Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4977 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azwar Nurdin
"ABSTRAK
Ada beberapa cara pemeriksaan kadar hemoglobin dalam darah. Salah satu :ara yang dianjurkan oleh International Committee for Standardization in Hematology (ICSH) yang kemudian ditetapkan oleh NHD eebagai metoda rujukan adalah :ara hemiglobineianida (HiCN). Cara ini menggunkan larutan aianioa menurut van Kampen dan Zijlstfa yang terdiri dani beberapa b5h&D kimia dan larutan etandar HiCN. Larutan standar ini tidak eelalu tersedia di pasaran, eehingga banyak laboratorium klinik terutama di daerah terpaksa masih menggunakan Cara Sahli, eedangkan Cara ini tidak dianjurkan lagi oleh WHO karena mempunyai keealahan yang cukup besar. Cara lain yang lebih aederhana aoalah pemeriksaan Hb eecara oksihemoglooin (HbD7} yang hanya menggunakan larutan amonia encer aeoagai reagen.
Penelitian ini bertujuan untuk mencoba menetapkan pemeriksaan hemoglobin :ara HbU7 kiranya dapat dipakai di lahoratorium klinik, dengan membandingkannya dengan :ara HiCN. Ditentukan atabilitae larutan HbU2. larutan amonia encer, ketelitian dan ketepatan pemeriksaan kadar Hb cara HDUQ, linieritas kadar hemoglobin :ara HbO2 dan korelasi antara haeil pemerikeaan kadar hemoglobin :ara HiCN dan HDD2.
Bahan penelitian diperoleh dari pengunjung yang memeriksakan darahnya ke hagian Patologi Hlinik FKUI/RSCM yang diambilleebanyak 100 contoh darah secara acak. Tiap contoh darah diperikea kadar hemoglobinnya dengan memakai epektrofotometer Perkin Elmer 55 E menurut :ara HiCN dan Cara HhG2. Penentuan Cara HbD2 ada dua macam, pertama dengan menggunakan kurva standar dan kedua ditentukan dengan mempergunakan rumue yaitu membaca serapan pada panjang gelomoang 541 nm dan 560 nm :
a) pada 541 nm = S x 0,0011E x 250 x 100
b) pada 560 nm = 5 x 0,00193 x 250 x 100
kadar hemoglobin (g/dl]-adalah rata-rata dari nilai a) dan b). Perhitungan ini hanya berlaku jika rasio S? fS` barkisar antara 1.57 - 1.72.
Hasll panelitian yang dldanat adalah larutan HbG~ stabil sampai 25 jam pada suhu kamar dan larutan amonia ancar masih atabil sampai 26 jam nada aunu kamar. Pada uji ketelitian aecara within run dipercleh CV = 1,14 1/2 yaitu masin dalam batas nilai yang diparkanankan olah WHO dan Secara day to day aampai hari ke~1O didapat CV = 8.69 I yaitu telan melewatl bata5 nilai yang diparkenankan Glen NHC. Hal ini diaababkan karena larutan HDD, hanya stabil 25 jam pada penalitian ini. Pada penentgan linieritaa kacar Hb didapatkan bahwa Radar Hb masih dapat diukuf dengan apektrofntometer Ferkln Elmer 55 E untuk :ara HiCN dan HbQ~ sampai dangan kadaf 22,9 g/dl. Hasil pemarikaaan dari 100 Contoh darah EDTA, didapatkan Radar H: denqan cara HDDZ rata-rata lebih randah daripada :ara HiCN. Perbadaan ini, dengan mampargunakan kurva standar adalan 0,06 gfdl atau 0,43 Z dan dangan mampergunakan rumus didapatkan perbedaan 0,03 g/dl atau 0,22 Z dan Secara statistik dinyatakan tidak barheda Dermakna (Q * 0,05) dan antara pamerikaaan kadar Hb ini 'terdapat koralasi yang baik.
Dari panalitian ini dapat disimpulkan bahwa pameriksaan Hb Cara HbD~ dapat dipakai di laboratorium klinik gina cafa I-iicm tidal: dapat dilakukar..
Untuk menjamin hasil yang lebih dapat dianjutkan mambuat larutan amnnia ancar segaf tiap hafi pemariksaan dan pambacaan larutan HDD, sagara dikarjakan. Spektrofotomatar yang dipakai harus mampunyai panjang galombang yang tapat pada 541 nm dan 560 nm.
