Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10429 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zainal Arifin
"Secara umum tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang pelaksanaan pembimbingan pemasyarakatan oleh Pembimbing Kemasyarakatan terhadap Klien Terpidana Bersyarat pada Balai Pemasyarakatan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan bimbingan pemasyarakatan bagi terpidana bersyarat di Balai Pemasyarakatan.
Proses pembinaan terhadap klien Terpidana Bersyarat pada Balai Pemasyarakatan adalah tidak terlepas dari program pembinaan. Pada tahap pembinaan ini petugas mengadakan penelitian secermat mungkin pada sebab timbulnya masalah, baik menjadi penyebab pokok atau sampingan yang mendukung sebab pokok tersebut. Hasil data tersebut diolah, sehingga akan terlihat faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Agar pembinaan yang dilakukan efektif dan mencapai hasil yang disarankan maka pembimbing kemasyarakatan mengadakan evaluasi pelaksanaan pembinaan sehingga dapat diketahui sampai sejauh mana perkembangan dan hasil yang dicapai dalam pembinaan ini.
Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembimbingan Klien Terpidana Bersyarat yang dilakukan oleh petugas pembimbing kemasyarakatan (PK) pada Balai Pemasyarakatan adalah meliputi:
1. Faktor internal (keadaan petugas dan sarana prasarana);
2. Faktor eksternal (ldien, masyarakat, peraturan yang mengatur pelaksanaan tugas Bapas, dan koordinasi dengan instansi/pihak luar).
Pelaksanaan pembimbingan terhadap klien terpidana bersyarat belumlah sesuai antara teori yang ada dengan praktek lapangan, terutama dalam penerapan metode dan tehnik yang ada, oleh karena itu disarankan dalam pelaksanaan tugasnya, pembimbing kemasyarakatan (PK) harus mampu mengetahui tentang teori-teori yang ada kaitannya dengan pelaksanaan tugas. Kurangnya partisipasi masyarakat terhadap upaya pembinaan Ianjutan bagi terpidana bersyarat maka disarankan bagi para petugas PK agar mengadakan sosialisasi di lingkungan masyarakat tentang peranan BAPAS dalam membimbing dan membina para klien terpidana bersyarat.

In general the target of this research is to give a descriptions of concerning technique and method used by Counselor of Sociological in execution of Counseling for Conditional Prisoner Client at `Balai Pemasyarakatan' and factors that influence of execution sociological for conditional.
Guidance process to client of Conditional Prisoner at Balai Pemasyarakatan' is not quit of guidance program. At this guidance phase, officer perform a research as accurate as possibly in emerge of problems -neither fundamental nor peripheral problem- which supporting fundamental problem. After the data result processed, will seen factors which become the cause. To reach effective guidance and reach good result, Counselor of Sociological perform an evaluation of guidance execution, so that can know until how far reached result and growth in this guidance.
The Factors which become problems in execution of counseling of Conditional Prisoner Client which done by officer of Sociological Counselor (Pembimbing Kemasyarakatan) at `Balai Pemasyarakatan' (Bapas) are :
1. Internal factor (officer condition and accomodation);
2. External factor (client, society, regulation arranging execution of duty of `Balai Pemasyarakatan' and coordination with other institutions).
Execution of guidance to client of Conditional Prisoner not yet according between existing theory with field practice, especially in applying of method and existing techniques, therefore Counselor of Sociological (PAC) have to know about the theories which bearing of with execution of duty. In the case of lack of society participation to effort continuing guidance for Conditional Prisoner, hence suggested officers at Sociological Counselor are performing a socialization in society environment concerning `Balai Pemasyarakatan' activities in counseling and guiding the Conditional Prisoner Clients.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Chuldun
"Tujuan pemidanaan dalam Sistem Pemasyarakatan adalah mengembalikan narapidana ke tengah masyarakat agar menjadi warga negara yang baik, berguna dan bertanggung jawab. Tujuan pembinaan tersebut sejalan dengan kebijakan penghukuman yang disebut sebagai reintegrasi. Pembinaan yang dipilih sesuai dengan kebijakan penghukuman ini adalah community based corrections/treatment.
Community-based treatment adalah segala jenis program treatment (pembinaan) bagi narapidana di mana selagi mereka menjalani sisa pidananya, mereka telah diberi kesempatan untuk kembali ke tengah masyarakat dengan pengawasan atau supervisi tertentu. Community-based treatment mencakup banyak program, salah satunya adalah halfway house. Dalam penelitian ini, Lembaga Pemnasyarakatan (se]anjutnya disebut Lapas) Terbuka Jakarta diidentikkan dengan Halfway house. Lapas Terbuka adalah Lapas tempat membina narapidana yang telah menjalani 1/2 masa pidananya yaitu telah sampai pada tahap asimilasi. Struktur bangunannya terbuka dan tanpa dikelilingi oleh tembok. Struktur bangunan yang demikian menjadikan narapidana dapat lebih banyak dan leluasa berinteraksi dengan masyarakat, dan demikian juga sebaliknya, masyarakat dapat lebih berperan dalam proses pembinaannya.
Hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan operasionalisasi halfway house/Lapas Terbuka adalah pemilihan peserta (target population selection), pemilihan lokasi (location and site selection), petugas dan pelatihannya (personnel and training), pelayanan treatment (treatment service), dan keamanan (security).
Berdasar temuan penelitian, dalam operasionalisasi Lapas Terbuka Jakarta, dari kelima aspek tersebut diatas, hanya aspek pemilihan peserta dan pemilihan lokasi khususnya dari bentuk fisik bangunannya yang telah menerapkan atau mencerminkah konsep community-based treatment. Aspek lainnya, yaitu dalam hal pelayanan pembinaan, petugas dan pelatihannya, dan keamanan belum sepenuhnya menerapkan konsep community-based treatment.
Belum ada peraturan yang secara spesifik berlaku di Lapas Terbuka Jakarta. Dalam operasionalisasinya, Lapas Terbuka Jakarta masih memakai peraturan yang sama, juga dengan fungsi, sasaran dan tujuan, jenis pembinaan dan struktur organisasi yang sama dengan yang diberlakukan di Lapas biasa/tertutup pada umumnya. Hal tersebut menjadi kendala atau faktor yang menghambat upaya reintegrasi dan penerapan konsep community-based treatment di Lapas Terbuka Jakarta.
Hal lain yang juga menjadi faktor penghambat adalah kurangnya sosialisasi program baik kepada narapidana di Lapas tertutup di wilayah Jabotabek maupun kepada pihak ketiga baik perorangan, lembaga swasta maupun pemerintah. Hal tersebut menjadikan keterlibatan masyarakat (community involvement) yang menjadi ciri utama community-based treatment belum begitu terlihat.

The goal of imprisonment in Sistem Pemasyarakatan is to return offenders (narapidana) to his/her community in order to become good citizen and have had good responsibility to the community. The goal of treatment which in line with that policy, is called as reintegration. The treatment according to that policy is community-based correction/treatment. Community-based treatment is the general term used to refer to various types of therapeutic, support and supervision for criminal offenders where whilst they experience the rest of his/her sentence period, they have been given opportunity to return to the community with certain supervision or observation. Community-based treatment includes many programs. One of them is called halfway house. In this research, Jakarta of Open Prison is compared with Halfway house. Open Prison is a place to treat offenders which have experienced 1/2 of his/her sentence period or called as assimilation phase.
The building structure of Jakarta of Open Prison is open and without encircled by wall. Such building structure have make offenders can be more free to interaction with community, and so do on the contrary, society can be more playing a part in its treatment process. Issues which must be considered in the planning and operating halfway house is target population selection, location and site selection, personnel and training, treatment services and security. Based on research finding, in Jakarta of Open Prison, from five of the aspect above, only location, site selection and target selection aspect, especially from its physical building form, which have applied or express the concept of community-based treatment. Other aspect, such as treatment service, personnel and training, and security not yet fully applied the concept of community-based treatment.
There is not yet regulation that specifically made to be applied in Jakarta of Open Prison. The regulation that used in Jakarta of Open Prison is still same with the regulation that used in Prison. Function, target and objective, treatment type and organization chart which is used in Lapas Terbuka Jakarta has also same as to which is used in ordinary Prison in general. Those problems mentioned above become factor or constraint pursuing effort of reintegration and applying the concept of community-based treatment in Jakarta of Open Prison.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15235
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Rosarina Sagita
"Proses pemasyarakatan mengedepankan proses integrasi sosial bagi para narapidana agar mereka dapat kembali bersatu dengan masyarakat dan lingkungannya. Untuk itu diperlukan pembinaan yang mengarah kepada hal tersebut. Selain pembinaan yang dilakukan didalam lapas, juga dilakukan diluar lapas. Untuk itu permasalahan yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah bagaimanakah kapasitas pembimbing dalam pelaksanaan pembebasan bersyarat di Bapas Klas I Bandung.
Teori yang diguinakan dalam tulisan ini adalah tentang comunity based treatment dan konsep pembimbingan. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif kualitatif; Dengan pengambilan data menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam.
Pelaksanaan pembimbingan di Bapas Bandung dilakukan dengan cara wajib lapor secara berkala dari klien kepada petugas Pk yang membimbing. Selain itu juga pernah dilakukan pemberian keterampilan dalam bentuk pelatihan, namun itu tidak dilakukan secara berkala, melainkan secara insidentil.
Pelaksanaan pembimbingan dengan Cara pelaporan atau pembimbingan perorangan merupakan salah satu metode pembimbingan. Hal ini tidak bisa dilihat tingkat keberhasilannya untuk itu diperlukan metode home visit dengan mengunjungi keluarga dan lingkungan sehingga dapat dinilai tingkat pembimbingan yang dilakukan.
