Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199360 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wininta Febri Handayani
"Penelitian ini terfokus pada fenomena program tayangan di delapan televisi swasta yang mengandung materi seksual. Materi seksual merupakan isi dari materi pornografi. Pornografi merupakan salah satu hal tertua yang ada di dunia ini. Sejak dahulu segala sesuatu yang dibalut dengan materi seksual selalu mengundang ketertarikan sekaligus perdebatan. Memasuki tahun 2002, persaingan antar stasiun televise swasta semakin tajam, terutama dalam hal memperebutkan share audience dan slot iklan komersial. Menyikapi hal ini, media televise melihat materi seksual sebagai pemikat yang sangat ampuh untuk meraih penonton dalam jumlah besar. Selain itu hal-hal yang bersentuhan dengan materi seksual akan selalu up to date dan terus dikonsumsi oleh masyarakat, walaupun dalam skala yang berbeda.
Program tayangan malam yang dimulai pukul 18:00 WIB hingga 03:00 WIB, memiliki kandungan materi seksual yang sangat kental, Beberapa mempertontonkan adegan bermaterikan seksual dalam bentuk yang vulgar, kendati sebagian lagi hanya diekspose samara-samar. Namun pada dasarnya tetap dapat menimbulkan rangasangan seksual dan mengundang birahi. Program tayangan yang dijadikan sampel penelitian ini adalah program tayangan yang telah ditentukan peneliti dengan menggunakan teori purposive random sampling di delapan stasiun televisi swasta Indonesia yaitu RCTI, SCTV, Indosiar, TM, Trans TV, ANTV, TV7, dan Lativi, yang dimulai pukul 18:00 WIB hingga 03:00 WIB.
Peneliti melihat ada keterkaitan hubungan antara iklim persaingan antar stasiun televisi swasta dalam memperbutkan share audience dan iklan komersial dengan banyaknya frekuensi pemunculan materi seksual di delapan stasiun televisi swasta tersebut. Semakin banyak frekuensi pemunculan materi seksual pada sebuah tayangan, maka semakin tinggi pula share audience dan slot iklan komersial yang diperoleh sebuah stasiun televisi swasta. Oleh karena itu saat ini tayangan bermaterikan seksual marak kita saksikan di layar televisi.
Materi seksual yang digunakan sebagai alai ukur adalah materi seksual yang diambil peneliti dari Lembaga Sensor Film (LSF). Sehingga yang diukur pada saat pencatatan atau koding adalah pemunculan materi-materi seksual tersebut pada seluruh tayangan yang dijadikan sampel.
Peneliti mengaitkan frekuensi pemunculan tersebut dengan tingkat share audience dan jumlah slot iklan komersial tayangan yang bersangkutan dengan batasan materi seksual yang telah dijelaskan pada Bab IV. Ini ditujukan untuk memperoleh deskripsi pemunculan materi seksual secara detail di delapan stasiun televisi swasta tersebut.
Pengolahan data menggunakan SPSS versi 11.0 dan hasilnya peneliti menemukan bahwa korelasi atau hubungan antara frekuensi pemunculan materi seksual dengan share audience dan jumlah slot iklan komersial menghasilkan hubungan yang signifikan dan positif nmun cukup lemah.
