Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141457 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silvana Monika
"Tanah di dalam hukum adat Minangkabau merupakan tanah ulayat yang dikuasai oleh masyarakat sebagai satu-kesatuan suku ataupun kaum. Tanah ulayat di dalam wilayah tersebut terdiri atas: tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum, dan merupakan tanah milik bersama dari anggota kaum tersebut meskipun demikian anggota dari masyarakat hukum adat itu dapat memakai secara pribadi. Dalam arti, bahwa suatu keluarga untuk kepentingannya atau untuk kepentingan anggota keluarga matrilinealnya dapat menguasai tanah ulayat tersebut dengan hak pengelolaan yang disebut dengan istilah ganggam bauntuak.
Dewasa ini, tanah ganggam bauntuak banyak yang telah didaftarkan. Alat bukti atas pendaftarannya adalah sertipikat Hak Milik. Hal ini berbeda dari apa yang telah ditentukan oleh Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), dimana Pasal VI Ketentuan Konversi UUPA disebutkan bahwa ganggam bauntuak di konversi menjadi Hak Pakai. Dengan demikian terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara UUPA dengan kenyataan yang terjadi di Sumatera Barat. Permasalahannya adalah, mengapa hal ini dapat terjadi, dalam arti bahwa praktek yang terjadi dilapangan berbeda dengan hukum yang berlaku? Prosedur apakah yang harus ditempuh atau bagaimana caranya agar tanah ganggam bauntuak itu dapat dibuatkan sertipikat Hak Milik atas tanahnya dan bukannya Hak Pakai, dan konsekuensi hukum apakah yang kemudian timbul karenanya?"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Betha Giovani
"ABSTRAK
Tanah ulayat di Minangkabau terdiri atas: tanah
ulayat nagari, tanah ulayat suku dan tanah ulayat kaum.
Tanah ulayat merupakan tanah milik bersama bukan milik
perorangan dari anggota kaum tersebut, namun dapat
digunakan secara pribadi dalam arti, dapat diberikan hak
pengelolaan atas tanah yang merupakan bagian daripada tanah
ulayat tersebut. Bagian tanah ulayat inilah yang disebut
dengan istilah ganggam bauntuak yang berada di atas tanah
ulayat kaum. Pemegang hak ganggam bauntuak tidak mempunyai
kewenangan untuk memiliki, menjual atau mengalihkan tanah
tersebut. Tanah ganggam bauntuak dapat didaftarkan,
pendaftaran tersebut dilakukan atas nama mamak kepala waris
sebagai pemimpin dari suatu kaum, sehingga diterbitkannya
sertipikat Hak Milik. Dengan didaftarnya tanah ganggam
bauntuak tersebut atas nama mamak kepala waris dari kaumnya,
tidak menyebabkan perubahan hak atau pun mengakibatkan
peralihan hak atas tanah ganggam bauntuak tersebut dari
milik komunal kaum tersebut menjadi hak milik dari mamak
kepala waris itu secara pribadi. Apabila tanah ganggam
bauntuak ini hendak di jual maka terlebih dahulu harus
mendapatkan kesepakatan dari seluruh anggota kaum. Tetapi
kenyataannya di Kota Payakumbuh banyak penulis temui jual
beli tanah ganggam bauntuak yang dilakukan oleh mamak
kepala waris tanpa persetujuan anggota kaum-nya.
Permasalahan dalam karya tulis ini adalah: Apakah faktorfaktor
penyebab terjadinya jual beli tanah ulayat ganggam
bauntuak yang telah bersertipikat oleh mamak kepala waris
tanpa persetujuan anggota kaum di Kota Payakumbuh?
Bagaimanakah penyelesaian sengketa jual beli tanah ulayat
ganggam bauntuak yang telah bersertipikat oleh mamak kepala
waris tanpa persetujuan anggota kaum di Kota Payakumbuh?
Bentuk penelitian dalam penulisan tesis ini adalah
penelitian lapangan yang bersifat deskriptif. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab
terjadinya jual beli tanah ulayat ganggam bauntuak yang
telah bersertipikat oleh mamak kepala waris tanpa
persetujuan anggota kaum adalah: pertama yaitu faktor
ekonomi yaitu untuk membiayai pesta perkawinan anak,
membangun rumah dan modal usaha, kedua yaitu faktor sosial
yaitu menipisnya rasa kebersamaan dan persaudaraan yang
digantikan oleh sikap individualistik.

