Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59508 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Husein Sawit
"The poor either transient or chronic incread significantly during the crisis. The poor has limited access to food. If this problem is not solved, it will influence human development. Recently the government has changed the policy from general rice subsidy to targeted rice subsidy. This program has been considered as in-kind income transfer to the poor. The OPK rice program has been implemented since in the middle of 1998. The program has reached 10.5 million households all over the country, with 40 thousand distribution points surrounding the poor. This article is to evaluate cost of the program, and then compared to general rice subsidy program. It also evaluates the program impact on energy and protein consumption of the poor as well its macro economic impact, espevally the increasing aggregate demand of the poor. The cost of the program is lower as compared to general rice subsidy, and has positive impact on rural development. The program has also reduced the risk of food insecurity, poor nutrition status, especially in rural area in which the program are dominated. It is suggested that the program should be improved by narrowing targeted household."
2000
EFIN-XLVIII-1-Mar2000-63
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Siregar, Abdul Malik
"Program jaring pengaman sosial (JPS) bidang operasi pasar khusus (OPK) Beras merupakan program ketahanan pangan yang bertujuan untuk menangani masyarakat dalam menghadapi krisis pangan. Program ini digulirkan ke darah-daerah yang rawan terhadap masalah pangan akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.
Kenyataannya ketika program digulirkan banyak mengalami masalah di masyarakat terutama bagi masyarakat yang berhak menerimanya. Program JPS bidang OPK Beras yang dananya berasal dari pinjaman Asia Development Bank (ADB) merupakan program bantuan bagi masyarakat dengan persyaratan melibatkan masyarakat sipil dalam memonitoring jalannya program tersebut.
Peran civil society dalam monitoring kegiatan opk beras menjadi sangat panting karena keterlibatan civil society seperti Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Masyarakat Sipil untuk Transparansi Akuntabilitas Pembangunan (JAR) akan dapat menjadi katalisator dialog (catalys of dialogue), melakukan penyeimbang kepentingan (balancing inters), pemberian sinyal (picking up signals), dan mobilisasi untuk aksi bersama (collective action).
Peran masyarakat sipil yang pertama adalah menjadi katalis dari dialog antara berbagai institusi Negara, pasar, dan masyarakat untuk mencapai konsensus alas prioritas bersama. Proses mencapai consensus ini melibatkan aktivitas-aktivitas seperti identifikasi masalah dan stakeholder, artikulasi dan klarifikasi berbagai kepentingan dan kebutuhan, dan penetapan tujuan bersama. Kedua, masyarakat sipil menjadi penyeimbang kepentingan. Masyarakat sipil yang efektif ditandai dengan proses penyeimbangan kepentingan yang dilaksanakan secara terbuka, santun, dan jujur dimana institusi-institusi yang terlibat memiliki posisi tawar yang sama.
Ketiga, masyarakat sipil melakukan pemberian sinyal. Masyarakat sipil yang berfungsi secara aktif menjamin bahwa sinyal yang dikirimkan sebagai akibat adanya penyimpangan mendapat perhatian dan penanganan sedini dan setuntas mungkin. Sebaliknya, suatu masyarakat yang dicirikan dengan keterlibatan dalam menangani masalah pembangunan atau dengan kata lain masalah baru diatasi ketika sudah menjadi terialu besar merupakan indikasi melemahnya masyarakat sipil (civil society). Keempat, peran mobilisasi untuk aksi bersama. Aksi bersama menandakan masyarakat sipil telah mencapai kohesi kepentingan dan sinergi.
Pada kenyataanya LSM tidak berperan dalam memonitoring program opk (Beras). Ketidak berperanan LSM ini karena LSM tidak mau terlibat dalam struktur pengawasan yang telah dibuat pemerintah dalam memonitoring Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) termasuk di dalamnya operasi pasar khusus (opk) beras. LSM melihat keterlibatan mereka dalam struktur pengawasan JPS akan dapat menjadi LSM tidak independent dalam membuat laporan terhadap hasil temuan mereka.
LSM menganggap program monitoring JPS hanya merupakan salah satu bagian dari proyek pengawasan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu LSM tidak melakukan monitoring secara struktur tetapi melakukan kampanye melalui alat seperti brosur dan himbauan bahwa ada program JPS yang dananya merupakan pinjaman dari Lembaga bank dunia.
