Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 183366 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinaga, Romi
"Tujuan: Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas Rapid Diagnostic Test (RDT) dengan baku emas slide darah mikroskop untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan.
Tempat: Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di kecamatan Sei Berombang, kabupaten Labuhan Baku, Sumatera Utara (daerah endemik malaria).
Bahan dan Cara Kerja: Penelitian ini merupakan uji diagnostik yang bersifat sesaat (cross sectional). Wanita hamil atau dalam masa nifas yang berdomisili di daerah endemik malaria tersebut diminta kesediaannya untuk mengikuti penelitian ini. Anamnesis, pemeriksaan lisik dan Obstetrik dilakukan sesuai dengan protokol penelitian. Kemudian diambil sampel darah tepi masing-masing untuk pemeriksaan RDT (Parascreen®, produksi Zephyr Biomedicals, India, ML No: 558, Lot No: 101017), dan slide darah mikroskop. Pembacaan slide darah mikroskop dilakukan di laboratorium Sub Dit. Malaria Depkes Ri, Jakarta, oleh mikroskopis nasional. Data yang didapatkan kemudian diolah dan dianalisa.
Hasil: Pengambilan sampel dilakukan pada 18 Agustus 2006. Diteliti 45 subyek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan. Didapatkan usia populasi penelitian berkisar antara 18-38 tahun dengan kelompok usia terbanyak (48,9%) usia 20-39 tahun. Sebagian besar (93,3%) tingkat pendidikan peserta penelitian adalah rendah. Penghasilan peserta penelitian sebanyak (86,7%) di bawah Rp.1.000.000,00, hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan eratnya hubungan antara malaria dan kemiskinan. Tidak ada satu pun responden yang demam namun pemeriksaan mikroskopik menunjukkan ada 5 wanita hamil yang positif parasit malarianya dan semuanya tidak terdeteksi dengan RDT sehingga didapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas alat RDT masing-masing 0% dan 100% untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan. Nilai duga positif 0%, nilai duga negatif 91,1%, rasio kemungkinan positif 0, rasio kemungkinan negatif 1, dan nilai kappa O. Prevalensi malaria dalam kehamilan pada wanita hamil asimptomatik pada penelitian ini didapatkan 11,1%. Distribusi jenis malaria terbanyak adalah P falciparum (60%), dengan jumlah parasit malaria 79-2381 µL. Populasi penelitian adalah ibu hamil dan nifas dengan distribusi kelompok terbesar pada usia gestasi trimester 3 (57,8%). Sebagian besar populasi (64,4%) merupakan primigravida atau hamil ke-2.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan RDT yang dipakai tidak akurat untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan. Prevalensi malaria dalam kehamilan pada wanita hamil asimptomatik di daerah endemik malaria pada penelitian ini adalah 11,1%. Pemeriksaan slide darah mikroskop masih merupakan baku emas untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan. Jumlah parasit malaria pada wainta hamil asimptomatik termasuk rendah.
Saran: Deteksi dini malaria dalam kehamilan perlu dilakukan pada wanita hamil di daerah endemik malaria. Dengan masih terbatasnya tenaga mikroskopis terlatih dan perlengkapan di daerah pedalaman, ROT merupakan alternatif untuk deteksi dini malaria dalam kehamilan namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di lapangan dengan jumlah sampel yang lebih besar dan menggunakan jenis RDT lainnya sehingga dapat ditentukan RDT yang lebih layak.

Objective: To know the sensitivity and specificity of the rapid diagnostic test (RDT) for early detection of malaria during pregnancy with the microscopic slide as the gold standard.
Venue: Public Health Facility located in Sei Berombang district, Labuhan Batu county, North Sumatra province.
Methods and Materials: Cross sectional diagnostic test. Pregnant or puerperal women who live in that location were asked to participate in this study. Anamnesis, physical and obstetrical examination were performed according to the protocol of the study. Peripheral blood from each participants for RDT (Parascreen®, produced by Zephyr Biomedicals, India, ML No: 558, Lot No: 101017), and microscopic slide examination obtained. Microscopic slides were read by national microscopist in the laboratory of Sub Dit Malaria Indonesia Republic Department of Health in Jakarta. The data then collected and analyzed.
Results: The sample was taken on August 18th 2006. There were 45 samples that met the inclusion and exclusion criteria. The age of the participants were between 18-38 years old, and the majority (48,9%) were in the 20-39 years old group. For the level of formal education, the majority (93,3%) were in the low level group. Most of the participants (86,7%) had the average income below Rp.1.000.000,00 per month. This condition supports the theory that suggests the strong correlation between poverty and malaria. None of the participants complaining of fever, from the microscopic examination, there were 5 pregnant women positive for parasitemia and none of them could be detected by the RDT, so the sensitivity and the specificity of the RDT was 0% and 100% respectively for early detection of malaria during pregnancy. The positive predictive value was 0%, the negative predictive value was 91,1%, the positive probability ratio 0, the negative probability ratio 1, and the kappa value was O. The prevalence of malaria during pregnancy among the asimptomatic pregnant women in this study was 11,1%. Most of the species (60%) was P falciparum with the parasite count ranging from 79-238l µL. This study population was pregnant and puerperal women with the majority were on the 3rd trimester. Most of the population (64,4%) were primi or 2nd gravidae.
