Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30209 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Bekti Subakir
"ABSTRAK
Kontrasepsi hormonal merupakan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan di Indonesia. Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi yang hanya berisi preparat progestin, sering terdapat gangguan pola menstruasi, yang berupa menoragia, bercak-bercak perdarahan, perdarahan tak teratur dan amenorea. Perdarahan endometrium yang berupa perdarahan lama dan perdarahan tak teratur merupakan alasan utarna peserta KB untuk menghentikan penggunaan kontrasepsi tersebut. Hal ini merupakan suatu problem penting bagi program Keluarga Berencana, terutama di negara yang sedang berkembang.
Endometrium merupakan jaringan yang secara siklis mengalami perdarahan, hemostasis, dan regenerasi. Perubahan siklis ini dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron Estrogen merangsang pertumbuhan endometrium dan pembentukan reseptor progesteron. Progesteron merangsang sekresi kelenjar endometrium dan pertumbuhan pembuluh darah endometrium (Sherwood, 1993). Progesteron juga menghambat pembentukan reseptor estrogen, yang mengakibatkan hambatan pertumbuhan endometrium dan penurunan pembentukan reseptor progesteron.
Lapisan fungsional endometrium dipendarahi oleh arteri spiralis dan cabang-cabangnya. Penurunan kadar progesteron secara mendadak pada endometrium yang telah terpapar estrogen ('estrogen primed') akan menimbulkan perdarahan menstruasi (Smith, 1990). Regenerasi endometrium setelah menstruasi dimulai pada hari ke-dua dan selesai pada hari ke 5-6. Regenerasi sistem pembuluh darah dimulai saat relaksasi arterial spiralis yang semula konstriksi. Pembentukan kapiler baru dimulai, pada bagian bawah lapisan fungsional endometrium dan dari pembuluh kapiler yang masih ada di lapisan epitel yang tidak ikut terkelupassaat menstruasi.Regenerasi endometrium merupakan salah satu mekanisme untuk menghentikan perdarahan menstruasi.Regenerasi dan pertumbuhan pembuluh darah sejalan dengan regenerasi jaringan endometrium .
Mekanisme perdarahan endometrium pada penggunaan kontrasepsi progestin jangka panjang belum jelas. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab antara lain: ketidak-seimbangan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan endometrium rapuh, kelainan faktor pembekuan darah di endometrium, dan gangguan regenerasi jaringan termasuk gangguan proses angiogenesis di endometrium."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
D375
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
"Keluhan perdarahan endometrium merupakan efek samping utama yang menjadi alasan akseptor KB susuk menghentikan cara KB yang dipergunakannya. Hal ini merupakan problem penting bagi Program Keluarga Berencana Nasional. Penyebab perdarahan endometrium ini mungkin karena adanya gangguan proses regenerasi jaringan endometrium, termasuk juga gangguan proses angiogenesis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas angiogenik endometrium peserta KB susk dengan dan tanpa perdarahan. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengembangkan cara terapi non hormonal pada perdarahan endometrium.
Subyek diambil dari akseptor KB susuk dan telah menggunakan KB susuk selama 3-9 bulan. Untuk pemeriksaan angiogenesis digunakan metoda Folkman. Eksplan endometrium ditanam dalam matriks gel kolagen 3 dimensi yang berisi sel endotel dari umbilikalis manusia dan ditanam selama 96 jam. Potensi aktivitas angiogenik diukur dengan derajat migrasi sel endotel menuju eksplan ( skor 0 - 4 ). Kadar plasma estrogen, progesteron dan SHBG dimonitor selama 2 minggu sebelum biopsi.
Telah diperiksa aktivitas angiogenik dari 26 kontrol dan 46 akseptor. Hasilnya menunjukkan skor aktivitas angiogenik dari kontrol lebih tinggi peserta KB susuk. ( skor 1 hampir 0 dengan p C 0,001 ). Skor aktivitas angiogenik pada akseptor dengan perdarahan lebih rendah dari akseptor tanpa keluhan perdarahan, namun perbedaan ini tak bermakna. Kadar plasma estrogen, progesteron tidak mempunyai korelasi yang bermakna dengan aktivitas angiogenik endometrium.

The Effect Of Vitamin E On Endometrial Angiogenic Response In Implant Contraceptive Users With Bleeding ProblemsThe bleeding problems can be one of the major reason for acceptors discontinuing the use of hormonal contraceptives. The cause of endometrial bleeding may be the disturbances of endometrial regeneration and also the disturbances of angiogenic process.
