Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28954 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Salemba Empat, 2000,
R 343.04 Ind u
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Cahyo Wicaksono
"An Overview on The Returning of Payment Excess of Value Added Tax Arranged in Article 17C Law Number 16 The Year 2000 About Ordinary Implementation and Ethic of TaxationNowadays, the effort to increase tax acceptance is an urgent one. It is caused either by the uncertainty of oil and gas acceptance or the difficulty and the risk to get foreign loan. The tendency triggers the government to dig out and to maximize the acceptance from tax sector. One of them is done by the completion of regulation in the field of taxation while keeping in mind with the principles of fairness, Law assurance, legality and simplicity.
The implementation of tax reform 2000 still undergoes many handicaps emerging both from the government. Who doesn't often have coordination in preparing the implementation regulation and lazy obliged taxpayers to implement or make use of taxation rules, which have been established smie they are often in a disadvantageous position. The handicap also takes place in the implementation of article 17C about Ordinary Implementation and Ethic of Taxation especially in the completion process of restitution of value added tax since in one side the government is willing to give a quick service in the restitution process but in the implementation regulation which have been released.
The goal of this thesis writing is to know factors which affect the effectives of policy in giving the facility of returning the excess preliminary of value added tax as set in article 17C about Ordinary Implementation and Ethic of Taxation and further to analyze factors in order to be able to overcome the emerging problems.
The research method done in this thesis writing is analytical descriptive method with data collecting technique is library research and field research through serious interview by using interview guideline to related persons and questionnaire distribution to 42 obedient obliged taxpayers which are listed in tax service offices in the area of Kanwil DJP Jakarta Khusus.
From the discussion result we've got a conclusion that the handicap of the effectiveness of policy in giving the facility of returning the excess preliminary of valve added tax as established in article 17 C about Ordinary Provision and Taxation Procedure is primarily caused by the requirement or the criteria of obedient established is too heavy and the taxation section is too high if fiscal correction in post audit is found.
To implement the facility policy of tax access preliminary returning well, the requirement or criteria in establishing obedient obliged taxpayers should be reoverwied and so should the regulation of administration section impalement in the form of 100% rise as established in article 17 C paragraph 5 about General Provision and Taxation Procedure.
Bibliography = 40 references, 8 regulations, 4 scientific works 1 seminar papers (1971 - 2004)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Salemba Empat, 2000
343.04 Ind u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ranti Kusuma Arini
"In order to increased voluntary disclosure from the tax payer, the Indonesian government trough Directorate General of Tax making a tax reforms and the policy that the government choose is by using tax amnesty policy. At the year 1984 the government has been issued a tax amnesty policy, but this policy failed in implementation and the government never evaluated the failure. At 2008 the government issuing the same tax amnesty policy and it called sunset policy.
This research will explain about government comparison when issuing tax amnesty policy at the year 1984 and the year 2008, what exactly becomes the major obstacle on the implementation of the tax amnesty policy at the year 1984, and what are the differences between tax amnesties that were used at 1984 with tax amnesty that used in 2008. The approach used in this research is qualitative approach. The goal is to find an understanding about tax amnesty policy that implemented in Indonesia since 1984 until 2008. The research type is descriptive because the researcher tries to give a detailed description about tax amnesty policy that implemented in Indonesia since 1984 until 2008. Data collected in this research is by trough in depth interview with Directorate General of Tax, academic, tax payer, and tax expert. Beside that the data was also collected trough study literature, books, magazine, journals, and the tax regulation which are related to tax amnesty at the year 1984 and 2008.
The result from this research found that the government rationale issuing tax amnesty policy at the year 1984 because of the change of tax system in Indonesia from official assessment system to self assessment system. The change of tax system needs honesty and voluntary disclosure from every tax payer. Based on that reason, the government issuing tax amnesty policy. At the year 2008 the government tries to collect taxation data from Indonesian citizen who already registered as tax payer and the citizen who are not registered as tax payer. In order to make the tax payer willing to declare the taxation data that they have, government issuing tax amnesty policy. The obstacle on the implementation of tax amnesty at the year 1984 are because the limitation of taxation data, information technology, tax authorities who are not ready with this policy, and public perception of unfairness in tax amnesty. The main differences between tax amnesty at the year 1984 and 2008 is what the government forgiven. At the year 1984 the government forgives all the tax liabilities including interest, penalties, and other prosecution, whereas tax amnesty at the year 2008 only forgive the interest.
