Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140088 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Gunawan
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menerapkan suatu Sistem Manajemen Kinerja yang terintegrasi yang dikenal dengan nama Balanced Scorecard with Six Sigma. Balanced Scorecard digunakan untuk menghubungkan sistem manajemen strategis yang menghasilkan visi, misi, nilai dasar, dan strategi dengan sistem pengukuran kinerja yang menghasilkan tujuan strategik, ukuran kinerja, target, dan program. Sedangkan Six Sigma merupakan sistem pengukuran kinerja yang dibangun untuk mengevaluasi timbulnya performance gap. Balanced Scorecard with Six Sigma dapat diimplementasikan pada Kantor Pelayanan Pajak Modern sebagai bentuk pelaporan akuntabilitas publik yang sesuai dengan konsep good governance.
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep Good Governance, New Public Management, Sistem Pengendalian Manajemen, dan Manajemen Berbasis Kinerja. Konsep Good Governance sebagai landasan teori utama untuk menjelaskan pentingnya akuntabilitas publik melalui sistem pengukuran kinerja. Sistem pengukuran kinerja yang digunakan, yaitu Balanced Scorecard with Six Sigma, diterapkan berdasarkan konsep New Public Management, bahwa sektor publik perlu mengadopsi sistem pengukuran kinerja yang dikembangkan oleb swasta. Melalui Balanced Scorecard with Six Sigma maka sektor publik berupaya membentuk sistem pengendalian manajemen yang dilandasi oleh manajemen yang berbasis kinerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi Balanced Scorecard with Six Sigma mampu untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja Kantor Pelayanan Pajak Modern dengan studi kasus Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Satu. Dengan menggunakan Balanced Scorecard, ditunjukkan kinerja tiap perspektif yang mencakup perspektif keuangan, Wajib Pajak, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Kinerja yang dinilai rendah yaitu kinerja Wajib Pajak serta pembelajaran dan pertumbuhan, dievaluasi dengan menggunakan Six Sigma. Kinerja Wajib Pajak karena tingkat kepatuhan Wajib Pajak masih diukur dengan menggunakan standar pelaporan per jenis pajak.
Hasil evalusi menunjukkan perlunya segmentasi Wajib Pajak melalui Compliance Mapping Models. Kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dinilai masih rendah karena pengembangan Sistem Informasi Manajemen terkendala oleh faktor kemampuan WP, kemampuan AR, ketersediaan komputer WP, dan penolakan WP. Sedangkan untuk kinerja pengembangan 5DM dinilai rendah karena latar belakang pendidikan dan masa kerja. Melalui penerapan Balanced Scorecard with Six Sigma diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja Kantor Pelayanan Pajak Modern."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Rohimat Widianto
"Sebagai upaya meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak dan merupakan jawaban atas perkembangan lingkungan yang kompleks serta mempunyai ketidakpastian tinggi Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan transformasi dalam struktur organisasinya. Transformasi organisasi bukan sekedar melakukan downsizing tetapi mengandung rnakna yang lebih mendasar yaitu pergesaran secara fundamental akan nilai-nilai, pola kerja, budaya organisasi dan pola pikir yang sesuai dengan tuntutan organisasi dalam rangka meningkatkan kualitas produk dan jasa kepada para pelanggannya.
Keberadaan Kantor Palayanan Pajak Wajib Pajak Besar selanjutnya disebut KPP WP Besar dibentuk atas dasar Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor. 65/KMK.01/2002 tanggal 27 Pebruari 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan KFP Wajib Pajak Besar. KPP ini dirancang sedemikian rupa sehingga akan menjadi kantor percontohan bagi KPP lainnya sehingga mempunyai perbedaan mendasar dalam pelaksanaannya. Atas dasar itulah, maka perlu diketahui bagaimana tingkat efektivitas kinerja KPP yang telah dibentuk, diukur dengan pendekatan Balanced Scorecard.
Pendekatan Balanced Scorecard yang digunakan dalam penilaian kinerja karena penilaian tidak dilihat dari aspek finansial saja akan tetapi menggunakan instrumen penilaian yang menyeluruh dan mampu memberikan hasil yang telah dicapai saat ini serta bagaimana mencapai tujuan jangka panjang. Intrumen yang dimaksud adalah aspek-aspek lain dalam Balanced Scorecard yaitu aspek pertumbuhan dan pembelajaran, aspek proses bisnis internal dan aspek pelanggan. Pola pikir yang ada dalam Balanced Scorecard adalah aspek Finansial merupakan dampak logis yang ditimbulkan karena adanya pelanggan (Wajib Pajak) yang loyal sehingga dengan penuh tanggung jawab akan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pelanggan yang loyal merupakan suatu keberhasilan dari aspek proses bisnis internal yang berjalan dengan baik, dan proses ini muncul karena tingkat pertumbuhan dan pembelajaran dari seluruh karyawan KPP telah terbina dengan baik.
Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan kinerja KPP WP Besar dilihat dari aspek Finansial, aspek Pembelajaran dan Pertumbuhan, aspek Proses Bisnis Internal dan aspek Kepuasan Pelanggan. Penelitian ini menggunakan Metode Deskriptif karena bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan kinerja KPP WP Besar seperti adanya. Sedangkan teknik pengumpulan data adalah deskriptif statistik berupa frekuensi distribusi dan prosentase untuk menggambarkan profit indikator-indikatornya kemudian akan dideskripsikan atau digambarkan sebagaimana adanya.
Hasil penelitian menunjukkan, skor yang diperoleh KPP WP Besar secara keseluruhan dari seluruh aspek kinerja yang diukur mencapai angka 63 dengan jumlah indikator sebanyak 15. Dari rentang skor tersebut, dapat dikatakan bahwa kinerja KPP WP Besar untuk seluruh aspek yang diukur dalam kondisi baik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selamat Muda
"Tesis ini membahas permasalahan mengenai Peningkatan Pelayanan Wajib Pajak di KPP WP Besar Satu sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak. Tesis ini dibuat untuk menjawab pertanyaan:
Seberapa jauh peningkatan pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) WP Besar Satu dapat meningkatkan penerimaan pajak?
Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa jauh peningkatan pelayanan di KPP WP Besar Satu dapat meningkatkan penerimaan pajak. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa jika pelayanan yang diberikan oleh KPP WP Besar Satu meningkat, maka akan terjadi tingkat kepuasan wajib pajak yang tinggi, peningkatan kepatuhan wajib pajak, peningkatan jumlah pajak yang terhutang dan dibayar oleh wajib pajak, tingkat pertumbuhan penerimaan yang tinggi, tingkat tunggakan pajak yang relatif rendah, dan jumlah penagihan aktif yang sampai ke tahap pelelangan yang relatif rendah di KPP WP Besar Satu, serta efisiensi pembentukan KPP WP Besar Satu yang relatif tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif berupa analisis atas data-data yang diperoleh dalam penelitian. Data yang digunakan adalah berupa data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber. Sedangkan untuk memberikan rekomendasi kepada Ditjen Pajak digunakan SWOT analysis yang juga didukung oleh data sekunder.
Berdasarkan hasil analisis atas data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa peningkatan pelayanan di KPP WP Besar Satu telah menyebabkan tingkat kepuasan wajib pajak yang tinggi, peningkatan kepatuhan wajib pajak, peningkatan jumlah pajak yang terhutang dan dibayar oleh wajib pajak, tingkat pertumbuhan penerimaan pajak yang tinggi, tingkat tunggakan pajak yang relatif rendah, jumlah penagihan aktif yang sampai ke tahap pelelangan yang relatif rendah, serta efisiensi pembentukan KPP WP Besar Satu yang relatif tinggi. Dengan demikian peningkatan pelayanan di KPP WP Besar Satu telah dapat meningkatkan Kinerja KPP WP Besar Satu yang akhirnya dapat meningkatkan penerimaan pajak."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Saptono
"ABSTRAK
Kegiatan ekonomi dunia di era globalisasi saat ini membawa dampak pada transaksi lintas negara atas sumber daya serta modal baik melalui partisipasi langsung maupun tidak langsung. Dari transaksi-transaksi kegiatan usaha antar negara tersebut berpotensi menimbulkan Bentuk Usaha Tetap.
Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan suatu bentuk usaha yang digunakan oleh wajib pajak luar negeri untuk mewakili kegiatan atau kepentingannya di suatu negara (sumber) Konsep BUT dalam model persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) dimaksudkan untuk menenlukan hak pemajakan negara sumber agar dapat mengenakan pajak atas laba usaha yang diterima atau diperoleh oleh subjek pajak dari negara lainnya.
Permasalahan dalam menentukan keberadaan suatu BUT atau dapat disebut dengan identifikasi BUT menjadi hal yang sangat penting terutama bagi negara sumber, karena dapat mencegah hilangnya potensi penerimaan pajak yang ditimbulkan dari transaksi kegiatan usaha intemasional.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan identifikasi BUT adalah terbalasnya data dan infomasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DIP) dan kurangnya kerjasama antar instansi, sehingga link data dan informasi dari instansi lain ke DIP belum terwujud. Selain itu pemahaman tentang perpajakan internasional terutarna mengenai BUT dan Tax Treaty dari para pegawai pajak maupun pihak wajib pajak juga menjadi kendala tersendiri.
Pada sistem administrasi perpajakan modem (SAPM), terdapat Account Representative (AR) dibawah koordinasi Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Keberadaan AR akan mempermudah komunikasi antara pihak kantor pajak dengan wajib pajak. AR bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan secara langsung, edukasi, asistensi, mendorong dan mengawasi pemenuhan hak dan kewajiban wajib pajak. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, AR harus dapat melakukan analisa data dan informasi wajib pajak baik dari segi jenis usahanya (nature of business) maupun penerapan suatu peraturan perpajakan kaitannya dengan identifikasi BUT.
