Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214781 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hamdi Muluk
"ABTRAK
Penelitian ini adalah mengenai STEREOTIP JENDER PADA TIGA KELOMPOK BUDAYA yang dikaji lewat bagaimana Ciri-ciri, Tipologi, dan Dimensi penilaian terhadap pria dan wanita pada tiga kelompok budaya, Batak, Minangkabau dan Jakarta.
Minat meneliti topik ini didorong oleh diangkatnya tema kesetaraan jender pada Konferensi Dunia IV tentang Wanita (FWCW) di Beijing - Cina, pada bulan September 1995. Salah satu makalah menyarankan diadakannya dekonstruksi terhadap sistem jender yang selama ini dianut. Persoalan timbul karena konsepsi mengenai sistem jender bagaimanakah yang dianggap tidak menindas perempuan harus dikembalikan pada bagaimana suatu masyarakat atau budaya tertentu memandang pria dan wanita secara keseluruhan. Peranan faktor belief terhadap pria dan wanita memegang peranan yang cukup besar dalam hal ini. Secara lebih spesifik ialah peranan stereotip jender, dan yang lebih penting lagi adalah dasar-dasar apa yang dipakai oleh suatu kultur dalam pembentukan stereotip jender. Karena stereotip jender sekarang ini lebih diartikan sebagai suatu struktur kognitif yang berisi belief-be/ief tentang atribut personal pria dan wanita yang meliputi; trait, perilaku, aktivitas dan peran yang dianut secara bersama-sama oleh suatu komunitas masyarakat. Maka penelitian ini akan mengeksplorasi struktur kognitif tadi yang meliputi; tipologi, dimensi penilaian serta ciri-ciri pria dan wanita pada ketiga budaya yang disebutkan diatas. Tiga budaya dipilih untuk mewakili keunikan Indonesia. Minangkabau dipilih karena struktur masyarakatnya yang menganut prinsip matrilineal. Batak dipilih karena sistem kekerabatannya yang sangat patriakat. Sementara Jakarta dipilih untuk mewakili budaya metropolitan.
Tiga pendekatan yang sering dilakukan dalam rangka mengeksplorasi persepsi terhadap orang atau dalam mengeksplorasi struktur kognisi sosial suatu budaya tertentu dikemukakan dalam studi ini. Pertama adalah pendekatan assosianistik, yang berpendat bahwa orang akan berpikir tentang orang lain dengan berpatokan pada ciri-ciri yang saling berkorelasi, atau menarik asosiasi antara orang dengan ciri yang dikenakan pada orang tersebut. Dalam bidang stereotip jender, pandangan ini sering juga disebut sebagai pendekatan trait. Pendekatan kedua, disebut pendekatan dimensional, yang beranggapan bahwa dasar dari suatu stereotip sosial adalah dimensi-dimensi penilaian yang akan dipakai sebagai landasan pembentukan stereotip sosial. Pada pendekatan ini yang dipentingkan adalah dimensi global yang paling mendasar yang dipakai orang dalam pembentukan suatu stereotip sosial. Pendekatan ketiga, disebut pendekatan tipologikal. Pendekatan ini berasumsi bahwa dasar pembentukan suatu stereotip sosial adalah tereletak pada adanya belief tentang bagaimana seperangkat ciri tertentu yang cenderung membentuk cluster atau tipologi tertentu. Dalam bidang stereotip jender, tipologi yang dimaksud adalah tipologi pria dan wanita.
Penelitian dalam rangka tesis magister ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan adalah untuk mencari sampel-sampel sub-tipe atau tipe-tipe pria dan wanita yang representatif mewakiliki kultur tersebut. Sampel pria dan wanita yang dicari adalah tipe-tipe pria dan wanita yang dianggap merupakan salient type untuk kultur tersebut, ditambah tipe-tipe unik yang mencirikan kultur tersebut. Selain itu lewat penelitian pendahuluan ini juga dicari trait atau ciri-ciri yang dapat dipakai sebagai skala untuk menilai tipe-tipe yagn sudah didapat. Hasil studi pendahuluan ini dipakai untuk mengkonstruksi alat ukur yang dapat dipakai untuk mendapatkan hasil penelitian utama berupa; tipologi, dimensi penilaian dan profil ciri/trait masing-masing tipe-tipe pria dan wanita.
