Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73446 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mustafa Abdullah
"Dalam zaman modern seperti sekarang ini, kebutuhan masyarakat akan informasi merupakan suatu kebutuhan kodrati manusia. Informasi menjadi kebutuhan essensiil manusia untuk berbagai tujuan. Manusia tidak dapat lagi hidup memadai tanpa informasi. Dengan informasi manusia dapat mengikuti peristiwa-peristiwa yang teriadi disekitarnya, dapat memperluas cakrawala pandangan dan fikiran, di samping itu pula dapat lebih meningkatkan peranannya di dalam masyarakat.
Dalam hubungan itu pers mempunyai peranan utama sebagai penyebar luas informasi di pusat negara sampai ke pelosok daerah. Eric Barnouw melukiskan pers sebagai alat untuk menyentuh emosi manusia serta mempengaruhi fikiran dan sikap hidupnya.
Perkembangan teknologi yang canggih sejak dasawarsa 1960 dan 1970-an memungkinkan penyebaran informasi yang makin cepat dalam volume yang makin besar. Akibatnya peristiwa yang teriadi di manapun dapat mempengaruhi tempat lain dalam detik yang bersamaan.
Dalam disertasi ini dipergunakan istilah "pres". Yang dimaksud dengan "pres" disini ialah pres grafik, yaitu pres yang tertulis dalam bentuk surat kabar, majalah (mingguan, bulanan dan sebagainya). Istilah pres dipakai untuk membedakan dengan istilah "barang cetakan" seperti buku, kalender yang juga termasuk dalam pengertian pers. Perbedaan istilah ini diperlukan karena menyangkut perbedaan sistem pertanggungjawaban pidananya.
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan, bahwa orang membaca pres berkala (surat kabar) karena ia perlu mengetahui perkembangan lingkungan dan masyarakat, tempat ia hidup. Orang membaca surat kabar bukan hanya untuk mengetahui kejadian tetapi perkembangan kejadian. Dengan mengetahui perkembangan, orang tidak hanya mempunyai pengetahuan tentang situasi tetapi bila perlu ia juga dapat menyesuaikan dengan situasi atau malahan mencoba menguasai situasi itu untuk kepentingannya.
Di masa lalu ketika pergaulan manusia masih sangat terbatas dan lingkungan hidup dapat dijangkau dengan panca indera, usaha mengetahui dan berkomunikasi dengan lingkungan cukup dilaksanakan dengan tatap muka."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
D1
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Efrizal
"Setelah dibentuknya UU. No. 40 Tabun 1999 tentang Pers, pemberlakuan delik pers menurut KUHP terhadap pers ternyata tidak lagi disepakati oleh sebagian kalangan terutama pers, karena dianggap bertentangan dengan asas lex specialis derogar lex generalis. Untuk menelusuri persepsi lex specialis terhadap UU Pers tersebut, permasalahan yang penulis ajukan tertuju pada tiga hal, yaitu berkaitan dengan pengkonstruksian delik-delik terhadap pers menurut UU Pers yang dihubungkan dengan asas legalitas dan asas lex specialis derogal lex generalis, kemudian sistim pertanggung jawaban pidana pers yang hams dibangun, dan terakhir mengenai pertimbangan hukum yang diambil oleh hakim dalam menentukan hokum terhadap pers.
Untuk rnenjawab ketiga permasalahan tersebut, penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan metode penelitian normatif yuridis. Sedangkan mengenai bahan ataupun data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, berupa bahan hokum primer (peraturan perundang-undangan dan sebuah kasus pidana pers pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan), bahan hukum sekunder (literatur mengenai hukum pidana materiil dan hukum pers) dan bahan hukum tarsier (bibiliografi dan kamus). Untuk memperoleb data sekunder tersebut, alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumen (kasus). Dalam penyajian dan analisa data, hal itu dilakukan secara deskriptif kualitatif, artinya materi pembahasan yang dituangkan dalam penulisan ini akan dikonstruksikan kedalam suatu uraian analisa hukum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kesimpulan yang penulis peroleh terdiri atas tiga bagian. Pertama, konstruksi delik pets yang tercanturn dalam UU Pers ternyata tidak dimaksudkan untuk menghapuskan ataupun untuk menarik delik pers menurut KUHP kedalam UU Pers. Tetapi delik pers menurut UU Pers merupakan delik yang ditujukan pada perusahaan pets dan terbatas pada lima jenis delik pers. Sehingga delik pers menurut KUHP tetap berlaku bagi pers. Delik yang memang dapat dikatakan sebagai lex specialis terletak dalam gabungan pelanggaran norma, atau suatu pemberitaan pers itu baru dapat dituntut jika isinya secara keseluruhan melanggar norma agama, rasa kesusilaan dan asas praduga tidak bersalah.