Kesimpulan yang diambil peneliti adalah bahwa jika frekuensi pemunculan materi seksual tinggi atau banyak tidak selamanya akan menyebabkan share audience dan slot iklan komersial meningkat karena ada beberapa ha! lain yang mempengaruhi kedua hal tersebut, misalnya jam tayang dan tema tayangan. Namun bagaimanapun juga program tayangan yang dibalut dengan materi seksual selalu menarik perhatian penonton dan mendapatkan slot iklan yang cukup besar. Sehingga program tayangan dengan materi seksual yang kental tidak akan pernah dilewatkan penonton kapanpun jam tayangnya dan apapun temanya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Palupi, Dian Setia
"Runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998, memiliki dampak tersendiri bagi perkembangan industri media massa di Indonesia, baik industri media cetak, maupun industri media elektronik. Dengan dihapuskannya ketentuan memiliki Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), maka setiap orang di Indonesia, memiliki hak yang sama untuk mengeluarkan pendapatnya, termasuk dapat mengurus ijin untuk mendirikan media sendiri, seperti koran, radio, dan televisi. Peranan TVRI yang sudah mulai berkurang sejak adanya televisi swasta di Indonesia, lebih tidak terlihat lagi, sejak munculnya televisi-televisi baru yang kian menjamur, baik yang dapat beroperasi secara nasional, seperti Metro TV, Trans TV, Lativi, TV 7, dan Global TV, maupun yang beroperasi di daerah tertentu saja, seperti Jtv di Surabaya, Menado TV, Bali TV, dan kabarkan akan segera muncul Batam TV.
Persaingan yang kian ketat antar televisi, baik persaingan dalam merebut pemirsa, maupun persaingan dalam merebut pasar ikian, mengharuskan sebuah stasiun televisi memiliki kekhasan tersendiri dalam setiap tayangannya, yang berbeda dengan stasiun televisi lainnya. Saat ini hanya ada dua stasiun televisi yang memang benar-benar menghadirkan sesuatu yang berbeda, yaitu Metro TV, yang menggebrak dengan menjadi stasiun televisi berita pertama di Indonesia, dan Global Tv, yang hanya menayangkan program musik, yang diambil dari MTV Asia.
Program benta di sebuah stasiun televisi, sebenarnya merupakan salahsatu program yang dijadikan andalan bagi semua stasiun televisi, karena dapat mendatangkan keuntungan yang tidak sedikit bagi perusahaan. Kendati bukanlah dijadikan sebagai acara utama, dan dipasang pada jam jam tayangan utama (prime time), namun beberapa stasiun televisi, menayangkan berita, justru pada jam tayang utama.
Seluruh program berita kriminal ini, rata-rata memiiiki rating yang tinggi untuk kategori program berita, terutama program kriminal Patroli dan Buser. Dengan tingginya rating yang dimiliki, tentunya membuat program ini semakin menghasilkan pendapatan bagi stasiun televisi. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dengan banyaknya program kriminal yang ada, maka akan membuat persaingan antara satu televisi dengan stasiun televisi lainnya. Masing-masing program kriminal ini tentunya dituntut oleh pemilik perusahaan, dan para share holder, untuk mempertahankan rating yang telah dicapainya, agar pendapatan yang didapat dari iklan akan terus bertambah, karena tingginya rating yang didapat oleh sebuah program acara, tentunya menentukan harga iklan (rate card) di sebuah stasiun televisi. Banyaknya program serupa inilah yang akhirnya menimbulkan persaingan atau kompetisi antar stasiun televisi, dalam memperebutkan pasar audience (audience share) dan perebutan slot iklan.
Berbagai strategi dilakukan oleh stasiun televisi ini untuk meperoleh rating dan pendapatan yang baik. Strategi yang dibuat mulai dari penempatan jam tayang yang tepat, hingga penempatan acara yang diperkirakan memperoleh rating tinggi, dijadikan sebagai alat agar acara yang dibuat dapat bersaing. Untuk Buser SCTV misalnya, sebelum tayangan Buser, pihak programming menyiarkan acara infotainment yang memang sangat digemari dan mendapatkan rating yang tinggi.
Untuk menentukan harga rate card iklan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jam tayang program, jenis program, rating yang didapat oleh program, dan juga harga rate card program sejenis di stsiun televisi lain. Khusus untuk tayangan berita memang sedikit berbeda dengan tayangan yang bersifat hiburan. Hal ini lebih dikarenakan tayangan berita lebih mencerminkan image stasiun televisi dibandingkan tayangan hiburan. Seburuk apapun rating yang diperoleh tayangan berita, tetap saja tayangan berita dipertahankan oleh stasiun televisi yang bersangkutan. Selain itu pendapatan yang diperoleh sebuah tayangan berita, termasuk tayangan berita kriminal, tidak terpengaruh dari besarnya rating. Dengan rating yang tidak tinggi, pemsukan yang didapat dari sebuah tayangan berita tidak akan berbeda jauh.
