Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21583 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Max mukarto Joskarmin
"ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi pemahaman hukum dari penyidik dan penuntut umum dalam kaitannya dengan penanganan kasus/perkara medical malpractice, yang merupakan salah satu aspek di bidang hukum kedokteran yang ada korelasinya dengan hukum pidana. Selain itu juga untuk mendapatkan gambaran yang kongkrit mengenai keterpaduan antara penyidik dan penuntut umum yang diwujudkan dalam hubungan fungsional dan instansional pada penanganan kasus/perkara medical malpractice.
Guna menunjang penulisan tesis ini, maka penulis melakukan penelitian yang bersifat menjelajah (eksploratoris). Mengingat pengetahuan tentang masalah ini masih sangat kurang sekali. Di samping itu penelitian ini juga bersifat deskriptif, karena dicoba untuk mengumpulkan data mengenai masalah yang ada terjadi di seputar pandangan dan sikap tindak dari penyidik dan penuntut umum serta pihak/instansi yang terkait. "
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artahsasta Prasetyo Santoso
"Kesehatan merupakan suatu bagian dari hak asasi manusia yang dirumuskan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, sehingga masyarakat perlu mengenal untuk dapat menjamin hak sebagai masyarakat. Penyelenggaraan kesehatan dipercayakan kepada tenaga kesehatan yaitu dokter dan penyedia fasilitas kesehatan, yaitu rumah sakit. Kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang hak dan kewajiban sebagai pasien, khususnya hak dan kewajiban di mata hukum saat terjadi kasus-kasus malpraktik yang merugikan mereka. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, malpraktik medis sendiri tidak diatur secara khusus. Saat terjadinya suatu kasus malpraktik medis, pasien memiliki hak untuk menuntut haknya, dengan begitu dokter yang melakukan malpraktik medis harus bertanggung jawab atas tindakan medis tersebut. Pada kasus-kasus tertentu, terdapat peran rumah sakit dalam terjadi malpraktik tersebut yang membuat rumah sakit dapat bertanggung jawab. Pengaturan ini secara eksplisit diatur di dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Namun patut disayangkan, sering kali pasien maupun penegak hukum tidak mengetahui bahwa rumah sakit juga dapat bertanggung jawab. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kasus yang masuk ke sistem peradilan pidana di Indonesia terkait dengan pertanggungjawaban pidana dari rumah sakit sebagai suatu korporasi terhadap terjadinya suatu kasus malpraktik.

Health is a part of human rights formulated in Article 28H of the Constitution of the Republic of Indonesia, 1945 so that people need to know how to be able to guarantee their rights as a citizen. Health care is entrusted to health workers, namely doctors and providers of health facilities, namely hospitals. In fact, many people do not know about their rights and obligations as patients, especially in the eyes of the law when medical malpractice occurs regardless of injure. In the laws and regulations in Indonesia, medical malpractice itself is specifically unregulated. When a medical malpractice case occurs, the patient occupies the claims of their rights, so the doctor who commits medical malpractice must be responsible for the medical action. In certain cases, there is an influential role from the hospital in the possible occurrence of malpractice which cautiously makes the medical institution responsible. This unique arrangement is explicitly regulated in Article 46 of Law Number 44, 2009 about Hospital. Unfortunately, often patients and law enforcement do not know hospitals can also be held responsible. This is evidenced by the frequent absence of specific cases entering the criminal justice system in Indonesia positively related to the criminal liability of hospital as a corporation for the tragic occurrence of medical malpractice cases. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Schutte, James E
Seattle: Hogrefe and Huger, 1995
344.041 1 SCH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ali Askandar
"ABSTRAK
Persoalan yang ada di dalam dugaan medical malpractice adalah perlindungan hukum serta kesadaran hukum dokter dalam menjalankan profesinya, hal ini menunjukkan etika dan hukum dalam kalangan dokter. Para medis atau tenaga kesehatan yang telah melakukan kelalaian tersebut yang mengakibatkan pasiennya dirugikan dapat digugat ke pengadilan oleh pasiennya. Dalam proses perdata yang menyangkut gugatan seorang pasien terhadap dokter yang menanganinya, hampir semuanya menyangkut mengenai tuntutan ganti rugi. Dasar untuk pertanggungan jawab medisnya adalah : Pertama Wanprestasi, dokter tidak memenuhi kewajibannya yang timbul dari adanya suatu perjanjian ( tanggungjawab kontraktual, Pasal 1243 KUHPerdata ), adanya suatu perjanjian antara pasien dengan dokter. Dari perjanjian ini biasanya timbul perikatan usaha ( inspannings verbintenis ) atau perikatan hasil / akibat ( resultaats verbintenis ). Kedua Perbuatan melawan hukum ( onrecht matige daad ), dokter telah berbuat melawan hukum karena tindakannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati – hati yang diharapkan daripadanya dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat ( tanggung jawab berdasar Undang – undang , Pasal 1365 KUHPerdata ).

