Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179850 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ellyanora Valentina
"Pada saat ini, kehadiran perusahaan-perusahaan asing dan produk-produk yang bersifat global sangat dirasakan keberadaannya. Investasi merupakan upaya untuk memperluas perusahaan ke negara lain agar dapat memanfaatkan sember daya yang dimiliki negara tersebut secara maksimal. Dalam pasar yang semakin bersifat global, kegiatan-kegiatan perusahaan-perusahaan asing tidak mengenal batas negara. Arus investasi asing langsung (FDI) menjadi aliran modal terbesar dalam perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan peningkatan taraf hidup di negara-negara berkembang membuka peluang untuk pengembangan pasar bagi perusahaan-perusahaan multinasional.
Peningkatan kemudahan akses ke pasar modal dunia telah memacu perusahaan-perusahaan multinasional mengarahkan investasi mereka ke negara-negara berkembang. Liberalisasi yang didukung oleh kebijakan investasi asing yang lebih berorientasi pasar di negara-negara berkembang menciptakan iklim investasi yang lebih menarik FDI. Berkurangnya hambatan dalam kegiatan investasi di negara-negara berkembang turut memperbaiki iklim investasi. Bhagwati (1978) berpendapat bahwa manfaat yang diperoleh dari kehadiran investor-investor asing sangat ditentukan oleh kebijakan yang ditempuh pemerintah setempat. Manfaat kehadiran investasi-investasi asing lebih dapat dirasakan jika pemerintah menerapkan strategi yang berorientasi ekspor dengan persaingan yang lebih terbuka daripada jika menerapkan strategi substitusi import dengan memberikan perlindungan yang berlebihan kepada perusahaan-perusahaan lokal.
Kajian ini akan membahas dampak yang dihasilkan dalam penerapan kedua strategi tersebut di Indonesia. Semula pemerintah Indonesia menganut kebijakan substitusi import yang didukung oleh harga minyak yang tinggi hingga sekitar akhir tahun 1981. Kemudian, jatuhnya harga minyak dunia dan beberapa pendapatan penting lainnya memaksa pemerintah untuk beralih pada kebijakan yang berorientasi ekspor. Untuk menilai dampak dari kehadiran perusahaan-perusahaan asing, selain memperhatikan kondisi perekonomian secara makro juga perlu melihat kondisi mikro dan perbaikan iklim investasi secara keseluruhan. Perusahaan-perusahaan asing tersebut menj adi sumber pengembangan teknologi dan inovasi produk sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan-perusahaan lokal dan iklim industri domestik dalam menghadapi persaingan di dunia internasional."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17086
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renaldi Zein
"Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk melakukan pembangunan di dalam negeri, khususnya di sektor sosial dan ekonomi. Untuk itu pemerintah Indonesia melakukan kebijakan mendorong masuknya investasi asing kedalam negeri. Guna memberikan pelayanan yang lebih dan memberikan komunikasi, koordinasi dan informasi bagi kepentingan investasi, maka Presiden Republik Indonesia membentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal pada tahun 1985, dan hingga saat ini organisasi ini masih eksis.
Terjadinya era reformasi yang menggantikan era Orde Baru kepemimpinan Soeharto, dilalui dengan berbagai gejolak-gejolak anatara lain demonstrasi masa dan kegaduhan yang berimbas pada krisis sosial dan ekonomi. Adanya data tentang turunnya investasi asing yang masuk ke Indonesia diduga akibat langsung atau tak langsung timbulnya persepsi buruk terhadap citra Indonesia, khususnya mengenai iklim investasi dimata investor asing. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat persepsi-persepsi para investor asing secara kualitas dan terurai jelas mengenai iklim investasi di Indonesia.
Metodologi yang dilakukan dalam penelitian lapangan adalah menggunakan survey kuestioner terhadap 100 responder yang terdiri dan investor asing.