Kapasitas pembimbing dalam melakukan pembimbingan terhadap klien tidak tergantung dari tingkat pendidikan petugas PK. Sumber daya manusia hanya sebagain faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pembimbingan ada faktor lain yang juga mempengaruhi antara lain adalah anggaran dari pemerintah untuk pelaksanaan pembimbingan.

The rehabilitation process put forward prisoner's social integration process in order they can join again with their respective community and environment. Therefore, it is required for a building process directed to this intent. Besides building process conducted within corrective institution, it is demanded building out of it. Therefore, issue to be made into surface in this presentation is how is the counselor capacity in implementation of conditional liberation at Class I Corrective Institution, Bandung.
Theories used in this writing is talking about the community-based treatment and counseling concept. Meanwhile, research methodology used in this writing is a qualitative descriptive method. And its data collection uses observatory method and in depth interview.
The implementation of counseling at Bandung's Corrective Institution is carried out by periodical obligatory report from client to related counseling officer. In addition, it had also ever been given various know-how training; however they are not given in periodic, but incidentally.
The implementation of counseling by reporting ways or individual counseling is one of counseling methods. This instance cannot be seen its successful level, thus it is also required a home visit method by visiting client's family and environment in order to appraise counseling successful level.
The counselor capacity in execution of counseling process toward clients is not dependent on corrective institution's officer education level. A human resource factor is one of factors affecting such counseling successful level because there are some other factors affect it, among other, budget from government for this counseling implementation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21945
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devy Puji Astuti
"Pemilihan judul peneiitian ini dilatarbelakangi oleh adanya model baru suatu lembaga pemasyarakatan atau yang biasa disingkat dengan lapas. Berbeda dengan kebiasaan yang berlaku selama ini biasanya sebuah lapas identik dengan tembok tinggi dan jeruji besi. Namun pada sebuah lapas yang dimmikan dengan nama Lapas Terbuka Jakarta ini, tidak dijumpai suatu tembok tinggi. Lapas ini juga dikenal dengan sebutan Kampung Si Doel yang merupakan singkatan dari Kampung Asimilasi Gandul yang memang terletak di wilayah kelurahan Gandul, Kecamatan Limo, Kota Depok.
Narapidana yang menghuni Lapas Terbuka Jakarta adalah narapidana yang telah menjalani minimal separuh masa pidananya dimana pada masa tersebut pendekatan pengamanan yang dibenkan adalah minimum security. Pada masa ini pula seorang narapidana berhak untuk mendapatkan pembinaan berupa asimilasi dalam kerangka integrasi sosial. Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dalam kehidupan masyarakat Sedangkan integrasi adalah pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti tentang pembinaan narapidana melalul Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta dafam menyiapkan narapidana kembali ke masyarakat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali secara mendalam tentang pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyanakatan Terbuka Jakarta. Analisis dilakukan daiam kerangka teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, Soslologi, dan peraturan perundang-undangan di bidang Pemasyarakatan. Data diperoleh dari wawancara terhadap petugas dan narapidana yang kemudian dianalisis dengan kerangka teori yang ada.
Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta bertujuan untuk menyiapkan narapidana kembali ke masyarakat. Untuk dapat kembaii ke masyarakat, seorang narapidana harus mampu memulihkan hubungan hidup (hubungan antara manusia dan Sang Pencipta), kehidupan (hubungan antara manusia dan manusia) serta penghldupan (hubungan antara manusia dengan mata pencahauiannya). Hubungan hidup dapat diperbaiki melalui pembinaan mental spiritual yang memang telah diprogramkan pada setiap lapas. Hubungan kehidupan berusaha dipulihkan melalui program asimilasi. Sedangkan hubungan penghidupan diupayakan melalui pemberian ketrampilan yang diharapkan dapat dijadikan bekal untuk mencari naikah seteiah narapidana bebas nanti. Penelitian di sini menemukan fakta bahwa untuk memenuhi tujuan yang pertama, yakni mengenai hubungan hidup, pembinaan mental spiritual telah diberikan semenjak di Iembaga pemasyarakatan tertutup.
Pencapaian tujuan kedua mengenai hubungan kehidupan telah cukup berhasil dengan Iebih mudahnya bagi narapidana unluk menyasuaikan diri dengan kehidupan masyarakat. Namun untuk tujuan ketiga, narapidana merasakan kurang berhasilnya pembinaan yang diberikan karena bidang-bidang kegiatan kerja yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka belum mernenuhi kebutuhan pasar tenaga ke|ja dan kurang sesuai dengan kondisi Ietak Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta yang beracla di daerah perkotaan.
Hasil penelitian ini memberikan infonnasi mengenai bagaimana pembinaan narapidana yang berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta. Dari hasil analisis diperoleh altematif pembinaan, khususnya di bidang kegiatan kerja agar tujuan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Jakarta dapat tercapai. Misalnya kegiatan kerja yang Iebih produktif dan menghasilkan sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi nampidana dan petugas. Atupun pembinaan yang dapat dijadikan sebagai bekal untuk mencari nafkah bagi narapidana setelah bebas nanti.

