhadap
resistensi insulin.
Hasil : Didapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian resistensi
insulin pada subjek SOPK, pada profil antropometri didapatkan variabel lingkar
pinggang dan index masa tubuh berhubungan dengan kejadian resistensi insulin,
pada metabolik didapatkan variabel GD2PP, insulin puasa, LDL, Tigliserida
berhubungan dengan.Didapatkan bahwa variabel Trigliserida memiliki pengaruh
kuat pada resistensi insulin, dengan confounding faktor variabel IMT.
Kesimpulan : didapatkan profil antropometri IMT dan dan profil lipid
Trigliserida berhubungan dengan kejadian resistensi insulin di RSCM berdasarkan
gambaran profil pasien di RSCM.

Objective: To determine the association between anthropometric and lipid
profiles with the incidence of insulin resistance among PCOS subjects.
Background: Insulin resistance (IR) and hyperinsulinemia conditions is the
key of pathophysiology and ovulation disorders in PCOS. These conditions can
occur in the ovaries and adrenal glands, reported occur in 40%-70% among
PCOS subjects, golden standard measurement IR with hyperinsulinaemic
euglycaemic clamp technique, a technique to assess insulin secretion and
resistance, but the technique is complex and requires expert ability and not
appropriate for clinical practice. Assessment Measuring substitute insulin
resistance with a homeostatic insulin resistance assessment model (HOMA-IR),
we use cutoff point of 2.69. PCOS subjects mostly had an abnormal
anthropometric profile (> 80%), and with dyslipidemia (>70%), researchers
wanted to know the association of anthropometric profiles, lipids to Insulin
resistance in PCOS
Methodology: This study is a follow-up study of DLBS 3233 clinical trial
completed in June 2019, additional data analysis was carried out since July-December 2019. The place for conducting the sample collection was at
Dr.Cipto Mangunkusumo Hospital and Yasmin Clinic RSCM Kencana. An
association analysis was performed between anthropometric profiles and lipid
profiles on insulin resistance.
Result: Waist circumference and body mass index as antropometric factor
associated with insulin resistanc, 2 hour fasting glucose, fasting insulin, LDL,
triglycerida as lipid factor associated with insulin resistance in PCOS. It was
found that the triglyceride had a strong influence on insulin resistance, and
body mass index as confounding factor of insulin resistance in PCOS
Conclusions : Triglyceride and body mass index related to the incidence of
insulin resistance in RSCM based on the profile of patients in RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Kurniadhi
"Latar belakang: Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Diluar dari faktor risiko konservatif yang sudah diketahui berhubungan PJK ternyata didapatkan pula sejumlah faktor non konservatif yang berhubungan dengan PJK, salah satu faktor risiko yang paling menonjol adalah resistensi insulin. Data penelitian yang melihat peranan dan hubungan antara resistensi insulin dengan kejadian dan beratnya PJK masih menjadi kontrovesi, dimana sejumlah penelitian menunjukkan hasil yang bertentangan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran nilai resistensi insulin pada pasien PJK dan tersangka PJK yang menjalani angiografi koroner dan korelasi antara resistensi insulin dengan beratnya PJK, yang dinilai dengan derajat stenosis arteri koroner.
Metode: Resistensi insulin dinilai dengan menggunakan HOMA IR sedangkan beratnya derajat stenosis koroner dinilai dengan sistem skoring dari Gensini.
Hasil: Sebanyak 39 subyek yang menjalani angiografi koroner karena PJK dan tersangka PJK mengikuti penelitian ini. Nilai HOMA IR pada penelitian ini tidak mengikuti distribusi normal, dengan nilai median 4,63 (0,73 – 26,9). HOMA IR menunjukkan korelasi yang bermakna dengan beratnya derajat stenosis arteri koroner dengan arah korelasi positif dan kekuatan korelasi sedang (r: 0,44, p < 0,05). Korelasi ini tetap bermakna meskipun telah dilakukan penyesuaian dengan sejumlah variabel perancu.