Penelitian yang dilakukan di daerah Galur Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, karena daerah ini merupakan daerah yang dikategorikan sebagai daerah di perkotaan yang akan mengalami krisis pangan akibat krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997 yang lalu. Tapi pada kenyataannya masyarakat tidak melihat bahwa ada program operasi pasar khusus (opk) beras di daerahnya yang bertujuan unutk membantu masyarakat yang tergolong tidak mampu dengan membeli beras seharga 1000 rupiah dan setiap kepala keluarga mendapat 20 kilogram per bulan.
Penduduk Galur tidak mengetahui bahwa program JPS tersebut merupakan program yang dalam kegiatannya dipantau oleh suatu lembaga yang bertugas unutk menangani keluhan bagi masyarkat yang merasa beras yang mereka terima tidak layak dimakan atau dikonsusmsi. Penduduk tidak tahu harus mengadu atau melapor kemana ketidak sesuaian barang yang mereka terima. Ada lembaga yang seharusnya berperan dalam memantau program opk beras tetapi tidak berjalan karena hanya berada di tingkat Kabupaten.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang memaparkan kejadian atau gejala yang ada di lapangan dengan menggambarkan temuan-temuan dan mengambil suatu kesimpulan yang merekomendasikan terhadap temuan tersebut kepada lembaga yang berhak melaksanakannya. Rekomendasi didasarkan pada permasalahan yang ada kepada pihak yang terkait dengan pelaksana program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarifah Yessi Hediyati
"Salah satu kegiatan Program JPS-BK adalah pelayanan kesehatan melalui pemberian KS pada Gakin. Pemberian KS merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam membantu Gakin untuk dapat menggunakan pelayanan kesehatan. Upaya ini mencoba menghilangkan salah satu faktor penghambat dalam penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu faktor pembiayaan.
Jakarta Timur merupakan daerah yang mempunyai jumlah Gakin terbanyak (32,9%) di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan dari serapan dana juga merupakan daerah yang paling banyak (29,9%) mendapatkan dana JPS-BK (Tim Koordinasi Program JPS-BK Provinsi DKI Jakarta, 2000). Dari data yang diambil dan profil kesehatan wilayah Jakarta Timur tahun 1999 didapat bahwa jumlah kunjungan Gakin ke Puskesmas adalah 30,929 KK (33,5% dari seluruh Gakin) dan jumlah ini sangat kurang bila dibandingkan dengan angka kunjungan Gakin ke Puskesmas di Indonesia (81,4%).
Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari model Precede dari Green (1980). Green menggambarkan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang mempunyai konstribusi terhadap perilaku kesehatan. Ketiga faktor tersebut adalah faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana Gakin memanfaatkan KS dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan jumlah Gakin, dimana Kelurahan Cipinang Besar Utara (CBU) sebagai daerah dengan jumlah Gakin terbesar dan kelurahan Pekayon sebagai daerah dengan jumlah Gakin terkecil. Informasi dari faktor predisposisi, enabling dan reinforcing dalam penelitian ini didapat dari ibu balita gizi buruk, ibu kartu sehat, bidan, kepala dan staf Puskesmas , kader dan toma. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang KS maka pemanfaatan KS semakin baik. Jarak yang jauh dan sulitnya angkutan untuk mencapai tempat pelayanan dapat menjadi hambatan dalam memanfaatkan KS. Perlakuan adil dengan tidak memberikan perbedaan pelayanan merupakan pengalaman yang menyenangkan dalam memanfaatkan KS. Jenis pekerjaan dan persepsi terhadap waktu tunggu tidak menjadi hambatan bagi informan dalam memanfaatkan KS-nya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Disarankan perlunya peninjauan kembali penetapan wilayah berlakunya KS dengan mempertimbangkan kemudahan pencapaian tempat pelayanan dan adanya alokasi biaya transportasi. Disarankan juga untuk melibatkan toma kelurahan dalam keanggotaan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) di tingkat kelurahan yang dapat memantau pelaksanaan program JPS-BK. Perlunya klinik swasta dan dokter praktek swasta (selain Puskesmas) diikut sertakan sebagai tempat pemanfaatan KS, sehingga hambatan jarak dan transportasi dapat diatasi. Selain itu perlu adanya pembekalan terhadap kader dan toma tentang tujuan dan manfaat dari program JPS-BK sehingga sosialisasi dapat dilakukan dengan tepat dan benar, disamping perlu adanya penjelasan tentang manfaat KS pada Gakin saat pemberian KS. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui jenis layanan yang dibutuhkan Gakin.