The background of the decision of the title of the research is an existence of a new model of detention center or Lapas. It is different with the usual detention center which is identical with high wall and iron bats. The new model of detention center is known a Lapas Terbuka (Open Detention Center) in Jakarta. There is no high wall in it. This Lapas is also known as Kampong Si Doel which is taken from Kampung Asimilasi Gandul (Gandul Assimilation Kampong) and it takes place in Gandul regency, Limo, Depok.
The prisoners who live in the Open Detention are prisoners who have spent half of their sentence period and in the next period tl1e security approach is minimal. In this period, a prisoner has a right to get probation of assimilation to integrate with the society assimilation is a process of prisoner?s probation which blends them in the social activity. Integration is renewal of their social life relation. The aim of the research is to explore on the probation of the prisoners through Jakarta Open Detention Center in order to arrange them back to the society.
This research uses qualitative approach to explore deeply on probation of the prisoners in the Center. Analysis is done in t.he theoretical framework of Human Resource Development, Sociology, and tl1e regulation of social rehabilitation. Data is collected from the officers and prisoners and then it will be analyzed in the theoretical framework. Probation in the Center aims to prepare the prisoners to integrate with the society. To do that, a prisoner must recover their life (relation of human being with God), being (interhuman relation), and living (relation of human and their work life). Life can be fixed through mental education or training which has been programmed by the Center. Being can be recovered through assimilation programme. Meanwhile, living is arranged through skill training which can be used to find jobs after they are free.
The research finds out the tact that to fulfil the tirst objective, mental training has been given from the standard detention center. The tiilfilment of the second objective has been done successfully that the prisoners can easily integrate with the society. However, for the third objective, prisoners feel that the programme is not successful because the skills which are given in the center are not suitable with the labour market and the location of the center in the urban area.
The result ofthe research gives infomation on how probation of the prisoners which is done in the center. From tl1e analysis, there is an altemative of probation, especially in the field of skill training in order to tilliil the objective of the center. For example, the prisoners need labour training activities which are more productive to cam money so that it can give benefit after they are free.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21946
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Darmalingganawa
"Lembaga Pemasyarakatan sebagai bagian dari proses peradilan pidana terpadu (an Intregated criminal justice system) di sampling mengemban fungsi sebagai penegakan hukum juga melaksanakan tugas dibidang pembinaan bagi narapidana. Dalam kerangka pembinaan bagi narapidana salah satu kegiatan yang dilaksanakan adalah kegiatan kerja bagi narapidana.
Guna mendukung terselenggaranya tugas pembinaan kegiatan kerja bagi narapidana, salah satunya dapat ditempuh melalui kerjasama antara lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga. Tujuan pelaksanaan kerjasama lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga adalah untuk mendukung pembinaan kepribadian dan kemandirian.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, dengan informan dari para petugas pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan dan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Disamping itu guna mendukung basil penelitian juga dipilih sejumlah narapidana untuk menjadi informan penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara secara mendalam dengan informan penelitian. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data.
Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian ini, ditemukan model eksisting pelaksanaan kerjasama lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga yang didasarkan tahap tahap pelaksanaan kerjasama, faktor faktor penghambat dan ditemukannya model ideal pelaksanaan kerjasama antara lembaga pemasyarakatan dengan pihak ketiga dibidang kegiatan kerja produktif bagi Narapidana.

Correction Instituion as part of the integrated criminal justice system is responsible to serve the law as well as to conduct rehabilitation for inmates. In the manner of treating inmates, one of many programs implemented is vocational activity for inmates.
To run the vocational activity to inmates, establishing association between Correction Institutions and particular third party can be put as supporting aspect. The goal of this association is to uphold the individual competence and self integrity for inmates.
This research is using qualitative research method, by inquiring information from Correction Institution officer and Directorate General of Corrections. Also, to support conclutions of this researc, several inmates are chosen as research informants. Data collecting is performedby observation and deep interview with research informants. Subsequently, all the collected data are processed and analyzed.
According to the conclution of this research, an existing models is discovered concerning the association between Correction Institutions and particular third party, along with stages of collaboration, the disrupting factors, and recommended ideal model on Correction Institutions and particular third party association regarding Productive Labor Program for inmates.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Harry Wibowo
"Konsep perlakuan terhadap narapidana dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan sebagai konsekuensi logis dari dinamika perkembangan jaman. Perlakuan terhadap terpidana dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan juga mengalami perubahan Pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan narapidana yang memandang narapidana sesuai dengan fitrahnya baik selaku pribadi, anggota masyarakat maupun mahluk Tuhan menempatkan narapidana bukan semata-mata sebagai alat produksi.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem pemasyarakatan dalam memberikan pembinan terhadap narapidana memandang pekerjaan bagi narapidana bukan semata-mata dimaksudkan untuk tujuan komersial yang bersifat profit oriented namun lebih dimaksudkan sebagai media bagi narapidana untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai pribadi, anggota keluarga dan anggota masyarakat melalui kegiatan-kegiatan bimbingan kerja yang bermanfaat sehingga baik selama maupun setelah menjalani pidana dapat berperan utuh sebagaimana layaknya anggota masyarakat lainnya.