Terciptanya suatu kerjasama antar instansi seperi Imigrasi, BKPM dan juga Departemen Luar Negeri yang dapat memberikan dukungan data dan informasi yang selalu up to date dan dapat diakses langsung oleh DIP akan sangat mendukung pelaksanaan identifikasi BUT atas transaksi internasional. Disamping itu, peningkatan kemampuan analisa kegiatan usaha wajib pajak dan peningkatan pemahaman perpajakan internasional dari parat pajak periu ditingkatkan dengan melakukan pendidikan dan pelatihan yang rutin dan berkesinambungan.
Jadi bersinerginya antara data dan infomaasi yang lengkap atas transaksi intemasional dengan kemampuan analisa serta pamahaman mengenai BUT yang dikemas dalam SAPM akan sangat mendukung identifikasi BUT secara cepat yang pada akhirnya dapat mencegah hilangnya potensi penerimaan pajak dari transaksi internasional.

ABSTRACT
The global economic transactions has been leading to the exchange of goods and services and movements of capital, technology and person. Those international transactions may cause the existence of a permanent establishment of an enterprise of one country in another country.
The permanent establishment generally is a place of business through which an enterprise of one country carries on its business in another country. The main concept of a permanent establishment is to determine the right of a source country to tax the proiits of an enterprise ofthe other country.
The identification of a permanent establishment plays an important role in a source country since the source country shall only tax the profits of an enterprise if it derives from a permanent establishment. Otherwise, the potential tax revenue fiom the international transactions may be lost.
There are several obstacles in determination of a permanent establishment, namely a lack of data and information and a lack of coordination between department especially data link from the Directorate General of Taxes to and from other department, and also the limitation of the taxpayer?s and tax official?s knowledge of international taxation.
In a Modem Tax Administration System (SAPM) there is an Account Representative (AR) who is responsible and authorized to provide services, consultation, assistance for taxpayer and to supervise a taxpayer in term of taxpayer's right and obligation, The existence of AR hopefully may make the taxpayer easy to communicate to the tax oflice since the function of AR is a liaison officer of taxpayer in the tax office.
In their function as a supervisory, an AR is required to have better knowledge of nature of business of taxpayer, and to analyze the consequence of taxation of every single transaction the taxpayer made. Finally AR could identify the existence of permanent establishment from the taxpayer?s transaction.
It is suggested to create the coordination between government agencies such as Immigration, Investment Coordinate Board and Foreign Affair Ministry to support data and information which will be very useful in identifying the existence of permanent establishment. Such exchange of infomation should always be update and the DGT should have the direct access to the information. Moreover, the capability of AR in international taxation and analyses of tax payer?s nature of business should be increased by providing them regular and continue training.
In conclusion, the synergy between the availability data and information of international transaction and the ability of tax officer to analyze the taxation of international transaction in Modern Tax Administration System may support the accurate determination of a permanent establishment, and finally may prevent the lost of tax revenue from international transaction."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Arnold Hotman
"Salah satu tujuan dari modernisasi administrasi perpajakan adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Modernisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak tersebut meliputi aspek sumber daya manusia, teknologi informasi , dan struktur organisasi.Implementasinya adalah dengan membentuk kantor pajak modern yang salah satunya adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dari beberapa wajib pajak tentang modernisasi administrasi perpajakan dan pengaruhnya terhadap kepatuhan formal di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu.
Penelitian ini menggunakan survei dengan melibatkan 98 wajib pajak yang diambil secara acak sederhana. Data modernisasi administrasi pajak melalui kuesioner, sedangkan data kepatuhan formal wajib pajak dikumpulkan dengan studi dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik terdiri dari korelasi, koefisien determinasi, uji t dan regresi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wajib pajak secara umum berpendapat baik tentang pelaksanaan modernisasi administrasi perpajakan yang meliputi aspek sumber daya manusia, teknologi informasi, dan struktur organisasi. Sementara terkait dengan indikator kepatuhan formal, secara umum wajib pajak patuh dalam melaksanakan kewajiban pelaporan pajak, yaitu pelaporan SPT Masa PPh 21, SPT Masa PPh 25, SPT Tahunan PPh 25/29 dan SPT Tahunan PPh 21. Sementara untuk pelaporan SPT Masa PPN wajib pajak cenderung tidak patuh. Dalam hal pembayaran pajak, wajib pajak patuh dalam membayar PPh 21 masa, PPh 21 tahunan, dan PPh 25/29 tahunan, sedangkan untuk pembayaran PPh 25 masa dan PPN masa wajib pajak cenderung tidak patuh.
Berdasarkan pengujian hipotesis diketahui bahwa modernisasi administrasi perpajakan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu. Temuan ini memberikan makna bahwa semakin baik implementasi modernisasi administrasi perpajakan, maka semakin tinggi kepatuhan formal wajib pajak. Indikator sumber daya manusia merupakan indikator yang memiliki pengaruh dominan terhadap kepatuhan formal wajib pajak, diikuti teknologi informasi dan struktur organisasi. Modernisasi perlu dilanjutkan dan ditingkatkan pelaksanaannya dengan mengintensifkan dan menyempurnakan secara menyeluruh aspek modernisasi administrasi perpajakan. Aspek yang perlu dibenahi adalah sistem pendaftaran wajib pajak dengan e-register. Sedangkan untuk indikator kepatuhan, perlu diberi pengawasan lebih terhadap pelaporan SPT masa PPN, pembayaran masa PPN, dan pembayaran masa PPh 25.