ABSTRACT
The ulayat (customary-owned) land in Minangkabau
consists of nagari's (administrative) ulayat, suku's
(tribe) ulayat and kaum's (blood-tied big family) ulayat.
An ulayat land is defined as a common property, instead of
private, and yet it is still possible to be used for
private purpose in condition the person were given the
right to manage the part of the land by the kaum. This sort
of land is defined as the ganggam bauntuak, which is
noticeably located on the kaum's ulayat. The concessionaire
possesses no right either to own or transfer the ownership
of the land entrusted to him. The ganggam bauntuak land can
be registered, on behalf of the mamak kepala waris
(entrusted leader) as the leader of a kaum, to get The
Ownership Certificate. However, the registration of the
land on behalf of the mamak kepala waris is not to generate
any shift in rights or transfer in ownership, for instance
from communally owned by the kaum to the mamak kepala waris
personally. This would mean that if the land is to be sold,
it should be under the approval of all members of the kaum,
since it's after all still belongs to them. Nevertheless, a
contrary happened in Payakumbuh, in which an ulayat land
was happened to be sold by the mamak kepala waris without
any approval from the kaum. Thus, the problems addresses in
this paper would be: What are the factors that cause the
sale of the land? How is the process on the dispute
settlement on this case progressed? The method apllied on
the research is descriptive one, while the instrument used
to collect the data were in-depth interview and document
study. It was found out that reason the mamak kepala waris
committed the sale was to get the finance needed to hold
his daughter's/son's wedding party, to build a house and to
get some capital needed to run a business, as well as some
social factor which are identified as the degrading sense
of communality and the brotherhood, only to be replace by
individualism. The dispute settlement of this case was
conducted through the media of musyawarah mufakat. Had the
way not meet any expected result, an option to submit the
case to the state court is available to be proceeded."
2007
T36669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radisti Wensy Marwa
"Peralihan hak atas tanah ganggam bauntuak yang terjadi karena pewarisan harus didaftarkan pada kantor pertanahan untuk terciptanya kepastian hukum. Untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah ganggam bauntuak memiliki syarat khusus, yaitu ranji dan surat keterangan waris. Ranji dan surat keterangan waris harus dibuat dengan benar dan sesuai dengan ketentuan hukum adat Minangkabau. Dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah ganggam bauntuak pada Kantor Pertanahan Kota Padang terdapat beberapa ranji dan surat keterangan waris yang dibuat tidak berdasarkan fakta. Penelitian ini membahas mengenai kedudukan ranji dan surat keterangan waris dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah ganggam bauntuak karena pewarisan di Kantor Pertanahan Kota Padang dan dasar-dasar penerimaan atau penolakan pendaftaran peralihan hak atas tanah ganggam bauntuak berdasarkan ranji dan surat keterangan waris yang dibuat tidak berdasarkan fakta oleh Kantor Pertanahan Kota Padang dan akibat hukumnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan ranji dan surat keterangan waris dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah ganggam bauntuak adalah sebagai bukti (alas hak) dalam kepemilikan tanah adat dan merupakan syarat mutlak. Ranji dan surat keterangan waris yang dibuat tidak berdasarkan fakta maka ranji dan surat keterangan waris tersebut mengandung cacat hukum dan akan ditolak permohonan pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan Kota Padang. Akan tetapi, ada juga permohonan pendaftaran peralihan haknya yang diterima oleh Kantor Pertanahan  Kota Padang oleh karena ranji dan surat keterangan waris tersebut dianggap telah benar secara formil dan kantor pertanahan tidak berwenang memeriksa lebih lanjut kebenaran materiil-nya. Dengan diterimanya pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut mengakibatkan beralihnya hak atas tanah, menimbulkan gugatan, dan sertipikat tidak mempunyai kekuatan hukum. Sedangkan akibat hukum dari ditolaknya pendaftaran peralihan hak adalah ranji dan surat keterangan waris tidak dapat dipergunakan lagi dalam pendafaran peralihan hak atas tanah karena pewarisan.