Pada penelitian pendahuluan, pada ketiga kultur sampel dipilih secara pruposive, yaitu orang dewasa yang dianggap sudah bisa merepresentasikan stereotip sosial masyarakat mereka. Kriteria utama pemilihan sampel adalah kelekatan dengan budaya tempat mereka berada. Pada kultur Batak sampel diambil dari 20 orang pria dan 20 mahasiswa USU yang berasal dari daerah-daerah yang diidentifikasi masih menganut ketat budaya Batak. Pada kultur Minangkabau sampel diambil dari 20 orang pria dan 20 orang wanita mahasiswa ASK1 Padangpanjang, juga berasal dari daerah-daerah yang masih kuat menganut budaya Minangkabau. Pada kultur Jakarta, sampel diambil dari 20 orang pria dan 20 orang wanita mahasiswa Unika Atmajaya yang dianggap lebih dipengaruhi nilai-nilai modernitas ibukota Jakarta. Sampel yang diikutsertakan adalah mereka-mereka yang merasa sudah tidak punya keterikatan lagi dengan budaya asal orang tua mereka, dimana identitas sosial mereka lebih sebagai warga ibukota. Hasil studi pendahuluan pada budaya Batak mendapatkan 18 label tipe pria, 5 label bersifat unik untuk budaya mereka. Didapat juga 18 label tipe wanita, 3 label bersifat unik untuk budaya mereka. Pada budaya Minangkabau didapat 18 label tipe pria, 5 label bersifat unik untuk budaya mereka. Didapat juga 19 tipe wanita, 4 label bersifat unik untuk budaya tersebut. Pada budaya kota besar (Jakarta), didapat 19 label tipe pria, 6 label bersifat khas Jakarta. Didapat juga 18 label tipe wanita, dimana 4 label merupakan ripe khas Jakarta. Hasil studi mengenai trait berhasil mengidentifikasi 36 trait yang dijadikan 18 skala bipolar - semantic differential.
Pada studi utama di tiga lingkup budaya tersebut digunakan prosedur yang sama. Untuk budaya Batak, kuesionair yang berisi 18 tipe pria ditambah satu tipe laki-laki secara umum (tipikal) dan 18 tipe wanita ditambah tipe wanita secara umum (tipikal) dinilai oleh masing-masing 30 orang pria dan 30 orang wanita, mahasiswa USU dengan kriteria seperti yang dipakai pada studi pendahuluan. Pada budaya Minangkabau berlaku prosedur yang sama, kuesionair yang berisi 18 tipe pria ditambah satu tipe laki-laki secara umum (tipikal) dan 18 tipe wanita ditambah tipe wanita secara umum (tipikal) dinilai oleh masing-masing 30 orang pria dan 30 wanita, mahasiswa ASK1 Padangpanjang dengan kritereia seperti yang dipakai pada studi pendahuluan. Pada budaya Jakarta, kuesionair yang berisi 19 tipe pria ditambah satu tipe laki-laki secara umum (tipikal) dan 19 tipe wanita ditambah tipe wanita secara umum (tipikal) dinilai oleh masing-masing 30 pria dan 30 wanita, mahasiswa Unika Atmajaya dengan kriteria seperti yang dipakai pada studi pendahuluan. Data-data hasil penilaian terhadap kuesionair ini diolah dengan teknik analisa statistika Multidimensional scaling (MDS) untuk mendapatkan dimensi penilaian. Sementara untuk mendapatkan tipologi dipergunakan teknik analisa statistika Hierarchical Clustering Analysis. Sementara untuk mendapatkan profil trait digunakan analisis profil dengan mencari mean rating untuk setiap tipe.
Hasil studi utama mendapatkan hasil sebagai berikut.