Kerjasama yang sangat baik haruslah dibina antar departemen yang bersangkutan, selain tentunya kerjasama di dalam departemen yang sama juga harus ditingkatkan. Rapat koordinasi dengan departemen-departemen terkait khususnya programming dan departemen sales dan marketing harus dilakukan secara kontinue dan berkesinambungan, agar mutu acara dan pendapatan perusahaan dari program yang bersangkutan dapat terkontrol dengan baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14256
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Ariane
"Segmen anak menempati posisi nomor dua setelah ibu-ibu. Tetapi sayangnya kualitas tayangan anak sangatlah tidak memadai. Sebagian besar tayangan anak bahkan sebenarnya tidak cocok ditonton oleh anak-anak. Ini merupakan masalah besar dalam industri televisi. Sebenarnya pihak pengelola televisi memiliki peranan besar dalam hal ini, khususnya kebijakan penayangan. Hal ini terkait bagaimana pengelola televisi melihat segmen anak. Kini, sebagian besar pengelola televisi melihat anak sebagai peluang mendapatkan keuntungan. Padahal, anak merupakan segmen yang khusus karena mereka memiliki kebutuhan yang khusus.
Penelitian ini menggambarkan bahwa pengelola televisi masih kurang kepeduliannya terhadap hak anak untuk mendapatkan tayangan yang berkualitas. Anak harus mendapatkan tayangan yang berkualitas yang ditayangkan pada waktu yang tepat tanpa diselingi iklan-iklan yang membuat mereka konsumtif. Unsur-unsur tersebut seharusnya tercantum pada kebijakan tayang di setiap stasiun televisi.
Dalam kebijakannya, pengelola televisi tidak memikirkan bahwa kualitas tayangan adalah diatas segalanya dalam hal pemilihan suatu program. Mereka lebih menggunakan rating sebagai penentu kualitas suatu tayangan. Padahal seharusnya untuk tayangan anak, rating tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya alat ukur kualitas suatu program. Hal ini karena anak merupakan pemirsa yang khusus.
Kondisi tayangan anak seperti sejalan dengan apa yang diungkapkan Oliver Boyd-Barret yang menyatakan bahwa media komersial harus memenuhi kebutuhan pengiklannya serta sebagai audience-maximizing product (seperti seks dan kekerasan). Fairclough juga mengatakan bahwa media komersial merupakan profit making organization, dimana mereka menjual pemirsanya kepada pengiklan. Pengelola televisi cenderung menayangkan tayangan yang menguntungkan. Mereka memilih tayangan dengan rating tinggi walaupun secara kualitas isi buruk. Rating bagaikan dewa dalam dunia pertelevisian.
Kebijakan televisi swasta tidak mencerminkan kepedulian mereka terhadap anak. Dalam prakteknya pun banyak tayangan yang secara isi tidak sesuai untuk anak serta ditayangkan pada waktu yang tidak tepat untuk anak menonton. Banyaknya iklan yang menyisipi setiap tayangan juga merupakan hal yang memprihatinkan.

The segment of children is placed in the second after the women. But, unfortunately, the quality of the television programs for children is bad. Most of the television programs for children actually are not suitable for them. This is a big problem in television industry. Broadcasters' policy have big role. It is depend on, how they take the segment of children. Now, all broadcasters think that children are money. Actually, broadcaster should think that children are different from other segments. They have special need.
This research tells us that broadcasters do not care about children right. Children have right to get good quality of program in the right time and without any commercials that make them consumptive. That is a must. Broadcasters should provide children good quality of program.