"
1898
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzanna Immanuel
"Tujuan pengobatan dalam merawat penderita diabetes melitus (DM) adalah untuk mendapatkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau mendekati normal. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa kontrol diabetik optimal merupakan sarana untuk mencegah atau menunda komplikasi DM jangka panjang seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, ginjal, kebutaan dan amputasi. The American Diabetes Association dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia menganjurkan pemeriksaan kadar HbA1c untuk mengontrol penderita diabetes.
Kadar hemoglobin glikat (HbAlc) telah digunakan selama hampir dua dekade terakhir sebagai petanda kontrol glikemik jangka panjang pada penderita diabetes. Pengukuran kadar HbAlc dirasakan makin penting dan sekarang HbA1c dianggap sebagai baku emas untuk kontrol metabolisme pada penderita diabetes. Kontrol glikemik yang membaik, seperti tercermin dari nilai HbA1c yang mendekati normal dapat mencegah berkembangnya komplikasi mikrovaskuler pada penderita diabetes. Pengukuran kadar HbA lc dapat memperlihatkan adanya perbaikan kontrol metabolik yang berhubungan dengan pencegahan komplikasi diabetes.
Saat ini di Indonesia tidak semua fasilitas kesehatan atau laboratorium klinik dapat melakukan pemeriksaan kadar HbA1c dan pemeriksaan ini bukan pemeriksaan yang rutin dikerjakan tiap hart Hemoglobin glikat (HbA1c) biasanya diperiksa dari sampel darah vena, dapat pula dilakukan dan darah kapiler. Pengambilan sampel darah vena memerlukan penderita untuk datang ke laboratorium, disamping itu pengambilan sampel darah vena kadang sukar dilakukan pada anak-anak dan dewasa gemuk. Dikatakan, bila darah kapiler disimpan dan dikirim dalam bentuk larutan, korelasi antara kadar HbA1c darah vena dan kapiler akan meningkat. Oleh karena bahan cair sulit dibawa oleh pasien, maka diperlukan cara yang lebih mudah yaitu dengan melakukan pengiriman sampel darah kapiler pada kertas saring."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Iswara
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian
Tingginya prevalensi anemia defisiensi besi pada wanita usia reproduksi di Indonesia. Asupan zat besi melalui makanan dan aktifitas fisik/olahraga yang berat dapat merupakan salah satu faktor penyebab anemia defisiensi besi. Telah dilakukan penelitian quasi eksperimental pada 60 siswa wanita untuk melihat pengaruh latihan fisik yang teratur dan konsumsi makanan yang didapat setiap hari terhadap kadar hemoglobin dan feritin serum di suatu pendidikan khusus selama 12 minggu. Pada awal dan akhir penelitian, kepada subjek dilakukan pemeriksaan; kesehatan, antropometri, kadar hemoglobin dan feritin serum. Sedangkan asupan makanan dan kegiatan 24 jam dinilai selama masa penelitian berlangsung. Dengan metode 3 days record dan metode faktorial.
Hasi1 dan Kesimpulan
Pada awal dan akhir penelitian didapatkan kejadian defisiensi besi dengan atau tanpa anemia dan anemia bukan defisiensi besi yang cukup tinggi. Kualitas makanan yang diterima mempunyai imbangan sumber energi yang sesuai dengan anjuran, dan kuantitas asupan zat gizi yang diteliti (lemak, protein, zat besi dan vitamin C) berada di atas nilai kebutuhan yang disesuaikan dengan kecukupan yang dianjurkan, kecuali asupan energi dan karbohidrat sedikit di bawah nilai kecukupan. Jenis aktifitas/kegiatan yang dilakukan to nnasuk kategori jenis aktifitas berat dengan keluaran energi dalam sehari sebesar 3496,88+134,21 Kal. Latihan fisik dan asupan makanan yang diterima selama penelitian ini berlangsung, dapat menurunkan berat badan dan indeks masa tubuh (p<0,05), tetapi meningkatkan kadar hemoglobin (p;0,05) dan feritin serum (p<0,05). Perubahan ini dipikirkan karena selain adanya efek konsumsi zat besi dari makanan yang diterima, jenis intensitas dan lama latihan fisik yang dilakukan, distribusi populasi subjek berdasarkan kadar hemoglobin dan feritin serum turut pula mempengaruhinya.

ABSTRACT
Scope and Method of Study:
The prevalence of iron deficiency anaemia in reproductive age women in Indonesia is high. Two factors involved on causing iron deficiency anaemia are food intake and hard physical training.