The aim of this study is to look for the differences in endometrial angiogenic activity from women using Implant contraceptives with and without bleeding. The results of this study may provide the basis for developing non hormonal therapy for patients with endometrial bleeding.
Subjects was selected from implant contraceptive acceptors and they have had an exposure 3-9 month to implant contraceptives. The Folkman method was applied in the angiogenesis assay. The endometrial explants were placed in a 3 dimensional collagen gel matrix containing suspended Human Umbilical Vein Endothelial Cells and culture for 96 hours. The potency of angiogenic activity was measure by the migration of the endothelial cells toward explants ( score 0 - 4 ). Blood serum levels of estrogen, progesteron and SHBG were monitored for 2 weeks prior to biopsy.
The endometrial angiogenic activity from 26 controls and 46 acceptors were measured. The results showed that the endometrial angiogenic activity from controls were significantly higher from Implant contraceptive acceptors (score 1 vs approximately 0 with p t 0,001). The endometrial angiogenic activity in acceptors with endometrial bleeding were lower than the acceptors without bleeding, but the differences was not significant. The plasma levels of estrogen and progesteron have no correlation with the endometrial angiogenic activity.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP 1994 36
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
"ABSTRAK
KB susuk (kontrasepsi implantasi levonorgestrel/ Norplant) adalah alat kontrasepsi yang efektif, dapat digunakan jangka panjang dan dapat diterima oleh wanita Indonesia. Efek samping yang berupa pendarahan tak teratur, sering dan lama merupakan alasan utama akseptor KB susuk untuk putus metoda.
Pada penelitian tahap I dan II telah diperoleh hasil bahwa aktivitas angiogenesis endometrium peserta KB susuk lebih rendah dari kontrol. Aktivitas angiogenesis ini tidak ada hubungannya dengan kadar hormon estradiol ,progesteron, levonorgestrel dan indeks levonorgestrel bebas. Kadar serum peroksida lipid peserta KB susuk dengan perdarahan endometrium lebih tinggi dari kontrol. Inkubasi endometrium dengan vitamin E (in vitro) dapat meningkatkan aktivitas angiogenik endometrium peserta KB susuk dengan pendarahan.
Penelitian tahap ke III ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian vitamin E pada peserta KB susuk yang mengalami perdarahan endometrium yang lama, sering dan tak teratur terhadap keluhan perdarahan endometriumnya.
Naracoba adalah peserta KB susuk yang minimal telah menggunakan, kontrasepsi tersebut selama 3 bulan, mengalami perdarahan endometrium yang lama/sering/tak teratur (menurut definisi WHO), umur 18-40 tahun, sehat, bersedia menjadi naracoba dan menandatangani 'informed consent.
Pemberian vitamin E diberikan secara acak, tersamar berganda. Dosis pemberian vitamin E adalah 200 mg/hari, selama 10 hari. Hasil sementara menunjukkan, pemberian vitamin E mengurangi keluhan perdarahan endometrium sebesar 69,7% , sedangkan pemberian plasebo mengurangi keluhan perdarahan sebesar 37,5%
Walaupun hasil pemberian vitamin E ini belum dapat dianalisa sempurna karena jumlah naracoba belum mencukupi, namun kiranya pemberian vitamin E memberikan kesan akan dapat mengurangi keluhan perdarahan endometrium pada pemakai kontrasepsi susuk.

ABSTRACT
The levonorgestrel subdermal implant contraceptive (Norplant) as a highly method for long acting contraception. The method is well accepted among Indonesian users, despite the problem with irregular and prolonged menstrual bleeding. The bleeding problem can be the major reason for acceptors to discontinue the use of Norplant. The cause of endometrial bleeding may include disturbances in endometrial regeneration and angiogenesis.
The study consists of 3 stages. The results of the first and the second study showed that the endometrial angiogenic activity in Norplant users were significantly lower than control group. There was no correlation between endothelial angiogenic activity and peripheral hormonal levels (progesterone, oestradiol, levonorgestrel) and free levonorgestrel index. The plasma lipid peroxyde in Norplant users with bleeding were significantly higher than control group. Vitamin E could increase the response of endometrial angiogenic (in vitro) in Norplant users with bleeding problems.