Pada budaya Batak dimensi penilaian yang melandasi stereotip jender laki-laki adalah: 1) Dimensi aktivitas baik versus aktivitas buruk, 2) Dimensi keras versus lembut. Didapat 6 tipologi pria yang distingtif: 1) Hedonis, 2) Sensitif/lembut, 3) Pemimpin, 4) 'Raja'/Birokrat, 5) Flamboyan dan 6) Kasar/Agresif. Stereotip umum Iaki-Iaki Batak adalah: tipe 'Raja'/Birokrat, sementara stereotip khususnya adalah: tipe Hedonis, perantau dan 'raja'. Dimensi yang melandasi stereotip jender perempuan adalah: 1) Dimensi baik versus buruk, 2) Dimensi Dinamisme. Didapat 9 tipologi wanita yang distingtif: 1) Karir, 2) Organisatoris, 3) Fotomodel, 4) Tomboi, 5) Ibu rumah tangga, 6) Setia/naif, 7) Orientasi seksual, 8) Penggoda dan 9) Bawel. Stereotip umum wanita Batak adalah: tipe ibu rumah tangga, dan wanita anggun. Sementara stereotip khusus adalah: Bawel, istri setia, dan inang-inang. Secara keseluruhan gambaran stereotip pria lebih jelas dibanding gambaran stereotip wanita, yang mengindikasikan adanya pengaruh sistem kekerabatan Patriakat dalam hal ini.
Pada budaya Minangkabau dimensi penilaian yang melandasi stereotip jender laki-laki adalah: 1) Dimensi dapat dipercaya versus tidak dapat dipercaya, 2) Dimensi keras versus lembut. Didapat 4 tipologi pria yang tidak terlalu distingtif satu sama lainnya: 1) Idealis atau moralis, 2) Pragmatis, 3) Tidak patuh norma, dan 4) 'Gafia'/culas. Stereotip umum laki-laki Minangkabau adalah tipe: Ustad, Penghulu, Wiraswastawan, dan Perantau. Sementara stereotip khususnya adalah tipe: Ustad, Penghulu, Perantau dan Pembual. Dimensi yang melandasi stereotip jender perempuan adalah: 1) Dimensi karakter baik versus karakter buruk, 2) Dimensi keras versus lembut, serta kuat versus lemah. Didapat 7 tipologi wanita yang distingtif: 1) Karir, 2) Tomboi, 3) Organisatoris, 4) Organisatoris, 5) Polos/naif, 6) Orientasi seksual, 7) Munafik. Stereotip umum wanita Minangkabau adalah tipe: ibu rumah tangga, istri setia, bundo kanduang, dan wanita anggun. Sementara stereotip khususnya adalah tipe: Jual mahal, Istri mandiri, amai-amai dan Bundo kanduang, Secara keseluruhan gambaran stereotip jender pria lebih kabur dan tidak sejelas gambaran stereotip wanita, hal ini mengindikasikan adanya pengaruh sistem kekerabatan Matrileineal dalam hal ini.
Pada budaya kota besar Jakarta, dimensi penilaian yang melandasi stereotip lender laki-laki adalah: 1) Dimensi dapat diandalkan versus tidak dapat diandalkan, 2) Dimensi penampilan buruk versus penampilan baik. Didapat 7 tipologi pria yang distingtif satu sama lainnya: 1) Karir, 2) Birokrat, 3) Kreatif, 4) Sportif/Gentlerrman, 5) Hedonis, 6) Flamboyan, dan 7) Hippies. Stereotip umum laki-laki Jakarta adalah tipe: Birokrat, sementara stereotip khusus adalah; tipe Workaholik, Aktivis, Mr. 'Cueks', Metal, Hippies dan Hura-hura. Dimensi yang melandasi stereotip jender perempuan lebih kompleks dibanding penilaian terhadap stereotip jender laki-laki dan perempuan pada kultur lainnya. Didapat tiga dimensi: 1) Dimensi dapat dipercaya versus tidak dapat dipercaya, 2) Dimensi aktif versus tidak aktif, dan 3) Dimensi daya tahan fisik. Didapat 6 tipologi yang distingtif: 1) Polos/naif, 2) Ibu rumah tangga, 3) Anggun, 4) Anggun, Manipulatif, 5) karir, dan 6) Organisatoris. Stereotip umum wanita Jakarta adalah tipe: Wanita anggun. Sementara stereotip khususnya adalah: wanita materialistik, Wanita karir, Workaholik. Secara keseluruhan gambaran stereotip jender pria hampir sama jelasnya dibanding gambaran stereotip wanita. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh nilai-nilai modernitas dalam hal ini, dimana relasi jender ada kecenderungan ke arah yang lebih egaliter.