A quacy experimental study was done on 60 women to investigate the changes of hemoglobin and serum ferritin on women student who had regular meals and taking basic physical training during 12 weeks in special education. Physical, anthropometric examination, hemoglobin and serum ferritin concentration determination were done on each subject at the beginning and at the end of the basic special education. The evaluation of food intake and 24 hours activities were done using three days record and factorial method during this study.
Result and Conclusions:
The incidence of iron deficiency at the beginning and at the end of study were quite high, both among the anaemic and the non anaemic group. The quality of food intake was well balanced and the quantity of each nutritional element under study (fat, protein, iron and vitamin C) were above the optimal requirement, except calorie and carbohydrate were slightly below the optimal requirement. The exercises done by the subjects were categorized as heavy exercise with energy expenditure of 3496.88±134.21 calories per day. Heavy exercise and food intake during the study managed, to lower the body weight and body mass index (p<0.05) and increased the hemoglobin and serum ferritin concentrations (p<0.05). The changes were thought due to iron consumption, intensity and duration of physical training, subject population distribution according to hemoglobin and serum ferritin concentrations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Anitasari
"Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang tablet tambah darah berkontribusi terhadap ketidakpatuhan terapi. Leaflet dan SMS reminder merupakan media yang dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan terapi. Penelitian bertujuan untuk menilai efektifitas pemberian SMS reminder dibandingkan leaflet terhadap
kepatuhan minum tablet tambah darah dan kadar hemoglobin ibu hamil. Penelitian merupakan eksprimen semu, prospektif, menggunakan dua kelompok intervensi
yang tidak berpasangan dengan pre test-post test group design. Penelitian dilakukan di dua Puskesmas kota Depok pada bulan Maret-Mei 2016. Sebanyak 38 responden
ibu hamil di Puskesmas Sukmajaya mendapatkan leaflet dan 36 responden ibu hamil di Puskesmas Pancoran Mas mendapatkan SMS reminder. Pengukuran kepatuhan menggunakan kuesioner MMAS-8. Kadar hemoglobin diukur dengan HemoCue®. Pemberian leaflet meningkatkan kepatuhan responden secara bermakna (P = 0,018) tetapi tidak bermakna meningkatkan kadar hemoglobin ratarata
(P = 0,553). 19 responden kelompok leaflet mengalami kenaikan kadar hemoglobin dengan rata-rata kenaikan 0,6 g/dl. Pemberian SMS reminder tidak meningkatkan kepatuhan responden dan kadar hemoglobin secara bermakna (P = 0,180 dan P = 0,798). 17 responden kelompok SMS reminder mengalami kenaikan kadar hemoglobin dengan rata-rata kenaikan 1,1 g/dl. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pemberian leaflet dan SMS reminder terhadap peningkatan kepatuhan dan kadar hemoglobin responden (P = 0,576 dan P = 0,929).

Lack of knowledge among pregnant women about iron supplementation contributes to poor compliance to the therapy. The use of media such as leaflet and SMS reminder can be used to improve compliance. This study aims to assess effectiveness of SMS reminder than leaflet on compliance of iron supplementation and hemoglobin level in pregnant women. This was a quasi-experimental study, prospectives, using two intervention groups with a pretest-posttest group design. The study was conducted between March and May 2016 in two public health center in Depok city. A total of 38 respondents in Sukmajaya get a leaflet and 36 respondents in Pancoran Mas get SMS reminders. Patient's compliance was measured by MMAS-8 quesionaire. Hemoglobin level was measured by HemoCue®. Leaflet improved patient's compliance significantly (P=0,018) but did not significantly increase the average hemoglobin level (P=0,553). 19 respondents in leaflet group experienced an increase in hemoglobin levels with an average 0.6 g/dl. SMS reminder didn't improve patient’s compliance neither did hemoglobin level significantly (P=0,180 dan P=0,798). 17 respondents in SMS reminder group experienced an increase in hemoglobin levels with an average 1.1 g/dl. There were no difference between leaflet and SMS reminder to improve patient’s compliance and hemoglobin level (P=0,576 dan P=0,929).