Kesimpulan: Terdapat korelasi bermakna antara resistensi insulin dengan beratnya PJK yang dinilai dengan Gensini skor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sugiarti
"Sindrom metabolik merupakan konsekuensi dari hubungan yang kompleks antarafaktor genetik dan lingkungan, yang berhubungan dengan meningkatnya risikodiabetes mellitus, penyakit kardiovaskular dan kematian. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga,asupan zat gizi, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan durasi tidur dengankejadian sindrom metabolik menurut kriteria NCEP ATP III pada pegawai RSUP Persahabatan. Populasi studi adalah pegawai yang melakukan pemeriksaan kesehatan pada bulan April-Mei 2017. Disain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 110 responden yang dipilih dengan consecutive sampling. Data dikumpulkan pada bulan Mei-Juni 2017, meliputi pengukurantinggi badan, berat badan, lingkar pinggang, riwayat penyakit keluarga, asupanmakanan yang terdiri dari energi, karbohidrat, protein, lemak dan serat, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, durasi tidur dan data sekunder berupa hasil laboratorium trigliserida, kolesterol HDL, gula darah dan tekanan darah. Hasil menunjukkan bahwa 7,3% responden mengalami sindrom metabolik dan 54,5% obesitas sentral. Ada perbedaan yang signifikan antara umur pada responden sindrom metabolik dengan yang tidak sindrom metabolik p=0,01 . Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, asupan makanan, riwayat penyakit keluarga dan gaya hidup dengan sindrom metabolik. Meskipun demikian disarankan agar pegawai menjaga pola hidup sehat dengan olah raga teratur, makan makanan gizi seimbang dan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan.

Metabolic syndrome is a consequence of the complex relationship betweengenetic and environmental factors, which is associated with increased risk ofdiabetes mellitus, cardiovascular disease and mortality. This study aims todetermine the relationship between age, sex, family disease history, nutrientintake, physical activity, smoking habits, and sleep duration with the incidence ofmetabolic syndrome according to NCEP ATP III criteria on Persahabatan Hospital staff. The study population is an employee who performs a medical examinationin April May 2017. The design of this study is cross sectional with the number of samples of 110 respondents with selected with consecutive sampling. Data werecollected in May June 2017, including measurement of height, weight, waist circumference, family disease history, food intake consisting of energy, carbohydrate, protein, fat and fiber, physical activity, smoking habit, sleepduration and secondary data In the form of laboratory results triglycerides, HDLcholesterol, blood sugar and blood pressure. Results showed that 7.3% ofrespondents had metabolic syndrome and 54.5% of central obesity. There was significant association between age and metabolic syndrome and no significant association between sex, food intake, family disease history and lifestyle with metabolic syndrome. Never the less it is recommended that employees maintain ahealthy lifestyle with regular exercise, eating balanced nutrition and routine medical checks up."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Nurfitriyanti
"Latar Belakang
Sindrom metabolik secara signifikan dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Inflamasi kronis merupakan salah satu mekanisme yang diusulkan memiliki peran penting dalam perkembangan sindrom metabolik menjadi penyakit kardiovaskular. Suatu penelitian eksperimental menunjukkan bahwa penargetan spesifik dari proses inflamasi terbukti dapat mengurangi perkembangan penyakit ini. Sitokin proinflamasi Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) telah diidentifikasi sebagai regulator utama respon inflamasi dan dianggap sebagai sitokin alarm yang bertanggung jawab dalam menginisiasi dan mempertahankan kondisi inflamasi sehingga TNF-α dipilih sebagai target pertama dalam cytokine-targeted approach. 6-Gingerol terbukti memiliki beberapa aktivitas farmakologis, termasuk anti-inflamasi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek proteksi 6-Gingerol terhadap proses inflamasi jantung yang disebabkan oleh sindrom metabolik melalui penurunan protein penanda inflamasi TNF-α.
Metode
Tikus jantan Sprague-Dawley dikategorikan menjadi lima kelompok, yaitu normal sehat, sindrom metabolik (MetS), MetS + 6-Gingerol 50 mg/kgBB, MetS + 6-Gingerol 100 mg/kgBB, serta MetS + 6-Gingerol 200 mg/kgBB. Dilakukan pemberian diet tinggi lemak-tinggi fruktosa selama 16 minggu serta injeksi streptozotocin intraperitoneal (22 mg/kg) pada minggu ke-8 untuk menginduksi model sindrom metabolik. Di akhir penelitian, hewan diterminasi dan dilakukan pengambilan sampel jantung. Tingkat ekspresi TNF-α pada jaringan jantung diukur menggunakan BioEnzy© ELISA kit (Rat TNF-α ELISA Kit).
