Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172736 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Rahayu K
"Ansietas prabedah ("fear of pain") hampir selalu dialami individu yang menghadapi pembedahan ualau yang sederhana sekalipun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ansiolitik benzodiazepin terbaru yaitu midaznlam dalam tehnik sedasi sadar pad: prosedur ndontektomi dengan anestesi lokal. Delapan belas kasus impaksi molar ketiga rahang hauah diberikan midaznlam 0.05 mg/kg bb i.v. secara bolus, dibandingkan dengan tujuh belas kasus tanpa sedasi. Penilaian terhadap perubahan tinqkat ansietas dilakukan pada saat diberikan stimuli eksternal berupa penyuntikan anestesi lokal, pengeburan tulang dan pengungkitan gigi- Juga turut dinilai tingkat sedasi, amnesia anterograd dan perubahan tanda-tanda vital yang terjadi, untuk mengetahui efek farmakosedatif obat tersebut.
Dengan uji Fisher, uji tanda dan uji t tampak bahwa midaznlam dosis rendah mampu menurunkan tingkat ansietas, menimbulkan amnesia anterugrad dan memberikan tingkat sedasi yang bermakna pada saat penyuntikan anestesi lokal, dibandingkan dengan kelumpok tanpa sedasi. Akan tetapi pada tahap pengeburan dan pengungkitan, ansietas menghilang pula secara bermakna pada kedua kelompok.
Ditarik kesimpulan hahwa dengan penghilangan rasa nyeri oleh anestesi lokal saja sudah cukup menghilangkanl menurunkan ansietas pembedahan. Tehnik sedasi sadar tidak harus diberikan secara rutin pada pasien dengan ansietas ringan sampai sedang. Pada pasien dengan ansietas berat dapat diberikan tehnik sedasi dengan dosis individual sesuai kebutuhan, secara titrasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zain Ichwan
"Latar belakang : Analgesia subarachnoid disertai pemberian obat sedasi secara infus kontinyu memberikan efek sedasi, amnesia dan ansiolisis yang dapat diprediksi mula kerja,pemulihan,efek samping yang minimal sehingga pasien merasa lebih aman, nyaman setelah dilakukan prosedur pembedahan yang merupakan bagian teknik layanan anestesi bermonitor (Monitored Anesthesia Care, MAC)
Metode : 98 pasien usia 15-60 tahun dengan klasifikasi ASA 1-II yang akan menjalani operasi abdomen tengah kebawah dibagi dalam 2 kelompok dengan analgesia subarachnoid dan pemberian infusi propofol bolus 0,5 mg/kg pemeliharaan 35 Fig/kg/menit dan infusi midazolam bolus 0,05 mg/kg pemeliharaan 0,35 µg/kg/menit, kemudian dinilai keefektifan sedasi, amnesia, ansiolisis Berta dimonitor perubahan hemodinamik dan efek samping yang terjadi.
Hasil : Keefektifan tingkat sedasi kelompok propofol pads menit ke 60 sebesar 72,9% dan kelompok midazolam 77,1%,dengan uji statistik (p>0,05)
Untuk tingkat kecemasan kelompok propofol pada menit ke 15 pasien berkurang kecemasan sebesar 91,7% dan kelompok midazolam sebesar 93,7%,dengan uji statistik (p>0,05).Amnesia yang terjadi pada kelompok propofol sebanyak 16,7% dan kelompok midazolam 54,2%,dengan uji statistik (p<0,05).
Kestabilan hemodinamik kedua kelompok bail( dan efek samping yang terjadi tidak berbeda bermakna (p>0,05),kecuali pada kelompok propofol cenderung dapat mengurangi mual dan muntah (p=0,056}.
Kesimpulan : Pemberian infusi pmpofol 0,5 mg/kg pemeliharaan 35 µg/kg/menit tidak lebih efektif dalam memberikan efek sedasi, ansiolisis dibanding infusi midazolam 0,05 mg/kg pemeliharaan 0,35 µg/kg/menit. Efek amnesia lebih unggul pada kelompok midazolarn dibanding kelompok propofol.

Background: In addition to Subarachnoid analgesia, giving sedation infusion continously will affect sedation effect, amnesia, and anti-anxiety. The process can predict starting time, recovery, minimum side effects, in order to obtain securability, and comfortability of patients. It is important to the patients after undergo surgical operation using Monitored Anesthesia Care (MAC).