One of the goals of the tax administration modernization is to improve taxpayers? compliance. The modernization performed by the Directorate General of Tax includes human resources, information technology, and organizational structure aspects. It is implemented by establishing modern tax offices, which among others are Jakarta Menteng One Small Tax Office. In regard with the matter, this research is aimed to identify the perception of several taxpayers regarding the modernization of the tax administration and its impact on formal compliance at the Small Tax Office of Jakarta Menteng One.
This research utilizes survey by involving 98 taxpayers, which were selected in a simple random basis. Data regarding tax administration modernization were obtained through questionnaire, whereas data regarding taxpayers? formal compliance are collected through documentary study. The data were analyzed using descriptive analysis and statistical analysis, which consists of correlation, determination coefficient, t-test and regression analysis.
The research result demonstrates that in general, taxpayer have positive perception regarding the implementation of the tax administration odernization, which consists of the human resources, information technology, and organizational structure aspects. Meanwhile, in relation with formal compliance indicators, taxpayers, in general are compliant in performing their tax reporting obligation, namely the submittal of the Periodic Tax Return of Income Tax Article 21 (SPT Masa PPh 21), Periodic Tax Return of Income Tax Article 25 (SPT Masa PPh 25), Annual Tax Return of Income Tax Article 25/29 (SPT Tahunan PPh 25/29) and Annual Tax Return of Income Tax Article 21 (SPT Tahunan PPh 21). Unfortunately, taxpayer showed noncompliance in terms of the submittal of Periodic Tax Return of Value Added Tax. In terms of tax payment, taxpayers are compliant in paying their Periodic Income Tax Article 21 (PPh 21 Masa), Annual Income Tax Article 21 (PPh 21 tahunan), and Annual Income Tax Article 25/29 (PPh 25/29 tahunan), but they tends to be non-compliant in terms of the payment of Periodic Income Tax Article 25 (PPh 25 masa) and Periodic Value Added Tax (PPN masa).
Based on the hypothetical test, it is identified that the tax administration modernization has given positive and significant impact on taxpayers? formal compliance at the Small Tax Office of Jakarta Menteng One. This finding confirms that the better the implementation of the tax administration modernization is, the higher the taxpayers? formal compliance. Human resources is the indicator that has dominant impact on taxpayers? formal compliance, followed by the information technology and the organizational structure The modernization need to be resumed, and the performance shall be improved through overall intensification and improvement of the entire aspects of the tax administration modernization. Aspect to improve are taxpayer register system using e-register. Meanwhile, in regards of formal compliance indicators, closer supervision need to be given on the reporting of the Periodic Tax Return of the Value Added Tax (SPT Masa PPN), the payment of the Periodic Value Added Tax (PPN Masa), and the payment of Periodic Income Tax Article 25 (PPh 25 Masa)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24544
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Satria Wibawa
"Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak erat kaitannya dengan kewajiban Wajib Pajak di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Dalam perkembangannya pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak ini banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan keuangan negara. Berdasarkan pemeriksaan banyak ditemukan Pengusaha Kena Pajak yang tidak melakukan kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan benar bahkan lama sekali tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Bahkan kemudian ditengarai banyak Pengusaha Kena Pajak fiktif yang menggunakan alamat dan identitas yang tidak benar, tidak menyelenggarakan pembukuan, bahkan mengajukan restitusi yang tentunya fiktif. Tentu ini tidak bisa dibiarkan, karena membahayakan penerimaan negara. Hal inilah yang mendorong dikeluarkannya kebijakan Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan registrasi ulang Pengusaha Kena Pajak.
Tujuan dari registrasi ulang adalah agar Direktorat Jenderal Pajak mempunyai database yang akurat dan up to date mengenai identitas Wajib Pajak yang berada di wilayah kerjanya, meliputi nama Wajib Pajak, penanggungjawab perusahaan, alamat, dan nomor telepon, lokasi usaha, gambaran kegiatan usaha serta data peredaran usaha. Selain itu, registrasi ulang pengukuhan Pengusaha Kena Pajak merupakan salah satu cara Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan.
Dinyatakan bahwa wajib pajak yang tidak mendaftarkan diri (unregistered taxpayer) menimbulkan gap antara wajib pajak potensial dengan wajib pajak yang terdaftar. Untuk mengatasi majalah ini administrasi pajak dapat mcmbuat masterlist wajib pajak, yang harus di-up-date dalam jangka waktu tertentu untuk mempertahankan keakuratannya. Sementara dinyatakan pula bahwa keberhasilan pemungutan pajak tergantung kepada kepatuhan suka rela (voluntary compliance). Kepatuhan biasanya bukan didasari atas kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajiban pajak tetapi lebih disebabkan karena ketakutan akan adanya sanksi apabila mereka tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam penelitian ini diteliti tentang "Pengaruh Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak Terhadap Penerimaan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Jakarta Setiabudi Satu". Kegiatan penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh registrasi ulang terhadap penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak. Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif dan Regresi dengan sample data sebanyak 24 bulan, dari sejak Januari 2004-Desember 2005.