Conclusion: This study shows that the RDT used were inaccurate for early detection of malaria during pregnancy. The prevalence of malaria during pregnancy among the asimptomalic pregnant women living in the endemic malaria area in this study was 11,1%. The microscopic blood slide remains the golden standard for early detection of malaria during pregnancy. The parasite count in the asimptomatic women with malaria during pregnancy was low.
Suggestion: Early detection for malaria during pregnancy should be performed for pregnant women living in the endemic area. Because of the limited trained microscopist and facility in the remote area, RDT could be an alternative for early detection of malaria during pregnancy, but further study with larger samples and using variety of RDTs should be performed, so that the ideal RDT for early detection of malaria during pregnancy could be established.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triono Adi Suroso
"Karsinoma endometrium merupakan keganasan ginekologi yang sering dijumpai dan keganasan ketiga yang paling sering pada wanita. Karsinoma endometrium juga merupakan penyebab kematian ketujuh dari keganasan pada wanita. The American Cancer Society melaporkan bahwa pada tahun 1999 terjadi 37.400 kasus baru dan 6.400 kematian. Tahun 2000 dilaporkan 36.100 kasus baru dengan 6.500 kasus kematian. Tahun 2001 terjadi 38.300 kasus baru dengan 6.600 kematian. Sedangkan tahun 2002 diperkirakan akan terjadi 39.000 kasus baru dengan 6.600 kematian pertahunnya di Amerika Serikat.
Data registrasi kanker berbasis rumah sakit di RSCM sepanjang tahun 1997-1998 terdapat 19 (1,41%) kasus baru dari 1346 keganasan pada wanita dan separuhnya datang sudah dengan derajat sedang dan berat serta sebagian besar dengan status pendidikanfsosiai ekonomi rendah. Beberapa peneliti mengajurkan untuk dilakukan evaluasi lebih jauh terhadap perdarahan uterus abnormal berdasarkan risiko terjadi polip endometrium, hiperplasia dan neoplasma endometrium.
Pengambiian contoh sediaan endometrium merupakan suatu analisis histologi yang sangat panting. Cara ini mudah dilakukan sehingga dapat dijadikan alat bantu diagnosis pada penderita dengan rawat jalan. Diagnosis histopatologi memegang peranan penting dalam penatalaksanaan penyakit kanker. Hasil pemeriksaan ini akan menentukan pengobatan selanjutnya dan prognosis penyakit. Terdapat beberapa cara potensial untuk penapisan antara lain pemeriksaan sitologi, pemeriksaan histologi dan pemeriksaan ultrasonografi transvagina.
Cara pengambilan dapat dilakukan dengan biopsi, histeroskopi atau dilatasi dan kuretase. Biopsi lebih murah bila dibandingkan dengan dilatasi dan kuretase, histeroskopi maupun observasi. Sebelumnya baku emas diagnosis histologi endometrium adalah dilatasi dan kuretase. Biopsi endometrium di poliklinik terbukti bermanfaat untuk penapisan penyakit endometrium karena tidak sakit, murah atau efek samping yang relatif rendah. Beberapa penelitian mendapatkan basil dari biopsi di poliklinik dengan nilai keakuratan yang hampir sama dengan dilatasi dan kuretase berkisar antara 90-95%.
Deteksi kelainan endometrium yang dilakukan dengan cara dilatasi kuretase memiliki kendala antara lain biaya yang tinggi dan tindakan yang invasif. Dipikirkan dilakukan cars lain yang kurang invasif dan biaya yang relatif lebih murah, diantaranya adalah biopsi endometrium. Biopsi endometrium memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi keganasan endometrium. Biopsi endometrium mempunyai sensitivitas 91-99%. Sedangkan spesifisitasnya sekitar 98-99%.
Teknik pengambilan contoh sediaan biopsi endometrium dengan menggunakan alat yang kecii, fleksibel dan sekali pakai cocok untuk mendapatkan jaringan endometrium. Kelebihan lain dari biopsi adalah biaya yang dikeluarkan lebih murah. Di RSCM diperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan biopsi endometrium dengan Endoram berkisar Rp. 150.000 dibandingkan dengan biaya untuk kuretase yang berkisar sebesar Rp. 1.500.000.