Methods: Samples consist of 98 patients of 15-60 year age which conform ASA I-11 classifications. The patients underwent lower abdominal surgery and lower extremity_ The patients were divided into 2 groups. The First group was treated using subarachnoid analgesia, bolus propofol infusion at 0.5 mg/kg, and maintenance at 35 p.g/kglminute. The second group was treated using subarachnoid analgesia, bolus midazolam infusion at 0.05 mg/kg, and maintenance at 0,35 fig/kg/minute. After that, the value of sedation effectiveness, amnesia, and anti-anxiety were investigated. Also, hemodinamic value and side effects were monitored.
Results: Sedation score effectiveness of propofol group at sixtieth minute was 72.9% and that of midazolam group was 77.1% (using statistical test with p > 0.05).
For anxiety score, the value of propofol group, at fifteenth minute, reduce into 91.7% and that of midazolam group became 93.7% (using statistical test with p > 0.05). The value of Amnesia of propofol group was 16.7% and that of midazolam group was 542% (using statistical test with p < 0.05).
Hemodinamical stability of both groups was good. Side effect occurs was not different (at p > 0.05), except for propofol group tends to reduce nausea and vomiting (p = 0.056).
Conclusions: Giving propofol infusion at 0.5 mg/kg and maintenance at 35 p.glkg/minute was less effective in sedation effect, anti-anxiety compared to midazolam infusion at 0.05 mg/kg and maintenance at.0.35 fig/kg/minute. Amnesia effect for midazolam group better than that of propofol group."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulius T.
"Dalam induksi anestesia dengan etomidat sering timbal mioklonus. Penelitian ini membandingkan premedikasi midazolam dan fentanil dengan premedikasi midazolam saja dalam mencegah mioklonus. Penefitian dilakukan dengan acak tersamar ganda terhadap 140 pasien. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 70 orang yaitu yang mendapat premedikasi midazolam 0,02 mg/kg BB dan fentanil 14g/kg BB intravena (IV) atau midazolam 0,04 mg/kg BB IV. Setelah itu digunakan etomidat 0.3 mg/kg BB IV untuk induksi anestesia_ Kejadian dan derajat mioklonus diamati selama 60 detik. Insidens miokonus lebih kecil pada kelompok fentanil dan midazolam (5/70) dibandingkan kelompok midazolam (29/70){P<0,05}. Tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam derajat mioklonus (p>0,05) pada kedua kelompok. Premedikasi dengan midazolam 0,02 mg/kg BB dart fentanil 14g/kg BB IV efektif menurunkan mioklonus akibat induksi dengan etomidat.

During induction of anaesthesia with etomidate, myoclonic muscle movements are frequent. in this study, pretreatment with midazolam and fentanyl was compared to pretreatment with midazolam for the prevention of myoclonic muscle movements. Included in this study were 140 patients, pretreated in randomized double-blinded fashion with midazolam 0.02 mg/kg and fentanyl 1 µg/kg IV (n=70 patients) or midazolam 0.04 mg/kg IV (n=70 patients). Induction agent used was etomidate 0.3 mg/kg IV. The incidence and intensity of myoclonic movements were observed in 60 seconds. The incidence of myoclonic movements was significantly lower in patients pretreated with midazolam and fentanyl (5/70) than patients pretreated with midazolam only (29/70){p<0.051. The intensity of myoclonic movements was not significantly different (p>0.05) in two groups. Pretreatment with midazolam 0.02 mg/kg and fentanyl 1 gg/kg IV is more effective than that with midazolam 0.04 mg/kg IV in reducing etomidateinduced myoclonic muscle movements."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumi Yustiningsih
"Tujuan: Mengetahui pengurangan dosis induksi propofol pada kelompok yang diberikan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok yang diberikan koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB.