Hasil penelitian ini adalah :
1. Pengaruh Registrasi Ulang PKP Terhadap Penerimaan Pajak, menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut: Y = -988.573,4+448,165X
Dari persamaan ini tampak nilai b (koefisien regresi) menunjukkan arah yang positif. Hal tersebut memberi arti kalau kenaikan variabel bebas (Registrasi Ulang PKP), akan menaikkan variabel terikat (Penerimaan Pajak).
Dalam pengertian lain dapat disederhanakan, semakin berhasil program registrasi ulang, maka semakin meningkatkan penerimaan pajak. Alasannya karena PKP yang sudah terseleksi dari hasil registrasi ulang benar-benar sudah bersih dari PKP yang tidak aktif, dan mendorong PKP untuk lebih tertib lagi.
2. Pengaruh Registrasi Ulang PKP Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak, menghasilkan persamaan garis regresi sebagai berikut: Y =1.197,701+0,355X
Dari persamaan ini tampak nilai b (koefisien regresi) menunjukkan arah yang positif. Hal tersebut memberi arti kalau kenaikan variabel bebas (Registrasi Ulang PKP), akan menaikkan variabel terikat (Kepatuhan Wajib Pajak).
Namun kalau dilihat dari angka R2 atau koefisien determinasi yang menunjukkan angka 0,020 atau 2%, dapat dijelaskan bahwa 2% dari kepatuhan Wajib Pajak melaporkan SPT Masa bisa dijelaskan oleh variabel registrasi ulang pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Sedangkan sisanya sebesar 98% dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
Melihat basil uji statistik dari variabel bebas registrasi ulang Pengusaha Kena Pajak terhadap Penerimaan Pajak mempunyai pengaruh positif, maka sudah selayaknya kegiatan registrasi ulang ini tidak berhenti di sini saja. Dengan selalu dilakukannya pemantauan terhadap Wajib Pajak secara langsung melalui registrasi ulang Pengusaha Kena Pajak maka akan meningkatkan kesadaran Wajib Pajak akan pengawasan yang terns manerus dilakukan oleh petugas pajak. Sehingga dengan demikian mengurangi keinginan Wajib Pajak untuk melaporkan pajaknya dengan tidak benar.
Pengenaan sanksi yang kecil bagi Wajib Pajak yang tidak atau terlambat melaporkan SPT Masa, merupakan salah satu sebab Wajib Pajak enggan melakukan kewajibannya. Jadi sanksi yang dikenakan harus lebih besar lagi. Dengan adanya sanksi yang memberatkan, maka Wajib Pajak akan berpikir ulang untuk melakukan pelanggaran dalam melakukan kewajiban perpajakannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22074
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsie Sylviana Kasim
"Evaluasi layanan Kantor Pelayanan Pajak dilakukan untuk mengetahui kualitas pelayanan restitusi PPN di Kantor Pelayanan Pajak "X" dengan menggunakan pendekatan konsep Service Quality (SERVQUAL) yaitu melalui dimensi tangibles, realibility, responsiveness, assurance dan empathy. Kemudian mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu faktor budaya organisasi, struktur organisasi, sumber daya manusia, sistem dan prosedur dan kepemimpinan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dibuat rekomendasi untuk peningkatan kualitas pelayanan Kantor Pelayanan Pajak "X". Metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner, wawancara Iangsung terhadap informan dan pengamatan Iangsung (observasi) terhadap kejadian di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumen. Analisis data yang terkumpul dari kuesioner dilakukan dengan menggunakan perhitungan statistik Weight Mean Score (WMS) atau perhitungan nilai rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wajib Pajak cukup puas atas pelayanan yang diberikan oleh KPP "X". Hal ini dijelaskan oleh faktor-faktor sebagai berikut: budaya organisasi yang kurang mendukung kreativitas dan inovasi bagi karyawan, struktur organisasi yang terlalu birokratis, perencanaan sumber daya manusia masih terpusat di Ditjen Pajak, sistem dan prosedur yang masih berbelit-belit dan kepemimpinan yang kurang dapat mengoperasionalisasi dan mensosialisasikan visinya. Agar kualitas pelayanan restitusi PPN di KPP "X" dapat ditingkatkan, penulis menyarankan agar Ditjen Pajak memperbaiki sistem dan prosedur restitusi PPN, mengubah orientasi kepemimpinan kepada pencapaian visi pelayanan restitusi PPN yang baik, pendelegasian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar kepada Kepala Seksi PPN, pengembangan sumber daya manusia dan perubahan budaya organisasi ke arah yang lebih kondusif bagi pelayanan terhadap Wajib Pajak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T3553
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Sara
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejumlah faktor yang mempengaruhi motivasi kerja pegawai dalam melayani wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu. Faktor-faktor yang diteliti yaitu kompensasi, budaya organisasi dan penilaian kinerja. Ketiga faktor tersebut merupakan variabel yang dinilai potensial dalam mempengaruhi motivasi kerja pegawai.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei korelasional dengan melibatkan sampel sebanyak 98 orang yang diambil dengan teknik sensus. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data menggunakan statistik inferensial, meliputi koefisien korelasi, koefisien determinasi, uj t, uji F dan regresi yang perhitungannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13.0. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kompensasi, budaya organisasi, dan penilaian kinerja baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai dalam melayani wajib pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi kompensasi, semakin baik budaya organisasi dan semakin baik penilaian kinerja, maka semakin tinggi motivasi kerja; sebaliknya semakin rendah kompensasi, semakin buruk budaya organisasi dan semakin buruk penilaian kinerja, maka semakin rendah motivasi kerja pegawai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompensasi, budaya organisasi, dan penilaian kinerja merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi kerja pegawai.