Dari penelitian ini diharapkan pemeriksaan biopsi endometrium dengan Endoram dapat dipergunakan sebagai cars untuk mendeteksi dini bagi penderita yang berisiko tinggi terhadap kelainan endometrium atau perdarahan uterus abnormal sebelum dilakukan dilatasi kuretase.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu pertanyaan penelitian bagaimana sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan histologi biopsi Endoram dengan baku emas dilatasi kuretase endometrium untuk mendeteksi kelainan endometrium pada kasus perdarahan uterus abnormal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T21391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Haschodir
"Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling parah di dunia, berdasarkan data WHO tahun 2020 malaria menyebakan 627.000 kematian. Ditingkat regional Indonesia menjadi negara peringkat kedua dengan kasus malaria terbanyak di Asia tenggara (regional WHO). Berdasarkan data kementerian kesehatan total kasus malaria di Indonesia mencapai 428.517 kasus, dimana kasus terbanyak berada di wilayah Indonesia timur.
Indonesia menargetkan eliminasi malaria pada tahun 2030. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai target tersebut adalah dengan menggalakan diagnosis malaria dengan menggunakan metode microscopy dan metode RDT sesuai rekomendasi WHO. Diagnosis dini dan pengobatan malaria yang tepat sasaran akan berpotensi mengurangi penyakit, mencegah kematian dan mengurangi penularan penyakit. Jika dilihat dari sisi efektifitasnya metode diagnosis malaria dengan microscopy dan RDT masih terdapat perbedaan beberapa penelitian menyatakan RDT lebih efektif dan pada beberapa penelitian juga ada yang menyatakan Microscopy lebih efektif. Namun demikian terdapat penelitain yang menyatakan akibat buruk atas kesalahan diagnosis dini malaria diantaranya adalah diagnosis yang tidak sesuai dapat mengakibatkan penggunaan obat anti malaria yang berlebihan, sehingga akan berakibat pada potensi penyebaran malaria yang resisten terhadap obat dan selain itu juga akan menimbulkan kerugian ekonomi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas biaya diagnostic parasit malaria dengan Metode Diagnostic Rapid Diagnostic Test (RDT) dan Microscopy pada sampel malaria di BBTKLPP Jakarta Tahun 2022. Perspektif penelitian ini menggunakan perspektif penyedia yakni BBTKLPP Jakarta. Analisis biaya dengan manggunakan metode Activity Based Costing (ABC) dengan kompoenen biaya yang dihitung meliputi biaya langsung dan tidak langsung, outcome yang dianalisis adalah intermediate outcome, yaitu sensitivity dan specificity dengan gold standard pemeriksaan menggunakan PCR. Efektivitas biaya diperoleh dari perbandingan antara biaya pengujian dan perolehan outcome metode diagnostic RDT dengan Microscopy. Model keputusan yang digunakan pada penelitian ini adalah decision tree. Jumlah sampel pada setiap metode diagnosis adalah 110 pasien suspek malaria.
Hasil penelitian mendapati biaya yang dibutuhkan untuk pengujian sampel malaria menggunakan RDT lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode microscopy yaitu RDT sebesar Rp.466.452,00, dan Microscopy sebesar Rp.413.666,00. Perolehan outcome didapati RDT lebih rendah dibandingkan microscopy, dimana RDT memperoleh nilai Sensitivity sebesar 62,50%, Specificity sebesar 97,67%, dan akurasi pengujian sebesar 90,00%. Sedangkan microscopy memperoleh nilai Sensitivity sebesar 100,00%, Specificity sebesar 97,70%, dan akurasi pengujian sebesar 98,18%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Microscopy mendominasi metode RDT dalam mendeteksi parasite malaria di BBTKLPP Jakarta Tahun 2022.

Malaria is one of the most serious public health problems in the world, based on WHO data in 2020 malaria caused 627,000 deaths. At the regional level, Indonesia is the second-ranked country with the most malaria cases in Southeast Asia (WHO regional). Based on ministry data health total cases of malaria in Indonesia reached 428,517 cases, where the most cases are in the eastern of Indonesia.
Indonesia is targeting malaria elimination by 2030. One of the efforts made to achieve this target is with promoting the diagnosis of malaria with using microscopy method and RDT method according to WHO recommendations. Early diagnosis and appropriate treatment of malaria will potentially reduce disease, prevent death and reduce transmission disease. Viewed from the effectiveness of the method of diagnosing malaria with microscopy and RDT, there are still differences, some studies say that RDT is more effective and in some studies say that microscopy is more effective. However, there are studies which state the negative consequences of an early misdiagnosis of malaria, include that an inappropriate diagnosis can result the excessive using of anti-malarial drugs, which will result the spreading potential of drug-resistant malaria and besides that it will also cause economic losses.
The purpose of this study was to analyze the cost-effectiveness of diagnosing malaria parasites using the Diagnostic Rapid Diagnostic Test (RDT) Method and Microscopy on malaria samples at BBTKLPP Jakarta in 2022. The perspective of this study uses the perspective of a provider, namely BBTKLPP Jakarta. Cost analysis uses the Activity Based Costing (ABC) method with calculated cost components including direct and indirect costs, the outcome being analyzed is the intermediate outcome, namely sensitivity and specificity with gold standard inspection using PCR. Cost effectiveness is obtained from comparison between the cost of the test and the outcome of the RDT diagnostic method with microscopy. The decision model used in this study is the decision tree. The number of samples for each method of diagnosis was 110 patients with suspected malaria.