Conveyance of the land rights of Ganggam Bauntuak that happened due to inheritance must be registered at land registry office to create legal certainty. For registering the conveyance of the land rights of Ganggam Bauntuak, there are specific requirements which are ranji and a certificate of inheritance. Ranji and certificate of inheritance must be created correctly and appropriate with the common law of Minangkabau. In the registration of the conveyance of the land rights of Ganggam Bauntuak at Land Office in Padang City, there are several ranji and inheritance certificates that were made not based on facts. This study discusses the status of ranji and certificate of inheritance in the registration of the conveyance of the land rights of Ganggam Bauntuak due to inheritance at the Land Office in Padang City and the reasons for accepting or rejecting the registration of the conveyance of the land rights over ganggam bauntuak land based on ranji and inheritance certificate that were made not based on facts by the Padang City Land Office and its legal consequences. To answer these problems, normative juridical research methods were used with an analytical descriptive research typology. The results of this study indicated that the position of the ranji and certificate of inheritance in the registration of the conveyance of the land rights over the ganggam bauntuak land were evidences (base of rights) in the ownership of customary land and were absolute requirements. Ranji and certificate of inheritance that were made not based on facts, then they contained legal defects and their application for registration will be rejected by the Padang City Land Office. Nevertheless, there was also an application for registration of the conveyance of the land rights that was received by the Land Office in Padang city because the ranji and certificate of inheritance were considered formally correct and the land registry office had no authority to further examine the material validity. With the acceptance of the registration of the conveyance of the land rights, it resulted in the transferring of land rights, causing a lawsuit, and the certificate had no legal force. Meanwhile, the legal consequence of the rejection of the registration of the conveyance of the land rights is that the ranji and certificate of inheritance could not be used anymore in the registration of the conveyance of the land rights due to inheritance."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Betha Giofani
"ABSTRAK
Tanah ulayat di Minangkabau terdiri atas: tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku dan tanah ulayat kaum. Tanah ulayat merupakan tanah milik bersama bukan milik perorangan dari anggota kaum tersebut, namun dapat digunakan secara pribadi dalam arti, dapat diberikan hak pengelolaan atas tanah yang merupakan bagian daripada tanah ulayat tersebut. Bagian tanah ulayat inilah yang disebut dengan istilah ganggam bauntuak yang berada di atas tanah ulayat kaum. Pemegang hak ganggam bauntuak tidak mempunyai kewenangan untuk memiliki, menjual atau mengalihkan tanah tersebut. Tanah ganggam bauntuak dapat didaftarkan, pendaftaran tersebut dilakukan atas nama mamak kepala waris sebagai pemimpin dari suatu kaum, sehingga diterbitkannya sertipikat Hak Milik. Dengan didaftarnya tanah ganggam bauntuak tersebut atas nama mamak kepala waris dari kaumnya, tidak menyebabkan perubahan hak atau pun mengakibatkan peralihan hak atas tanah ganggam bauntuak tersebut dari milik komunal kaum tersebut menjadi hak milik dari mamak kepala waris itu secara pribadi. Apabila tanah ganggam bauntuak ini hendak di jual maka terlebih dahulu harus mendapatkan kesepakatan dari seluruh anggota kaum. Tetapi kenyataannya di Kota Payakumbuh banyak penulis temui jual beli tanah ganggam bauntuak yang dilakukan oleh mamak kepala waris tanpa persetujuan anggota kaum-nya. Permasalahan dalam karya tulis ini adalah: Apakah faktorfaktor penyebab terjadinya jual bell tanah ulayat ganggam bauntuak yang telah bersertipikat oleh mamak kepala waris tanpa persetujuan anggota kaum di Kota Payakumbuh? Bagaimanakah penyelesaian sengketa jual bell tanah ulayat ganggam bauntuak yang telah bersertipikat oleh mamak kepala waris tanpa persetujuan anggota kaum di Kota Payakumbuh? Bentuk penelitian dalam penulisan tesis ini adalah penelitian lapangan yang bersifat deskriptif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penyebab terjadinya jual bell tanah ulayat ganggam bauntuak yang telah bersertipikat oleh mamak kepala waris tanpa persetujuan anggota kaum adalah: pertama yaitu faktor ekonomi yaitu untuk membiayai pesta perkawinan anak, membangun rumah dan modal usaha, kedua yaitu faktor sosial yaitu menipisnya rasa kebersamaan dan persaudaraan yang digantikan oleh sikap individualistik.