"
2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Retno Kusumaningtyas
"Pelaksanaan UU No.22/1999 dan UU No.25/1999 yang kemudian diamandemen menjadi UU No.32 /2004 dan UU No.33/2004 memberikan perubahan besar dalam pengaturan hubungan anatar Pusat dan Daerah. Kini, Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengatur rumah tangganya sendiri, baik dari aspek perencanaan, keuangan, maupun pelaksanaan. Dengan menganut prinsip keadilan, maka dalam kebijakan otonomi daerah tak hanya mengatur peningkatan wewenang dan tanggung jawab Daerah tetapi juga upaya manifestasi kemandirian daerah dengan memberikan kebebasan menggali sumber penerimaannya sendiri.
Dalam perkembangannya, sejak diterapkan Otonomi Daerah pada tahun 2001 hingga saat ini belum cukup memberikan gambaran peningkatan kemandirian Daerah secara finansial, sebaliknya kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya ketergantungan terhadap Pusat. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan bantuan dari Pusat yang tidak diimbangi oleh kenaikan PAD yang signifikan terhadap pengeluaran Daerah. Padahal kemampuan Pusat dalam memberikan subsidi ke Daerah memiliki keterbatasan.Kondisi tersebut mensyaratkan Daerah untuk siap dengan berbagai langkah terobosan untuk mengatasi masalah PAD-nya. Upaya yang selama ini umumnya dilakukan oleh Daerah adalah melakukan ekstenfikasi pajak melalui penciptaan pajak baru. Sementara alternatif lain seperti pertimbangan pendaerahan pajak-pajak Pusat yang potensial kurang mendapat sorotan.
Usulan kebijakan PBB menjadi pajak daerah diwarnai pro-kontra. Padahal jika dilihat karakteristik obyek pajaknya, PBB dapat dikategorikan dalam pajak daerah. Apalagi jika dilihat sistem pembagian penerimaannya yang hampir seluruhnya diserahkan kembali ke Daerah. Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis potensi kebijakan tersebut terhadap penerimaan Daerah. Potret yang diambil dalam penelitian ini yakni seberapa besar pengaruh pendaerahan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terhadap tax effort pajak daerah di kabupaten/kota di Indonesia dalam kurun waktu 2001-2003. Mengingat tax effort merupakan pendekatan atas tingkat penggunaan potensi pajak.
Penelitian ini ingin menjawab apakah dengan PBB menjadi pajak daerah mampu menstimulus pemungutan pajak di Daerah sehingga dapat mengurangi ketergantungan Daerah terhadap Pusat. Variabel-variabel yang digunakan dalam penyusunan model dalam penelitian didasarkan pada penelitian-penelitian terdahulu dan UU perpajakan. Teknik pengolahan data yang digunakan adalah panel dengan random effect untuk sampel observasi sebanyak 217 kabupaten/kota di Indonesia tahun 2001-2003.
Dan dari hasil penelitian, terlihat adanya pengaruh signifikan dari pendaerahan PBB terhadap tax effort pajak daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Daerah akan menikmati manfaat yang besar dengan usulan kebijakan pendaerahan PBB tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Mahrufin
"Pajak hotel sebagai salah satu sumber penerimaan daerah, di Kabupaten Hulu Sungai Tengah selama periode 1997/1998-2001 belum memberikan hasil yang signifkan, dimana kontribusinya terhadap PAD hanya sebesar 0,22 %, meskipun dengan realisasi yang selalu melebihi target melebihi angka 100 %, namun dikaitkan dengan perkembangan variabel ekonomi dan sosial seperti tingkat perkembangan PDRB, pendapatan perkapita dan nilai tambah sub sektor hotel maupun tingkat inflasi, semestinya kontribusinya masih dapat ditingkatkan. Penelitian target Pajak hotel yang belum realistis, menjadi salah satu faktor penyebabnya, sebab target penerimaan yang semestinya ditetapkan berdasarkan potensi atau kapasitasnya, umumnya hanya didasarkan atas taksasi {perkiraan), sehingga tidak mustahil realisasi penerimaan dengan rasio lebih dari 100 % itu belum optimal.
Berangkat dari hal tersebut diatas, penelitian tesis ini bermaksud untuk membahas masalah penetapan target, melalui pelacakan terhadap kapasitas pajak, sehingga Pemda Kabupaten memiliki pedoman yang objektif dalam penentuan taget, dan apabiia terjadi gap antara realisasi dengan target depot dibuat langkah kebijakan-kebijakan untuk mengoptimalkan penerimaan.