The results of the study found that the costs required for testing malaria samples using RDT were greater than using the microscopy method, RDT Rp.466.452.00, and Microscopy Rp.413.666.00. The outcome obtained was that RDT was lower than microscopy, where RDT obtained a Sensitivity value of 62.50%, Specificity of 97.67%, and test accuracy of 90.00%. While microscopy obtained a Sensitivity value of 100.00%, Specificity of 97.70%, and testing accuracy of 98.18%. In conclusion that microscopy dominates the RDT method in detecting malaria parasites at BBTKLPP Jakarta in 2022.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan, Rompu Roger
"Latar Belakang : Frambusia adalah infeksi yang disebabkan oleh spirochetes, yaitu Treponema pallidum subspesies pertenue. Penyakit ini merupakan jenis infeksi non venereal kronis dan menular terutama pada anak-anak dengan usia di bawah 15 tahun. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat sebanyak 7.400 kasus frambusia baru dalam periode Oktober 2008 - Oktober 2009 di propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Diagnosis frambusia sangat memerlukan pemeriksaan serologis sehingga diperlukan metode pemeriksaan yang sederhana, cepat, dan akurat. Rapid Plasma Reagin (RPR) merupakan pemeriksaan penunjang serologis akurat, ekonomis, cepat, dan dapat diulang dengan hasil yang sama.
Tujuan : Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif (NPP), dan prediksi negatif (NPN) RPR sebagai penunjang serologis untuk diagnosis frambusia dibandingkan dengan TPHA sebgai baku emas diagnostik frambusia pada anak usia 1-5 tahun.
Subyek dan metode : Penelitian ini merupakan uji diagnostik. Subyek penelitian (SP) adalah sebagian dari anak berusia 1 - 5 tahun di kecamatan Kodi dan Kodi Utara, kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Sejumlah 168 SP telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pengambilan spesimen darah. Serum didapatkan melalui proses sentrifugasi pada setiap spesimen yang kemudian disimpan dalam keadaan beku. Pemeriksaan RPR dilakukan di laboratorium poliklinik Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Pemeriksaan TPHA dilakukan di Departemen Patologi Klinik RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Hasil : Nilai sentivitas RPR sebesar 77,8%, nilai spesifitas sebesar 94,7%, NPP sebesar 63,6%, NPN sebesar 97,3%, dan nilai akurasi 92,9%. Lokasi lesi yang paling sering didapatkan adalah di tungkai bawah 85,71%. Jenis lesi kulit yang paling sering didapatkan adalah ulkus 42,85%.
Kesimpulan : Dengan hasil-hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan RPR pada anak usia 1 - 5 tahun sebagai pemeriksaan penunjang serologis dalam menegakkan diagnosis frambusia. Jenis dan lokasi lesi tersering yang ditemukan adalah ulkus dan tungkai bawah.

Background : Yaws is an infection caused by spirochetes, which is Treponema pallidum subspecies pertenue. Yaws is an infectious and chronic non-venereal disease, affecting mostly children between one and five years old. The Indonesian Ministry of Health reported 7,400 new cases of yaws in Nusa Tenggara Province (NTT) between October 2008 and October 2009. Diagnostic of yaws requires serological diagnostic tools. Hence, a simple, accurate and fast was needed. Rapid Plasma Reagin (RPR) was used as a serological diagnostic tool because RPR is considered to be an accurate, fast, cheap, and reliable tool.
Objective : to measure sensitivity, specificity, Positive Prediction Value (PPV), and Negative Prediction Value (NPV) of RPR as a serological diagnostic tool for yaws in children between one and five years old.
Subjects and method : randomized, diagnostic study was conducted among children between one and five years old in Kodi and Kodi Utara sub-districts of Sumba Barat Daya district , NTT province. Anamnesis, physical examination, and blood samples were collected from 168 subjects. Serum was obtained via the centrifugation of each blood sample, after which it was stored in below zero temperature. RPR test was conducted in an outpatient laboratory at the Department of Dermato-venereology while TPHA test was done at the Department of Clinical Pathology at dr. Cipto Mangunkusumo general hospital.
Result : RPR sensitivity result is 77,8%, specificity result is 94,7%, PPV is 63,6%, NPV is 97,3%, accuracy is 92,9%. Lower extremities are the most affected site in 85,71% subjects. Ulcers (42,85%) are the most common skin lesion recorded in this study.