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T45731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ballada Santi
"Anemia didetinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lcbih rcndah daripada nilai normal untuk kclompok orang yang bersangkutan. Anemia ibu hamil berdasarkan SKRT tahun |995 sebesar 50,9%; prevalensi anemia ibu hamil di Kabupaten Kuningan tahun 2005 sebesar 62,5 %. Salah satu upaya untuk pencegahan dan penanggulangan anemia ibu hamil dengan pemberian suplemen tablet besi-folat. Selain suplemen tablet besi folat, pemerintah daerah juga menyediakan suplemcn multivitamin mineral. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan pengaruh konsumsi supiemen tablet besi-folat dan suplemen multivitamin mineral terhadap kadar hemoglobin pada ibu hamil anemia di Kabupaten Kuningan Tahun 2006.
Penelitian ini menggunakan desain ekspcrimen dengan randomisasi, dilakukan pada ibu hamil anemia dengan umur kehamilan trimester ll (minggu kc 16 sampai minggu ke 24) yang menderita anemia di Wilayah Kabupaten Kuningan Tahun 2006. Jumlah sampel 138 terdiri : 70 diberi suplemen tablet besi folat dan 68 diberi saplemen multivitamin mineral. Data yang dikumpulkan dam primer yang diperoleh melalui wawancara dan pengukuran. Data diuji dengan 1.1851 berpasangan dan Lies! dna mean independent.
Hasil penelitian diperoleh : proporsi anemia pada ibu hamil trimester ll di Kabupaten Kuningan masih cukup tinggi (59,57 %); karakteristik ibu hamil yaitu usia ibu hamil, jamk kehamilan, paritas, latar belakang pendidikan, pekerjaan, asupan makanan, pola konsumsi makanan dan status gizi ibu hamil tidak ada perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok pcrlakuan atau dapat dikatakan homogen; terdapat perbedaan yang bermakna kadar Hb sebelum dan setelah perlakuan; terdapat kcccndcrungan pcningkatan :ata-rata kadar Hb lebih tinggi pada ibu hamil yang dibcri suplemen tablet besi folat dibandingkan ibu hamil yang diberi suplemen multivitamin mineral, tidak ada pcrbedaan yang bcmiakna kenaikan kadar Hb antara ibu hamil yang diberi suplemen tablet besi folat dan ibu hamil yang diberi suplemen multivitamin mineral, peningkatan kadar Hb lebih tinggi pada ibu hamil anemia dengan kadar llb awal yang lebih rendah karena kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi besi.
Disimpulkan terdapat perbedaan yang bemtakna rata-rata kaclar Hb sebelum dan sesudah pcrlakuan pada ibu yang diberi suplemen tablet besi folat dan ibu yang diberi suplemen multivitamin mineral, tidak ada pcrbedaan yang bemtakna kenaikan kadar Hb ibu hamil yang diberi suplemen tablet besi folat dan ibu hamil yang diberi suplemen multivitamin mineral, kecendemngan peningkatan kadar Hb lebih tinggi pada ibu hamil anemia yang diberi suplemen tablet besi folat dibandingkan dengan ibu hamil anemia yang diberi suplemen multivitamin mineral, suplemen tablet besi folat maupun suplemen multivitamin mineral dapat meningkatkan kadar Hb ibu hamil anemia sama baiknya, peningkatan Radar Hb lebih tinggi pada ibu hamil anemia dengan kadat' Hb awal yang lebih rendah karena kebutuhan tubuh akan besi berpengaruh besar terhadap absorpsi besi.
Disarankan penanggulangan ibu hamil anemia dapat dengan pemberian suplemen tablet besi folat maupun suplemen multivitamin mineral tetapi perlu dipertimbangkan efektivitas dari segi finansial, perlu penekanan dalam keteraturan minum suplemen. Pcmilih suplemen multivitamin mineral perlu dipertimbangkan dengan kandungan besi sesuai dengan standar WI-IO (60 mg besi) dan unsur vitamin lain yang berguna untuk meningkatkan kadar Hb ibu hamil serta mengurangi efek, melakukan penyuluhan tentang asupan makanan yang mengandung zat besi. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T34501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Sari Bustanul
"Latar belakang. Kemajuan terapi reperfusi pada pasien infark miokard akut menimbulkan satu fenomena yang turut berperan dalam prognosis pasien, yaitu fenomena no reflow atau obstruksi mikrovaskular. Mekanisme OMV diduga memiliki 4 komponen patogenik utama yaitu embolisasi distal aterotrombotik, cedera reperfusi, cedera iskemia, dan kerentanan individu. Hiperglikemia akut diketahui berhubungan dengan OMV pada pasien IMA, namun peran hiperglikemia kronik masih kontroversial. Hiperglikemia berperan dalam komponen kerentanan individu, serta mempengaruhi peningkatan faktor inflamasi yang berperan dalam komponen cedera reperfusi. Kedua faktor ini yaitu hiperglikemia kronik yang digambarkan HbA1C dan inflamasi yang digambarkan hsCRP belum pernah diteliti secara bersamaan dalam menilai OMV dengan satu metode. Penelitian ini akan meneliti hubungan antara HbA1C dan hsCRP dengan OMV yang dinilai menggunakan indeks resistensi mikrovaskular, suatu metode terbaru dalam menilai OMV dengan akurat pada fase awal dan memiliki nilai prognostik yang signifikan.