The aim of the third study is to investigate the effect of vitamin E in the Norplant users with bleeding problems.
The subjects were selected from Norplat users with an exposure of 3 months or more, with frequent, prolonged and irregular menstrual bleeding, 18-40 years old and recruited to the study on the basis of fully informed consent.
Vitamin E were given by double blind randomization. Subject received vitamin E 200 mg daily for ten days every month. The temporary results showed that vitamin E was better than placebo to reduce the endometrial bleeding (69.7% versus 37.5%) in Norplant users. However, the study has not finished yet, it is suggested that vitamin E can reduce the bleeding problem in Norplant users."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Syabariah
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Implant Levonorgestrel dan Depo medroksiprogesteron asetat (DMPA) merupakan 2 jenis kontrasepsi hormonal jangka panjang yang hanya berisi derivat hormon progestogen. Penggunaan jangka panjang kontrasepsi tersebut dapat menimbulkan gangguan pola menstruasi (pendarahan endometrium). Salah satu teori mengatakan bahwa gangguan tersebut disebabkan kerapuhan kapiler endometrium, karena tergangguannya keseimbangan metabolisme asam arakidonat. Progestogen meningkatkan metabolisme asam arakidonat jalur epoksigenase yang menghasilkan radikal bebas yang kemungkinan meningkatkan kadar peroksida lipid (oksidan). Di lain pihak, vitamin E diketahui merupakan zat antioksi dan utama dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kontrasepsi progestogen (Implant Levonorgestrel dan DMPA) terhadap keseimbangan oksidan dan antioksidan tubuh melalui pengukuran kadar peroksida lipid dan kadar vitamin E plasma.
Pada penelitian ini diukur dan dibandingkan antara kadar peroksida lipid dan kadar vitamin E plasma sebelum dan sesudah 3 bulan penggunaan kontrasepsi Implant Levonorgestrel, DMPA dan kontrol. Pengukuran kadar peroksida lipid plasma dengan spektrofotometri sedangkan pengukuran kadar vitamin E dengan kromatografi cair kecepatan tinggi (KCKT). Masing-masing tujuh orang wanita calon pengguna kontrasepsi Implant Levonorgestrel dan tujuh orang wanita calon pengguna DMPAdan tujuh orang kontrol diukur kadar peroksida lipid dan kadar vitamin E plasmanya dan pengukuran diulangi setelah 3 bulan penggunaan kontrasepsi. Data dianalisa dengan analisis varians, uji perbandingan lebih dari dua kelompok, setelah sebelumnya diuji normalitas dengan uji Koimogorov-Smirnov dan uji variansi dengan uji Levene statistic.
Hasil dan Kesimpulan : Dari penelitian diperoleh (1) Kadar peroksida lipid plasma baik sesudah penggunaan kontrasepsi Implant Levonorgestrel maupun DMPA lebih tinggi secant bermakna (p < 0,05), dibandingkan sebelum penggunaan kontrasepsi, (2) Kadar vitamin E plasma sesudah 3 bulan penggunaan kontrasepsi DMPA lebih rendah secara bermakna (p<0,05) dan pada pengguna kontrasepsi Implant cenderung lebih rendah dibandingkan sebelum penggunaan (3) Perubahan peningkatan kadar peroksida lipid plasma pada perlakuan dan kontrol secara statistik tidak berbeda beimakna, dan (4) Perubahan penurunan kadar vitamin E plasma pada perlakuaan dan kontrol juga secara statistik tidak berbeda bermakna (p > 0.05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Irawati Soeria Santoso
"Angiogenesis dalam keadaan normal mempunyai peranan antara lain dalam pertumbuhan dan penyembuhan jaringan. Beberapa zat dapat mempengaruhi proses angiogenesis. Zat yang dapat merangsang keaktifan angiogenesis dapat dipakai untuk merangsang pertumbuhan atau penyembuhan jaringan. Sebaliknya, zat yang dapat menekan proses angiogenesis dapat dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan sel-sel tumor. Zat antioksidan dapat menghambat kerusakan jaringan dengan menghambat pembentukan gugus radikal bebas yang berlebihan. Beberapa vitamin seperti vitamin A (beta karoten), vitamin C (asam askorbat) dan vitamin E (alfa tokoferol) mempunyai sifat sebagai antioksidan. Yang menjadi permasalahan ialah apakah vitamin A, vitamin E dan vitamin C mempunyai efek terhadap keaktifan angiogenik. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin A, vitamin C dan vitamin E yang mempunyai sifat antioksidan terhadap keaktifan angiogenik. Pada penelitian ini dipergunakan jaringan endometrium dari tikus putih (W Ct star) pada kehamilan hari ke 5. Saringan endometrium dari setiap tikus dibagi dalam 4 kelompok. Kelompok 1 direndam dalam RPMI 1640 + vitamin A, kelompok 2 direndam dalam RPMI 1540+ vitamin C dan kelompok 3 dengan RPMI 1640 + vitamin E. Kelompok 4 sebagai kontrol, jaringan direndam dalam RPMI 1640. Semua jaringan diinkubasi pada suhu 37 derajat C , 5 % C02 selama 60 menit. Pemeriksaan angiogenesis dilakukan dengan metoda Folkman. Eksplan jaringan endometrium yang dipotong-potong dengan ukuran kurang lebih 500 um , ditempatkan dalam matriks gel kolagen 3 dimensi yang berisi sel endotel (HUVEC) dalam media NCTC dan FCS. Eksplan tersebut dikultur selama 96 jam. Potensi angiogenik endometrium diukur dengan derajat migrasi sel endotel menuju jaringan yang ditanam ( skor 0 - 4 ). Skor aktifitas angiogenik adalah Mode dari skor angiogenik eksplan yang ditanam pada setiap cawan kultur. Untuk mengetahui perbedaan skor angiogenik setiap kelompok digunakan analisa dengan Chi-squared test dengan p t 0.05 dan derajat kebebasan (k-1)(b-1). Telah diperiksa aktivitas angiogenik 17 tikus. Dibandingkan dengan kontrol, maka pemberian vitamin A, vitamin C dan vitamin E memberikan skor aktivitas angiogenik yang lebih baik. Namun perbedaan ini tidak bermakna. Skor aktivitas angiogenik pada pemberian vitamin A dan C adalah 1 sedangkan vitamin E mendekati 1 dan pada kontrol lebih rendah sedikit dari pemberian vitamin E. Semula diduga bahwa vitamin A akan menekan proses angiogenesis namun dalam penelitian ini pemberian vitamin A memberikan hasil meningkatkan skor aktivitas angiogenesis. Mungkin hal ini disebabkan oleh dosis vitamin yang diberikan dan sifat vitamin A yang dapat menghambat pertumbuhan sel endotel (retinol babas) dan merangsang pertumbuhan sel (beta karoten dan retinol yang berikatan dengan protein -karier). Sebagai kesimpulan dalam penelitian ini ialah vitamin yang mempunyai sifat sebagai antioksidan walaupun tidak bermakna namun dapat memperbaiki skor angiogenesis dan mungkin dapat dikembangkan sebagai terapi tambahan disamping terapi konvensional pada beberapa penyakit di klinik.

Angiogenesis is an important physiologic process, which plays an essential role in normal tissue growth or repair. Several substances have been known to modulate angiogenic activity and can therefore be used either to stimulate or inhibit angiogenesis. Antioxydants are known to check tissue injury by inhibiting the formation of free radicals. vitamins A (beta carotene), C (ascorbic acid.), and E (alpha tacopherol) have antioxydant properties. The problem is to determine if these vitamins can also affect angiogei is activity. The purpose of this study is to investigate whether the antioxydant properties of vitamins A, C, and E can affect angiogenesis. Endometrial tissue samples were obtained from white rats (Wistar) on the fifth day of pregnancy. Samples from each rat were divided into 4 portions. The first portion was put into a solution of RPMI 1640 and vitamin A, the second into RPMI 1640 and vitamin C, and the third into RPMI 1640 and vitamin E. The last portion, as control, was put into a solution containing only RPMI 1640. All portions.were incubated at 37°C with 5% C02 for 60 minutes. Angiogenic assay followed the Folkman method. Explants from endometrial tissue were finely chopped into pieces smaller than 500 um and placed in a 3 dimensional collagen gel matrix containing endothelial cells (HUVEC) in NCTC and FCS media. the explants were cultured for 96 hours. Endometrial angiogenic potential were quantified by the degree of endothelial cell migration towards the explants, with a possible score of 0 - 4. The angiogenic activity score is the mode of the explant angiogenic score in each culture dish. Statistical analysis by using the chi-squared test with p<0.OOF. and a degree of freedom of (k-l) (b-1) was used to determine the difference in angiogenic score of each portion. The angiogenic activity of samples from 17'female white rats was evaluated. Vitamins A, C, and E was found to produce a higher score when compared to control. The difference was however not statistically significant. In samples given vitamins A and C the score was 1, while in samples with vitamin E the score was slightly less than 1. The score in the control batch was a little bit less than the vitamin E score. It was thought that vitamin A will inhibit angiogenesis, but this study showed that vitamin A enhanced angiogenic activity. This is probably caused by incorrect dosage, or the characteristics of vitamin A itself. Free retinal has been known to inhibit endothelial cell growth, while beta carotene and retinal bound to protein carriers may stimulate cell growth. From this study it can be concluded that vitamins with antioxydant properties can slightly increase angiogenic scores, and may be developed into an adjuvant tc conventional clinical therapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Azwan Nurdin
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Penggunaan kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan beberapa efek samping, salah satunya adalah tromboemboli. Penetapan kadar F 1.2 dapat dipergunakan untuk menentukan resiko terjadinya tromboemboli karena kadar yang tinggi dari senyawa peptida ini menunjukkan adanya aktivasi sistem koagulasi.