ABSTRACT
Medical Malpractice’s problem are a legal protection and an awareness of law by physician (doctor) in their profession, that is demonstrate of medical law and ethics. The doctor who have done negligence and cause impairing to the patient will be sued to The court by patient. In Lawsuits of patient to doctor to the Law of Civil’s process is almost all about the compensation claims. First, Event of Default, The doctor is not undertakes their responsibility to an agreement (contractual responsibilities, Chapter 1243 Civil Code), the agreement between the patient and doctor. In this agreement provide with inspannings (inspannings verbintenis) or outcome / result agreement (resultaats verbintenis). The Second, Unlawful Acts (onrecht matige daad), the doctor against the law because of the action’s against the principle of propriety, accuracy and attitude which is expected of the communities (Responsibilities of Constitution, Chapter 1365 of the Civil Code)."
2013
T32783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurnilasari Tri Putri
"Berbeda dengan profesi lain, dokter dalam upaya menyembuhkan, mengurangi penderitaan, memperkecil komplikasi buruk dari suatu penyakit, atau menunda kematian seorang pasien, selalu bersinggungan dengan risiko kerugian fisik seperti rasa sakit atau bahkan sampai ke risiko kematian pasien. Sebagai dampak peningkatan wawasan masyarakat dalam hal kebutuhan perlindungan hukum, masyarakat awam menganggap kerugian yang dialami pasien pasca pemberian tindakan medis adalah malpraktek kemudian mengajukan tuntutan ke kepolisian. Di satu sisi, masyarakat melupakan bahwa seorang dokter tidak bisa menjanjikan kesembuhan kepada pasien.
Malpraktek adalah perbuatan medis yang menyimpang dari standar prosedur operasional. Persoalan utama dalam kasus/tuduhan malpraktek adalah bagaimana membuktikan bahwa perbuatan medis tersebut menyimpang dari standarnya. Terlebih lagi, dokter tidak dapat dipersalahkan sekalipun tindakan medisnya mengakibatkan kematian pasien jika tidak melanggar standar tersebut.
Metodologi penulisan yang digunakan dalam penyelesaian tesis ini adalah deskriptif analitis kualitatif yaitu dengan cara melakukan analisis terhadap data-data lapangan dan kemudian dielaborasi dengan pendapat para pihak terkait (dokter, jaksa, kepolisian) dan hasil tinjauan pustaka untuk mendapatkan pemecahannya.
Dari penelitian diketahui, tidak semua standar prosedur operasional dalam bentuk tertulis. Padahal untuk membuktikan tuduhan malpraktek diperlukan standar prosedur tertulis yang dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan dalam tindakan medis yang diberikan sehingga dapat menjatuhkan sanksi yang tepat dalam proses pertanggungjawaban hukumnya. Oleh karena itu untuk mengantisipasi agar tidak terjadi tindakan malpraktek, setiap dokter harus memiliki standar prosedur operasional tertulis untuk semua bidang spesialisasi dan alat hukum harus memiliki kompetensi untuk memahami kaidah-kaidah atau prosedur yang berlaku di bidang kedokteran.

Differ from other profession, a doctor during performing an act or service to their patients Is considered to face the possibility to cause injury or even death to the patient. On the other hand, as well as the necessity of being protected from lawsuit is increasing, commonly that injuries will be called as medical malpractice and will be proceeded to the criminal trial. Whilst, people usually forget that doctor cannot promise any protection from the death.
Medical malpractice is a medical act or omission, which deviate from the accepted standard operational procedure. The main problem in the case of medical malpractice is how to proof that act or omission is deviate from it-accepted standard. Furthermore, doctor cannot be sentence by law though his act causes fatal injury unless it breaking the standard.
A descriptive-qualitative analytic is being applied to analyze the data as it is to be clarified with some professionals such as doctor, prosecutor, and police as well as references in order to obtain the resolution.
From the research, it is discovered that a few standard operational procedure is being documented where others is not. It is known that this documented standard is required to proof whether there is a deviation or not from the medical act or omission that was performed by doctor. Then, it liability can be conducted as well. Finally, doctor must have all standard operational procedure documented in order to prevent malpractice. Whilst, on the other hand, especially the prosecutor and the police shall develop and keep updating their competency to comprehend those medical procedure in order to attain the malpractice case comprehensively."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Bahana Utama
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana di dalam praktek penerapan pasal 1367 KUH Perdata dalam pertanggungjawaban Rumah Sakit Swasta apabila dokter purnawaktu yang bekerja padanya melakukan suatu tindakan malpraktik medis. Pada praktiknya, penerapan pasal 1367 KUH Perdata tidaklah mutlak. Yang menjadi batasan adalah hak regres yang dimiliki oleh rumah sakit yang didasari oleh pasal 30 ayat (1) huruf e UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Adanya hak regres ini merupakan suatu penerapan hukum yang keliru karena hak regres tidak seharusnya berlaku di dalam lingkup hukum tentang harta kekayaan melainkan di dalam lingkup hukum ketenagakerjaan.