Hasil penelitian stereotip jender pada ketiga budaya yang diteliti memperlihatkan persamaan dan perbedaan namun satu hal yang sangat jelas adalah: pengaruh budaya yang berbeda yang ditandai oleh sistem kekerabatan yang berbeda antar ketiga kultur ini, membuat stereotip jender pada ketiga budaya ini menjadi lebih diwarnai oleh nilai-nilai atau oleh hal-hal yang mendapat penekanan pada ketiga sampel budaya tersebut.
Gambaran hasil penelitian stereotip jender pada ketiga budaya ini menjadi bahan diskusi untuk lebih bisa memahami perdebatan mengenai ketimpangan ataupun kesetaraan jender. Disarankan untuk melakukan studi lebih lanjut untuk meneliti pengaruh stereotip jender, dengan melibatkan aspek afektif, sikap, dan aspek perilaku dalam hubungannya dengan sistem jender pada sampel dan budaya yang lebih luas, seperti budaya Jawa dan Sunda yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prafitri Haziza
"Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan norma gender yang terdapat dalam serial Takki karya sutradara Saudi, Mohammad Makki. Serial ini menarik untuk dibahas sebab permasalahan sosial dan gender yang terdapat di dalamnya didasarkan pada realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dengan norma gender sebagai fokus utama. Sumber data yang digunakan dalam penelitian berasal dari serial Netflix dengan audio berbahasa Arab amiyyah dialek Saudi dengan teks terjemahan dalam bahasa Inggris dan Indonesia. Dalam menganalisis norma gender yang terdapat dalam serial Takki, penulis menggunakan teori pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce dan teori norma gender. Pendekatan semiotika dalam penelitian ini menghasilkan dua kesimpulan: yaitu norma gender di Arab Saudi dalam serial Takki lebih banyak ditujukan untuk mengatur perempuan dalam berbagai bidang kehidupan dan dengan dibuatnya aturan-aturan baru oleh pemerintah secara nyata, norma gender yang mengikat perempuan dalam serial Takki juga mengalami pergeseran sehingga terjadi perubahan dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat serta peningkatan atas hak-hak perempuan di Arab Saudi.

This paper aims to reveal gender norms in Takki the series directed by a Saudi director, Mohammad Makki. This series is interesting to be analyed because the social and gender problems are based on the social realities that happens in the society. The research is done by using qualitative methods with gender norm as the main focus. The data source used in the research originated from a Netflix serial with audio in Arabic and subtitle text in English and Bahasa Indonesia. To analyze gender norms in Takki the series, the author uses a semiotic approach theory by Charles Sanders Peirce and gender norm theories. The semiotic approach in this research study resulted in two conclusions: Gender norms in Saudi Arabia within Takki the series mostly aimed to rule women in various field of lives and with the new rules made by the government in real life, gender norms that bind women within Takki the series also experience shifting that eventually made changes in various fields of live as well as enhancement of women’s rights in Saudi Arabia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Dewi Ashuro Itouli
"Berdasarkan teori social learning, perlakuan orang tua yang berbeda secara tradisional terhadap anak laki-laki dan perempuan dipercaya sebagai salah satu sumber prasangka gender. Untuk membuktikan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sosialisasi gender oleh orang tua (Gender Socialization Scale, Raffaeli & Ontai, 2004) dengan prasangka gender pada remaja (Ambivalent Sexism Inventory, Glick & Fiske, 1996). Partisipan terdiri atas 106 perempuan dan 94 pria di DKI Jakarta (n=200).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hostile sexism pada remaja pria lebih tinggi daripada perempuan. Sebaliknya, perempuan memiliki benevolent sexism yang lebih tinggi daripada pria. Diketahui pula bahwa orang tua menerapkan sosialisasi gender yang lebih tradisional pada remaja perempuan. Responden dari ibu yang lebih dominan ternyata memiliki benevolent sexism yang lebih tinggi.