Tujuan utama penelitian ini adalah mengukur kadar F 1.2 pada akseptor implan levonorgestre yang telah menggunakannya > 4 tahun dengan menggunakan metode ELISA. Tujuan lain dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kadar F 1.2 dengan umur, lama pemakaian implan levonorgestrel dan besarnya paritas pada akseptor.
Penelitian Cross Sectional ini dilakukan pada 100 akseptor yang telah memakai implan selama 4 tahun atau lebih. Subjek penelitian diambil dari Klinik Keluarga Berencana Pulogadung-Jakarta. Sebelum pengambilan darah tidak diperlukan persiapan khusus atau puasa yang dilakukan pada akseptor.
Hasil dan Kesimpulan : Rentang kadar F 1.2 dari seluruh akseptor berkisar antara 0,06 - 9,69 nM. Pada 31 akseptor didapatkan kadar F 1.2 lebih tinggi dari 1,7 nM, yaitu kadar tertinggi yang didapatkan pada orang Indonesia sehat. Pada 24 akseptor dari 31 akseptor tersebut, kadar F 1.2 ternyata lebih tinggi dari 2,78 nM , yaitu kadar tertinggi yang didapatkan pada kelompok Caucasia sehat. Tujuh belas akseptor dari 24 akseptor tersebut diatas, memiliki kadar F 1.2 yang lebih tinggi dari 4,2 nM yang merupakan kadar rata-rata pada kasus tromboemboli.
Hasil Spearman test, tidak didapatkan hubungan antara kadar F 1.2 terhadap umur, lama pemakaian implan levonorgestrel dan besarnya paritas. Kesimpulan pemeriksaan pada 100 akseptor implan levonorgestrei, didapatkan 24 % akseptor dengan kadar F 1.2 yang tinggi yang dapat menunjukkan adanya aktivasi sistem koagulasi. Karena hanya merupakan cross sectional studi tanpa kontrol, maka belum dapat menerangkan apakah kadar F 1.2 yang tinggi ini disebabkan karena penggunaan implan. Untuk itu masih diperlukan penelitian prospektif acak terkontrol penentuan kadar F 1.2 serta aktivitas AT III, Tidak didapatkan hubungan antara kadar F 1.2 dengan umur, lama pemakaian implan dan paritas.

The Levels of Prothrombin Fragmenti.2. (F 1.2 ) Among Levonorgestrel Implant UsersScope and Method of Study : The use of hormonal contraceptives has some potential side effects, one of them is thromboembolism. The levels of F 1.2 can be used to determine the risk of thromboembolism because the high level of this peptide can indicates that there is an activation of coagulation system.
The main objective of this study was to find out the level of F 1.2 among the levonorgestrel implant users by mean of an ELISA method. The other objectives were to know the correlation between the levels of F 1.2 with age, duration of use the implant, and the parity of the acceptors. The study was done in 100 acceptors who had been using these implants for four years or more. The subjects were recruited from the Family Planning Clinic Pulogadung - Jakarta. No special preparation or fasting of the acceptors is needed.