Conclusion : Based from this results, RPR test is a useful serological diagnostic tool for yaws in children between one and five years old. Lower extremities are the most affected site with ulcers as the most common skin lesion recorded.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Putri
"Pendahuluan : Nyeri punggung merupakan masalah kesehatan yang sering dikeluhkan di seluruh dunia dengan prevalensi sekitar 12% – 35%. Sekitar 10% berkembang menyebabkan ketidakmampuan kronik akibat nyeri punggung. Berbagai penelitian telah dilakukan selama ini menggunakan pemeriksaan standar baku emas yaitu MRI lumbosakral dalam mendiagnosis HNP, namun modalitas ini mahal dan tidak terdistribusi merata di Indonesia sehingga perlu dicari modalitas pencitraan lain yang lebih murah dan terdistribusi merata sebagai modalitas screening.
Tujuan : Menghitung tingkat akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas radiografi lumbosakral proyeksi lateral tegak, lateral fleksi, lateral ekstensi, dan penggabungan seluruh proyeksi dibandingkan modalitas baku emas MRI lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP sebagai modalitas screening.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian uji diagnostik cross sectional dengan menggunakan data-data pasien yang mengalami gejala HNP di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Hasil : Tingkat akurasi, sensitivitas, dan spesifisitas radiografi lumbosakral dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP pada proyeksi lateral posisi tegak 87,3%, 100%, 66,6%, pada proyeksi lateral fleksi 91%, 100%, 76,2%, pada proyeksi lateral ekstensi 92,7% 100%, 80,9% dan penggabungan seluruh proyeksi yaitu sebesar 91%, 100%, 76,2%.
Kesimpulan : Pemeriksaan radiografi lumbosakral dapat digunakan sebagai modalitas screening dalam mendiagnosis tanda-tanda sekunder HNP. Penambahan proyeksi lateral ekstensi selain dari proyeksi lateral tegak yang selama ini umum digunakan meningkatkan tingkat spesifisitas dan akurasi dalam mendiagnosis HNP.

Introduction : Back pain is a common health problem worldwide with prevalence of approximately 12% - 35%. Approximately 10% developing chronic incapacity due cause back pain. Various studies have been conducted to diagnosing HNP using lumbosacral MRI as gold standard examination, but this modality is expensive and not well distributed in Indonesia so we have to find other imaging modality that more inexpensive and well distributed in Indonesia as screening modality.
Objective : To assess the accuracy, sensitivity, and specificity of lumbosacral radiography with erect lateral projection, lateral flexion projection, lateral extension projection, and dynamic lumbar projection compared to MRI as the gold standard examination in patient with herniated nucleus pulposus as a screening modality.
Methods : This study is a diagnostic study by cross sectional design using data from patient with symptoms of herniated nucleus pulposus in Cipto Mangunkusumo National General Hospital Jakarta.
Results : The accuracy, sensitivity, and specificity of lumbosacral radiography in diagnosis patient with secondary sign of herniated nucleus pulposus with lateral erect projection are 87,3%, 100%, 66,6%, with lateral flexion projection are 91%, 100%, 76,2%, with lateral extention projection are 92,7% 100%, 80,9%, and with all projection are 91%, 100%, 76,2%.
Conclusions : Lumbosacral radiographs can be used for screening modality in diagnosis secondary signs of HNP. The addition of a lateral extensions projection apart from the lateral erect upright projection which is commonly used can increasing the level of specificity and accuracy in diagnosing HNP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T59168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Louhenapessy, Julianti Nethasia
"Skrining darah pendonor di Indonesia terhadap malaria belum dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium. Kemungkinan resiko penularan malaria melalui darah donor dapat terjadi dan membahayakan jiwa resipien. Malaria di kota Ambon berdasarkan Annual Parasite Incidence adalah 4,49? termasuk High Case Incidence (HCI). Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi malaria dengan berbagai pemeriksaan laboratorium di kota Ambon. Dikumpulkan sebanyak 550 donor di Unit transfusi darah PMI Ambon dalam kurun waktu 3 bulan dan dilakukan berbagai pemeriksaan. Hasilnya memperlihatkan tidak satupun terdeteksi positif dengan pemeriksaan mikroskopik maupun rapid test antigen Pf HRP2-pan aldolase atau Pf HRP-2- PvLDH. Duapuluh dua donor terbukti mengandung immunoglobulin P. falciparum dengan rapid test antibodi. Lima donor lain positif dengan PCR menggunakan 18S rRNA. Penelitian ini membuktikan adanya potensi penularan malaria dari darah donor sebesar 4.9% di Pulau Ambon.