Kuesioner ini meliputi pertanyaan terhadap 8 parameter iklim investasi berdasarkan hasil studi awal dan pengalaman peneliti, yaitu: keamanan, penegakan hukum, baiknya jalan pemerintahan, infrastruktur, prosedur investasi, insentif, biaya operasional, dan imej BKPM. Hasil survey ini ditindak lanjuti dengan "in depth interview" terhadap 10 responden investor asing yang dipilih berdasarkan "incidental and voluntary". Interview juga dilakukan terhadap 5 orang pejabat tinggi dan senior BKPM untuk mengetahui kegiatan mereka.
Temuan yang ada dalam penelitian adalah adanya gambaran jelas mengenai persepsi investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia. Persepsi yang negatif tersebut terdapat karena adanya dim Indonesia yang buruk sebagai negara yang mempunyai "country risk" tinggi, dan reputasi negatif sebagai negara yang banyak tindak korupsinya. Satu hal yang masih membuat positif pandangan terhadap iklim usaha disini, yaitu adanya persepsi positifik mengenai rendahnya biaya investasi, khususnya tenaga kerja dan sumber daya energi. Hai ini yangmembuat investasi masih menarik di Indonesia.
Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah, temuan betapa pentingnya peran media massa dalam menyebarluaskan informasi secara cepat, dan dapat mernbentuk opini-opini yang selanjutnya menjadikan persepsi masyarakat luas. Turunnya nilai investasi asing dapat diakibatkan pengaruh dari persepsi-persepsi yang negatif terhadap iklim investasi di Indonesia.
Kesimpulan dan rekomendasi dibuat berdasarkan konsep-konsep ilmu komunikasi. Perlunya komunikasi yang instruktif dari presiden kepada jajarannya untuk membenahi pemerintahan ini dengan baik. BKPM harus melakukan komunikasi yang persuasif kepada presiden dalam memberikan masukan informasi yang berpengaruh dalam mengambil kebijakan, serta komunikasi yang informatif BKPM kepada investor asing untuk memberikan jawaban dan kepastian atas perbaikan yang dilakukan. Untuk itu BKPM diusulkan untuk lebih berperan sebagai sentra komunikasi dan koordinasi terhadap aspek-aspek lingkungan organisasi, antara lain "stakeholders and audience".

Indonesia as a developing country needs a lot of capital sources to build its country, especially in social and economic sectors. The Indonesian government has issued policies to encourage incoming of foreign investors to the country. In order to serve more foreign investor in the way of communicating, coordinating, and providing information the President of Indonesia had established the Indonesian Investment Coordinating Board in 1985, which is still exist until today.
The transaction period of changing the power in this country from Soeharto era to reformation era had made through a very crucial things, such as uncontrolled mass demonstrations and riots. Those things had made impact to crisis of social and economy of Indonesia. The declining of foreign investment on statistics recently was assumed related to the bad perceptions about the investment climate of Indonesia. Image and reputation of Indonesia has contributed the building of the perception. This research was conducted to see in "descriptive and qualitative" aspects of those foreign investors perceptions about the investment climate.
This research study used a questionnaire survey to 100 respondents, who are foreign investors. The questioner covers B parameters of the investment dimate which are based on study and experiences of the researcher, such as security, law enforcement, good governance, infrastructures, procedures, incentives, cost of investment, and image of BKPM. The survey was followed up by in depth interviews to ten respondents representing foreign investors through incidental and voluntary selections.
Interviews were also made to five senior and high level officials of the Indonesian Investment Coordinating Board (BKPM) to see the organization activity.
The result of interviews has provided clear pictures of perceptions. Foreign investors' perceptions are bad to the Indonesia's investment climate. The negative perceptions were caused by the bad image of Indonesia, which occupies high score in the country risk list and it has a long in the negative reputation among the most corrupt countries. There is one positive perception about to the Indonesian investment climate. It is low cost of investment, such as low labor cost and cheap fuel and energy costs. These factors make Indonesia attractive for investment.
The interesting part of this research discovered that mass media had an important role in disseminating information fastly and it could influence public opinion. The declining foreign investment might be related to those negative perceptions about the investment climate in Indonesia.