Pattern Usage Analysis of Health Card (HC) on the Social Safety Net in the Health Sector Program by the Poor Households to Acquire Health Services in East of Jakarta 2001One of the many activities of the Social Safety Net in the Health Sector Program was provision of health services through Health Card for the poor households. This program was aimed to enable them to reach health services. This effort was intended to remove one of the obstacles to the access ability of the health services, which was financial factor.
The East Jakarta owned the highest concentration (32,9%) of poor households in the Jakarta Province and had the largest (29,9%) recipient of the Social Safety Net in the Health Sector Program among other region (Coordination Team JPS-BK Jakarta Province, 2000). Data taken from the East Jakarta Health Profile, showed that the number of poor household visited to the Puskesmas (public health center) in 1999 was 39,929 (33,5% of all the poor households). This figure was significantly lower than that ' of The average national figure (81,4%) of the poor household visited Puskesmas.
The framework for this research was taken from Green's (1980) Precede model. Green described 3 (three) contributing factors affecting health behavior: namely predisposing, enabling and reinforcing factors. A qualitative research method was used to better describe how the poor households utilize Health Card to get health services. The location of the research was selected based on the number of the poor household. The kelurahan (village) North Cipinang Besar (CBU) was the home of the largest poor household in the eastern of Jakarta while the kelurahan Pekayon the smallest figure. Information concerning the predisposing, enabling and the reinforcing factor, were collected from different informants of the study namely mother of the malnourished under fives, mother who had Health Card, health personnel of the Puskesmas (Puskesmas chief and staff), cadre and community leaders. The methods of the data collection were in-depth interviews and focus group discussions.
Findings from this research suggested of possible correlation between the level of education and knowledge about Health Card of the users. Those who had higher level of education were likely to use the Health Card Travel distance as well as ease of transport could become barrier to the Health Card utilization. Work status and perception about waiting time of the visit seemed do not affect the client to use the Health Card to receive health services.
Reorganization of the geographical coverage of the Health Card and transportation allowance was strongly advisable to be provided to remove the distance barrier. The involvement of the community leader in the Community Grievance Unit (Unit Pengaduan Masyarakat) at the Kelurahan level should be encouraged to help in monitoring in the implementation of the Social Safety Net in the Health Care Program. To reduce the distance bather, both private doctors and clinics should be taken into consideration as provider of services to the poor household. Besides it is extremely necessary to equip the cadre and community leaders an in-depth knowledge concerning the objective an benefit of the Social Safety Net in the Health Sector. This effort would be useful for further socialization of the Social Safety Net in the Health Sector Program. It was also necessary to explain the benefit of the Health Card when it was given to the client. Future studies were required to determine the actual health services needed by the poor households.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mirriani Yunita
"Salah sam tujuan Sistem Kesehatan menurut laporan tahunan WHO talmn 2000 adalah Keselaman dalam Kontribusi Pelayanan Kesehatan (Fairness in Financing Health Care), baik pada penduduk kaya dan miskin sebelun dan sesudah adanya krlsis ekonomi yang melanda Indonesia akhir tahun 1997.
Kerangka konsep dalam penelitian ini didasarkan pada Laporan Tahunan WHO tahun 2000, dimana Sistem Kesehatan di setiap negara diharapkan menuju terjadinya kesetaraan dan Kontribusi Pelayanan kesehatan (fairness in financing health care).
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan tujuan memperoleh informasi mengenai susbsidi JPS-BK dan kesetaraan dalam kontribusi pembiayaan kesehatan (fairness in financing health care) per kapita di Propinsi D.I Jogakarta Sesuai dengan kriteria tipe daerah dan sosio-ekonomi.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa subsidi ke fasilitas kesehatan pemerintah banyak diminati oleh penduduk kaya yang memiliki kartu sehat dibandingkan subsidi untuk penduduk miskin yang memiliki kartu sehat. Selain itu ternyata bahwa distribusi kartu sehat belum tepat sasaran pada penduduk miskin, yaitu 20% penduduk dengan pendapatan terendah."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Mulyadi
"Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK), merupakan upaya pemerintah dibidang kesehatan untuk mengatasi dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan keluarga miskin.