Berdasarkan hasil penelitian ini maka kompensasi, budaya organisasi dan penilaian kinerja perlu diperbaiki dalam upaya meningkatkan motivasi kerja pegawai. Perbaikan kompensasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kebutuhan aktual pegawai dalam memberikan kompensasi dalam bentuk insentif dan tunjangan khusus, seperti dalam bentuk tunjangan kendaraan dan perumahan. Budaya organisasi dapat diperbaiki dengan berusaha mengimplementasikan nilai-nilai budaya organisasi yang selama ini terbukti dapat memotivasi pegawai dalam bekerja dan berusaha mengakomodasi nilai nilai budaya baru yang dipandang lebih menjanjikan motivasi kerja seraya meninggalkan nilai-nilai budaya organisasi tidak mendukung terbangunnya motivasi kerja. Sementara untuk penilaian kinerja dapat dilakukan dengan cara menyempurnakan kriteria penilaian kinerja secara terus menerus dan berkesinambungan yang menjamin obyektivitas dengan mangakomodir aspirasi pegawai.

The objective of this research is to identify some factors which affect the working motivation of employees in serving taxpayers at Jakarta Menteng Satu Tax Office. Factors which are analyzed include compensation, organizational culture and performance assessment. These three factors are variables which are considered potential in affecting the employee?s working motivation.
The research method applied is the correlational survey method which involve samples of 98 persons which were taken by a census technique. The data collection was done by using questionnaires whose validity and reliability have been tested. The analysis of data applies the inferential statistic, including the correlation coefficient, determination coefficient, t-test, F-test and regression and uses the SPSS version 13.0. The results of the research indicate that the compensation, organizational culture and performance assessment, either individually or collectively, have significant effect to the working motivation of the employees in serving taxpayers at Jakarta Menteng Satu Tax Office. It means that the higher the compensation, better organizational culture and the performance assessment, the higher the working motivation will be. On the other hand, the lower the compensation, the worse organizational culture and performance assessment, the lower the working motivation will be. It can be therefore concluded that the compensation, organizational culture and performance assessment are factors which significantly affect the working motivation of the employees.
Based on the results of the research, the compensation, organizational culture and performance assessment need to be improved in an effort to increase the working motivation of the employees. Compensation improvement can be done by considering the actual needs of employees in providing the compensation in the form of incentive and special allowances such as transport and housing allowances. The organizational culture can be improved by implementing the organization?s cultural values which have been proved to be able to motivate employees at work and accommodating the new cultural values which are believed to be able to improve their working motivation and at the same time, removing the organization?s cultural values which have failed to improve the working motivation of the employees. Meanwhile, the performance assessment can be done by improving the performance assessment criteria on a sustainable basis by accommodating the aspiration of employees which promotes the objectivity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T22926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parhusip, Benyamin
"Direktorat Jenderal Pajak telah memulai beberapa langkah reformasi administrasi perpajakan yang menjadi landasan bagi tcrciptanya administrasi perpajakan yang modern, efisien, efektif dan dipercaya Wajib Pajak. Dalam penerapan sistem yang baru ini terdapat beberapa perubahan, diantaranya dalam struktur organisasi dan pelayanan. Struktur organisasi yang baru dirancang berdasarkan fungsi bukan jenis pajak. Sedangkan perubahan dalam pelayanan menyangkut penerapan teknologi informasi, misalnya dalam hal Wajib Pajak melakukan pelaporan kewajiban perpajakan.
Wajib pajak KPP BUMN terdiri dari seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk anak perusahaan yang penyertaan modal baik langsung maupun tidak langsung dari BUMN Iebih dari 50% (Keputusan Dircktur Jenderal Pajak No. KEP/PJ/2004 tanggal 29 Maret 2004).