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan data demografis berupa usia, tingkat pendidikan, dan status bekerja pada ibu dengan variabel utama penelitian. Berdasarkan analisis korelasi pearson, tidak terbukti bahwa sosialisasi gender oleh orang tua berhubungan dengan prasangka gender secara umum, maupun dengan benevolent sexism pada remaja pria dan perempuan. Namun demikian, ditemukan bahwa sosialisasi gender oleh orang tua memiliki hubungan dengan hostile sexism pada remaja pria meskipun tidak pada remaja perempuan. Temuan ini dapat mengembangkan pemahaman kita tentang sumber terjadinya prasangka gender."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Khansa Agharid
"Penelitian ini ditujukan mengenai eksplorasi hubungan ibu-anak perempuan dan sosialisasi gender di dalam film Brave (2012). Bagaimana hubungan ibu-anak perempuan ini digambarkan dan bagaimana sosialisasi gender mempengaruhi hubungan tersebut di dalam film merupakan fokus dalam studi ini. Konsep dari Chodorow dalam hubungan ibu-anak perempuan digunakan sebagai kerangka teori. Hasil dari studi ini menunjukan bahwa ibu dan anak perempuan memiliki hubungan yang kompleks dan ambivalan. Lalu, anak perempuan akan lebih seperti ibunya karena dia memiliki identifikasi yang berkepanjangan dengan ibunya. Selanjutnya, ada pembalikan peran dalam sosialisasi gender yang memberikan efek besar terhadap hubungan ibu-anak perembuan. Studi ini berkontribusi untuk memberikan sebuah pemahaman baru mengenai hubungan ibu-anak perempuan dan sosialisasi gender dengan memberikan gambaran masalah dan solusi dari hubungan tersebut yang ada di dalam film.
This research is directed towards an exploration of mother-daughter relationship and gender socialization in the movie Brave (2012). How mother-daughter relationship is represented and how gender socialization affects it in the movie are the focuses of the study. Chodorow?s concept on mother-daughter relationship is used as the framework of the study. The findings of the study show that mother and daughter have a complex and ambivalent relationship and then the daughter will be more like the mother because she has a prolonged identification with the mother. Moreover, there is a reversal role of socializing the gender which gives a big effect on the mother-daughter relationship. The study contributes to give a new understanding regarding mother-daughter relationship and gender socialization by depicting the problems and solutions of the relationship in the movie."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Fitriani
"Penggunaan iklan sebagai media cetak untuk menyebarkan suatu produk sudah mulai ada sejak zaman Hindia Belanda. Pada zaman itu salah satu iklan yang ditawarkan adalah produk bir. Produsen bir Carlsberg mengiklankan produknya pada salah satu koran yaitu Soerabaiasch Handelsblad. Pada iklan-iklan tersebut terdapat pergeseran gambaran sosok laki-laki yang terjadi pada tahun 1929-1932. Penelitian ini membahas transformasi gambaran pria yang hadir dalam iklan Carlsberg, penelitian juga mencari aspek-aspek maskulinitas pada iklan tersebut. Terdapat sepuluh iklan yang dianalisis. Metode yang digunakan adalah metode close reading disandingkan dengan pemikiran Kotler dan Amstrong (2008) mengenai iklan, pemikiran Marzuki (2007) tentang gender, pemikiran Hofstede (2011) berkenaan dengan maskulinitas, serta makna kontekstual dari Waridah (2009). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa transformasi gambaran laki-laki iklan bir Carlsberg dimulai dari teks, kemudian penggambaran sosok laki-laki, hingga adanya ruang untuk wanita. Laki-laki pada iklan tersebut digambarkan sebagai seorang yang kuat, gagah, atletis, memiliki karir yang sukses, memiliki harta, serta status sosial yang tinggi.