Masalah yang diteliti, adalah mendapatkan gambaran mengapa TKK JPS-BK Kabupaten Pandeglang belum melaksanakan semua kegiaan TKK JPS-BK secara optimal dibandingkan dengan petunjuk yang ada, dengan ruang lingkup penelitian studi kasus tentang Pengelolaan TKK JPS-BK dengan pendekatan sistem.
Penelitian dilakukan secara kualitatif, dengan menggunakan data primer dan data skunder. Data primer didapat dari hasil wawancara dengan 7 orang dari TKPP JPS dan TKK JPS-BK, 4 orang Kepala Puskesmas, dan 24 orang Bidan di Desa. Data skunder diperoleh dari telaah dokumen kegiatan JPS-BK Analisa data dilakukan secara manual, dengan menggunakan analisis isi, dengan cara membandingkan hasil penelitian dengan teori pada tinjauan pustaka. Sehingga diperoleh gambaran tentang pengelolaan TKK JPS-BK di Kabupaten Pandeglang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, TKK JPS-BK di Kabupaten Pandeglang belum melaksanakan kegiatan secara optimal, antara lain : tidak disosialisasikannya SK ketingkat pelaksana, ketidakjelasan tujuan pengelolaan TKK JPS-BK bagi pelaksana program, tidak ada bagan struktur TKK JPS-BK, kurangnya pembinaan tenaga, ketidaksesuaian kebutuhan sarana, ketidaksesuaian alokasi dana, ketidakjelasan pemberian wewenang, tidak ada rincian kerja, tidak ada rencana kerja secara rinci, pengawasan dan evaluasi tidak dilakukan kelapangan, notulen rapat tidak dibuat secara khusus, dan tidak dibentuk UPM di tingkat Kecamatan dan Desa.
Untuk itu disarankan agar TKK JPS-BK Pandeglang melakukan sosialisasi SK, membuat bagan struktur, pembinaan tenaga lebih aktif, membuat rincian kerja, melaksanakan pengawasan dan evaluasi kelapangan, dan membuat notulen khusus. Selain itu harus pula dibentuk UPM di tingkat Kecamatan dan Desa.

Manajerial the TKK of SSN in Health Program in Kabupaten Pandeglang, In the Year 1999-2000A study was conducted within the context of SSN program-the Social Security Network in Health (SSN in Health) program, which is an effort in the health area made by the government to surmount the effect of the economical crisis against the health of poor families. This study was conducted to find some managerial backgrounds why the Kabupaten Coordination Team (TKK) of the SSN in Health Program had not optimally implemented all the TKK of the SSN in Health as compared to the theory.
This is a case study research conducted in Kabupaten Pandeglang used both primary and secondary data. The primary data was obtained from interviews with 7 persons in charge in SSN program, and in SSN in Health Program 4 heads Puskesmas, and 24 Village Midwives. The secondary data used were all necessary documents of the SSN in Health activities.
Data analysis is conducted using content analysis, and by comparing the research results with the theories in the references. The analysis was focused on managerial aspect of the TKK of the SSN in health at Kabupaten Pandeglang.
The research results indicated that the Pandeglang TKK of the SSN in health had not performed their activities optimally, for examples by not socializing the official decree down to the implementers, lack of clarity of managerial structure for the TKK of the SSN in health, lack of guidance, inadequacy of the facilities of the requirements, erroneous fund allocation, unclear authority, no specific work plan, no field supervision and evaluation, no specific minutes of the meeting, and no unit to resolve the community complaints at the Kecamatan of Villages.