Metode: Uji Klinik Tersamar Ganda. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM pada hulan November sampai dengan Desember 2006, dengan jumlah sampel 46 pasien dewasa yang menjalani operasi berencana dan anestesia umum. Pasien dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok; 23 pasien mendapatkan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB dan 23 pasien Iainnya mendapatkan midazolam 0,03 mg/kgBB 2 menit sebelum induksi propofol. Induksi propofol dilakukan secara titrasi 30 mg/i0 detik. Dilakukan pencatatan dosis induksi propofol pada end point hilangnya respon verbal dan hilangnya respon terhadap jaw thrust serta respon hemodinamik 1 menit setelah induksi. Analisa statistik untuk melihat perbedaan rerata antara kedua periakuan menggunakan uji-t, sedangkan perbedaan pada dua kelompok data kategori diuji dengan uji chi-square dengan nilai signilikansi p<0,05 dengan interval kepercayaan 93%.
Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok perlakuan dalarn hal pengurangan dosis induksi propofol dan penurunan tekanan darah 1 manic setelah induksi propofol. Dosis induksi propofol pada kelompok ketamin 0,3 mg/kgBB lebih sedikit dibandingkan dengan midazolam 0,03 mg/kgBB. Ketamin 0,3 mg/kgBB lebih sedikit dalam efek penurunan tekanan darah akibat induksi propofol dibandingkan dengan midazolam 0,03 mg/kgBB.

Objective:
To observe the reduction of propofol induction dose in ketamin co induction 0,3 Mg/Kg BB compare with midazolam coinduction 0,03 mg/kgBB
Methods:
Double blinded randomized clinical trial. The study was conducted at Cipto Mangunkusuma Hospital Central-Surgery Room from November until December 2006 to 46 adult patients who went to elective surgery and general anesthesia Patients were divided randomly into two groups: The group consist of twenty-three patients give co induction ketamin 0,3 mg/kgBW The other twenty-three patients was given with 0,03 mg/kgBW of midazolam coinduction two minutes before the induction propofol. The records doses propofol induction using loss of response to verbal commands and loss. of response to jaw thrust stimulation as end point of induction. This study also observed the homodynamic response one minute after induction. T-test method was performed to identfy the mean difference between the two groups, while Chi Square method was performed to identify the frequency difference (categorical data) between the two groups. A 'p' value of <0.05 was considered statistically significant: with 95% confidence interval.
Conclusion:
There were .significant statistical differences between the two groups in a matter of reducing propofol induction doses and hemodynamic effects one minute after propofol induction. Propofol induction dose was less at ketamine group. Hemodynamic elects one minute after propofol induction, Ketamine 0,3 mg/kgBW was less in reducing blood pressure compared with midazolam 0,03 mg/kgBW.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Deni Hamdani
"Latar Belakang: Ansietas sering terjadi pada anak terutama dalam masa prabedah dan merupakan suatu kondisi dan komplikasi yang sering terabaikan oleh dokter anestesi dalam pelayanan rutin.
Tujuan: Menelaah efek sedasi dan anti ansietas dari premedikasi midazolam oral dan ketamin oral dalam memfasilitasi pemisahan dari orang tua pada pasien pediatrik, Metode: 96 orang anak secara acak dibagi dalam 2 kelompok sama banyak. Kelompok pertama mendapat midazolam 0,25 mg/kg BB peroral dan kelompok kedua mendapat ketamin 5 mg/kg BB peroral.
Hasil: Anak-anak yang mendapatkan premedikasi midazolam oral efektif tersedasi sebesar 81% sedangkan anak-anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral hanya 32% (p<0,05) dengan 1K (0,32 ; 0,66). Sebagai anti ansietas anak-anak yang mendapat premedikasi midazolam oral efektif sebesar 89% sedangkan pada anak-anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral hanya 54% (p<0,05) dengan IK (0,18 ; 0,52).Hipersalivasi terjadi pada 25% anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral (p
Kesimpulan: Midazolam 0,25 mg/kg BB lebih baik dalam memberikan efek sedasi dan sebagai anti ansietas bila dibandingkan dengan ketamin 5 mg/kg BB peroral.

Background: Anxiety often accompanied children during preoperative. This is a condition and complication often overlooked by anesthesiologists in routine practices. Aim: To asses sedation and anti anxiety effect of midazolam and ketamine as premedication given orally in order to facilitate separation from the parents. Method: Ninety six pediatric patients, in a randomized, double blind manner divided in two groups equally, received orally midazolam 0.25mg/kg or ketamine 5 mg/kg.