Screening of blood donors in Indonesia against malaria with laboratory tests have not been done. Possible risk of malaria transmission through donated blood may occur and endanger the lives of recipients. Malaria in the city of Ambon by Annual Parasite Incidence was 4.49 - including High Case Incidence (HCI). This study aims to determine the prevalence of malaria with a several laboratory tests in the city of Ambon. Collection of total 550 donors at Red Cross blood transfusion unit Ambon, was carried out for a period of 3 months and followed by various examinations. The results showed none detected positive by microscopic examination or antigen rapid test PfHRP2-aldolase or PfHRP2-LDH. Twenty-two donors were found to contain P. falciparum with immunoglobulin antibody rapid test, in addition five other donors positive by PCR using 18S rRNA. This study showed that the potency of malaria transmission by blood donors was 4.9% in the island of Ambon.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Puspita Sari
"[ABSTRAK
Latar belakang: Metode PCR rutin untuk mendeteksi mutasi pada thalassemia α seperti PCR multi kompleks dan restriction fragment length polymorphism (RFLP) membutuhkan proses yang lama dan reagen yang banyak serta biaya yang besar. Saat ini telah dikembangkan metode baru yaitu tes strip (α-globin strip assay), yang dapat mendeteksi 21 macam mutasi gen globin -α secara simultan dalam satu paket reaksi dan hanya membutuhkan DNA dalam jumlah sedikit.
Tujuan : Mengetahui nilai sensitivitas dan spesifisitas metode α-globin strip assay dalam mendeteksi mutasi thalassemia-α.
Metode penelitian: Penelitian merupakan uji diagnostik yang dilakukan dengan metode belah lintang yang membandingkan pemeriksaan α -globin strip assay dan PCR rutin dalam mendeteksi mutasi gen pada thalassemia α. Pada tahap I disertakan 17 pasien yang berobat ke pusat thalassemia di RSCM dan Lembaga Biomolekular Eijkman Jakarta pada bulan Oktober 2014 sampai Maret 2015, kemudian tahap II disertakan 18 anggota keluarga inti subjek pada tahap I. Pada semua subjek dilakukan pemeriksaan hematologi termasuk indeks eritrosit, morfologi darah tepi, analisis Hb, PCR rutin dan α -globin strip assay.
Hasil penelitian dan pembahasan: Ditemukan tujuh jenis mutasi yang terdiri dari: 1) delesi 1 gen 3,7kb; 2) non delesi Cd59; 3) non delesi HbCS; 4) delesi 2 gen SEA; 5) mutasi campuran 3,7kb/Cd59 ; 6) mutasi campuran Cd59/HbCS; 7) mutasi campuran SEA/HbCS. Metode α-globin strip assay memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas sebesar 100%.
Kesimpulan : Metode α-globin strip assay akurat mendeteksi mutasi thalassemia-α dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas sebesar 100%.

ABSTRACT
Background : Routine PCR methods in detecting mutations that occur in α thalassemia such as multi-complex single tube PCR and PCR restriction fragment length polymorphism (RFLP) require a lengthy process and utilize large amount of reagents and are costly. α-globin strip assay is a new method in detecting α thalassemia related mutations that is able to detect 21 types of globin-α mutations simultaneously in a single reaction and requires only small amount of DNA.
Objective: To determine the sensitivity and specificity of α-globin strip assay compared to routine PCR in detecting α thalassemia associated mutations.
Methods: A cross sectional diagnostic study was performed comparing α-globin strip assay and routine PCR in detecting mutations related to α thalassemia. Phase I of the study includes 17 patients treated for α thalassemia at RSCM and Biomolecular Eijkman Institute between October 2014 and March 2015, phase II includes 18 close relatives of patients recruited in phase I. All subjects underwent hematological examination including erythrocyte indices, peripheral blood morphology, Hb analysis, routine PCR and α ?globin strip assay.
Results: Seven kind of mutations were identified including 1) deletion of one gene 3,7 kb; 2) non-deletion of CD59; 3) non deletion of HbCS; 4) deletion of two genes SEA; 5) mixed mutation of 3,7kb/CD59; 6) mixed mutation of CD59/HbCS; 7) mixed mutation of SEA/HbCS. α-globin strip assay has sensitivity and specificity of 100%.
Conclusion: α ?globin strip assay accurately detect mutations in α thalassemia with 100% sensitivity and specificity., Background : Routine PCR methods in detecting mutations that occur in α thalassemia such as multi-complex single tube PCR and PCR restriction fragment length polymorphism (RFLP) require a lengthy process and utilize large amount of reagents and are costly. α-globin strip assay is a new method in detecting α thalassemia related mutations that is able to detect 21 types of globin-α mutations simultaneously in a single reaction and requires only small amount of DNA.
Objective: To determine the sensitivity and specificity of α-globin strip assay compared to routine PCR in detecting α thalassemia associated mutations.
Methods: A cross sectional diagnostic study was performed comparing α-globin strip assay and routine PCR in detecting mutations related to α thalassemia. Phase I of the study includes 17 patients treated for α thalassemia at RSCM and Biomolecular Eijkman Institute between October 2014 and March 2015, phase II includes 18 close relatives of patients recruited in phase I. All subjects underwent hematological examination including erythrocyte indices, peripheral blood morphology, Hb analysis, routine PCR and α –globin strip assay.
Results: Seven kind of mutations were identified including 1) deletion of one gene 3,7 kb; 2) non-deletion of CD59; 3) non deletion of HbCS; 4) deletion of two genes SEA; 5) mixed mutation of 3,7kb/CD59; 6) mixed mutation of CD59/HbCS; 7) mixed mutation of SEA/HbCS. α-globin strip assay has sensitivity and specificity of 100%.