Sistem Pemasyarakatan sebagai bagian dari pembangunan di bidang Hukum khususnya dan Pembangunan Nasional bangsa Indonesia pada umumnya memiliki arti yang sangat penting, terlebih dengan perubahan lingkungan yang strategis dari waktu ke waktu baik dalam skala Nasional, Regional maupun Internasional. Arti penting Lembaga Pemasyarakatan tersebut belum dapat diimbangi dengan kinerja Lembaga Pemasyarakatan secara optimal, hal itu terlihat dengan masih banyaknya narapidana sebagai penghuni Lembaga Pemasyarakatan yang tidak bekerja dan masih banyak pula narapidana yang sama sekali tidak memiliki ketrampilan kerja, atau dengan kata lain masih banyak di jumpai narapidana yang menganggur dan menjadi pengangguran.
Sejalan dengan pemberdayaan sumber daya manusia di Lembaga Pemasyarakatan sebagai usaha rasional untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Maka upaya peningkatan kualitas profesionalisme/ketrampilan merupakan suatu media dalam rangka mewujudkan reintegrasi sosial narapidana yaitu pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan narapidana baik sebagai pribadi, anggota masyarakat maupun mahluk Tuhan.
Metode yang digunakan adalah diskriptif dengan melakukan wawancara terhadap petugas lembaga dan narapidana yang bekerja di bidang kegiatan kerja lembaga pemasyarakatan klas I Sukamiskin.
Dari hasil temuan, ternyata bahwa di lembaga pemasyarakatan klas I Sukamiskin bimbingan kerja yang diberikan masih belum berjalan secara maksimal, yang disebabkan antara lain kesulitan mencari tenaga kerja yang handal dan dapat membantu petugas dalam memberikan bimbingan kerja bagi narapidana-narapidana lainnya, demikian pula halnya dengan petugas bimbingan kerja yang tidak sepenuhnya memberikan bimbingan serta peralatan yang sudah tua dan banyak yang sudah rusak serta ketidaktersediaan dana anggaran sebagai salah satu penyebab mengapa bimbingan kerja bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan klas I Sukamiskin belum optimal.

Behavior concept of prisoners form time to time continuously experience of changes as a logic consequence from the dynamic growth of the age. Treatment to the punisher from prison system becoming correctional system have experienced of changed as a treatment system of prisoners construction that approaching prisoners as it self, society member and also God being place prisoners as a means of produce.
The formulation of this research on this internal issues is how is correctional system in giving construction to the prisoners that looks into their work, meanwhile prisoners not solely for commercial purpose which have the characters as profit oriented, but it is more such as a media for prisoners in applying them selves as a person. Family member and also society member through out good worthwhile work tuition activities so that during and after experiencing a period of their crime, they can run their life as good as the other society members. Correctional system as a part of law foundation especially and National foundation of Republic Indonesia generally has very important meaning, particularly with a good strategic environment change from time to time in national scale, regional and also international. The importance mean of correctional institution has not been balanced by performance work, it seen on the number of prisoners that settled on correctional institution. Prisoners had not had a job and skills; it can say that so many prisoners becoming unemployment.
In the line of human resource enableness in correctional institution as rational effort to increase the quality of human resource. Then the effort to make up the quality of professionalism skill represent a media in order to realize social reintegration prisoners that is convalesce unity of life relation, and life subsistence becomes good prisoners as persons, society member and also God being.
The method that used is descriptive by .doing an interview to the institution officer and prisoners whose work in the activity area of the first class Sukamiskin correctional institution.
From the result of observation, it seems that in first class Sukamiskin correctional institution on a sub work tuition division, it does not works maximal yet, which caused difficulty finding the reliable labor that could assist the officer in giving work tuition to the other prisoners, that way also of work tuition officers which not fully give tuition and equipments are old and a lot of them has been broken, there is- unavailable budget as the one of causing work tuition to the prisoners in first class Sukamiskin correctional institution does not optimal yet.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toni Kurniawan
"Lembaga Pemasyarakatan merupakan instansi terakhir dari rangkaian sistem peradilan pidana yang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pembinaan yang dilaksanakan di dalam lembaga pemasyarakatan diupayakan agar sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhan narapidana. Hal ini diharapkan agar narapidana dapat mengembangkan potensi dirinya masing-masing agar setelah habis masa pidananya dapat memperoleh bekal berupa keahlian dan kemampuan yang dapat dimanfaatkan pada saat berintegrasi dengan masyarakat. Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah apakah yang diharapkan oleh narapidana untuk dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan dalam rangka pemenuhan hak narapidana guna mengembangkan diri. Hak narapidana untuk mengembangkan diri di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin dapat dikatakan belum sepenuhnya terpenuhi, dapat dilihat melalui indikator ketersediaan fasilitas serta program pengembangan diri yang diberikan oleh pihak Lembaga pemasyarakatan. Sebenarnya pihak lembaga pemasyarakatan telah menyediakan fasilitas-fasilitas dimaksud melalui pengelompokan pada pos-pos kerja yang ada, namun jumlahnya masih sedikit dan tidak semua narapidana dapat terserap. Ketersediaan program pengembangan diri dapat dikatakan relatif sudah tersedia, meskipun demikian pihak Lembaga pemasyarakatan belum dapat mengakomodir semua program pengembangan diri yang sesuai dengan minat dan bakat narapidana. Pelatihan kerja atau keterampilan, seringnya hal itu tidak sesuai dengan karakteristik, mint dan keinginan mereka, atau sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi di luar lembaga. Ketertinggalan teknologi dan tidak bervariasinya pemberian keterampilan justru menyebabkan kegiatan menjadi tidak efektif, sehingga biaya produksi yang telah dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang tidak diharapkan. Faktor penghambat lain yaitu lemahnya manajemen sumber daya manusia khususnya dalam fungsi kepemimpinan dan pengorganisasian.