Pendekatan yang dilakukan untuk menjawab tujuan penelitian tesis ini, terutama untuk mengetahui besarnya potensi riil Pajak hotel pada tahun t , diperoleh dengan cara mengalikan tarif Pajak hotel dengan keseluruhan omzet hotel.
Kapasitas {potensi pungut} Pajak hotel, diestimasi digunakan cara regresi, karena cara ini selain lebih mudah dibanding dua cara lainnya (cara langsung dan representatif}, juga dapat dilacak sejumlah faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi Pajak itu sendiri. Disamping ada kelemahan seperti perlu pengetahuan yang cukup tentang statistik, ekonometrik dan toari ekonomi tentang Pajak itu sendiri.
Cara regresi yang dipakai untuk menghitung kapasitas Pajak hotel ini menggunakan data time series cross section (panel data}, menyertakan beberapa daerah lain sebagai acuan dengan karakteristik sosial ekonomi yang relatif sama, Variabel bebas yang digunakan adalah variabel yang diduga berpengaruh terhadap nilai basis dan tingkat kemudahan untuk memungut Pajak, seperti tingkat pendapatan perkapita, rasio sub sektor industri terhadap PDRB, tingkat kepadatan penduduk per km2 dan jumlah kunjungan wisatawan.
Berdasarkan hasil hitungan dapat diketahui bahwa besarnya polensi rill Pajak hotel di Kabupaten Hulu Sungai Tengah tahun 2001 sebesar Rp. 78,842 juta, dengan rata-rata penerimaan perbulan Rp. 6,5 auts dan besarnya kapasitas Pajak adalah sebesar Rp. 37,4 juta. Sedangkan besarnya upaya pemungutan Pajak {tax effort} selama lima tahun [1996-2000) rasio rata-rata hanya 26,49 %, masih belum optimal.
Rendahnya tax effort, disebabkan oleh; masih rendahnya tingkat keterampilan SDM personil/aparat perpajakan,; belum transparannya pengelola hotel melaporkan hasil perolehannya; masih kurangnya kontrol/pengawasan baik terhadap petugas maupun pengelola hotel serta tidak ada sanksi yang tegas terhadap perda pemungutan pajak hotel.
Dalam upaya mengoptimalkan penerimaan Pajak hotel perlu dilakukan, pertama , penentuan terget harus disesuaikan dengan besarnya kapasitas, kedua, untuk meningkatkan kualitas SDM perlu dilakukan pelatihan, peningkatan pendidikan dan keterampilan; perlu dukungan anggaran untuk upaya peningkatan kualitas SDM dimaksud; memberlakukan prosedur pungutan yang sesuai UU yang berlaku serta perlu melakukan monitoring den evaluasi secara berkala dan berkelanjutan guna tindakan perbaikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T4346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardas Patra
"Permintaan masyarakat terhadap jasa hiburan di kota Semarang, senantiasa mengalami peningkatan. Di tahun 2005, karaoke dan diskotik bertambah 1 buah. Bertambahnya jumlah diskotik dan karaoke ini jelas dapat meningkatkan penerimaan pajak, terutama pajak dari diskotik dan karaoke. Tahun 2004 penerimaan pajak hiburan baru sebesar Rp 3,6 milyar, di tahun 2005 penerimaan pajak ini naik menjadi Rp 4,5 milyar 1. Berarti penerimaan pajak hiburan tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 25 % dari tahun 2004. Dibalik itu semua, ternyata dalam menyusun target penerimaan pajak hiburan khususnya diskotik dan karaoke pihak dinas pengelolaan keuangan daerah kota Semarang hanya menggunakan patokan penerimaan pajak pada tahun sebelumnya. Penentuan target seperti itu amat lemah, karena tidak rnenggambarkan potensi pajak hiburan yang sebenarnya. Keterangan ini diterima dari wawancara dengan Kasubdin PAD DPKD Kota Semarang, canggal 3 April 2006.
Realisasi penerimaan pajak diskotik dan karaoke tahun 2005 belum maksimal sesuai dengan potensi pajaknya, berdasarkan data survei di lapangan, potensi penerimaan pajak diskotik sebesar Rp 233,5 juta atau 68,9 % lebih besar dibandingkan realisasi penerimaan pajak diskotik tahun 2005. Demikian pula dengan penerimaan pajak karaoke, realisasi penerimaan pajak karaoke tahun 2005 sebesar Rp 570,9 juta atau masih lebih kecil 109,5 % dibandingkan dengan potensi pajaknya.