Results and Conclusions : The range of F 1.2 levels of all acceptors was between 0.06 - 9.69 nM, while in 31 acceptors the levels were higher than the upper limit level previously found in healthy Indonesian subjects (1.7 nM). In 24 out of 31 acceptors, the levels of F 1.2 were higher than the upper limit level of normal value in a Caucasian population (2.78 nM).
In 17 out of 24 acceptors the levels of F 1.2 were higher than 4.2 nM, which was the mean level detected in thromboembolic cases reported previously.
Using the Spearmans test, it was evident that there was no correlation between F 1.2 levels and age, the duration of implant use, and the parity of the acceptors.
Conclusions, among 100 levonorgestrel implant acceptors, 24 % of them showed high F 1.2 levels that could indicate the activation of coagulation system. Based on these limited data which was done only through a cross sectional study without control, the high F 1.2 levels could not be interpreted as the cause by of the implant. A further prospective randomized controlled study, is need to find out the correlation between F 1.2 level and AT III is needed. No correlations were observed between F 1.2 levels and age, duration of implant use, and parity.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiyono
"Teknologi sistem pengantaran bahan aktif hingga sampai organ target saat ini semakin banyak dikembangkan dalam industri kosmetika, padahal awalnya hanya diterapkan dan digunakan dalam industri farmasi saja. Hal ini karena masyarakat semakin kritis dan menyadari bagaimana kosmetika yang mengandung bahan aktif dapat mempengaruhi dan bermanfaat bagi kulit dan kecantikan mereka. Emolien primer sebagai komponen dalam sistem pengantaran bahan aktif berfungsi untuk meningkatkan kelarutan bahan aktif dalam sediaan. Hal ini penting sebab salah satu faktor penetrasi bahan aktif melalui kulit ditentukan oleh konsentrasi bahan aktif yang terlarut dalam sediaan. Vitamin E asetat merupakan vitamin yang praktis tidak larut dalam air dalam formula ini digunakan oleum ricini, oleum olivarum dan oleum arachidis yang berfungsi sebagai emolien primer dengan dasar pemilihan pendekatan parameter lipofilisitasnya. Pengujian difusi dengan alat Flow through diffusion cell selama 180 menit menunjukkan bahwa penggunaan oleum ricini memberikan hasil penetrasi vitamin E asetat sebesar 4807,12 ± 7,90 ug/cm2 , oleum olivarum sebesar 362,61 ± 1,50 ug/cm2 dan oleum arachidis sebesar 198,04 ± 0,89 ug/cm2.

The technology of active materials delivery to the target organ has been more and more developed recently in the cosmetic industry which was previously applied only in pharmaceutical industry. This is due to the people’s critical on think and awareness of now cosmetics containing active ingredients giving more advantages on the people skin appearance. Primary emollient as a component in the active materials delivery system has a function of increasing the solubility of active materials in the dosageform. This is important because one of the skin penetration factor of the active materials is determined by the concentration of the active materials dissolved in dosageform. Vitamin E acetate is practically insoluble in water and in this formula, oleum ricini, oleum olivarum, and oleum arachidis work as primary emollient based on lipofilicity parameter approach. The diffusion test with Flow through diffusion cell apparatus as long as 180 minutes showed that the use of oleum ricini gave the penetration levels Vitamin E acetate of 4807,12 ± 7,90 μg/cm2, oleum olivarum of 362,61 ± 1,50 μg/cm2 and oleum arachidis of 198,04 ± 0,89 μg/cm2.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S33027
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulaeman Andrianto Susilo
"Latar Belakang: Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Metode kontrasepsi jangka Pajang (MKJP) menjadi salah satu pilihan kontrasepsi yang efektif untuk menurunkan AKI. Kontrasepsi implan merupakan salah satu MKJP yang rendah penggunaannya dikarenakan kurangnya edukasi mengenai efek samping yang akan ditimbulkan.
Tujuan: Mengetahui perbedaan karakteristik pola perdarahan penggunaan implan levonorgestrel satu batang dan dua batang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif pada pasien di RSCM Kintani yang pada bulan Maret 2016 hingga bulan Mei 2018. Sampel penelitian
diambil dengan metode consecutive sampling. Analisis menggunakan uji chisquare untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pola perdarahan antara pengguna implan levonorgestrel satu batang dan dua batang.