In their policy, broadcasters do not think that the quality of the program is the most important than anything. They always use ratings as a tool to decide the quality of the program. It should not like that, because children are different.
The children's television program condition likes what Oliver Boyd-Barret in Media, Power and Knowledge said that commercial media organizations must cater to the needs of advertisers and produce audience-maximizing product (hence the heavy doses of sex and violence content). Fairclough said that the commercial broadcasting are pre-eminently profit making' organization, they make their profits by selling audiences to advertisers. Broadcasters make only profitable program. They choose only high ratings program, although the quality is bad. Rating is a god in television industry.
Broadcasters' policies tell us that they do not care that the quality is bad or the program is in a wrong time. Broadcaster should think that the programs have to be displayed in the right time and the commercials too.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
R. Irmawan Widianto
"Media massa, terutama televisi, harus diakui kini memiliki pengaruh luar biasa terhadap masyarakat. Aneka tayangan yang dihadirkan kepada masyarakat, informasi, hiburan maupun iklan tampaknya sudah jadi "kewajiban" untuk ditonton. Tayangan televisi kini ibarat dua sisi mata uang, salah satu sisi memberikan manfaat positif, tapi di sisi lain berdampak negatif. Melihat perkembangan pertelevisian yang terus menjamur dan sudah tentu faktor bisnis harus menjadi perhatian utama, jenis tayangan dan iklan komersial dapat menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku pemirsanya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar kadar perilaku peniruan pemirsa dewasa (variabel dependen = Y) disebabkan oleh faktor pengaruh tayangan yang mengadung kekerasan di televisi (variable independen - Xi) dan faktor iklan komersial di televisi (variabel independen - X2) dalam kaitannya dengan Ketahanan Wilayah di Kotamadya Depok.
Metode Penelitian yang digunakan adalah yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan kuesioner untuk menjaring persepsi masyarakat di Kotamadya Depok khususnya di 3 (tiga) Kecamatan yang berada di wilayahnya yaitu Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji, hingga terjaring 100 orang sebagai responden. Disamping itu untuk mengumpulkan data digunakan juga teknik observasi. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik random sampling. Data dianalisis menggunakan metode statistik korelasi dan regresi sederhana serta regresi berganda.
Hasil penelitian menemukan pertama, terdapat pengaruh antara tayangan yang mengadung kekerasan di televisi terhadap kadar perilaku peniruan oleh pemirsa dewasa, semakin baik pengaruh tayangan yang mengadung kekerasan di televisi maka akibatnya akan semakin besar terhadap kadar perilaku peniruan oleh pemirsa dewasa dan sebaliknya semakin tidak baik pengaruh tayangan yang mengadung kekerasan di televisi maka akibatnya akan semakin kecil pula kadar perilaku peniruan oleh pemirsa dewasa. Karena koefisien determinasi korerlasi (r2) - 0.609 maka terdapat 60.9% kadar perilaku peniruan oleh pemirsa dewasa disebabkan oleh pengaruh tayangan yang mengadung kekerasan di televisi di Kotamadya Depok. Kedua, terdapat pengaruh antara iklan komersial di televisi terhadap perilaku peniruan oleh pemirsa dewasa. Karena koefisien determinasi korelasinya (r) = 0.5580 maka terdapat 55.8% kadar perilaku peniruan pemirsa dewasa disebabkan oleh pengaruh iklan komersial di televisi. Ketiga, terdapat pengaruh antara tayangan yang mengandung kekerasan dan iklan komersial di televisi. Karena koefisien determinasi korelasinya (r2) = 0.660 maka terdapat 66.0% kadar perilaku peniruan oleh pemirsa dewasa disebabkan pengaruh tayangan yang mengandung kekerasan dan iklan komersial di televisi.