Kedua, sistim pertanggung jawaban pers merupakan bentuk pertanggung jawaban korporasi. Dalam pertanggung jawaban pidananya, korporasi akan diwakili oleh penanggung jawab bidang redaksi dan bidang usaha. Sedangkan untuk pertanggung jawaban personal, konstruksinya ditempuh berdasarkan asas penyertaan dalam KUHP. Ketiga, dalam menentukan hukum terhadap pers, ternyata UU Pers memang turut dijadikan dasar pertimbangan hakim dalam menentukan hukum terhadap pers. Khususnya dalam hal norma delik dan pertanggung jawaban pers. Dalam putusannya, ternyata haldm tetap menerapkan delik pers menurut KUHP, karena unsur deliknya telah terpenuhi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sadono S. Y.
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Press freedom in Indonesia is not apart from its accountabilities for particular delicts as set forth in Press Act and Criminal Law currently revised in line with the development of era and Indonesian cultures. Accountability of the press for delicts including humiliation, slandering and pornography where such involved parties shall account for. Meanwhile legal aspects for such involved parties include editor, writer, publisher, printing agency and distributors, with more advantageous legal position compared to the ones of non-press delicts."
384 WACA 7:26 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1985
S21603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Aryono
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1984
S21830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neneng Rahmadini
"Dalam melaksanakan profesinya, seorang wartawan perlu mendapatkan perlindungan hukum. Hal ini karena kebebasan pers penting demi tegaknya negara hukum yang demokratis, bahwa press as a fourth estate. Mengingat sejarah Indonesia sebagai negara bekas jajahan dimana hukum yang digunakan masih merupakan warisan hukum kolonial Belanda yang memang ditujukan untuk meredam segala bentuk pergerakan perjuangan kemerdekaan kaum nasionalis, maka dianutlah kriminalisasi pers. Hal ini tetap terus dipertahankan setelah Indonesia merdeka, hanya rezim yang melakukannya berbeda. Pers terus berada dibawah cengkeraman kekuasan pemerintah yang mempertahankan status quonya. Kebebasan pers pun masih jauh dari kenyataan.
Paradigma kebebasan pers di Indonesia baru mulai berubah seiring era Reformasi, dimana terbit UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dihapuskan aturan mengenai izin terbit pers atau SIUPP sehingga tidak mungkin ada lagi pers yang dibreidel. Khusus mengenai penyelesaian permasalahan berkaitan dengan pers, dalam UU tersebut diaturlah penggunaan Hak Jawab, Hak Koreksi, dan Mediasi melalui Dewan Pers. UU Pers ini mempunyai ketentuan pidana, walau disisi lain tak ditutup kemungkinan penggunaan pasal-pasal KUHP. Hal inilah yang kemudian menimbulkan persoalan, dimana ternyata dalam prakteknya kemudian banyak permasalahan-permasalahan berkaitan dengan pers diselesaikan dengan jalur hukum pidana, tanpa menempuh jalur-jalur yang telah tersebut dalam UU Pers itu. Timbul perdebatan apakah UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers tersebut lex specialis atau tidak sehingga dapat/tidak digunakan mengecualikan pasal-pasal KUHP. Hal ini memicu resistensi kalangan pers yang kemudian memperjuangkan untuk diakuinya UU Pers sebagai lex specialis dan dipergunakannya jalur-jalur selain hukum pidana dalam menyelesaikan permasalahanpermasalahan berkaitan dengan pers. Dimana hukum pidana dalam perkara pers haruslah diletakkan sebagai ultimum remedium atau tuntutan yang lebih ekstrim lagi untuk mendekriminalisasi pasal-pasal KUHP terhadap pers. Hal ini selain mengikuti perkembangan dunia internasional yang telah lama menghindari penyelesaian permasalahan pers melalui jalur pidana, juga bahwa dalam konteks karya jurnalistik sebenarnya tidak ada suatu kebenaran mutlak. Selain itu bukankah kebebasan pers sebagai bagian dari kebebasan berbicara, mengemukakan pendapat dan berekspresi seharusnya dilindungi oleh negara? Disinilah kemudian timbul pertanyaan besar, apakah perjuangan masyarakat pers tersebut memang mungkin untuk dilakukan? Bagaimana hal tersebut bila dikaji dari sudut pandang akademis? Hal-hal itulah yang coba dijawab dalam tesis ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pangaribuan, Parwira
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22438
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>