Result: Children who received midazolam were sedated 81%, while children with ketamine only 32% (CI: 4.32;0.66). As for antianxiety effect, patients who received midazolam were effective 89%, those who received ketamine only 54% (p<0.05) with CI (0.18:0.52). Hypersalivation was found in 25% patients with premedication oral ketamine (p<0.05)
Conclusion: Oral midazolam 0.25mglkg gives better sedation and antianxiety effect compared to oral ketamine 5 mg/kg.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mefri Yulia
"Latar Belakang. Laringoskopi dan intubasi dilakukan untuk memfasilitasi tindakan anestesia umum. Prosedur ini mengakibatkan nyeri dan memicu pelepasan katekolamin yang dapat menimbulkan respon hemodinamik berupa hipertensi dan takikardia. Berbagai macam obat digunakan untuk menekan respon hemodinamik salah satunya lidokain namun masih tidak dapat meniadakan respon hemodinamik. MgSO4 memiliki banyak manfaat salah satunya untuk menekan hipertensi dan takikardia yang dicetuskan oleh tindakan intubasi. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas MgSO4 dibandingkan lidokain dalam menekan respon hemodinamik saat intubasi.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak tersamar ganda, dengan 42 pasien yang menjalani anestesia umum dengan intubasi endotrakeal dan dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu MgSO4 dan lidokain. Kriteria inklusi adalah usia 18-65 tahun dengan status klinis ASA 1-2. MgSO4 25 mg/kg intravena diberikan dengan syringe pump selama 10 menit sebelum induksi dan lidokain 1,5 mg/kg diberikan secara bolus setelah pemberian atrakurium. Respon hemodinamik diukur pada saat awal, pasca induksi, saat intubasi, menit ke-1,3 dan 5 setelah intubasi. Data hemodinamik kemudian ditentukan selisihnya dari nilai pasca induksi dan dibandingkan antara kedua kelompok.
Hasil. Uji General Linear Model menunjukkan MgSO4 25 mg/kg intravena tidak lebih efektif dibandingkan lidokain 1,5 mg/kg intravena dalam menekan respon hemodinamik saat intubasi dinilai dari sistolik, diastolik, MAP dan laju jantung dengan p > 0,05 pada saat intubasi dan menit ke-1,3,5 setelah intubasi dibandingkan nilai pasca induksi pada semua variabel hemodinamik antara kedua kelompok.
Simpulan. MgSO4 25 mg/kg intravena tidak lebih efektif dibandingkan lidokain 1,5 mg/kg intravena dalam menekan respon hemodinamik saat intubasi.

Background. Laringoscopy and intubation is performed for facilitating general anesthesia procedure. This procedure induces pain and stimulate cathecolamine release which gives rise to a hemodynamic response such as hypertension and tachycardia. Many methods has been used to prevent this response such as lidocain, but still there is no method that can eliminate the hemodynamic response. MgSO4 has a lot of benefit effect including supressing hypertension and tachycardia which is induced by intubation procedure. This study aims to compare the effectiveness of MgSO4 with lidocain in supressing hemodynamic response during intubation.
Methods. This study is double blind clinical study on 42 patients undergoing general anesthesia with endotracheal intubation and is divided into two groups: MgSO4 and lidocaine. Inclusion criteria were age 18-65 years old with physical status ASA 1-2. Intravenous MgSO4 25 mg/kg was given by syringe pump for 10 minutes before induction and lidocaine 1,5 mg/kg was given by bolus injection after atrakurium was administered. Hemodynamic response were recorded at baseline, post induction, intubation, 1,3,5 minutes after intubation. Hemodynamic data is determined by the difference from the post induction value and is compared between two groups.
Results. General Linear Model Test shows intravenous MgSO4 25 mg/kg is not more effective than intravenous lidokain 1,5 mg/kg in supressing hemodynamic response during intubation from systolic, diatolic, MAP and heart rate variable with p > 0,05 during intubation, and 1,3,5 mintues after intubation between two groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Setyadi
"Tujuan: Membandingkan angka keberhasilan dan kemudahan pemasangan sungkup faring proseal (LMP) yang difasilitasi rokuroniun dosis 0,2 mg/kg bb dengan rokuronium dosis 0.1 mg/kg bb.