Correctional institution is the last institution from criminal judicature system that based on Acts Republic of Indonesia Number 12 year 1995 about Institutional has function as reconstruction place for prison and pupil of institutional. Implemented reconstruction is attempted to adjust their desire, intelligent and necessity of prison. This is accepted in order to depelop them after they finish their punishment can obtain know-how such as skill and used ability when they enter into community.The main problem in this research is what accepted from prisoner so that it provide useful for correctional institution in attempt to right fulfillment to develop them. From obtained conclusion that lack of chance for prison at Class I Correctional Institution Sukamiskin Bandung to develop them during concerned with their phunisment progress. Prisoner right to develop them at Sukamiskin Correctional Institution cannot be fully fulfilled, viewed from facility infrastructure indicator as well as reconstruction program that provided by correctional institution internal line. In fact, they provided such facilities through work posts classification that exist, but insufficient to accommodate the prisoner, nevertheless correctional institution internal line not yet accommodate all development program concerned with their desire and intelligent and willing or inappropriately with situation and condition that they face. Training for them often not suitable with technology and skill so that ineffective where production cost exceeded their hope. Other factor is poor human resources management especially in leadership and organizational function."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Ridwansah
"Beragamnya latar belakang kehidupan narapidana, baik itu latar belakang kasus, suku/etnis, agama dan lainnya merupakan faktor nyata dari keberadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai minatur masyarakat. Disana juga terdapat berbagai kebutuhan dan kepentingan narapidana dalam rangka mempertahankan hidupnya selama dalam lapas. Dalam rangka hal tersebut narapidana akan menjaga hubungannya dengan petugas dan aturan yang berlaku dalam lapas sehingga baik petugas maupun aturan mampu mengakomodir ataz dilemahkan oleh kepentingan narapidana, termasuk kepentingan menambah fasilitas kamar hunian sesuai keinginan narapidana. Akibat adanya penambahan fasilitas-fasilitas pada kamar hunian pada narapidana tertentu akan berakibat adanya kecemburuan sosial di kalangan narapidana, pemborosan anggaran karena umumnya penambahan fasilitas berupa alat-alat elektronik yang menggunakan listrik, dan yang terpenting adalah narapidana tersebut umumnya tidak tersentuhk program pembinaan.
Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu bagaimana kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di Rumah Tahanan negara dan Lembaga Pemasyarakatan di Jakarta seria kendala-kendala yang dihadapi dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan..dengan wawancara terhadap informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara. Wiforiiai penelitian terdiri dari informan petugas dan informan. Lokasi penelitian adalah lima Unit Pelaksana Teknis (UPT) di DKI Jakarta, yaitu Lapas Klas I Cipinang, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta, Lapas Klas IIA Salemba, Rutan Klas I Jakarta Pusat dan Rutan Klas IIA Pondok Bambu Jakarta Timur.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana pada lima (5) lokasi penelitian belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan perbedaan persepsi dan cara pandang terhadap aturan yang ada yang berbeda-beda sehingga penerapannya pada masing-masing lapas/rutanpun berbeda. Kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di lapas/rutan masih mementingkan unsur keamanan dan keiertiban. Penyimpangan terhadap pemenuhan fasilitas kamar hunian narapidana adalah adanya fasilitas-fasilitas tambahan yang tidak sesuai aturan seperti TV, AC, Kompor Listrik hingga pencurian listrik untuk kepentingan fasilitas lainnya. sementara dalam rangka mensiasati kondisi kelebihan daya tampung (over kapasitas) pada masing-masing l!okasi penelitian dilakukan alih fungsi atau pemanfataan ruang yang bukan kamar hunian menjadi kamar hunian bagi narapidana. Sementara faktor kendala dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana terdiri dari empat faktor utama yaitu kendala komunikasi, kendala sumber daya, kendala sikap implementator dan kendala struktur birokrasi

Diverse backgrounds inmate's life, whether it is the case background, tribe / ethnicity, religion and the other is a real factor of the exisience of correctional institulions as minatur community.There alsa have various needs and interests of prisoners in order to survive as long in prison. In order to convict it will maintain relationships with officers and rules that apply in the prison so that both workers and able io accommodate the rulés or attenuated by the interests of prisoners, including facilities to add interest as you wish inmate occupancy rooms. Due to the exiztence of additional facilities in room occupancy on a particular inmate will result in the social jealously among the inmates, waste budget because generally in the form of additional facilities for electrical appliances that use electricity, and most importantly the inmates were mostly uniouched by development programs.