Mass media, television broadcasting in particularly, has a great influence to the public currently. Several various programs have been presented for viewers such as information, entertainment and advertisement, and rt seems to be “a compulsory” to be watched for them. As a coin, television broadcasting has two sides. In one side, it provides some advantages, but on other hand, it gives disadvantages. In according to the rapid development of television broadcasting, the business factor becomes a priority. Some kinds of television programs must follow this factor, as a result the television program and commercial advertisement could be the factors that influence their viewers’ behavior.
This research is aimed at measuring the extent of the imitating behaviour of the adult viewers (dependent variable = Y) caused by the factor of programs contain violence on the television (independent variable = Xi), and the factor of commercial advertisement on television (independent variable = X2). in this correlation with the region resilience at Depok municipality.
The research methodology employed is the survey method by using questionnaire to obtain the perception of 100 respondents from Depok municipality which are Cimanggis sub-district, Sukmajaya sub- district and Beji sub-district. In addition, observation method also employed to collect data. The research samples are collected by means of random sampling. The data are analyzed by means of simple correlation and regression statistical method and multiple regression method.
The research findings are follows: Firstly, there is an influence of the programs contain violence on the television on the extent of imitating behaviour of the adult viewers, the more positive the influence of programs contain violence on the television, the bigger the extent of imitating behaviour of the adult viewers, and the other way around, the more negative the influence of programs contain violence on the television, the smaller extent of imitating behaviour of the adult viewers. Since the determinant coefficient of the correlation (r2) = 0.609, hence there is 60.9% of imitating behaviour of the adult viewers content caused by the programs contain violence on the television at Depok municipality. Secondly, there is an influence of the commercial advertisement on television on the extent of imitating behaviour of the adult viewers. Since the determinant coefficient of the correlation (r2) = 0.5580, hence there is 55.8% of imitating behaviour of the adult viewers content caused by the commercial advertisement on television at Depok municipality. Thirdly, there is an influences of the programs contain violence on the television and the commercial advertisement on television on the extent imitating behaviour of the adult viewers. Since the determinant coefficient of the correlation (r2) = 0.660, hence there is 66.0% of imitating behaviour of the adult viewers content caused by the programs contain violence on the television and commercial advertisement on television at Depok municipality.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26890
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
S4400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Krishna
"Iklan merupakan sebuah sarana informasi bagi masyarakat maxim konsumen mengenai suatu produk tertentu. Bagi para produsen, ikian merupakan sebuah scram untuk memperkenalkan produk mereka kepada konsumen. Oleh karena iklan dikenal pula sebagai sebuah sarana yang mempertemukan konsumen dengan produsen. Di lain sisi, iklan tidak selalu memberikan keuntungan, khususnya bagi pars konsumen. Hal ini terjadi apabila iklan memberikan sebuah pernyataan yang menyesatkan dan tidak benar, menjaddran pernyataan man tersebut tidak sesuai dngan fakta atas produk yang diiklankan, Iklan yang menyesatkan dan tidak benar tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi para konsumen - mengingat televisi merupakan sebuah media massa yang ditujukan untuk khalayak umum. Perkembangan di bidang teknologi, ekono3ni dan ilmu pengetahuan telah mendorong perkembangan duaia periklanan hingga menjadi sebuah sistem yang kompleks. Di dalam sistem yang kompleks tersebut, kegiatan periklanan melibatkan beberapa pihak, antara lain pengiklan (produsen produk), ages (pensahaan periklanan) dan media. Oleh karena itu, untuk mencegah kerugian yang dapat diderita oleh pars konsumen, diperlukan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai kegiatan periklanan. Namun, di Indonesia, ketentuan-ketentuan mengenai ikian produk pangan di televisi diatur secara terpisah_ Salah satunya diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Tetapi, UUPK tidak secara tegas mengatur mengenai pars pihak yang bertanggung jawab alas ikian produk pangan di televisi yang dapat mengakibatkan kerugian bagi konsumen. Ketentuan IJUPK tersebut juga dapat mengakibatkan ketidakpastian terhadap kete utuan yang mengatur mengenai periklanan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label Dan Iklan Pangan; Oleh karena itu, definisi dari "pelaku usaha periklanan" sebagaimana diatur dalam ketentuan UUPK liarus dipertegas melalui ketentuan per mdang undangan di Indonesia Dengan demikian, hal ini akan memberikan sebuah kepastian alas hak konsumen yang berhubungan dengan hak konsumen untuk memilih (hak memilih) produk yang mereka inginkan.