Metode: Dilakukan uji klinik tersamar ganda pada 48 pasien yang menjalani operasi berencana dengan anesthesia umum. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 24 pasien mendapat rokuronium dosis 0,2 mg/kg bb dan 24 pasien lainnya mendapat rokuronium dosis 0,1 mg/kg bb untuk memudahkan pemasangan LMP. Selama penelitian, dilakukan pengamatan frekuensi dan kemudahan upaya pemasangan serta perubahan hemodinamik. Data numerik akan dianalisis dengan uji t serta data nominal dengan uji x-kuadrat dan uji Fisher.
Hasil: Tidak ditemukan perbedaan berrnakna pada angka keberhasilan dan kemudahan pemasangan LMP antara kelompok yang mendapatkan rokuronium dosis 0,2 mg/kg bb dengan rokuronium 0,1 mg/kg bb. lnsiden gerakan, batuk dan relaksasi mandibula tidak berbeda bermakna. Satu kasus dari kelompok yang mendapatkan rokuronium dosis 0,1 mg/kg bb gagal dipasang dan mengalami laringospasme.
Kesimpulan: Pemberian rokuronium dosis 0,2 mg/kg bb mempunyai angka keberhasilan dan tingkat kemudahan yang sama dalam pemasangan LMP dengan rokuronium dosis 0,1 mg/kg bb.

Purpose: To compare success rate and ease grade on LMP insertion facilitated with rocuronium 0.2 mg/kgBW with rocuronium 0.1 mg/kgBW.
Methods: We performed a randomized, double-blind study in 48 patients under general anesthesia. Patients were randomized into two groups; 24 patients had rocuronium 0.1 mg/kgBW and others had rocuronium 0.2 mg/kgBW to facilitated LMP insertion. During the research, we observed the success rate and ease grade and also haemodynamic changes. For statistical analysis we used t-test, chi-square test and Fisher's test.
Results: There were no differences in patients who had rocuronium 0.1 mglkgBW and rocuronium 0.2 mg/kgBW to facilitated LMP insertion for success and ease grade. There were no significance in movement incidences; cough and mandibula relaxation. There is one patient from rocuronium 0.1 mg/kgBW group that failed because of laryngospasm.
Conclusion: LMP insertion with rocuronium 0.1 mg/kgBW and rocuronium 0.2 mg/kgBW have the same success rate and ease grade.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachrizal Hariady
"Latar belakang: Kecemasan seringkali dijumpai pada pasien yang hendak menjalani suatu prosedur operasi, termasuk brakiterapi. Agen farmakologi anti ansietas saat ini merupakan pilihan untuk mengurangi kecemasan pasien. Obat memiliki potensi efek samping seperti depresi napas dan interaksi dengan agen anestesi sehingga dapat memperlama durasi perawatan di rumah sakit. Penggunaan terapi non farmakologi dengan terapi farmakologi dianggap memiliki efektivitas yang setara. Salah satu terapi non farmakologi untuk mengurangi kecemasan pasien adalah terapi musik. Musik dapat mempengaruhi kondisi hemodinamik pasien. Musik juga mempengaruhi aspek psikologis pasien, termasuk modifikasi mood dan emosi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi musik dalam mengurangi kecemasan sebelum prosedur brakiterapi mengingat terapi musik adalah terapi non farmakologi yang mudah dan murah serta tidak memiliki potensi efek samping.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal untuk menilai efektivitas terapi musik dibandingkan midazolam dalam mengurangi kecemasan sebelum prosedur brakiterapi dengan anestesia spinal. Setelah mendapat izin komite etik dan informed consent sebanyak 60 subyek diambil dengan consecutive sampling, subyek dirandomisasi menjadi dua kelompok yaitu kelompok subyek yang mendapatkan perlakuan dengan mendapatkan suntikan obat intravena midazolam 0,02 mg/kgbb dan kelompok subyek yang mendapat perlakuan dengan didengarkan terapi musik. Dilakukan penilaian parameter hemodinamik serta kuisioner APAIS sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Uji Chi-square dan Mann-Whitney dilakukan untuk menganalisis data.