Metode. Sebanyak 55 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dipilih secara konsekutif sejak Januari-Juni 2014. HbA1C dan hsCRP diambil saat masuk UGD, penilaian IMR diambil segera setelah tindakan IKPP. Perhitungan statistik menggunakan SPSS 17.
Hasil. Dari 55 pasien didapatkan proporsi laki-laki sebesar 93%, dengan rerata umur 51,91 ± 8,87 tahun. Faktor resiko penyakit jantung koroner terbanyak adalah merokok yaitu 69%. Semua pasien menjalani tindakan IKPP dengan waktu iskemia 489,45±169,95 menit dan waktu perfusi 124,91±76,49 menit. Nilai rerata IRM 53,22±41,11 dengan nilai rerata HbA1C 6,46±1,22 %, dan rerata hsCRP 4,98±3,39 mg/dL. Dari analisis bivariat didapatkan HbA1C tidak berhubungan dengan IRM (r=0,22,p=0,10), dan hsCRP juga tidak berhubungan dengan IRM (r=0,24,p=0,08). Setelah disesuaikan dengan variabel perancu pada analisis multivariat, didapatkan hubungan signifikan antara HbA1C dengan IRM (p=0,03) namun hsCRP tidak berhubungan dengan IRM (p=0,31).
Kesimpulan. Kadar HbA1C saat admisi berhubungan dengan IRM pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan hsCRP saat admisi tidak berhubungan dengan IRM pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.

Background: Advances in reperfusion therapy for acute myocardial infarction led to a phenomenon of distal no reflow or myocardial obstruction (MVO), which associated with worse outcome and prognosis. The potential mechanism of MVO had four major pathogenic components: distal atherotrombotic embolization, reperfusion injury, ischemic injury, and individual susceptibility. Association between acute hyperglycemia and MVO in acute myocardial infarction has been found, but the role of chronic hyperglycemia remained controversial. Hyperglycemia affected individual susceptibility to microcirculatory injury, and also induced systemic inflammation which had a role in reperfusion injury. Association of both these factors--chronic hyperglycemia, determined by Hemoglobin A1C, and inflammation factor, measured by high sensitivity C-Reactive Protein-- with MVO had never been studied simultaneously. This cross-sectional study will determine the association between HbA1C and hsCRP with MVO assessed with index of microvascular resistance, an invasive novel method to assess MVO in acute phase and had significant prognostic factor.
Methods: 55 patients with acute ST-elevation myocardial infarction underwent primary percutaneous coronary intervention were taken consecutively from January to June 2014. Blood samples for HbA1C and hsCRP were taken before the procedure. IMR was taken immediately after the primary percutaneous coronary intervention procedure. Statistical calculation used SPSS 17.
Results: From 55 patients included in the study, there were 93% men, with mean age of 51.91 ± 8.87 years. The most common risk factors for coronary heart disease was smoking (69%). All patients underwent primary percutaneous coronary intervention with mean onset to balloon time was 489.45 ± 169.95 minutes and mean door to balloon time was 124.91 ± 76.49 minutes. Mean IMR was 53.22 ± 41.11, with mean HbA1c was 6.46 ± 1.22% and mean hsCRP was 4.98 ± 3.39 mg/dL . From bivariate analysis, there was no association between HbA1C and IMR (r=0,22, p = 0,10), and between hsCRP and IMR (r = 0,24 , p=0,08). In multivariate analysis , there was relationship between HbA1C with IRM ( p = 0,03) and hsCRP were also not associated with IRM ( p = 0,31 ).