Advertisement is a media which contains information of a certain product to societies and consumers. Regarding to the producers position, advertisement is a media to introduce their products to their consumers. Hence, advertisement is also used as a media where producers and consumers meet On the other hand, advertisements do not always benefited the consumers. It happens do to its misleading and wrong statements which usually different from the fact of the prods Those misleading and wrong statements advertisements on television could caused the consumers losses especially if those are food products which daily consumed - considering that televisions is a public information media. Development in technology, economics and science have drive the development of advertisements into a more complex system. In that system, advertising operations are involving a few parties, which are producers (as advertisers), agencies (as advertising companies) and media. Hence, in order to prevent the consumer`s losses, rules and regulations of advertising operations are needed. However, in Indonesia, the laws of food products advertisement on television are partly ruled and regulated One of them is stated by The Law of The Republic of Indonesia Number S of 1999 Concerning The Consumers Protection (UUPK). But, this UUPK does not make a clear statement regarding the parties who's responsible for the misleading and wrong statements food products advertisements on television - which could caused the consumers Losses. This UUPK is could also causing the uncertainty of The Law of The Republic of Indonesia Number 7 of 1996 Concerning The Foods and The Indonesian Government Law Number 69 of 1999 Concerning Label And Food Advertisements. Therefore, the definitions of "advertising operations companies" stated by UUPK should be cleared by any Indonesian Law. By having these rules and regulations of advertising, it will provides a certainty toward the consumers rights regarding their rights to choose the products they desired."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19287
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Mulyana
"ABSTRAK
Iklan merupakan unsur yang penting dalam meningkatkan penjualan suatu produk. Melalui ikian produk dikomunikasikan kepada khalayak, sekaligus bujukan dan rayuan untuk membeli produk secara tersirat maupun tersurat.
Pesan iklan dirancang dengan menampilkan rangkaian tanda dan simbol verbal dan nonverbal untuk membentuk makna kepada sasaran. Dari rangkaian tanda dan simbol tampil, pesan ikian tidak lagi hanya sekedar memberi inforniasi mengenai produk atau jasa yang ditawarkan, tetapi pesan diarahkan untuk mempersuasi khalayak secara langsung maupun tidak langsung, melalui pesan yang menghibur, atau dengan acuan psikografis konsumen, terutama iklan televisi, dengan kelebihan teknologinya yang dapat menyampaikan pesan secara audiovisual, sehingga dapat menciptakan "realita televisi".
Terlihat bahwa iklan televisi sangat potensial dalam menciptakan iklan-iklan yang ekspresif sehingga menimbulkan impresi sekaligus mempersuasi khalayak. Jadi dapat dikatakan bahwa semua iklan persuasif, di samping informatif. Namun seringkali sifat informatifnya menjadi minim, karena lebih dominan persuasifnya.
Ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak yang dapat diakibatkannya terhadap (talon) konsumen, antara lain pengaruh iklan seperti itu akan menciptakan "kebutuhan yang diciptakan", artinya konsumen membeli suatu produk bukan karena memang membutuhkannya, tetapi karena pengaruh pesan iklan, dan dianggap dapat menigkatkan kcnsumerisme.
Beranjak dari hal di atas, penelitian ini mencoba meneliti bagaimana tanda dan simbol dimaknakan dalam iklan di televisi untuk mengesankan dan mempersuasi pemirsa. Pesan dibagi dalam empat kategori, yaitu isi, struktur, format dan daya tarik (appeals). Pembahasan dilakukan dengan memberi interpretasi masing-mas ing kategori .