The use of advertising as a print media to publicize a product has existed since the era of Dutch East Indies. In that era, one of the publicized advertisements was beer products. A Beer company Carlsberg advertised its products through newspapers called Soerabaiasch Handelsblad. In those advertisements, there can be found a shift on the image of men in 1929 – 1932. This study discusses the transformation of the images of men on Carlsberg ads and aims to discover the aspects of masculinity on those advertisements. There are ten types of ads analyzed. The method used in this research is close reading with Kotler and Armstrong's concepts of advertisements (2008), Marzuki's thoughts on gender (2007), Hofstede's thoughts regarding masculinity (2011), and Waridah’s thoughts on contextual meaning (2009). The results of this study reveal that the transformation of Carlsberg beer advertisements can be found through text, the images of man figures, and the existence of space for women. The men on those advertisements are portrayed as someone who are strong, gallant, athletic, and also have a successful career, wealth, and high social status."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Coffee shop saat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk menikmati kopi, tetapi telah menjadi tempat bersosialisasi, hiburan dan produktivitas. Beberapa pengunjung coffee shop memiliki kecenderungan untuk beraktivitas dan menghabiskan waktu di coffee shop secara berkala, sehingga secara tidak sadar penggunaan ruang yang berulang dapat menciptakan keterikatan emosi pada tempat (place attachment). Penelitian ini membahas tentang tingkat keterikatan terhadap ruang antara responden laki-laki dan perempuan di coffee shop. Metode penelitian pendekatan kualitatif survey dengan menyebarkan kuisioner kepada 36 orang pengunjung coffee shop, menggunakan metode analisis uji beda rata-rata dua sampel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keterikatan terhadap ruang di Roemah kopi tergolong dalam kategori sedang dan hasil hipotesa tidak terbukti karena tidak terdapat perbedaan tingkat keterikatan antara responden laki-laki dan perempuan. Penelitian ini memberikan referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang place attachment pada ruang publik."
JSIO 14:3 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Basically, all the phenomena and realities that we know the language. Language is a human entity that is able to give meaning and significance. Expression and its use in day-to-day, the language used by men and women sometimes differ. This difference occurs because the sociocultural factors even the biological, so that gender differences can be understood as the natural. In various groups of people with a religious background, ideology, ethnic, geographic, educational, economic background appears to register the language. Individual groups have potential to bring forth or "stylistic" withrawn, including the style of language between men and women. Thus, the difference between the language of men and women show the existence of multiculturalism, remain in the diversity of similarity in both aspects of any kind, including speaking. Participated in the development of civilization to bring changes in attitude and style of speaking. Women with a style of language that seemed shy, closed, flirty, less confident and has begun to be abandoned. Conversely, women now have intelligent conversation style, open, independent and when they reflected the thoughts and ideas both verbally and written. With the incessant movement of mainstream gender between men and women and the opening access to information, the women now have more confidence in speaking, together with men, so that is difficult to be clear with the style of language used by men and women."
LIND 27:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Marina Tiara
"Dalam dunia kerja saat ini terdapat pembagian bidang profesi sesuai stereotip jender. Sebagian besar perempuan berada pada bidang profesi feminin, walaupun adapula yang berada pada bidang profesi maskulin. Pengaruh sosialisasi peran jender sejak kecil menyebabkan berkembangnya sejumlah ciri kompetensi sesuai jender sehingga mengarahkan perempuan pada bidang profesi tertentu. Sosialisasi dilakukan diantaranya melalui aktivitas waktu luang, yaitu aktivitas yang dapat memberikan peluang bagi berkembangnya suatu kompetensi sesuai jenisnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kaitan antara aktivitas waktu luang yang ditekuni perempuan pada masa remaja dengan keberadaannya pada bidang profesi feminin dan maskulin, sehubungan dengan ciri-ciri kompetensi yang dikembangkan dalam menekuni suatu aktivitas waktu Iuang.