Conclusions and recommendations were made based on communication concepts. It needs instructive communication from the country's president to manage better government. BKPM has to make persuasive communications to the president with information used for policy making, and informative communications to foreign investors with certainty saying that the government is improving the condition. It is proposed that BKPM should becomes a centre of communication and coordination to all aspects of the organization stakeholders and audiences.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oerip Lestari D. Santoso
" ABSTRAK
Sebagai bagian integral dari negara kesatuan Republik Indonesia, Propinsi Jawa Tengah melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan dilaksanakan disemua aspek kehidupan, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Untuk tujuan tersebut, Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Tengah merencanakan pertumbuhan ekonomi regional rata-rata 7% per-tahun pada Repelita VI.
Untuk mencapai tingkat pertumbuhan sebesar diperkirakan adanya investasi sebesar Rp. 63.18 triliun, dan 76% (Rp. 18,132 triliun) dari total investasi diperoleh dari sektor swasta (non pemerintah), sedangkan sisanya yang 24% (Rp. 15,05 triliun) dari pemerintah. Secara nasional angka pertumbuhan yang direncanakan tersebut cukup beralasan, Pada Pelita V angka rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah adalah 7,02%, dan lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,7%.
Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi yang memiliki daya tarik bagi investor. Pada tahun 1993, daerah seluas 34.503 km2 ini dihuni oleh 29.093,507 orang penduduk, yang tersebar di 35 Daerah Tingkat II (29 Kabupaten dan 6 Kotamadya). Kepadatan penduduk 843 orang/km2, dan menempati papan atas dalam hal kepadatan penduduk (angka nasional adalah 105 orang/ km2). Jumlah perduduk yang tergolong padat ini menimbulkan berbagai permasalahan, seperti urbanisasi, kemiskinan, dan berbagai gangguan kamtibmas lainnya. Kondisi ini tentu kurang mendukung upaya pembangunan di Jawa Tengah, dan kurang menguntungkan bagi ketahanan regional serta pada gilirannya akan berdampak pula pada ketahanan nasional.
Masalah ketenagakerjaan berupa pengangguran merupakan faktor pendorong Pemda Jawa Tengah untuk meningkatkan investasi. Proyek-proyek baru yang diminati khususnya bersifat padat karya (labour intensive). Laju pertambahan penduduk Jawa Tengah selama kurun waktu 1980-1990 sebesar 1,18% per-tahun, Angka yang besar ini membutuhkan investasi yang besar pula, agar tersedia lapangan kerja yang cukup.
Dari segi ketersediaan lahan, potensi pertanian tidak mungkin lagi dikembangkan dengan cara ekstensifikasi. Salah satu upaya peningkatan ekonomi yang dilakukan adalah pengembangan sektor industri. Sektor industri ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kerja bagi angkatan kerja yang sangat banyak, sehingga tingkat pengganguran dapat ditekan, sumber daya alam dapat dimanfaatkan, serta terwujud pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sunarto Widjajamukti
"ABSTRAK
Tujuan dari penulisan kaiya akhir mi dengan judul "CARA MEMPERKECIL RISIKO
INVESTASJ DI DALAM PASAR MODAL DAN VALAS INDONESIA MELALUI MODEL
MANAJEMEN PORTFOLIO" , yaitu untuk membenikan gambaran secara jelas cara
memperkecil nsiko investasi di dalam pasar modal dan valuta asing. Risiko tersebut timbul
akibat fluktuasinya harga saham dan nilai tukar mata uang asing. Karya akhir mi berupa sebuah
penelitian kecil dari 127 saham yang beredar di Bursa Effek Jakarta, dan 7 mata uang yang
beredar di masyarakat umum. Dimana data-data yang digunakan diperoleh dan:
1. Untuk kurs saham , majalah Info Pasar Modal dari bulan Mel 1991 sampai dengan
Desember 1993.
2. Untuk kurs valuta asing, BPS (Biro Pusat Statistik) dari bulan Mel 1991 sampai dengan
Desember 1993.