Hasil: Terdapat 140 subjek penelitian dimana 70 subjek (50%) pengguna implan levonorsgestrel satu batang dan 70 subjek (50%) pengguna implan levonorgestrel dua batang. Pada bulan pertama pengguna implan LNG satu batang didapatkan amenore (32.9%), memendek (22.9%), normal (30%), memanjang 14.2%), sedangkan pada pengguna implan LNG dua batang didapatkan amenore (41.4%), memendek (15.7%), normal (32.9%), memanjang (10%). Tidak didapatkan hubungan kemaknaan antarkedua implan.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan kemaknaan anatara karakteristik pola perdarahan pengguna implan levonorgestrel satu batang dan dua batang

Backgrouds: The maternal mortality rate (MMR) in Indonesia reaches 359 per 100,000 live births. The long-term contraceptive method (MKJP) is an effective contraceptive choice for reducing MMR. Implanted contraception is one of the MKJPs whose use is low due to lack of education about the side effects that will be caused.
Aim: Knowing the different characteristics of bleeding patterns using
levonorgestrel implants one rod and two rods.
Method: This study is a prospective cohort study in patients at RSCM Kintani from March 2016 to May 2018. The research sample was taken by consecutive sampling method. Analysis using the chi-square test to determine the relationship between the characteristics of bleeding patterns between users of implants levonorgestrel one rod and two rods.
Result: There were 140 research subjects in which 70 subjects (50%) used singlebar levonorsgestrel implants and 70 subjects (50%) used two-bars levonorgestrel implants. In the first month, users of one rod LNG implants obtained amenorrhea (32.9%), shortened (22.9%), normal (30%), lengthened 14.2%), whereas in two rods LNG implant users obtained amenorrhea (41.4%), shortened (15.7%) ), normal (32.9%), elongated (10%). There was no relationship of significance between the two implants.
Conculsion: There was no difference in significance between the characteristics of the bleeding patterns of levonorgestrel implant users one rod and two rods.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lady Dhita Alfara
"ABSTRAK
Tujuan
Mengetahui pengaruh suplementasi vitamin C 1000 mg i.v dan E 400 mg oral selama empat hari berturut-turut terhadap kadar malondialdehid (MDA) plasma. sebagai penanda stres oksidatif pada penderita luka bakar sedang berat.
Penelitian ini merupakan one group pre post tes yang memberikan suplementasi vitamin C t 000 mg i.v dan vitamin E 400 mg oral yang pada 13 subyek penelitian yaitu penderita luka bakar kategorl sedang berat dengan luas luka bakar kurang dari 60%, yang dirawat di Unit Luka Bakar RSUPN Cipto Mangunkusumo. Data diperoleh melalui wawancara, rekam medik, pengukuran antropometri analisis asupan menggunakan metode food record, dan pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan kadar vitamin C, E serum dan MDA plasma pada sebelum dan setelah suplementasi. Analisis data untuk data berpasangan menggunakan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon, sedangkan untuk dua kelompok tidak berpasangan menggunakan uji Mann Whitney. Batas kemaknaan pada penelitian ini ada1ah 5o/a.
Sebanyak 13 orang subyek penelitian, terdiri dari perempuan 53.85o/o, dengan median usia 32 (18 55) subyek memiliki status gizi normal (61.54%), Median luas Juka bakar adalah 22 (5-57)%, dengan kasus terbanyak adalah luka bakar berat (61.50%), dan penyebab terbanyak adalah api (76.9%). Kadar vitamin C pasca suplementasi menga!ami sedikit peningkatan yang tidak bermakna. Kadar vitamin E subyek penelitian meningkat bermakna (p=0,016) pasca suplementasi, walaupun masih dalam kategori rendah. Kadar MDA pasca supiementasi mengalami penurunan bermakna(p=O,Ol9).