Conclusions. There was association between hemoglobin A1C levels on admission with IMR and no association between hsCRP levels on admission with IMR, in patients with acute ST-elevation myocardial infarction underwent primary percutaneous coronary intervention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudihati Hamid
"Anemia Gizi yang disebabkan karena kekurangan zat besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa 57,1% Remaja Putri (usia 10-14 tahun) dan 39,5% Wanita Usia Subur (WUS) menderita anemia. Hasil penelitian pada remaja putri di SMUN 3 Padang tahun 1999 juga menunjukkan angka anemia yang cukup tinggi yaitu 25,6%. Namun sejauh ini belum diketahui faktor-faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya anemia atau rendahnya kadar hemoglobin pada siswi tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran asupan zat gizi terutama energi, protein, vitamin C, dan zat besi serta faktor lainnya yang berkaitan dengan kejadian anemia. Penelitian dilakukan pada siswi SMUN 3 Kota Padang Provinsi Sumatera Barat Desain penelitian adalah cross sectional. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive sampling sedangkan pengambilan sampel dilakukan secara systematic random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 192 orang siswi.
Hasil penelitian menunjukkan besarnya prevalensi anemia sebesar 29,2%. Terdapat hubungan bermakna antara asupan zat gizi (energi,protein, zat besi) dengan kadar Hb siswi (p< 0,05). Faktor pendapatan per kapita berhubungan secara bermakna terhadap kadar Hb, sedangkan tingginya konsumsi bahan makanan penghambat absorbsi zat besi, rendahnya konsumsi bahan makanan peningkat absorbsi zat besi, pola haid yang lama, dan pendidikan ibu yang rendah menunjukkan persentase kejadian anemia yang lebih tinggi walaupun tidak bermakna secara uji statistik. Dan uji multivariat ditemukan 2 (dua) faktor yang berhubungan secara bermakna dengan kadar Hb yaitu asupan protein dan pendapatan per kapita keluarga. Asupan protein merupakan faktor dominan berhubungan dengan kadar Hb.
Dari hasil penelitian disarankan kepada sekolah untuk mengembangkan program pencegahan dan penanggulangan anemia dengan pendidikan kesehatan dan gizi melalui diskusi peer group secara berkala, pengembangan materi KIE yang menarik sesuai dengan minat remaja, pengadaan dan pemberian tablet tambah darah bagi siswi pada saat haid, pemeriksaan Hb secara berkala, dan pemberian tablet tambah darah bagi yang anemia. Kegiatan ini dilaksanakan bekerja sama dengan organisasi BP3,OSIS, Puskesmas/Dinas Kesehatan Kota Padang, Akademi Gizi Padang, dan Distributor obat.
Perlu penelitian dengan ruang lingkup lebih luas untuk mengetahui besarnya permasalahan anemia gizi di Kota Padang, khususnya pada remaja putri sebagai calon ibu agar mutu SDM dapat lebih dioptimalkan.

Nutritional Anemia, and specifically iron deficiency anemia remains one of the most severe and important nutritional deficiencies in Indonesia to day. The household health survey (SKRT) conducted in 1995 showed that 57,1% of adolescent girls (10-14 years old) and 39,5% women of reproductive age (15-44 years old) suffered from anemia. The result of survey on adolescent school girls at SMUN 3 Padang in 1999, showed that prevalence of nutritional anemia among that girls was 25,6%. So far, the factors which are related to that problem not yet known. The potential consequences of anemia in adolescent girls may include fatigue, impaired physical performance, lowered endurance, reduced attention span, decreased school performance and leads to increased risk for morbidity and mortality among pregnant women.
The objective of this study was to find out the description of nutrients intake (energy, protein, vitamin C, iron) and other factors related to hemoglobin concentration in adolescent school girls. The study has been done for adolescent school girls at SMUN 3 Padang, West Sumatera. Research designed was using cross sectional study and location of the study based on purposive sampling. Sampling used by systematic random sampling and sample size were 192 adolescent school girls.
The results indicates that 29,2% of adolescent schoolgirls was suffered from anemia (Hb concentration < 12 g/dl) and nutrients intake (energy, protein, iron) had significant relation to concentration of hemoglobin of adolescent schoolgirls (p<0,05). The household income per capita also had statistically significant relation to concentration of hemoglobin, while high consumption of inhibitor factor of iron absorption, low consumption of enhancer factor of iron absorption, length of menstruation patterns, and low level of mother education had relation to concentration of hemoglobin but non significant by using statistics. Results of multivariate statistics showed that 2 (two) factors which are protein intake and household income per capita were related significantly with hemoglobin concentration. Protein intake was dominant factor related to hemoglobin concentration.