Di dalam penelitian mi penulis berusaha untuk mencari faktor-faktor makro apa saja yang
mempengaruhi tingkat pendapatan pasar modal dan uang asing. Dimana faktor-faktor makro
tersebut dibataskan hanya terdirl atas:
1. Untuk pasar modal terdiri atas : cadangan devisa, jumlah Ml, tingkat bunga deposito
dalam rupiah, harga emas, ekspor, tingkat inflasi, harga migas, impor, mlai tukar rupiah
terhadap US$, nilai tukar rupiah terhadap Yen, nilai tukar rupiah terhadap DM dan nilai
tukar rupiah terhadap Sin$.
2. Untuk pasar mata uang asing terdiri atas : cadangan devisa, jumlah uang beredar Ml,
tingkat bunga deposito rupiah per bulan, harga emas, ekspor, tingkat inflasi, harga minas,
impor dan pendapatan dan pasar modal.
Faktor-faktor makro tersebut sangat berguna di dalam menentukan alternatif model investasi
yang akan dipilih. Di samping itu, penulis berusaha mengkaitkan keadaan ekonomi Indonesia di
masa yang akan datang, di dalam menentukan model investasi tersebut.
Untuk menentukan model investasi, penulis menggunakan portfolio approach; singel index
model yang di ajukan oleh William Sharpe, dengan menggunakan metode cut-off rate di dalam
menentukan saham-saham mana saja, yang masuk ke dalam portfolio tersebut.
Dari hasil penelitian tersebut ditemukan beberapa hal:
1. Sampai saat mi pasar modal Indonesia masih dalam keadaan random walk. Hal mi
ditunjukkan dan 127 saham yang diteliti hanya 33(26 %) saham yang tidak random walk
sedangkan 94 saham (74 %) random walk Tingkat pendapatan investasi di pasar modal
memang sangat mengiurkan, sebagai contoh; Sekar laut (81.11% per bulan), Suba Indah
(49.13 % perbulan), Modernland Reality (47.68 % per bulan). Di samping tingkat
pendapatan yang tinggi, saham-saham yang disebut di atas memiliki tingkat risiko yang
tinggi pula.
2. Tingkat pendapatan dari pasar modal untuk saat mi ditentukan oleh; harga minas, nilai
tukar rupiah terhadap US$, harga emas, cadangan devisa dan nilai tukar rupiah terhadap
Yen.
3. Dibandingkan dengan pasar modal, pasar valuta asing lebih dapat di prediksi. Path saat
mi, mata uang asing Yen, yang memberikan tingkat pendapatan yang paling besar
dibandingkan dengan ke enam mata uang asing lainnya. Tetapi dilihat dari faktor risiko,
ternyata mata uang asing Yen justru yang mempunyai tingkat risiko yang paling besar.
4. Untuk saat im tingkat pendapatan pasar valuta asing dipengaruhi oleh faktor-faktor makro
cadangan devisa, harga minas dan tingkat inflasi.
5. Model investasi yang di pilih oleh penulis yaitu suati model investasi yang menupakan
gabungan antara beberapa alternatif (lihat pada Sub-bab IV.3-3 MODEL INVESTASI
YANG DISARANKAN).