ABSTRAK
The ulayat (customary-owned) land in Minangkabau consists of nagari's (administrative) ulayat, suku's (tribe) ulayat and kaum's (blood-tied big family) ulayat. An ulayat land is defined as a common property, instead of private, and yet it is still possible to be used for private purpose in condition the person were given the right to manage the part of the land by the kaum. This sort of land is defined as the ganggam bauntuak, which is noticeably located on the kaum's ulayat. The concessionaire possesses no right either to own or transfer the ownership of the land entrusted to him. The ganggam bauntuak land can be registered, on behalf of the mamak kepala waris (entrusted leader) as the leader of a kaum, to get The Ownership Certificate. However, the registration of the land on behalf of the mamak kepala waris is not to generate any shift in rights or transfer in ownership, for instance from communally owned by the kaum to the mamak kepala waris personally. This would mean that if the land is to be sold, it should be under the approval of all members of the kaum, since it's after all still belongs to them. Nevertheless, a contrary happened in Payakumbuh, in which an ulayat land was happened to be sold by the mamak kepala waris without any approval from the kaum. Thus, the problems addresses in this paper would be: What are the factors that cause the sale of the land? How is the process on the dispute settlement on this case progressed? The method apllied on the research is descriptive one, while the instrument used to collect the data were in-depth interview and document study. It was found out that reason the mamak kepala waris committed the sale was to get the finance needed to hold his daughter's/son's wedding party, to build a house and to get some capital needed to run a business, as well as some social factor which are identified as the degrading sense of communality and the brotherhood, only to be replace by individualism. The dispute settlement of this case was conducted through the media of musyawarah mufakat. Had the way not meet any expected result, an option to submit the case to the state court is available to be proceeded.
"
2007
T19221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The article is descriptive and was conducted in the Province of West Sumatra, where ganggam bauntuak exists. The result of research indicated that first, the mechanism for implementing of the conversion of ganggam bauntuak land right is carried out in accordance with Regulation of the Ministry of Agriculture and Agrarian Affairs (PMPA) No 2 of 1962. Second, the major contributing factor to cases of deviation in which ganggam bauntuak right is converted into right of ownership is the existence and nature of ganggam bauntuak right itself, which in an adat right of ownership and not only right of use. Third, the kind of right that is appropriate for ganggam bauntuak land, as perceived by the community, is right ownership, not right of use: this right covers particularly land for housing development, but it can also include agricultural land and the abligation of ganggam bauntuak land-holders when exercising their right to put in a request for conversion is generally payment of cost incurred in writing of a little-deed."
JHYUNAND 6:8 (1999)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adri Febrianto
"Tesis ini mengenai perubahan pola pemilikan dan penguasaan lahan di Nagari Singkarak yang terjadi karena perubahan kelembagaan atau pranata kekeluargaan. Perubahan organisasi sosial pada tingkat pranata ditandai dengan berubahnya keluarga luas ke keluarga inti yang mengakibatkan hilangnya harta komunal berupa lahan pertanian yang beralih menjadi milik individual di tingkat keluarga inti.
Penelitian dilakukan di Nagari Singkarak Kabupaten Solok Sumatera Barat dengan menetap selama dua bulan dua puluh hari dan kemudian dilanjutkan selama seminggu pada waktu yang berbeda di lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipasi, pengamatan dan wawancara mendalam kepada individu-individu yang mengetahui inforrnasi yang ingin diperoleh. Individu-individu ini merupakan tokoh masyarakat dan anggota masyarakat biasa terutama yang telah mengalami pembagian properti, dengan pendekatan teori struktur sosial dan organisasi sosial dari Evans-Pritchard.