According to the results of the study the author suggests to school to develop preventive and curative program through health and nutrition education with peer group discussion regularly, to develop the attractive material for IEC, to provide and gives iron supplementation to menstrual school girls, to assess hemoglobin concentration regularly, and gives iron supplementation to anemic girls. The activity can be done by teamwork with BP3 organization, OSIS, Public Health Center/Padang Health District, Academy of Nutrition, and Pharmacy Distributor.
It needed a study with wide-scale to investigate the problem of nutritional anemia in Padang city, especially in adolescent girls as future mothers in order to make human resources optimalized.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moeke Mahyastuti
"Pada penerjunan High Altitude Low Opening, pasukan dipaparkan pada ketinggian 20.000 kaki. Pada ketinggian tersebut, manusia tanpa tambahan O atau alat pelindung masih dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif (WSE: Waktu Sadar Efektif) selama 10-20 menit. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi WSE adalah kadar Hb. Penelitian ini memilih disain studi korelasi dengan jenis eksperimen laboratorium tanpa kontrol, yaitu dengan memaparkan sejumlah 100 anggota PASKHAS TN1-AU sebagai subyek dalam simulator ruang udara bertekanan rendah (RUBR) setara 20.000 kaki selama 26 menit, guna meneliti tentang hubungan antara kadar Hb dan WSE, serta melihat beberapa faktor faali terhadap WSE. Subyek diminta mengerjakan soal-soal tes penjumlahan secara vertikal sepasang angka random dua digit. Apabila subyek salah menjawab dua nomor berturut-turut, atau diam tidak mengerjakan soal selama 15 detik, atau tidak melaksanakan perintah pengawas berarti titik akhir WSE tercapai. Selanjutnya dibuat analisa hubungan antara kadar Hb dan WSE, serta dilihat pengaruh beberapa faktor faali terhadap WSE.
Hasil dan kesimpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata WSE 15,46 menit, rata-rata Hb 15.08 g% (Hb 12.2 - 17.8 g%). Secara statistik univariat Hb mempunyai regresi positif sedang ( B = 0,55, p = 0,08). Pada model multivariat, Hb tidak dipengaruhi oleh variabel umur, sistolik, diastolik, denyut jantung, FVC). Denyut jantung mempunyai garis regresi negatif sedang (B =- 0,07, p = 0,05), FVC mempunyai regresi positif lemah (B= 0,55 , p = 0,56), Sistolik (B = - 0,05, p = 0,30) dan diastolik (B = -0,08, p = 0,28) kedua-duanya mempunyai regresi negatif lemah.

During HALO dropping, the troops were deployed at the height of 20,000 feet. It was discovered that in this altitude without extra oxygen or any other protective equipment, human being can still survive and do their task effectively for and around 10 - 20 minutes. Hb content was concluded to be one of the factors that can influence the TUC. Correlative study design with laboratory experiment without control was chosen for this research. One hundred subjects (IAF - HALO - Paratroops Candidates) were deployed for 26 minutes into altitude chamber at simulated 20,000 feet high, to investigate the correlation between Hemoglobin and TUC. Other physiological factors, which might influence the TUC, were also investigated. The subjects were requested to do kind of additive test two digits paired random numbers, vertically arranged. The end points for determination of the TUC were either (1) two consecutive mistakes in the addition test, or (2) subject stop writing for more than 15 seconds or (3) subject did not respond to the observer's instructions. The result was analyzed to evaluate the correlation between Hemoglobin and TUC, and other physiology factors, which might influence the TUC.