Hasil
Penelitian menunjukkan penurunan ekspresi TNF-α secara signifikan pada kelompok tikus MetS dengan pemberian 6-Gingerol dosis 200 mg/kgBB (p<0.001) dibandingkan dengan kelompok tikus MetS.
Kesimpulan
6-Gingerol berpotensi untuk memperbaiki proses inflamasi jantung pada sindrom metabolik pada jantung tikus dengan sindrom metabolik melalui penurunan ekspresi protein TNF-α.

Introduction
Metabolic syndrome (MetS) is significantly associated with an increased risk of developing cardiovascular diseases (CVDs). Chronic inflammation seems to be essential players in the progression of MetS and its subsequent transition to CVDs. Specific targeting of these processes in experimental models has been shown to reduce disease progression. Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) has been identified as a major regulator of inflammatory responses and considered as alarm cytokines which initiate and maintain inflammation, therefore, it was selected as the first target in the cytokine-targeted approach. 6-Gingerol has been reported to have a myriad of promising pharmacological activities including notable anti-inflammatory potential. Hence, research was conducted to determine the protective effect of 6-Gingerol in cardiac inflammatory process induced by metabolic syndrome through reducing the inflammatory marker TNF-α.
Metode
Male Sprague-Dawley rats were categorized into five groups: standard commercial diet, metabolic syndrome (MetS), MetS + 6-Gingerol 50 mg/kgBW, MetS + 6-Gingerol 100 mg/kgBW, and MetS + 6-Gingerol 200 mg/kgBW. Rats were fed with a high-fat high-fructose diet for 16 weeks and at Week 8, single-dose low-dose streptozotocin (22 mg/kg) were intraperitoneally injected to induce MetS. After all animals were terminated, cardiac tissue was harvested to measure TNF-α levels. TNF-α levels was measured using BioEnzy© ELISA kit (Rat TNF-α ELISA Kit).
Hasil
This study shows significant decrease of TNF-α levels in cardiac tissue in the MetS group administered with a dose of 6-Gingerol at 200 mg/kgBW (p<0.001) as compared to the MetS group.
Kesimpulan
6-gingerol potentially attenuates inflammation process in cardiac tissue of syndrome metabolic by their ability to reduce TNF-α protein expression
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Araminta Ramadhania
"ABSTRAK
Resistensi insulin adalah kondisi yang mendasari terjadinya diabetes melitus. Prevalensi diabetes melitus kian meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia. Proporsi penderita diabetes melitus ditemukan lebih tinggi pada perempuan. Perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan merupakan salah satu penyebab terjadinya resistensi insulin dan resistensi insulin ini dapat bertahan hingga masa postpartum. Laktasi serta nutrien salah satunya seng, dapat memengaruhi resistensi insulin. Penelitian dengan desain potong lintang ini bertujuan menilai kadar seng serum dan korelasinya dengan resistensi insulin pada ibu laktasi di Jakarta. Pengambilan subjek dilakukan di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara dan Grogol Petamburan, Jakarta Barat pada bulan Februari-April 2019. Sebanyak 75 orang ibu laktasi pada 3-6 bulan postpartum yang berusia 20-40 tahun direkrut menjadi subjek penelitian ini. Sekitar 76% (n=57) subjek memiliki kadar seng rendah dengan rerata sebesar 62,33±11,89 µg/dL. Resistensi insulin dinilai dengan menggunakan HOMA-IR (homeostasis model assessment-insulin resistance). Median HOMA-IR adalah 0,54 (0,22-2,21). Sebanyak 13,3% (n=10) subjek diprediksi mengalami resistensi insulin. Dilakukan uji korelasi antara kadar seng serum dengan HOMA-IR. Tidak ditemukan adanya korelasi bermakna antara kadar seng serum dengan HOMA-IR (r=0,003, p=0,977).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>