"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarasanti Anindya Praba
"Penelitian ini menganalisa korelasi faktor-faktor ekonomi negara tujuan investasi terhadap aliran penanaman modal di beberapa negara. Analisa difokuskan pada penanaman modal asing pada industri manufaktur di Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand dan didasarkan pada data-data makroekonomi pada periode 1996 hingga 2001. Analisa korelasi faktor-faktor ekonomi negara tujuan yang meliputi: (a) nilai tukar mata uang, (b) luas pasar, (c) tingkat pertumbuhan, dan (d) tingkat penetrasi usaha asing terhadap penanaman modal asing di bidang manufaktur dilakukan untuk setiap negara dengan menggunakan metode analisis regresi. Dengan menggunakan model regresi linier, analisis korelasi setiap variabel babas terhadap variabel terikat, yaitu tingkat penanaman modal asing, dilakukan secara terpisah untuk setiap variabel babas dan untuk masing-masing negara. Selanjutnya dengan menggunakan model regresi multipel keempat variabel babas secara bersama-sama dianalisa korelasinya terhadap tingkat penanaman modal asing. Hasil analisa regresi ini kemudian dibandingkan secara deskriptif untuk setiap negara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus aliran penanaman modal asing di sektor manufaktur untuk Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand, perbedaan tingkatan penanaman modal asing di negara-negara tersebut dapat dijelaskan dalam berbagai tingkatan oleh faktor-faktor ekonomi di negara tujuan, baik secara terpisah maupun gabungan. Faktor-faktor tersebut meliputi tingkat nilai tukar mata uang, besar pasar, tingkat pertumbuhan dan penetrasi usaha asing. Korelasi antar tiap faktor negara tujuan dengan tingkat penanaman modal asing menunjukkan arah korelasi yang berbeda antar negara. Hasil korelasi antar variabel menunjukkan hasil yang bertentangan dan juga mendukung penelitian sebelumnya. Hasil penelitian tidak menunjukkan signifikansi secara statistik.
Untuk penelitian mendatang yang mencoba menganalisa fenomena penanaman modal asing dan factor-faktor yang menentukan sebaiknya mempertimbangkan satu pendekatan yang lebih komprehensif dengan menyertakan faktor-faktor internal perusahaan penanam modal dan lokasi investasi sehingga keterkaitan antar berbagai faktor dan fenomena penanaman modal asing tersebut dapat dipahami secara lebih baik.

This thesis analyzes the correlations of host country economic factors to foreign investment flow and compares the correlations between countries. The analysis focuses on direct investment manufacturing in Indonesia, Malaysia, Philippine and Thailand, using macroeconomic data of the countries for the period of 1996 to 2001. Several host country economic factors, they are: (a) foreign exchange fluctuation, (b) market size, (c) level of development, and (d) penetration by foreign business were analyzed of their association to foreign equity investment made to the manufacturing sector in each country using regressions analysis method. The four independent variables were analyzed independently for their association with the dependent variables (foreign equity investment) using linear regression model in each country, and subsequently, using multiple regressions model, the four variables were jointly analyzed on their associations to foreign equity investment. Regression results were then descriptively compared to each country.
Findings of this study show that in the case of foreign equity investment flow to manufacturing sector in Indonesia, Malaysia, Philippine and Thailand, the variance of foreign equity investment in these countries can be explained in various degree by the host country economic factors (i.e. foreign exchange fluctuation, market size, level of development and penetration by foreign business), independently or jointly. The direction of the relationship between each host country factor to the equity investment varies from country to country. Contradicting and supporting results of the variable's associations also appear in the finding. The findings did not show significant statistic results.
Future studies attempting to examine foreign direct investment phenomenon and the determinant factors of such activity should consider a more comprehensive approach incorporating both MNC and location factors to understand the interplay of these factors better as well as to understand the phenomenon better.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13992
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artati Wulandini
"Pemerintah Indonesia telah menggariskan kebijakan dengan menetapkan tahun 2003 sebagai tahun investasi. Presiden Megawati Soekarnoputri pads tanggal 27 Februari 2003, dengan harapan bahwa iklim investasi di Indonesia kembali bergairah setelah mengalami keterpurukan akibat krisis multidimensi sejak tahun 1997, sehingga para investor, baik investor lokal maupun investor asing tertarik kembali untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Sebagai konsekuensi dari kebijakan ini maka seluruh potensi pemerintah dan masyarakat, yang terkait perlu didayagunakan untuk dapat menyerap modal asing maupun modal dalam negeri.