This thesis discusses about how in practice the application of article 1367 Indonesian Civil Code in Private Hospital Responsibility if their full time doctor committed a medical malpractice. In fact, article 1367 Indonesian Civil Code can not be applied absolutely. The obstacle is the recourse right owned by the private hospital based on article 30 paragraph (1) letter e Law No. 44 of 2009 on Hospital (Hospital Law). The existence of the recourse right is a fallacy of the application of the law because the recourse right does not supposed to be applied within the scope of the law of property but within the scope of labor law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44810
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasti Andiani
1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sloan, Irving J.
Dobbs Ferry: Oceana Publications, Inc. , 1992
346.730 3 SLO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alton, Walter G.
Boston: Little,Brown and Company, 1977
344.041 1 ALT m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tamba, B. I. T.
"Pada umumnya dokter dalam menjalankan tugas mediknya mempunyai alasan yang mulia, yaitu untuk mempertahankan agar tubuh orang itu tetap sehat atau untuk menyehatkan orang sakit atau setidak tidaknya untuk mengurangi penderitan orang sakit. Oleh karena itu umum berpendapat bahwa perbuatan dokter itu layak untuk mendapat perlindungan hukum sampai batas-batas tertentu. Hal ini selanjutnya berarti pula bagi dokter bahwa dalam menjalankan tugas perawatannya, sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan, harus mendapat perlindungan hukum sehingga is tidak akan dituntut. Akan tetapi sampai batas manakah perbuatan dokter itu masih dapat dilindungi oleh hukum inilah yang menjadi masalah yang lebih lanjut akan dibahas dalam disertasi ini. Memang mengetahui batas tindakan yang diperbolehkan bagi dokter menurut hukum, dalam menjalankan tugas perawatannya, akan menjadi sangat penting bukan sajabagi dokter, tetapi jugs bagi para aparat penegak hukum. Karena kalau hal itu tidak diketahui oleh dokter dalam menjalankan tugas mediknya, maka dokter akan selalu menjadi ragu-ragu dalam menjalankan tugas profesionalnya terutama untuk mengadakan diagnosa penyakit pasien dan memberikan terapi terhadap penyakit yang diderita oleh pasien.
Keraguan bertindak bagi seorang dokter tentulah tidak akan menghasilkan suatu penyelesaian yang balk atau setidak-tidaknya tidak akan menghasilkan suatu penemuan baru dalam ilmu pengobatan atau pelayanan kesehatan. Belum lagi kalau misalnya, seorang dokter dipanggil oleh pejabat penegak hukum guna dimintai keterangan mengenai suatu tindakan yang telah diperbuatnya, yang dianggap oleh penegak hukum tersebut perbuatannya itu telah merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum yang berlaku. Misalnya, mengapa pasien yang tadinya kelihatannya sehat, tetapi setelah dirawat oleh dokter jadi cacat, atau mengapa pasien meninggal setelah menjalani perawatan oleh dokter. Padahal menurut keterangan famili pasien, sebelumnya keadaan pasien adalah cukup baik. Lebih-lebih lagi kalau masalah dokter itu sampaisampai diperiksa didepan sidang pengadilan, yang sifatnya terbuka untuk umum, dimana banyak orang yang menyaksikan jalannya persidangan. Alga dalam persidangan itu yang hadir memberikan reaksi spontan yang bersifat negatif terhadap sikap dan jawaban yang diberikan oleh dokter yang diperiksa itu, biasanya keadaan yang seperti itu dapat menyebabkan jawaban, sikap dan ucapan dokter itu jadi serba salah dan selanjutnya dalam situasi yang sedemikian itu ia jadi serba salah untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Demikian juga bagi para aparat penegak hukum yang menerima suatu pengaduan dari orang yang merasa dirugikan oleh tindakan dokter haruslah lebih dahulu sudah mempunyai pandangan atau pengetahuan yang cukup mengenai hukum kesehatan untuk dapat mengatakan bahwa perbuatan dokter yang diadukan itu masih dalam ruang lingkup yang diperbolehkan atau tidak, atau dapat dimaafkan atau tidak oleh hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
D390
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>