Berangkat dari asumsi bahwa orang Minangkabau yang memiliki dan menjalankan sistem kekerabatan dan penarikan garis keturunan secara matrilineal. Sistem kekerabatan dan penarikan garis keturunan secara matrilineal ini berdampak kepada pemanfaatan dan pembagian harta pusaka. Orang Minangkabau tradisional yang hidup di rumah gadang memiliki harta komunal yang dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Namun sekarang rumah gadang telah mulai ditinggalkan dan kecenderungan untuk memiliki rumah gaduang atau rumah tunggal untuk keluarga inti Iebih disukai. Perubahan tempat tinggal dari rumah gadang ke rumah gaduang ini mengakibatkan perubahan kepemilikan atau berkurangnya harta pusaka komunal, akibat pengaruh perubahan orientasi kehidupan yang individualistis. Dapat dilihat dari sertifikasi lahan pertanian dan perumahan yang dimulai sejak 17 tahun. Harta pusaka berupa sawah telah menjadi milik individu pada tingkat keluarga inti yang kepemilikannya beralih karena adanya hak ganggam bauntuak kepada anak perempuan setelah kawin. Ganggam bauntuak diinterpretasikan sebagai pembagian dari harta pusaka. Akibat dari pembagian harta pusaka ini sawah-sawah yang disebut sebagai harta komunal telah beralih menjadi milik individual pada tingkat keluarga inti. Harta komunal hanyalah yang masih ada berupa sawah kagadangan, yaitu sawah yang menjadi hak dari penghulu selama menjabat jabatan tersebut atau sampai mati. Pemanfaatan dari hasil sawah kagadangan ini sekarang juga untuk kepentingan keluarga inti dan adanya kecenderungan berkurang karena adanya penggadaian dan penjualan.
Perubahan kepemilikan harta komunal menjadi harta individual mengakibatkan tingginya penggadaian dan penjualan sawah di Singkarak guna pemenuhan kebutuhan keluarga inti. Pengolahan sawah tidak lagi dilakukan dengan jalan kerja sama, tetapi mampaduokan atau mampatigokan (bagi hasil) dan sistem upah menjadi piiihan, karena hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga inti.
Perubahan kepemilikan lahan ini akibat berubahnya organisasi sosial orang Minangkabau, belum menyebabkan berubahnya struktur sosial orang Minangkabau, karena struktur sosial dan nilai-nilai ideal masih dipertahankan yang dapat dilihat dari upacara-upacara perkawinan dan kematian. Walaupun demikian wewenang dan wibawa penghulu dan marnak kapalo waris pada aspek ekonomi di dalam corporate groupnya berkurang, karena terjadinya penggadaian dan penjualan harta pusaka untuk pemenuhan kebutuhan keluarga inti."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wannofri Samry
"Penelitian ini mengungkapkan masalah sengketa tanah sekaligus posisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan Minangkabau, khususnya di Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat. Ini penting karena sejak lama masalah tanah sudah menjadi topik utama bagi masyarakat Minangkabau. Bahkan sejak sekitar tahun 1970-an sengketa tanah sudah menjadi perbincangan tersendiri dalam masyarakat. Bagaimanapun, ini berkaitan dengan melemahnya keberadaan sistem sosial Minangkabau yang relatif demokratis, dan sebaliknya menguatnya intervensi negara dan pengaruh luar.
Permasalahan ini berusaha dilihat dengan pendekatan sejarah yang multi dimensional, artinya penulis meminjam beberapa konsep ilmu sosial lain, terutama sosiologi dan antropologi. Kemudian juga diperhatikan saran dari penganut sejarah strukturis, bahwa permasalahan ini tidaklah bisa dilihat secara struktural semata, tetapi juga memperhatikan sejauh mana tindakan masyarakat telah menanggapi perubahan yang terjadi saat pengaruh luar begitu kuatnya. Apa pula umpamanya yang dilakukan pemimpin-pemimpin masyarakat bila sebuah sengketa terjadi serta penyelesaiannya dilangsungkan di pengadilan.
Untuk mendapatkan jawaban ini penulis telah berusaha memadukan sumber-sumber primer dan sekunder baik lisan maupun tulisan. Sumber tertulis berupa laporan resmi pemerintah dan arsip-arsip pengadilan serta beberapa catatan dari Kantor Desa. Sumber lisan dilakukan melalui wawancara dengan beberapa orang masyarakat desa, serta bincang-bincang lepas dengan masyarakat nagari.