Pengkategorian dilakukan dengan pendekatan metode analisis isi, selanjutnya berdasarkan data kuantitatif dilakukan deskriptif-analitis yang bersifat kualitatif terhadap pesan iklan di televisi, didasarkan pada tekstual dan kontekstual. Penentuan RCTI sebagai bahan penelitian dilakukan secara purposif, karena RCTI sampai sekarang merupakan stasiun televisi. yang paling banyak mendapatkan porsi periklanan nasional, sehingga dianggap dapat mewakili stasiun televisi lainnya. Adapun pemilihan waktu tayangan prima (prime-time, 19.00-22.00 WIB) dengan pertimbangan bahwa pada waktu tersebut merupakan waktu di mana televisi paling banyak ditonton pemirsa. Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori tentang tanda dan makna (theories sign and meaning), yang dikembangkan berdasarkan pemikiran dari Ferdinand de Saussure dan -Charles Fierce. Teori ini digunakan sebagai landasan teoritis yang menjadi sandaran berpikir dalam memahami tanda dan makna dalam iklan. Sedangkan analisis dan interpretasi mengacu pada aspek semiotik dalam melihat tanda sebagai fungsi dan hubungannya dengan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan signifikasi. Tanda yang merupakan perlambangan yang mewakili sesuatu dalam iklan. Berdasar pada teori tersebut muncul beberapa pertanyaan penelitian: bagaimana simbol dan tanda membentuk kesan yang persuasif dalam iklan di televisi, apakah ada perbedaan penggunaanya untuk produk-produk tertentu, dan kecenderungan apa yang tampak dalam iklan televisi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanda dan simbol yang digunakan merupakan komunikasi simbolik yang akrab dengan khalayak sasaran, yang dikembangkan dan dimanipulasi untuk mengesankan makna tertentu mengenai suatu produk; terdapat perbedaan penggunaan tanda dan simbol untuk jenis produk yang berbeda. Jenis produk kategori barang tidak tahan lama, terutama consumer goods atau mass product cenderung menggunakan pendekatan fisik produk, sementara jenis produk yang masuk kategori barang tahan lama dan jasa atau industrial product cenderung menggunakan pendekatan terhadap citra yang terkait dengan produk.
Kesimpulan dari hasil analisis menunjukkan bahwa televisi sebagai media beriklan menentukan kemasan pesan iklan, sehingga dalam iklan televisi terlihat kecenderungan penggunaan sistem kode non verbal dibanding verbal.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prelia H.M
"Mulai akhir tahun 2001 hingga awal tahun 2002 ini jumlah stasiun televisi di Indonesia mengalami peningkatan, dari 6 buah (TV.RI, RCTI, SCTV, TPI, In.:iosiar dan ANTV) menjadi 11. Lima pemain baru dalam aunia pertelevisian di Indonesia adalah Metro TV, Trans TV, TV7, Global TV, dan Lativi. Tentu saja bertambahnya jumlah
stasiun televisi swasta yang sumbe pemaSukan utamanya adalah ik1an ini membawa masalah baru bagi dunia pettelevisian Indonesia, khususnya bagi masing-masing stasiun televisi itu sendiri. Apalagi mulai tahWl 2002 ini TVRI akan berganti status dari yayasan
menjadi perseroan, sehingga · orientaSmya pWl beralih ke bisnis. Hal ini akan mengakibatkan J!ersaingan antanne ia-televisi, baik dalam memperebutkan iklan maupun dalam memperebutkan audience, yang berarti masing-masing stasiun televisi ters ebut harus dapat menyajikan pro~-program yan berkualitas yang diminati penonton. sehingga
perusahaan-perusahaan pengiklan teytarik untuk memasang iklan produk peru.sahaannya pada saat program- rogram tersebut ditayangkan.