Sebenamya pencanangan Tabun 2003 sebagai Tahun Investasi dapat dilihat dari dua pendekatan: pendekatan pesimistis dan pendekatan optimistis. Yang pesimistis beranggapan tahun ini sulit untuk bisa menggaet investasi karena ada beberapa faktor penghambat masuknya investasi. Misalnya, masalah kenaikan harga yang mendongkrak biaya produksi yang tinggi, ketidakpastian jaminan keamanan karena menjelang agenda politik Pernilu 2004, adanya teror born di dalam negeri seperti di Bali, Bursa Efek Jakarta, Gedung MPRIDPR, dan terakhir Hotel JW Marriot.
Sementara itu situasi luar negeri juga tidak menentu dengan adanya wabah penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), Perang Irak dengan Amerika Serikat yang baru saja selesai, Tragedi peruntuhan gedung WTC di Amerika Serikat, dan persaingan yang berat dengan Cina, Vietnam, Thailand, dan Asia. Tidak kompetitif karena faktual dan sentimen negatif bagi iklim investasi di Indonesia melalui melalui pemberitaan juga mengalir deras. Padahal investasi merupakan hal yang sangat panting untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia apabila mengharapkan ralcyat dapat bekerja dengan baik, dan lapangan pekerjaan dapat tersedia dengan baik. Persoalan panting yang seharusnya menjadi prioritas pemerintah untuk dikerjakan, sekaligus didukung oleh kalangan dunia usaha dan masyarakat.
Sementara dari sisi optimistis, semangat bahwa investasi harus terns meningkat, apa pun situasi dan kondisinya, seharusnya menjadi spirit dari semua prang. Dengan demikian, berbagai faktor penghambat investasi bisa dieliminasi.
Menjadi tugas pemerintah, termasuk politisi dari DPR, untuk bisa membuat iklim yang kondusif sehingga Indonesia dapat menjadi pilihan investasi yang baik bagi pars investor asing. Bahkan, bukan hanya investor asing, investor lokal pun kelihatannya hams dirangkul agar pertumbuhan ekonomi terjadi dari investasi ini.
Pemerintah berharap tahun 2003 jum.lah investasi yang rnasuk akan meningkat, balk Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah akan segera menyelesaikan RTJU Investasi dan akan memberikan insentif bagi pars investor. Pemerintah memang harus berbenah din agar para investor, khususnya pemodal asing, tertarik menginvestasikan dananya ke Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19816
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutikno
"Optimasi pendanaan investasi merupakan faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan perusahaan, terutama untuk perusahaan yang sedang berkembang seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero). Untuk mengetahui apakah pendanaan investasi telah dilaksanakan secara optimal dan kriteria apa yang digunakan untuk memilih sumber dana, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian sehingga dapat diketahui langkah-langkah apa yang seharusnya ditempuh manajemen agar pemenuhan kebutuhan dana investasi dapat dilaksanakan secara optimal.
Penelitian dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi kasus perusahaan dengan menggunakan landasan teori sebagai dasar analisis yang meliputi pengertian mengenai proses pelaksanaan investasi ditinjau dari sudut manajerial, metode-metode pemilihan investasi (kriteria investasi) dan metode-metode yang berkaitan dengan pemilihan sumber dana melalui perhitungan biaya penggunaan dana (cost of capital).
Hasil analisis dari aspek manajerial melalui tahapan kegiatan investasi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan investasi di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) belum dilakukan melalui tahapan yang benar, terutama yang menyangkut kegiatan penyusunan gagasan investasi, studi kelayakan investasi, koordinasi tugas di lapangan dan pemanfaatan investasi.
Untuk melakukan pilihan alternatif investasi, manajemen belum memiliki pola atau teknik analisis tertentu yang digunakan sebagai dasar penentuan pilihan. Dari analisis kriteria investasi dengan menggunakan metode NPV, IRR dan Pay Back Period terhadap 50 calon pelanggan industri dapat disimpulkan bahwa 28 calon pelanggan dinyatakan layak dan 22 calon pelanggan tidak layak.