Dari penelitian itu disimpulkan bahwa ternyata sengketa tanah memang bukan hanya sekedar akibat dari rumitnya masalah adat sebagaimana yang sering dikemukakan, tetapi sudah berkembang sebagai akibat melemahnya ekonomi masyarakat, dan melemahnya daya sosial-politik. Tetapi itu bukan berarti masalah adat bisa dikesampingkan, melainkan akumulasi antara ekonomi dan sistem adat telah ikut mendorong terjadinya sengketa tanah dalam masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggara Irhas
"Skripsi ini membahas mengenai Payakumbuh sebuah kota Penghubung Di Sumatera Tengah. Payakumbuh menjadi sebuah kota pada tanggal 17 Desember 1970 yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Limapuluh Kota. Payakumbuh memiliki memiliki letak yang cukup strategis diantara provinsi Sumatera Barat,Riau dan Jambi, menghubungkan wilayah tersebut. Faktor yang mendukung dari perkembangan Kota Payakumbuh menjadi Kota penghubung adalah sarana jalan, sarana transportasi dan juga perdagangan. Transportasi yang bisa digunakan hanya transportasi darat sehingga sarana jalan menjadi penting. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari tahap heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.

This study examine Payakumbuh as a connecting city in Central Sumatera. Payakumbuh was previously a regency of Limapuluh Kota and became a municipal in December 17, 1970. Payakumbuh has a strategic location between Province of Sumatera Barat,Riau and Jambi, connecting these regions. Supporting factors of the development of Payakumbuh into a connecting city were roads, transportation, and trade. The only transportation can use is land transportasion that make roads become important. This study uses historical method comprising the steps of heuristics, criticism, interpretation and historiography.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S57515
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Desmila
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Proses Pelatihan Pengembangan Disain Bordir, Songket dan Lilik Songkok di Kota Payakumbuh. Juga dibahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi proses pelatihan yang terdiri atas faktor penghambat dan pendorong.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan dan studi kepustakaan. Pemilihan inforrnan dilakukan secara purposive sampling terhadap Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Tenaga Kerja Kota Payakumbuh, Kasubdin Perindustrian pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Tenaga Kerja Kota Payakumbuh, Panitia Penyelenggara, Instruktur dan Peserta Pelatihan dengan jumlah total informan 15 orang. Hasil penelitian dianalisa dengan mengaitkan proses pelatihan dengan kerangka teori tentang pemberdayaan, industri kecil dan pelatihan.
Pada tahap need assesment yang dilibatkan adalah para pengusaha/pengrajin sebagai sumber data dan informasi, serta Pemerintah Kota Payakumbuh melalui Dinas Perindag&Naker sebagai pihak penyelenggara. dari pertemuan tersebut terungkap bahwa permasalahan yang dialami sebagian besar mereka adalah kurangnya keterampilan dan kemampuan mereka dalam menghasilkan produk dengan disain yang lebih kreatif. Berdasarkan hal ini maka diambil suatu kesimpulan bersama bahwa langkah yang paling tepat membantu mereka adalah dengan memberikan pelatihan.
Tahap perencanaan pelatihan dilakukan oleh staf Subdin Perindustrian Dinas Perindag&Naker. Dalam perencanaan ditetapkan tujuan pelatihan, jumlah peserta pelatihan sebanyak 20 orang, kriteria calon peserta yaitu mereka yang sebelumnya sudah bergerak di bidang bordir, songket dan lilik songkok dan mempunyai pengrajin sekitar 4-5 orang.
Instruktur diambil dari luar Dinas Perindag & Naker sebanyak 2 prang, dan waktu pelaksanaan pelatihan yaitu dari tanggal 6 s/d 15 Oktober 2003. Pada tahap pelaksanaan pelatihan yang diperhatikan adalah peserta pelatihan, instruktur pelatihan, waktu pelatihan, materi pelatihan dan metoda pelatihan. Instruktur pelatihan didatangkan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Sumatera Barat sebanyak 2 (dua) orang.
Waktu pelaksanaan pelatihan adalah dari tanggal 6 s/d 15 Oktober 2003 bertempat di Wisma Sari II Kelurahan Kubu Gadang Kota Payakumbuh. Materi pelatihan diberikan dalam berbentuk teori/teknik dan praktek. Agar peserta Iebih memahami teori-teori yang disampaikan, instruktur memberikan modul yang berisi tentang materi-materi tersebut. Untuk alat-alat tulis dan bahan-bahan untuk praktek seperti dasar kain, benang, jarum, gunting dan alat-alat menjahit Iainnya disediakan oleh panitia. Sedangkan untuk mesin jahit dibawa oleh masing-masing peserta.