Conclusion: α –globin strip assay accurately detect mutations in α thalassemia with 100% sensitivity and specificity.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarwindo Sumardi
"ABSTRAK
Latar belakang : Gonore masih menjadi masalah kesehatan yang cukup signifikan terutama pada
laki-laki dengan perilaku seksual risiko tinggi. Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis gonore
adalah biakan dan tes amplifikasi asam nukleat. Namun, kedua tes tersebut sulit dilakukan pada
tempat dengan keterbatasan fasilitas serta sumber daya manusia. ENCODETM gonorrhea rapid
test (GRT) merupakan salah satu point of care test (POCT) yang relatif mudah untuk digunakan
dan dapat memberikan hasil dalam waktu singkat. Jenis POCT ini diperkirakan dapat menegakkan
diagnosis gonore lebih praktis, cepat, dan akurat di Indonesia.
Tujuan : Mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, dan nilai prediksi negatif dari
GRT dalam diagnosis gonore pada duh tubuh uretra laki-laki risiko tinggi di Jakarta
Metode : Penelitian ini merupakan studi potong lintang terhadap laki-laki risiko tinggi dengan
keluhan duh tubuh uretra yang mengunjungi dua klinik IMS di Jakarta selama Bulan September-November 2018. Jenis POCT gonore yang digunakan adalah ENCODETM GRT untuk menguji
sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi negatif dan positifnya. Pemeriksaan baku emas yang
digunakan adalah biakan.
Hasil : Telah berhasil diseleksi sebanyak total 54 subyek penelitian. Sensitivitas dan spesifisitas
GRT diperoleh sebesar 96,77% (95% IK 83,3-99,92%) dan 82,6% (95% IK 61,22-95,05%).
Nilai prediksi positif didapatkan sebesar 88,24% (95% IK 75,43-94,82%) sedangkan nilai
prediksi negatif sebesar 95% (95% IK 73,25-99,25%).
Kesimpulan : ENCODETM GRT menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik
untuk diagnosis gonore pada laki-laki risiko tinggi dengan keluhan duh tubuh uretra.
Pengunaannya cukup praktis, sehingga dapat disarankan untuk tempat dengan keterbatasan
fasilitas.

ABSTRACT
Background : Gonorrhea still becomes a significant health problem especially in men with highrisk
sexual activities. The gold standard diagnostic tests are culture and nucleic acid amplification
test. However, both of the tests were difficult to perform in the setting of limited resources. Other
tests require trained analyst to perform, which may also not available in rural areas. ENCODE
gonorrhea rapid test (GRT) is a point of care test (POCT) which is relatively easy to use and can
provide result quickly. This POCT may provide more practical, faster, and more accurate
diagnosis of gonorrhea in Indonesia.
Objective : To know the sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive
value of gonorrhea rapid test in diagnosing gonorrhea urethritis on high risk men in Jakarta.
Methods : This is a cross-sectional study including men with symptomatic gonococcal urethritis
who visited two STI clinics in Jakarta during September-November 2018. ENCODETM GRT was
performed to evaluate its sensitivity, specificity, positive and negative predictive value. The gold
standard diagnostic test was culture.
Result : There were 54 men recruited in this study. The sensitivity and specificity for ENCODE
gonorrhea rapid test are 96.77% (95% CI 83.3-99.92%) and 82.6% (95% CI 61.22-95.05%).
Positive and negative predictive values respectively are 88.24% (95% CI 75.43-94.82%) and
95% (95% CI 73.25-99.25%).
Conclusion : ENCODE GRT has a good sensitivity and specificity rates for diagnosing gonorrhea
in high risk men with urethral discharge. Its use is recommended especially in rural areas or areas
with limited resources due to its practicality."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sonia Hanifati
"Latar belakang: Gonore merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia dan sebagian besar infeksi gonore pada perempuan bersifat asimtomatik. Dibutuhkan sebuah tes cepat untuk mendiagnosis servisitis gonore dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik. Tujuan: menentukan nilai diagnostik dari ENCODE Gonorrhea Rapid Test (GRT) dalam mendiagnosis servisitis gonore pada perempuan risiko tinggi di Jakarta. Metode: Studi potong lintang ini melibatkan perempuan risiko tinggi, baik simtomatik maupun asimtomatik, yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo dan Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya selama bulan Agustus hingga Oktober 2018. Apusan endoserviks diambil dari tiap subjek dengan urutan acak untuk pemeriksaan ENCODE GRT, pewarnaan Gram, dan biakan. Hasil: Sebanyak 44 subjek berpartisipasi dalam penelitian ini. Prevalensi gonore dalam penelitian ini sebesar 9,1%. Sensitivitas dan spesifisitas ENCODE GRT adalah 75% (IK 95%: 19,41% sampai 99,37%) dan 100% (IK 95%: 91,19% sampai 100%), dengan nilai duga positif dan negatif sebesar 100% and 97,56% (IK 95%: 87,99% sampai 99,54%). Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa ENCODE Gonorrhea Rapid Test dapat menjadi alternatif dalam mendiagnosis servisitis gonore pada perempuan risiko tinggi di Jakarta.