Result and conclusion: The mean value of TUC was 15,46 minutes, the mean value of the Hemoglobin was 15.08 g . Statistically Hemoglobin has moderate positive regression (B = 0,55, p = 0.08). The result of multivariate and univariate model analysis towards correlation between Hb and TUC were almost similar. This mean, Hb is not influence by other variables (age, systolic, diastolic, heart rate, FVC). It was concluded that Hemoglobin has moderate correlation with TUC, and heart rate has moderate negative regression (B = - 0.07, p = 0.05). FVC has weak positive regression (B = 0,55, p = 0,56), systolic (B = - 0,05, p = 0,30) and dyastolic ( B = - 0,08, p = 0,28) has weak negative regression.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T4428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venni Vernissa
"Menurut WHO, prevalensi anemia pada ibu hamil adalah 41,8%. Penanggulangan masalah anemia pada ibu hamil yaitu dengan pemberian tablet tambah darah sebanyak 90 tablet selama kehamilan. Kurangnya tenaga apoteker di puskesmas, menyebabkan konseling tidak dapat dilakukan. Penelitian ini bertujuan menilai pengaruh pemberian konseling dan leaflet terhadap peningkatan kepatuhan dan kadar hemoglobin ibu hamil dengan anemia di Puskesmas Cibungbulang dan Puskesmas Cileungsi Kabupaten Bogor tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment. Jumlah sampel 158 ibu hamil dengan anemia. Pengukuran kepatuhan dilakukan menggunakan kuesioner MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale) dan kadar Hb dengan alat STAT-Site MHgb. Pengukuran pada kelompok konseling di Puskesmas Cibungbulang dan kelompok leaflet di Puskesmas Cileungsi Kabupaten Bogor. Analisis data dilakukan dengan uji Chi-square, uji Wilcoxon dan analisis regresi logistic bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh pemberian konseling pada ibu hamil dengan anemia meningkatkan kepatuhan minum tablet tambah darah (p<0,05) dan kadar Hb (p<0,05). Pemberian leaflet pada ibu hamil dengan anemia meningkatkan kepatuhan minum tablet tambah darah (p<0,05) dan kadar Hb (p<0,05). Ibu hamil dengan anemia yang patuh minum tablet tambah darah kadar Hbnya meningkat sebesar 3,24 kali dibandingkan ibu yang tidak patuh minum tablet tambah darah. Ibu hamil dengan anemia yang makan makanan sumber heme setiap hari meningkatkan kadar Hb sebesar 2,31 kali dibandingkan yang tidak setiap hari makan makanan sumber heme.

According to WHO, the prevalence of anemia in pregnant mothers is 41,8%. The treatment of anemia in pregnant mothers namely by giving iron tablet of 90 tablet during the pregnancy. The lack of pharmacists in primary care, resulting in the counseling can not be carried out. This research has a purpose to assess the effect of counseling and leaflet giving have influence to improve adherence and hemoglobin rate of pregnant mothers in primary care Cibungbulang and Cileungsi Bogor Regency in 2013. Research design applied is quasi experiment. Number of samples 158 pregnant mothers with anemia. The measurement of adherence was conducted by using MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale) questionnaires and Hb rate with STAT-Site MHgb equipment. The measurements in group counseling at primary care Cibungbulang and group leaflet at primary care Cileungsi Bogor Regency. Data analysis was carried out with Chi-square test, Wilcoxon test and bivariate logistic regression analysis.
Results of this research suggest that influence of counseling giving to pregnant mothers with anemia increases adherence to take iron tablets (p<0,05) and Hb rate (p<0,05). Influence of leaflet giving to pregnant mothers with anemia increases adherence to take iron tablets (p<0,05) and Hb rate (p<0,05). Pregnant mothers with anemia who adhere to take iron tablet have their Hb rate improved 3,24 times compared to those who do not adhere to take iron tablet. Pregnant mothers with anemia who eat food source of heme every day have their Hb rate improved 2,31 times compared to those who do not eat food source of heme every day.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
T35397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helda Khusnun
"ABSTRACT
The overall objectives of this study is to examine whether a population of healthy University of Indonesia students have different hemoglobin distribution from that of American population and if there was difference whether it is appropriate to set up a new cut-off point for anemia as a screening tools for iron deficiency in population.
This study is designed as a cross-sectional study using convenience sampling procedure. A total of 214 males and 190 females were studied from January to February 1997. After data cleaning, 203 healthy Indonesian males and 170 females were eligible for data analysis.
Blood samples of the subjects was drawn to analyze hemoglobin and hematocrit level, red and white blood cell count, erythrocyte sedimentation rate, serum iron concentration and total iron binding capacity, serum ferritin and zinc protoporphyrin concentration. A structured questionnaire was administered to investigate factors that could influence hemoglobin level. The mean hemoglobin was compared with that of the United States population using results of NHANES III.
The result showed that the mean hemoglobin of Indonesian male was the same with the American population in NHANES Ill. While for female there are difference in mean hemoglobin between the Indonesian and American, which could lead to different cutoff criteria for anemia. However when specificity and sensitivity of the new cutoff (Hb < 11.3 g/dl) and the WHO cutoff (Hb < 12 g/dI) were compared, the result showed that the latest had a more favorable sensitivity and specificity. Thus, this survey confirmed that there is no need to develop different cutoff points for anemia as a tool for iron deficiency screening."
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>