Metode penyajian pelatihannya adalah dengan memberikan materi dalam bentuk teori/teknik yang dipresentasikan di kelas oleh instruktur dan diikuti dengan praktek dengan durasi waktu yang Iebih banyak. Tahap penilalan kegiatan yang dilakukan adalah dengan cara memberikan lembar questionare. Sebagal evaluasi lanjutan Sekitar 2 (dua) bulan setelah pelatihan selesai dilaksanakan yaitu tanggal 13 s/d 29 Desember 2003, Dinas Perindag&Naker mengadakan Lomba Disain Sulaman dan Bordir yang diikuti oleh seluruh peserta pelatihan, pengrajin/pengusaha/penjahit, PKK, organisasi wanita dan masyarakat umum. Dalam proses pelatihan dari tahap awal sampai tahap akhir terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat dan pendorong pelaksanaan pelatihan. Faktor penghambatnya: pertama terbatasnya tenaga teknis di Dinas Perindag&Naker yang siap terjun ke lapangan yang berlatar belakang pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi kompetensi yang dibutuhkan, hal ini menjadi kendala pada saat dilakukannya Tahap Needs assessment. Kedua Lamanya waktu pelaksanaan pelatihan dirasakan masih kurang, kendala ini dirasakan terjadi pada tahap pelaksanaan pelatihan. Ketiga Sarana dan Prasarana yang kurang mendukung, kendala ini mempengaruhi pada tahap pelaksanaan pelatihan. Keempat Materi pelatihan yang kurang lengkap dalam mendukung pencapaian tujuan pelatihan. Faktor ini muncul pada saat pelaksanaan pelatihan.
Sedangkan faktor pendorong dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan ini adalah pertama latar belakang kemampuan dasar peserta dalam hat menjahit sudah merata, sehingga tidak ada peserta yang kesuiitan dalam menerima materi yang diajarkan dimana hal ini memperlancar jalannya pelatihan. Faktor ini menjadi pendorong pada Tahap Pelaksanaan Pelatihan. Kedua kecakapan dan kemampuan instruktur yang memadai sehingga beliau dapat memberikan seluruh materi pelatihan yang telah disusun kepada peserta, bisa menjelaskan teknik dan memberikan teori dengan baik dan jelas sehingga mudah diterima dan ditangkap maksudnya oleh para peserta pelatihan. Faktor ini menjadi pendorong pada Tahap Pelaksanaan Pelatihan.
Merujuk pada faktor penghambat di atas, dikemukakan saran yang dapat diterapkan pada masa yang akan datang yaitu: kepada Dinas Perindag&Naker mengirimkan stafnya untuk mengikuti diktat manajemen pelatihan dan peningkatan wawasan melalui studi banding, menjalin kerjasama dengan pihak swasta untuk pengadaan sarana dan prasarana pelatihan, perencanaan yang telah disusun dibahas lagi oleh pihak kedua untuk melihat kekurangan perencanaan, menambah materi tentang kewirausahaan dan mendatangkan instruktur dari pengusaha/pengrajin sukses dari daerah lain di Sumatera Barat seperti Silungkang dan Pandal Sikek: kepada peserta pelatihan bekerjasama dan berpartisipasi aktif dalam mendukung program pemerintah."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Rusydiyanti
"Hak ulayat merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang terletak dalam lingkungan wilayahnya. Hak ulayat ini diatur dalam pasaL 3 UUPA, yaitu bahwa UUPA mengakui hak ulayat itu sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional Walau telah tegas diakui. oleh UUPA, namun terjadi ketijelasan karena kriteria yang tidak jelas. Dengan terbitnya Peraturan Menteri Negara Agraria Tentang Nomor 5 Tahun 1999 tentang· Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat. Masyarakat Hukum Adat memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat. Hak Ulayat itu masih dianggap ada apabila: 1. terdapat sekelompok orang yang masih terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu 2. terdapat tanah ulayat tertentu, 3) terdapat tatanan hukum adat mengenai penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan di taati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Dengan terdapatnya kriteria eksistensi hak ulayat itu, maka kedudukan hak ulayat itu semakin kuat di dalam masyarakat, karena pa1ing tidak masyatakat dapat menilai sendiri ada atau tidaknya hak ulayat tersebut dengan melihat pada kriteria tersebut di atas."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S21205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>