Oleh karena itu, komJ?etisi ant tasiun televisi swasta di Indonesia tahun ini merupakan suatu hal yang menarik untuk ditinjau, baik dari segi pendapatan melalui iklan, maupun dari program-program yang ditayangkrumya, khususnya program hiburan, karena
dengan bertarnbahnya "pemain baru" di .. dunia pertelevisian Indonesia saat ini, semua stasiun televisi akan sibuk bersaing dalam ·menyajikan program-program yang berkualitas, UD:tuk sebanyak-banyaknya menarik perhatian pemirsa, yang pada gilirannya akan menarik minat perusahaan-perusahaan pengiklan untuk memasang iklannya di stasiun televisi yang bersangkutan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai Niche Breadth dan Niche Overlap dari stasiun-stasiun televisi swasta yang berkedudukan di Jak;uta dalam menayangkan program-program acara hiburan dan dalam menayangkan ik1an-ikl~m pi'oduk.
Teori yang digunakan dalani penelitian mengenai tingkat kompetisi antara stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia ini adalah teori Niche, yang telah berulang kali digunakan untuk mengukm tingkat kompetisi antara industri-industri media massa. Dalam penelitian 1n1, pengukuran dilakukan dengan menghitung nilai Niche Breadth dan Niche Overlap masing-masing stasiun televisi swasta dalam menayangkan program-progran hiburan, program-program sinetron/film/sandiwara, serta iklan-iklan produk.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran mengenai tec·ii Ekologi yang telah diterapkan oleh Dimmick dan Rothenbuhler (1984) untuk mengarr.ati tingkat kompetisi yang terjadi antarindustri media, dalam hal ini di.J1'1at dari segi type of content
dan capital.
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap Niche Breadth, baik dalam hal program acara hiburan maupun iklan produk, pada umumnya stasiun televisi swasta di Indone ;ia berpola Generalis atau Moderat dalam menayangkan program hiburan dan iklan produknya.
Artinya, walaupun mereka memiliki target audience, pada akhimya mereka memilih pola Generalis dalam menayangkan program ln'buran dan iklan produk, karena pada kenyataannya pola seperti itulah yang paling banyak mendatangkan keuntung;m. Hal ini terlihat dari keunggulan Indosiar dalam memperoleh jatah iklan dan audience karena
karakteristiknya yang berusaha melayani semua segmen khalayak, dan kecendemngan pada Metro TV, sebuah televisi swasta berformat berita, yang kini mulai ikut mE :nayangkan program sine~on/film/sandiwara, kuis, infotainment, variety show serta musik.
Dari basil perhitungan terhadap Niche Overlap antarstasiun televisi swasta, umumnya terlihat persaingan yang cukup ketat antarstasiun televisi swasta di Indonesia, baik dalam menayangkan program acara liiburan maupun dalam menayangkan iklan prod lk. Hal ini
disebabkan oleh jumlah stasiun televisi swasta dewasa ini yang tidak sesuai dengan pertumbuhan "kue iklan" perusahaan-perusahaan. Oleh karena itu, stasiun tele visi swasta baik yang sudah lebih dulu mengudara maupun yang baru, harus dapat met uuik minat
pemirsa sebanyak-banyaknya deng program-program yang menarik dan berkualitas, karena para pengiklan akan memasang ik:Jannya J?ada stasiun-stasiun tele isi y:mg banyak ditonton. ntuk itu para pengelola stasiun televi~ swasta harus mengetahui rr inat, selera
dan kebutuhan pemirsanya. Maka dibutuhkan target audience yang 'elas aga r programprogram acaranya dapat ditujukan pada lapisan masyarakat tertentu, sehingga memudahkan para pengelola stasiun televisi swasta dalam menentukan program-program acaranya. Para pengiklan pun akan ikut dimudahkan dengan 'target audience yang jelas tersebut, untuk
menentukan di stasiun mana mereka memasang iklannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>