Background: Gonorrhea is one of health problems in Indonesia and most infections in women are asymptomatic. Thus, a rapid test with good sensitivity and specificity is needed to aid gonorrhea cervicitis. Objective: To determine the diagnostic value of ENCODE GRT in diagnosing gonorrhea cervicitis among high-risk women in Jakarta. Methods: This cross-sectional study included symptomatic and asymptomatic high risk women visiting Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo dan Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya during August-October 2018. Endo-cervical swabs from each participant were taken in random sequence for ENCODE GRT, Gram staining, and culture. Results: A total of 44 participants were enrolled. Gonorrhea prevalence was 9.1% in this study. The sensitivity and specificity for ENCODE Gonorrhea Rapid Test were 75% (19.41% to 99.37%) and 100% (91.19% to 100%). Positive and negative predictive value were 100% and 97.56% (87.99% to 99.54%). Conclusion: ENCODE GRT may become alternative diagnostic test among high-risk women in Jakarta."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Anjarini
"ABSTRAK
Pengembangan diagnosis DBD dengan pendekatan deteksi antigen saat ini
adalah deteksi IgM/IgG antibodi dan circulating dengue virus non-structural
protein 1 yang bersirkulasi dalam serum atau plasma penderita. Nonstructaral
protein I (NS1) merupakan glikoprotein yang diperlukan dalam proses replikasi
virus. Pada infeksi akut NSI disekresikan dari sel yang terinfeksi dan akan
bersirkulasi dalam darah penderita DBD baik pada infeksi primer maupun
infeksi sekunder. NSI dapat dideteksi pada penderita terinfeksi virus dengue
serotipe 1, 2, 3 maupun 4. NSI disekresi pada hari 1 sampai hari 9 saat onset
demarn, sehingga dengan deteksi NSI diharapkan diagnosis DBD dapat
ditegakkan lebih dini, atau secepatnya pada hari 1 onset demam. Saat ini sudah
tersedia secara komersial Diagnostik Kit SD Dengue Duo (Dengue NS1 Ag+Ab
Combo). Penelitian ini bertuiuan untuk mendapatkan alternatif diagnosis infeksi
virus dengue dengan melakukan uii validasi produk tersebut terhadap IgM, IgG
dan NS1 pada tersangka penderita DBD di Rumah sakit Imanuel Bandar
Lampung. Uji validasi meliputi sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif, nilai
duga negatif, rasio kecenderungan positif, rasio kecenderungan negatif dan
akurasi. Hasil uji dibandingkan dengan RT-'PCR sebagai baku emas (gold
standard). Hasilnya menunjukkan Dengue NSI Ag menunjukkan sensitivitas
(sebesar 100%), spesifisitas sebesar 92%, nilai duga positif (NDP) sebesar 58%,
nilai duga negatif (NDN) sebesar 100% dan akurasi sebesar 92,5%, nilai ROC
sebesar 95.8% menunjukkan bahwa NS-1 dapat mendiagnosis Dengue dengan baik
sekali.
Disimpulkan bahwa Diagnostik Kit SD Dengue Duo (Dengue NS1 Ag+Ab Combo )
layak dan memadai sebagai perangkat diagnosis DBD.
ABSTRACT
New approach of dengue diagnosis is detecting of circulating dengue
nonstructural protein 1 (NS1) IgM/IgG antibodies, antigen in patient sera or
plasma. NSI is a glycoprotein essential use for virus replication process. It is
secreted from infected cells and detectable in blood from the lst day afterthe
onset of fever up to day 9. This protein could be detected in dengue virus
infection either serotype 1,2,3 and 4 by NS1 detection and IgM/IgG. Prompt
diagnosis could be made as soon as on day 1 onset of fever. The NS I antigen assay
has been developed for commercial use Diagnostik Kit SD Dengue Duo (Dengue
NS1 Ag+Ab Combo). To find out an alternative dengue diagnostic tool Dengue
NS1. Ag was validated for early diagnosis of febrile stage in patients with
suspect dengue infection as a gold standard of the test was rely on RT-PCR.
The diagnostik Kit SD Dengue Duo (Dengue NS1 Ag+Ab Combo) shows
sensitivity 100%, spesificity 92%, positive predictive value (PPV) 58%, negatif
predictive value (NPV) 100% and accuracy 94,5% respectively, ROC 95.8%
the agreement between both tests were good. It was concluded that Diagnostik
Kit SD Dengue Duo (Dengue NS1 Ag+Ab Combo) and NSI Ag good and could be
used for early diagnosis of dengue virus infection."
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia , 2013
T36054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>