Penerimaan KPP BUMN cukup signifikan kontribusinya bagi penerimaan Kanwil DJP Jakarta Khusus maupun penerimaan nasional. Pada tahun anggaran 2003, KPP BUMN telah menyumbang sebesar Rp. 26.50 triliun (52,13%) dari Pencrimaan Kanwil DJP Jakarta Khusus yang mencapai Rp. 50.83 Triliun atau sebesar 10.92% dari realisasi penerimaan nasional yang mencapai Rp. 242,6 triliun. Sedangkan untuk tahun 2004 realisasi penerimaan KPP BUMN adalah sebesar Rp. 30,65 Triliun atau 59,80% dari realisasi penerimaan Kanwil DJP Jakarta Khusus, atau sekitar 10,91% dari penerimaan pajak nasional sebesar Rp. 230,8 Triliun.
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat penyesuaian terhadap sistem dan organisasi yang baru dalam sistem administarsi perpajakan modern dan sejauhmana efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak yang dilaksanakan oleh KPP BUMN serta faktor-faktor apa yang dapat mendorong peningkatan efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak.
Tujuan penelitian ini yaitu menjelaskan dan menguraikan sistem pemungutan pajak dengan menggunakan sistem administrasi perpajakan modern dan mengetahui sejauhmana efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak serta menjelaskan faktor-faktor yang dapat mendorong efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode deskriptif analisis, dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kualitatif.
Dari analisis diketahui pada tahun 2003, pertumbuhan penerimaan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak juga diikuti oleh penerimaan KPP BUMN. dan memberikan kontribusi yang cukup besar tiap tahunnya. Pada tahun 2003 kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan dalam negeri sebesar 71% dan pada tahun selanjutnya naik menjadi 80% atau naik sebesar 9%. Tingginya efektivitas kinerja pemungutan dapat dilihat dari tingginya kontribusi penerimaan bcrdasarkan self assessment yaitu 97% selama dua tahun. Selama dua tahun yaitu 2003 dan 2004 terjadi kenaikan kontribusi per pegawai. Hal ini mengartikan bahwa efisiensi kinerja petugas pajak KPP BUMN mengalami peningkatan yang cukup baik.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa rasio penerimaan perpajakan Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto sccara umum mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Dapat disimpulkan bahwa reformasi administrasi perpajakan cukup efektif meningkatkan kinerja penerimaan.
Saran dalam penelitian ini adalah peranan reformasi perpajakan sangatlah besar peranannya dalam meningkatkan rasio-rasio perpajakan. Diusulkan untuk meningkatkan anggaran Direktorat Jenderal Pajak khususnya KPP BUMN bagi sumberdaya manusianya untuk meningkatkan motivasi kerja.

The Directorate General of Taxes had begun a several step reform tax administration that becomes basic for create tax administrative modem system, efficient, effective and believe by taxpayers. By applying the new system, there are some changes, among others are in organization structure and service. The new organization structure is designed based on functions, not type of taxes. The change in service involves among others the application of information technology, such as when taxpayers report their tax obligations.
Taxpayers registered in TDO SOE consist of all SOEs, including their subsidiaries with direct or indirect ownership more than 50% (the director General Office's decree number: KEP-67/PJ./2004 dated March 29, 2004). The TDO SOE's tax revenue contributes significantly to Special Region's revenue, as well as to national revenue. In the fiscal year of 2003, TDO SOE contributed as much as Rp. 29, 50 trillion, or equals to 52, 13% of Special Region Office's revenue of 50, 83 trillion or equal to 10, 92% of national revenue of 242, 6 trillion. Meanwhile, for the fiscal year of 2004, the revenue realize for TDO SOE is Rp. 30,65 trillion or 59,80% of special region's revenue realize. or equals to 10,9f% of national revenue of 280,8 trillion.
Pursuant to the above mentioned there is has a fixed of a new system and organized in tax administrative modern system and how far effectively and efficiently of collection of by TDO SOE and what factor to push that. The goal of the research is to explain and elaborate on how far the tax administrative modem system influences effectively and efficiently of collection and explain the factor can be push there effectively and efficiently.
Research methodology and data collecting method use this research is qualitative research method by using descriptive research, to collect data with research library and field research. Analysis data use a qualitative analysis.
It is known from the analysis in the year 2003; growth of tax revenue by the Directorate General of Taxes followed by Tax District Office for State-owned Enterprises and gives a big contribution every year. Fiscal year of 2003, contribute of tax revenue to internal revenue of 71% and the next year grow up to 80% or equals grow up to 9%. The high an effective of activities collection can be sec from high of contributes revenue as self assessment is 97% for two years. For two years in 2003 and 2004 had grown up contribute foe employee. This is means that efficiently of activities tax employee TDO SOE had a good grown up.
Conclusion of the result is that ratio of Indonesia tax revenue affect to Gross Domestic Product as generally had developed and administration reform had enough effectively increase revenue performed.