So, it is suggested that the Pandeglang TKK of the SSN in health should begin to socialize the decree, to clear the function and responsibility of the local organizational structure, to be more active in giving guidance, to create a work plan, to conduct field supervision and evaluation, and to record all minutes of meeting. A Complaint resolution unit should also be established at the Kecamatan and Villages."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T 4425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rokim Hamdani
"Krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan dan gizi pada keluarga miskin, terutama ibu hamil dan balita. Untuk menanggulangi hal tersebut telah ditetapkan kebijakan pemerintah yang dititik beratkan pada upaya penyelamatan dan pemulihan melalui Program Jaring Pengaman Sosial (JPS}, dalam bidang kesehatan dikenal dengan nama Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JBS-BK) yang bertujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan derajat kesehatan ddan status gizi keluarga miskin, dimana sebagai pelaksana pelayanan kesehatan pada tingkat desa dilakukan oleh bidan di desa.
Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran tentang kegiatan bidan di desa dalam pelaksanaan Progam JPS-BK di Kecamatan Karawang dan Kecamatan Pedes.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kwalitatif dengan menggunakan wawancara mendalam dan telaah dokumen untuk mendapatkan jawaban mendalam tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh halayak sumber informasi atau informan. Sebagai sumber informasi dalam penelitian ini adalah bidan di desa, yang berjumlah 33 orang dan 6 orang dokter Kepala Puskesmas di Kecamatan Karawang dan Kecamatan Pedes.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari laporan bulanan Puskesmas dalam Program JPS-BK dan laporan Pelaksanaan Program JPS-BK Pemerintah Daerah Kabupaten Karawang serta data primer yang dikumpulkan melalui wawancara mendalam kepada bidan di desa dan dokter kepala Puskesmas dan telaah dokumen atas catatan dan laporan yang dibuat oleh bidan di desa.
Analisa data tersebut dilakukan secara manual dengan menggunakan content analysis. Sedangkan agar validitas data dapat terjaga maka dilakukan uji validitas dengan menggunakan triangulasi data, yaitu triangulasi sumber dan triangulasi metoda.
Dari hasil penelitian menunjukkan, bahwa pada umumnya bidan di desa mengetahui tentang sasaran Program JPS-BK, perencanaan dan pelaksanaan pelayanan, pencatatan dan pelaporan serta evaluasi program JPS-BK walaupun belum usai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap sasaran Program JPS-BK dan tercapainya target serta terserapnya dana diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bidan di desa, sosialiasi Program RS-8K kepada seluruh komponen masyarakat dan aparat Kelurahan koodinasi antara anggota tim desa, lintas program dan lintas sektoral serta adanya dikungan politik dan pimpinan daerah yang berjenjang dan berkelanjutan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maureen Sadhana
"Kerawanan pangan erat kaitannya dengan kemiskinan, penduduk yang miskin tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok terutama beras yang akan meningkatkan garis kemiskinan. Untuk mencegah kerawanan pangan dan kemiskinan, pemerintah membuat kebijakan publik di bawah Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat yaitu Program Raskin (Beras Untuk Keluarga Miskin). Raskin diberlakukan di setiap daerah, salah satunya di Kota Bogor yang tercatat sebagai pagu terendah di Jawa Barat. Hal ini disebabkan oleh pendistribusian Raskin yang tidak sesuai dengan perencanaan distribusi. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan manajemen distribusi Raskin di Kecamatan Bogor Selatan yang memiliki RTS-PM terendah dengan salah satu kelurahan yang termasuk sebagai wilayah tertinggal, yaitu Kelurahan muarasari. Metode penelitian ini adalah post-positivist dengan tujuan penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian dari manajemen distribusi di Kelurahan Muarasari, Raskin tidak memenuhi indikator 6 Tepat dikarenakan perencanaan yang kurang baik.

Food insecurity related to poverty, poor people who cannot afford fulfill the basic needs such as rice, will increase the poverty line. To address food insecurity and poverty, the government made a policy under Coordinating Ministry for People's Welfare which is Raksin Program (Rice for The Poor Family). Raskin implemented in each area, including Bogor City as the city with the lowest Raskin ceiling in West Java. That is because the irregularities distribution of Raskin often not in accordance with the plan. The study aimed to describe the Raskin distribution management in Village Muarasari, Sub-District South Bogor, Bogor City that lagging in its distribution. The approach used for the research is post-positivist and the purpose is descriptive. The results of this study is the distribution management in Village of Muarasari, Raskin has not met the six right elements because of unfavorable planning.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55687
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>