In this research, there are two research questions to be answered is how the Juifiliment of the policy room occupancy facility for inmates at the Detention Center and state correctional institutions in Jakarta and the constraints faced in julfilling the policy facilities such occupancy rooms, The method used is qualitative method of data collection techniques againts the informant interview conducted with the study using the interview guide Informants consisted of officers and informants informants. Location of the study are five Technical Executive Unit (UPT) in Jakarta, namely Class I Cipinang Prison, Jakarta Narcotic Prison Class HA, Class 14 Salemba prison, Central Jakarta Rutan Class I and Class ITA Rutan Pondok Bambu, East Jakarta.
Based on this research found that the policy of fulfiliment of room occupancy facility for inmates at five (3) the location of the research has not been performing well. This is due to differences in perception and outlook of the existing rules are different so that its application in each prison / rutanpun different. Compliance policies occupancy room facilities for inmates in the prison / detention center is still concerned with the elements of security and order. Deviation toward the Julfiilment facility inmate occupancy room is the presence of additional facilities that are not in accordance with regulations such as TV, air conditioning, Electric Stove to theft of electricity for the benefit of other facilities, while in order to anticipate the conditions of excess capacity fover capaciiy) at each study site conducted over the function or utilization of space that is not a room occupancy room occupancy for the inmates. While the constraint factor in fulfilling the policy for inmate occupancy room facilities consist of four main factors namely the communication constraints, resource constraints, barriers and constraints implementer attitudes bureaucratic structure.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T33545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pahrudin Saputra
"ABSTRAK
Penelitian ini berjudul "PEMENUIIAN HAK ATAS RASA AMAN DAN BEBAS DART KETAKUTAN DALAM PELAKSANAAN ADMISI DAN ORIENTASI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KLAS IIA JAKARTA". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis, bahwa tahap admisi dan orientasi narapidana merupakan fase kritis yang menentukan keberhasilan pembinaan narapidana sehingga diperlukan pemenuhan hak-hak asasi narapidana.
Lokasi penelitian dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas HA Jakarta dengan metode penelitian kualitatif. Beranjak dari latar belakang di alas, rumusan masalah yang mengemuka adalah : (1) Apakah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Jakarta merasa terpenuhi hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi; (2) Faktor apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemenuhan hak alas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi narapidana. Untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian tersebut, metoda pengolahan data yang dilakukan mengarah pada metode deskriptif eksplanatory.
Hasil penelitian menunjukan bahwa selama dalam pelaksanaan admisi dan orientasi, hak narapidana atas rasa aman dan bebas dari ketakutan belum terpenuhi. Adapun faktor yang menghambat pemenuhan hak atas rasa aman itu adalah kondisi over crowded, emosi narapidana yang labil, tidak memadainya kualitas pengetahuan dan pemahaman petugas terhadap hak asasi manusia, punish and reward yang kurang ditegakan, dan prosedur pengaduan yang panjang.
Memperhatikan hasil penelitian tentang kondisi aktual pemenuhan hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan dalam pelaksanaan admisi dan orientasi narapidana maka perlu dilakukan pengurangan isi lembaga pemasyarakatan, pendidikan dan pelatihan tentang hak asasi manusia terhadap petugas lembaga pemasyarakatan, penerapan sanksi yang tegas dan terukur, menyederhanakan prosedur penyampaian keluhan

ABSTRACT
The title of this research is THE FULFILLMENT OF SECURE AND FREE FROM FEAR RIGHTS OF INMATES ON THE ADMISSION AND ORIENTATION STAGE IN CLASS IIA NARCOTICS CORRECTION INSTITUTION - JAKARTA". The background reason why author decide to choose this title is based on empirical and theoretical studies, that the stage of admission and orientation of inmates is a critical phase in which decides the success of inmates' treatments. In this stage, the fulfillment of human rights for inmates is a necessity.
The locus of research is taken in Class HA Narcotics Correction Institution by using qualitative research method. Based on the background above, the construction of problems which developed are: (1) Do the inmates in Class IIA Narcotics Correction Institution feel that the rights of secure and free from fear has been fulfilled in the admission and orientation stage?. (2) Define the factors that become obstacles in order to fulfill the rights of secure and free from fear on the admission and orientation stage. In case of finding the answer of those research questions, the data processing method directed to explanatory descriptive method.