Suggestion made from this research is the act of tax reform had great contribution in increase of tax ratios. There is a change to increase tax revenue, so that tax revenue can be realized. To get a highly motivation of work, the Directorate General of Taxes especially TDO SOE suggest increase budget.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22222
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Lestari
"Dalam upayanya untuk meningkatkan penerimaan pajak, pemerintah melakukan ekstensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi obyek pajak. Salah satu usaha ekstensifikasi dan intensifikasi tersebut adalah pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak di lokasi usaha terhadap Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai lokasi usaha di sentra perdagangan atau perbelanjaan atau pertokoan atau mal atau plaza atau kawasan industri atau sentra lainnya, serta kewajiban untuk membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 sebesar 2% dari peredaranusaha tiap bulan di masing-masing lokasi usaha tersebut, di mana pembayaran ini diperlakukan sebagai pajak final.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kebijakan ini telah memenuhi azas keadilan. Di samping itu juga ditujukan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan ini pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Dua. Pembuatan suatu kebijakan perpajakan harus memperhatikan azas-azas perpajakan. Salah satu azas perpajakan yang harus dipegang teguh adalah azas keadilan. Suatu pemungutan pajak adalah adil, apabila orang-orang yang berada dalam keadaan ekonomis yang sama dikenakan pajak yang sama, sedang orang-orang yang keadaan ekonomisnya tidak sama diperlakukan tidak sama, setara dengan ketidaksamaannya itu. Apabila azas keadilan ingin diterapkan dalam sistem pajak penghasilan, maka baik syarat keadilan horizontal maupun syarat keadilan vertikal harus dipenuhi. Tingkat keadilan (fairness) yang tinggi dalam sistem perpajakan akan memicu setiap individu untuk patuh secara sukarela.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara terhadap para informan yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha Tertentu. Informan dipilih dari pihak fiskus dan Wajib Pajak. Dari pihak fiskus wawancara dilakukan dengan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Gambir Dua, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi, Kepala Seksi Ekstensifikasi, dan salah seorang petugas seksi ekstensifikasi. Selain itu kajian dokumentasi yang merupakan data sekunder juga dilakukan terhadap berbagai dokumen yang relevan. Kewajiban pendaftaran di setiap lokasi usaha bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sebenarnya sudah tepat dan dapat membawa pada keadilan, tetapi adanya pengecualian bagi pedagang kendaraan bermotor dan restoran menyebabkan timbulnya ketidakadilan. Selanjutnya pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 yang ditetapkan sebesar 2% dari peredaran bruto serta diperlakukan sebagai pajak final juga tidak memenuhi azas keadilan dengan tidak terpenuhinya lima syarat keadilan horizontal dan dua syarat keadilan vertikal.
Pada tingkat implementasi, ketidakadilan tersebut membawa kepada banyaknya ketidakpatuhan pada kebijakan ini. Dari sisi kantor pajak, lemahnya law enforcement, yang antara lain ditandai dengan tidak adanya sanksi bagi Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai kebijakan ini, juga memiliki andil dalam membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak. Selanjutnya ketidakpatuhan ini dapat membawa pada ketidakadilan dalam implementasi peraturan, karena Wajib Pajak yang berada dalam kondisi sama mendapat perlakuan perpajakan yang berbeda.

In its effort to increase the income tax, the government has conducted taxpayers expansion and tax base intensification. One of the expansion and intensification effort is to give Taxpayer Identification Number (NPWP) to each of certain entrepreneur person having shop in a trading or shopping centre or stores or mall or plaza or industrial area or other centre, as well as the obligation to pay income tax Article 25 at 2% of gross revenue per month in respective business location. The payment is treated as final tax.
This research is made to find out whether this policy has met the requirement of equity principle. In addition it is also aimed to recognize how the implementation of this policy at Pratama District Tax Office of Jakarta Gambir Dua. Determining a tax policy should comply with taxation principles. One of the tax principles that must be obeyed is the equity principle. A tax collection is considered fair if those who are in equal economic condition were imposed with equal tax, while those who are in unequal economic condition were treated unequal, relative to its difference. If equity principle would be applied in income tax system, then both horizontal equity requirements and vertical equity requirements should be fulfilled. The high fairness level in tax system will motivate every taxpayer to comply voluntarily.
This research used descriptive qualitative method. Primary data collection was conducted through interview with informants having knowledge and experience on individual taxpayer of certain enterpreneurs. Informants were selected from tax officers and taxpayers. Interview with the tax officers were conducted with the Head Officer of KPP Pratama Jakarta Gambir Dua, head of supervision and consultancy section, head of expansion section, and one of the expansion section officer. In addition documentation evaluation representing secondary data was also conducted on various documents. The obligation to register for each business location for individual taxpayer of certain entrepreneur actually is proper and can direct to equal treatment, but the fact that motor vehicle and restaurant enterpreneu were excluded from this obligation make it become unfair. Further the imposition of income tax Article 25 at 2% of gross revenue and treated as final tax does not fulfill equity principle, in the way that it does not fulfill five requirements of horizontal equity and two requirements of vertical equity.
In implementation level, the inequality can caused much incompliance with this policy. From the tax office side, the weakness of law enforcement, among of them s indicated by none penalty for the tax violator pursuant to this policy, also contribute in creating taxpayer incompliance. Further this incompliance may caused unfairness in policy implementation, because taxpayer in similar condition get different treatment in tax area."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24565
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>