Hasil: Pemberian terapi musik memberikan manfaat yang sama baik dengan suntikan midazolam intravena dalam mengurangi kececemasan prabedah. Tidak didapatkan adanya perbedaan skor APAIS maupun parameter hemodinamik antar kedua kelompok sebelum dimulainya perlakuan p> 0,05 . Tidak dijumpai perbedaan antara nilai skor APAIS maupun parameter hemodinamik pascaintervensi pada kedua kelompok p0,05.
Simpulan: Terapi musik sama efektifnya dengan midazolam 0,02 mg/kgbb intravena dalam mengurangi kecemasan prabedah dan perubahan hemodinamik pada pasien yang menjalani brakiterapi dengan anestesia spinal.

Anxiety is often seen in patients who want to undergo a surgical procedure, including brachytherapy. Antimicrobial pharmacology agents are currently an option to reduce patient anxiety. Drugs have potential side effects such as respiratory depression and interactions with anesthetic agents so as to prolong the duration of hospitalization. The use of nonpharmacologic therapy with pharmacological therapy is considered to have equal effectiveness. One of the non pharmacological therapy to reduce patient anxiety is music therapy. Music can affect the patient's hemodynamic condition. Music also affects the patient's psychological aspects, including mood and emotion modification. This study aims to determine the effectiveness of music therapy in reducing anxiety before brachytherapy procedures considering music therapy is a non pharmacological therapy that is easy and cheap and has no potential side effects.
Methods: This was a single blinded randomized clinical trial to assess the effectiveness of music therapy compared with midazolam in reducing anxiety before brachytherapy procedures with spinal anesthesia. After obtaining the permit of the ethics committee and the informed consent of 60 subjects taken with consecutive sampling, subjects were randomized into two groups of subjects treated with intravenous injection of midazolam 0,02 mg kg body weight and the subjects treated with music therapy. Assessed hemodynamic parameters and APAIS questionnaires were performed before treatment and after treatment. Chi square and Mann Whitney tests were performed to analyze the data.
Results: The administration of music therapy provides the same benefits as intravenous midazolam injection in reducing anxiety before surgery. There was no difference in APAIS score nor hemodynamic parameters between the two groups before the start of intervention p 0.05 . There was no difference between APAIS score score and post intervene hemodynamic parameters in both groups p 0.05.
Conclusion: Music therapy is as effective as midazolam 0.02 mg kg body weight intravenously in reducing anxiety before surgery and haemodynamic changes in patients undergoing brachytherapy with spinal anesthesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rebecca Sidhapramudita Mangastuti
"Tujuan: Mengetahul efek induksi etomidat 0,2 mg/kgBB iv dibandingkan etomidat 0,3 mg/kgBB iv dalam menurunkan kekerapan mioklonus.
Metode : Uji Minis tersamar gander Penelilian dilakukan di ruang Instalasi Bedah Pusat dan Bedah Rawat Jalan RSCM, pada pasien yang akan menjalani operasi berencana dengan anestesi umum, ASA I-II, umur 16-65 tahun, tidak memiliki riwayat kelainan neurologis dan neuromuskular dan tidak memiliki riwayat alergi terhadap etomidat, midazolam dan fentanil. 56 pasien mendapat induksi etomidat 0,2 mg/kgBB iv dan 56 pasien mendapat induksi etomidat 0,3 mg/kgBB iv. Premedikasi yang digunakan pada kedua kelompok: midazolam 0,02 mgfkgBB iv dan fentanil 1 ugfkgBB iv. Dinilai kekerapan mioklonus serta derajat mioklonus pada kedua kelompok. Analisis siatistik dengan uji t bila mengikuti distribusi normal. Sedangkan perbedaan pada kedua kelompok data kategori diuji dengan uji chi-square. Nilai signifkansi p< 0,05 dengan interval kepercayaan 95%.
Hasil: Kelompok etomidat 0,2 mg/kgBB iv, miokionus ringan a orang (1,8 %) mioklonus sedang dan berat tidak ada (0 %). Kelompok etomidat 0,3 mg/kgBB iv, mioklonus ringan 2 orang (3,6 %), mioklonus sedang 2 orang (3,6 %) dan mioklonus berat 1 orang (1,8 %).