The result of research shows that during the admission and orientation stage the rights of secure and free from fear of inmates have not fulfilled yet. However, some factors which become obstacles in fulfillment of the rights of secure are: over crowding condition, instability of inmates emotions, the limitation of human rights knowledge and understanding of officers, punishment and reward norms are not promoted in every aspect of admission and orientation stage, and a long complain procedure.
Focusing on the research result about the actual situation in rights secure and free from fear fulfillment of inmates on the admission and orientation stage, several methods shall be taken such as: decreasing the amount of inmates in correction institution, training and education of human rights for officers, implementation of strict and reliable punishment, and simplify the complain procedure.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar
"Fokus penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan pembebasan bersyarat bagi narapidana sebagai upaya mengurangi dampak negatif kepadatan atau kelebihan penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Kebijakan ini merupakan kebijakan pembinaan narapidana dalam konsep re-integrasi sosial yang paling baik dalam membebaskan narapidana. Namun pada kenyataannya beberapa orang berpendapat bahwa pembebasan bersyarat dipandang sebagai pemberian maaf atau rasa simpati pemerintah, bertujuan memperpendek hukuman dengan mempercepat waktu pembebasan, bahkan pembebasan bersyarat dianggap sebagai upaya untuk menyenangkan atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (in-dept interview). Analisis terhadap proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan dilakukan dengan cara mengadopsi teori implementasi kebijakan dari George Edward III, Marilee S. Grindle dan Van Meter serta Carl Van Horn (teori yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lapangan).
Lapas Kelas I Cipinang berusaha merubah pendapat keliru beberapa orang mengenai kebijakan pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana dengan cara seoptimal mungkin mengimplementasikan kebijakan tersebut, bahwa tujuan pembebasan bersyarat pada narapidana bukan untuk memperkecil hukuman, mempermudah atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan, juga bukan merupakan toleransi atau pemaaf. Sebaliknya kebijakan pemberian pembebasan bersyarat pada narapidana sebagai program pembinaan bertujuan untuk mengembalikan narapidana agar dapat hidup kembali di masyarakat dan tidak melakukan kejahatan lagi, dan hal ini harus direkomendasikan sebagai alternatif yang paling banyak mendatangkan manfaat terutama dalam menanggulangi dampak kepadatan atau kelebihan penghuni di dalam Lapas.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan Pembebasan Bersyarat bagi narapidana dalam upaya menanggulangi dampak negatif kepadatan atau kelebihan penghuni di Lapas Kelas I Cipinang secara umum dapat dikatakan berjalan cukup baik namun kurang begitu optimal. Proses implementasi kebijakan berjalan cukup baik terbukti dari telah dipahaminya perubahan strategis yang diinginkan dan implikasinya; adanya peraturan pelaksanaan atau peraturan penjelas; dan telah dilaksanakan sosialisasi kebijakan pemberian pembebasan bersyarat tersebut. Namun yang menyebabkan kurang optimalnya implementasi kebijakan tersebut atau dapat dikatakan terjadi implementation gap (kesenjangan/perbedaan antara apa yang dirumuskan dengan apa yang dilaksanakan) yaitu adanya faktor-faktor menjadi hambatan dalam pelaksanaanya. Beberapa faktor yang menjadi hambatan tersebut adalah komunikasi dan koordinasi, sumber daya, dan struktur birokrasi.

The focus of this research is how the Implementation of parole policy for inmates in effort to overcome negative impact of overcapacity at Correctional Institution of Class I Cipinang. This policy is a policy to treatment the inmates in the concept of social re-integration, and it is the best concept to release them. But in fact some people argue that parole is viewed as forgiveness or sympathy from government, aimed to shortening the sentence with speed up their release, parole even considered as an attempt to please or give comfort to criminals.
The research used qualitative research method. Data was collected through in-depth interviews. Analysis of the processes and factors that influence the policy implementation is done by adopting the theory of policy implementation from George Edward III, Marilee S. Grindle, Van Meter and Carl Van Horn (the use of theory adapted with field conditions).
Correctional Institution of Class I Cipinang try to change the wrong opinion of some people about this parole policy by optimize the implementation, that the purpose of parole for inmates is not to minimize the penalties, facilitate or give comfort to criminals, also not as a tolerant or forgiving. Instead the policy of parole for inmates as a treatment program aims to restore inmates so can live back in the community and did not commit a crime again, and it should be recommended as an alternative can bring the most benefits, especially in reducing the impact of overcapacity in the correctional institution.
The research concludes that the process of Implementation of parole policy for inmates in effort to overcome negative impact of overcapacity at Correctional Institution of Class I Cipinang, generally speaking, quite well, but less so optimal. Policy implementation process can be said quite well proven that the strategic change desired and its implications have been understood; available regulatory implementation or regulation explanatory; and socialization of this parole policies have been implemented. But the causes of less than optimal implementation of the policy or it can be said to occur the implementation gap (the difference between what are formulated with what has been done), this is due to several factor which become obstacles in its implementation. Some of these factors are communication and coordination, resources, and bureaucratic structures.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>