"
2009
T31989
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rikawati
"Mengetahui pcngaruh pemberian kombinasi suplementasi vitamin E dan C terhadap peroksidasi lipid pada usila dengan hiperkolesterolemia. Penelitian uji klinis paralel, tertutup timggai, alokasi acak, untuk membandingkan kadar malondialdehida usila 2,60 tahun dengan hiperkolesterolemia yang mendapatkan kombinasi supiementasi vitamin E 400 IU dan vitamin C 500 mg, masing~masing sebutir sehari selama 45 hari dengan kelompok yang mendapat vitamin E 400 IU dan plascbo.Terdapat 42 subyek penelitian yang berasal dari Yayasan Kebagusan, Yayasan Yasni, dan Yayasan Yakin, Pasar Minggu Jakarta Selatan yang dibagi menjadi dua kelompok masing-masing berjumlah 21 orang. Data yang diambil adalah : data dcmograti, antropometzi, data asupan makanan pada minggu pertama, ketiga dan ketujuh, kadar kolesterol LDL dan MDA plasma sebelum dan sesudah perlakuan. Uji statistik yang digunakan adalah uji t-tidak bezpasangan bila distribusi nonnal dan uji Manmwhimey bila distribusi tidak normal dengan tingkat kemaknaan p<0.05.
Sebanyak 20 subyek penelitian dad masing-masing kelompok yang dapat mengikuti penelitian sampai sclesai. Sebelum perlakuan, nilai median kadar kolesterol LDL kelompolc vitamin E+plasebo dan vitamin E+C masing- masing adalah I46.50(l30-190) mg/dL dan 146.50(l3I-196) mg/dL. Setelah 45 hari perlakuan, rerata kadar kolesterol LDL kelompok vitamin E4-plasebo (151.9.+:2.2.l mg/dl.) meningkat sedangkan kelompok vitamin B+-C (l46.8i28.21 mg/dL) menurun. Sebelum p¢rIakuan, nilai median kadar MDA plasma kelornpok vitamin E+plasebo dan rerata kadar MDA plasma kelompok vitamin E4-C masing-masing adalah 2.63(l.92-4.42) nmol/ml., dan 3.03:l:0.62 nmol/mL. Setelah 45 haii pcrlakuan rerata kadar MDA plasma kedua keiompok menunm menjadi 2.30i0.67 nmol/mL (p<0.01) pada kelompok vitamin E+plasebo dan 28810.88 nmol/mL (p=0.36) untuk kelompok vitamin E+C. Penurunan kadar MDA plasma kelompok vitamin E+plasebo lcbih besar (-0.5:!:0.55 nmol/mL) daripada kelompok vitamin E+C (-0.28(l.31-1.63) nmol/mL), tetapi dcngan uji statislik terhadap kedua nilai tersebut, tidalc berbeda bcrma!ma(p=0.09). Pembenan kombinasi vitamin E dan vitamin C pada usila dengan hiperkolesternlemia tidak dapat rnenurunkan kadar MDA plasma lcbih besar dibandingl-can dengan hanya pemberian vitamin E.

This parallel, single blind, randomization clinical trial purpose was to compare plasma malondyaldehydc level in hypercholesterolemic elderly aged more than 60 years old. Forty two people from Yayasan Kebagusan, Yayasan Yasni and Yayasan Yakin, Pasar Minggu, South Jakarta which participated the study, were divided into two groups. Twenty one elderly were supplemented with 400 IU vitamin E and 500 mg vitamin C for 45 consecutive days, while the other group was supplemented with 400 IU vitamin E and placebo. The data of demographic, anthropometric, food intake in the first, third and seventh weeks, plasma LDL and MDA levels before and alter period were taken. Statistical analyzes was performed by SPSS 11.5.
Twenty people for each group had followed the study until the end of period. Before study, LDL cholesterol median for vitamin E + placebo group and vitamin E+C group were 146.50(l30-190) mg/dL and l46.50( 130-190) mg/dL respectively. Alter 45 of days treatment, there was an increase in mean LDL cholesterol in vitamin E + placebo group 15l.9i22.1 mg/dL while in vitamin E+C group was decreased to l46.8:l:28.2l mg/dl Before study, plasma MDA level in vitamin E + placebo group and vitamin E+C group were 2.63(l.92-4.42) and 3.031052 nmol/mL, respectively. After 45 days, mean MDA plasma in vitamin E + placebo group was 2.30i0.67 nmol/mL (p<0.01) and was 2.881088 nmol/ml.. (p=0.36) in vitamin E+C group. The decreased on plasma MDA levels in vitamin E+placebo group was higher (-0,510.55 nmol/mL) than vitamin E+C (-0.28(1.3l-1.63) nmol/mL), but statistical test showed not significant different between both group (p=0.09). Combined supplementation vitamin E and vitamin C in hypercholesterolemic elderly couldnot decrease plasma MDA higher than supplementation of vitamin E alone.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32064
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>