Kesimpulan : Etomidat 0,2 mgfkgBB iv dibandingkan etornidat 0,3 mg/kgBB iv dalam menurunkan kekerapan mioklonus serta perbandingan derajat mioklonus, secara statistik tidak bermakna, namun ada kecenderungan angka keberhasilan pada penggunaan etomidat 0,2 mglkgBB.

Purpose: To know comparison induction elect of etomidate 0,2 mglkg iv and etomidate 0,3 mglkg iv to decrease frequently of myoclonus.
Methods: Double-blind randomized controlled trial. Trial had done at Centre Surgery Unit (IBP) and One Day Care RSCM. Patient were undergoing elective surgery with general anesthesia, ASA I-II 16-65 years old, didn't have history of neurologic and neuromuscular diseases, didn't have hypersensitive with etomidate, midazolam and fentanyl. 56 patients had etomidate 0,2 mg/kg iv and 56 patient had 0,3 mg/kg. Premedication with midazolam 0,2 mglkg iv and fentanyl 1 ug/kg iv. Measured myoclonus and grade of myoclonus. Analysis with t test for normal distribution and chi-square test for categorial. Significancy if p value < 0,05 with confidence interval 95%.
Result: Group of etomidate 0,2 mg/kg iv, one patient had mild myoclonus (1,8%), no patient had moderate and severe myoclonus (0%). Group of etomidate 0,3 mg/kg iv, two patients had mild myoclonus (3:.6%), two patients had moderate myoclonus (3,6%) and one patient had severe myoclonus.
Conclution: Comparison etomidate 0,2 mg/kg iv and etomidate 0,3 mg/kg iv to decrease frequently of myoclonus and the grade of myoclonus, no significantly in statistic analysis, but had disposed successful in etomidate 0,2 mg/kg iv.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iovah, Brent Ryan
"Latar belakang: Kulit buah manggis diketahui memiliki banyak khasiat seperti antioksidan, antiinflamasi, antitumor, antivirus, antibakteri, antifungi, antihistamin, antimalaria dan lainnya. Dalam menjalankan perannya, banyak zat aktif yang ,menghambat penyembuhan fraktur sehingga diperlukan peran antioksidan.
Tujuan: Mengetahui efek ekstrak kulit buah manggis terhadap penyembuhan tulang.
Metode dan Bahan: Penelitian ini menggunakan model fraktur yaitu defek femur kiri-kanan pada 6 ekor mencit (12 femur). Kemudian diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 20 mg/kg BB (3 femur kiri) dan 40 mg/kg BB (3 femur kiri) serta saline water sebagai kontrol (6 femur kanan) pada hari ke 2, 4 dan 6. Pada hari ke 7, semua mencit dikorbankan. Selanjutnya ukuran diameter defek dievaluasi dengan dental digital radiography.
Hasil: Terdapat penurunan ukuran diameter defek pada femur mencit yang diaplikasikan ekstrak kulit buah manggis dosis 40 mg/kg BB namun tidak berbeda bermakna bila dibandingkan dengan kontrol (saline water).
Kesimpulan: Aplikasi ekstrak kulit buah manggis dosis 40 mg/kg BB dapat menurunkan ukuran diameter defek pada tulang.

Background: Peel of mangosteen has many benefits such as antioxidant, anti-inflammatory, antitumor, antiviral, antibacterial, antifungal, antihistamine, antimalarial and others. It has a lot of active substances contained therein as xanthones, anthocyanins, phenols, tannins and others. In bone fractures, an increase of free radicals that are supposed to inhibit the bone fractures healing that required the antioxidants.
Objective: To examine the effect of mangosteen peel extract on bone healing.
Methods and Materials: This study uses fracture model that defects on left-right femur in 6 mice (12 femur). Then applied mangosteen peel extract doseges of 20 mg/kg (3 left femur), 40 mg/kg (3 left femur) and saline water as a control (6 right femur) on days 2, 4 and 6. On day 7, all mice were sacrificed. Furthermore, the diameter size of the defect was evaluated with dental digital radiography.
Results: There was a decrease in the diameter of the femoral defect in mice that are applied mangosteen peel extract dose of 40 mg/kg, but not significantly different when compared with saline water.
Conclusion: The application of mangosteen peel extract 40 mg/kg BW dosage can reduce the diameter size of the bone defect.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44141
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>