Penelitian ini merupakan studi deskriptif berbentuk ex post facto; membandingkan 2 kelompok subyek dalam bidang profesi feminin dan maskulin; sampel penelitian 130 perempuan; dipilih berdasarkan incidental sampling. Aktivitas waktu luang diteliti berdasarkan keikutsertaan pada suatu jenis aktivitas olah raga, organisasi, kesenian dan pengembangan ketrampilan. Aktivitas olah raga dan organisasi diteliti lebih dalam menggunakan kuesioner sesuai teori kompetensi kerja Spencer & Spencer, (1993) dan Skala Likert (Oppenheim, 1966).
Ada perbedaan yang signifikan antara perempuan pada bidang profesi maskulin dan feminin dalam hal jenis aktivitas waktu luang yang ditekuni semasa remaja. Sesuai aktivitas olah raga, perempuan pada bidang profesi maskulin menekuni jenis olah raga team games dan olah raga dengan pihak lawan yang mengembangkan ciri-ciri kompetensi achievement orientation, team leadership, self confident; sedangkan perempuan dalam bidang profesi feminin menekuni jenis olah raga yang solitaire, yang tidak mengembangkan ciri kompetensi diatas. Sesuai aktivitas waktu luang organisasi, perempuan dalam bidang profesi maskulin memiliki jabatan pimpinan yang mengembangkan achievement orientation, team leaderhip dan self condfident; sedangkan perempuan dalam bidang profesi feminin memiliki jabatan non-pimpinan yang mengembangkan interpersonal relationship dan relationship building. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam keikutsertaannya pada aktvitas kesenian dan pengembangan ketrampilan.
Ada kaitan yang erat antara aktivitas waktu luang yang ditekuni perempuan semasa remaja dengan keberadaan mereka pada bidang profesi feminin dan maskulin. Keikutsertaan perempuan pada aktivitas olah raga team games, olah raga dengan pihak lawan dan jabatan pimpinan dalam berorganisasi mengembangkan sejumlah ciri-ciri kompetensi yang sesuai dengan bidang profesi maskulin. Absennya perempuan pada aktivitas tersebut menyebabkan tidak berkembangnya karakteristik "maskulin" sehingga lebih berkembang karakteristik yang sesuai dengan stereotip jender dan hal ini mengarahkan perempuan pada bidang profesi feminin. Bagi para pendidik pada umumnya dan orang tua pada khususnya, aktivitas waktu luang anak sesuai stereotip jender akan menghambat perkembangan potensi mereka secara maskimal. Bagi penelitian selanjutnya rnengenai aktivitas waktu luang, dapat diteliti lebih spesifik ciri-ciri kompetensi yang berkembang dalam menekuni suatu jenis aktivitas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This paper uses a gender conceptual framework of the determinants of food security. Using three indicators, the paper tries to demonstrate the considerable influence of the status of woman relative to men to households food security in two different economic base groups of households. This research was conducted in the District of Mukomuko in Bengkulu Province. As many as 219 respondents were divided into two groups of households, namely 110 fishery and 109 paddy farmers, and were selected using simple random sampling. Multiple regression model was used to determine significant factors of households food security. Among the two different household groups and using a diet diversity as the household food security indicator, the fishery households group exposed relatively better food security status than that of paddy farmer households. The econometric analysis also showed that status of women relative to men was not significant to food security.Meanwhile, household economic base are important factors in determining households food security."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen M. Yasak
"Negara memiliki kewajiban untuk menghapus diskriminasi terhadap perempuan dan laki-laki di semua bidang kehidupan. Gender steretiping berbahaya ketika membatasi kapasitas perempuan dan laki-laki untuk mengembangkan kemampuan pribadi mereka, dalam mengejar karier profesional dan menyangkut pilihan hidup. "
Jakarta: Ary Suta Center, 2019
330 ASCSM 45 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>