Dari Basil survei di lapangan tahun 2006, kinerja administrasi penerimaan pajak diskotik dan karaoke tahun 2005 hanya mampu menyerap 49,62 % dari total potensi penerimaan pajak diskotik dan karaoke. Jadi masih ada sekitar 50,38 % potensi penerimaan pajak diskotik dan karaoke yang belum mampu dimaksimalkan.
Hasil survei penelitian ini melihat bahwa mayoritas pengunjung tempat diskotik dan karaoke adalah wiraswasta dan mahasiswa. Dimana pengunjung dari kalangan swasta memberikan kontribusi 47 % dari total pengunjung diskotik dan karaoke. Sedangkan mahasiswa adalah jumlah pengunjung terbesar kedua, dengan rasio 35 % dari total pengunjung diskotik dan karaoke."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Cholid
"Konsep redistribution with growth telah memberikan altematif konsep pembangunan yang tidak hanya mengejar pertumbuhan yang tinggi tetapi harus juga disertai dengan pendistribusian hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai. Namun konsep ini terkadang sulit untuk diterapkan di sebagian besar negara berkembang. Karena negara akan dihadapkan pada pilihan antara mengejar pertumbuhan yang tinggi atau distribusi yang relatif merata. Salah satu instrument yang dapat mengurangi permasalahan ini adalah kebijaksanaan tarif pajak yang bersifat progresif.
Penelitian ini didasarkan alas model Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia tahun 1999. Dipilihnya SNSE sebagai kerangka analisa karena SNSE mampu menggambarkan distribusi pendapatan secara lugs dalam sebuah perekonomian. Selain itu SNSE juga dapat menggambarkan tingkah laku rumah tangga dalam kegiatan ekonomi. Dengan menggunakan simulasi tarif pajak terhadap semua golongan rumah tangga diharapkan dapat diketahui dampak pengenaan tarif pajak progresif terhadap distribusi income yang dihitung dengan indeks Gini.
Hasil perhitungan dengan menggunakan asumsi penarikan pajak 100%, didapatkan bahwa dengan menggunakan tarif yang progresif make distribusi income antar kelompok rumah tangga dan sektor usaha akan lebih merata jika dibandingkan dengan tarif proporsional. Selain itu ditemukan bahwa sektor yang terkena dampak paling besar adalah sektor-sektor yang berkaitan dengan konsumsi rumah tangga."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T20453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvina Tri Astuti
"Peraturan mengenai penggunaan nilai buku kegiatan merger yang dikeluarkan pemerintah dalam KMK 422/KMK.04/1998 jo. SE-23/PJ.42/1999, selama ini masih memberikan celah bagi wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak. Pemerintah berupaya untuk meminimalisasi kegiatan penghindaran pajak tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 43 tahun 2008 mengenai penggunaan nilai buku pada proses penggabungan usaha. Peraturan ini diyakini sebagai ketentuan anti penghindaran pajak dengan mengedepankan syarat tujuan usaha."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afiani Puspasari
"Skripsi ini membahas implikasi pengenaan kebijakan diferensiasi tarif pajak penghasilan bagi karyawan yang tidak mempunyai NPWP. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan diferensiasi tarif pajak penghasilan tidak didasari teori yang kuat. Hukum materiil dengan hukum formal bercampur karena unsur sanksi yang seharusnya terdapat dalam Undang-undang KUP, terdapat dalam tarif Undang-undang Pajak Penghasilan.
Pemberlakuan diferensiasi tarif pajak penghasilan bertentangan dengan prinsip ability to pay. Bagi karyawan yang mempunyai penghasilan yang sama besarnya mendapat perlakuan yang berbeda. Hal ini menimbulkan ketidak adilan horizontal. Hendaknya dalam menaikkan penerimaan negara pemerintah hendaknya mengeluarkan kebijakan dengan tidak mengorbankan keadilan bagi masyarakat.

The focus of this study is implication of outcome differential tariff income tax policy for employee who don't have Tax Payer Number. This research is qualitative research with descriptive design. The result of this research showed that the goverment policy on Differential tariff income tax didn't have strong theory based. Material law with formal law is mixed because there is penalty element that should have been included in general rule tax law in fact included in income tax law.
The aplication of differential tariff is against with the ability to pay principle. For employee who has same income get different treatment. This situation makes horizontal disequity. In raising country income government should made new policy which don't sacrifice people's equity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>