Analisis kebutuhan dana yang ditujukan untuk memilih sumber dana yang paling optimal dengan menggunakan metode-metode perhitungan jangka waktu kritis hutang, Weighted Average Cost of Capital (WACC) dan Cost of Capital dari masing-masing sumber dana dapat disimpulkan bahwa penggunaan dana investasi yang ada sekarang dinilai optimal dengan skala prioritas dari prioritas I s/d IV sebagai berikut : Sumber Dana Bank Dunia/ADB, Obligasi Biasa, Obligasi Konversi dan Kredit Komersial.
Dari hasil-hasil analisis tersebut disarankan haI-hal sebagai berikut : pelaksanaan investasi dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang benar, untuk melakukan pilihan alternatif investasi hendaknya selalu didasarkan pada analisis kriteria investasi, manajemen harus memikirkan untuk memilih alternatif sumber dana lainnya dengan menggunakan analisis cost of capital seperti tersebut diatas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Salsabila
"Penelitian ini menganalisis pengaruh keberadaan Foreign Direct Investment (FDI) terhadap pertumbuhan ekonomi antar provinsi di Indonesia pada periode setelah krisis 1998 atau pada masa otonomi daerah. Pertumbuhan nasional yang sudah cukup tinggi pascakrisis belum menghasilkan pemerataan pendapatan antar provinsi. Kesiapan masing-masing provinsi dalam menghadapi otonomi daerah pun berbeda sehingga disparitas dapat menjadi lebih tajam. FDI diharapkan dapat menjadi engine of growth bagi provinsi-provinsi di Indonesia pada masa otonomi daerah. Namun hasil regresi terhadap model pertumbuhan menunjukkan tidak ditemukannya dampak positif FDI terhadap pertumbuhan. Provinsi harus memiliki kesiapan modal manusia agar keberadaan FDI berdampak positif bagi pertumbuhan ekonominya. Pada akhirnya, walaupun masih terdapat disparitas pendapatan regional, namun hasil analisis menggunakan teori konvergensi memperlihatkan bahwa terdapat kecenderungan daerah miskin dapat mengejar ketertinggalan dari daerah kaya.

This paper aims to analyze the effects of Foreign Direct Investment (FDI) on economic growth among provinces in Indonesia in the period after Financial Crisis of 1998 or in the period of regional autonomy. Although National growth is already high after the crisis, there are still income inequality across provinces. Readiness of each region to face regional autonomy is different that the disparity could be more severe. FDI is expected to be the engine of growth for the Indonesia provinces during the regional autonomy era. For FDI to have positive impact on economic growth, however, there is a need of readiness of human capital for each provinces. Finally, although there are regional income disparities, the results of the analysis using the convergence theory show that there exist a tendency for poorer regions to catch up with richer regions."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S45927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mawardi
"Penelitian ini akan menganalisis dampak kebijakan investasi Pemerintah Daerah Jawa Barat pada sektor industri terhadap struktur penyerapan tenaga kerja di Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan daerah lainnya. Pemilihan Propinsi Jawa Barat sebagai basis penelitian dikarenakan Propinsi tersebut merupakan salah satu sentra industri yaitu di wilayah Bandung, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek). Menarik untuk dijadikan kajian karena Botabek merupakan daerah penyangga Propinsi DKI Jakarta yang notabene merupakan pusat aktivitas perekonomian Indonesia.
Kurang lebih 60% pembangunan sektor industri di Indonesia didominasi oleh sektor industri pengolahan dan berada di Propinsi Jawa Barat. Kebijakan tersebut diharapkan dapat berdampak pada penyerapan jumlah tenaga kerja sekaligus mengurangi tingkat pengangguran regional. Konsekuensi logis adanya interregional effect akan berdampak pula pada daerah sekitarnya.
Investasi yang dilakukan Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat di dalam penelitian ini bukanlah investasi yang sebenarnya, melainkan hanya merupakan skenario alternatif kebijakan investasi yang mungkin diambil, untuk menstimulasi pihak swasta sebagai pelaku utama dalam pembangunan sektor industri. Pemilihan skenario kebijakan investasi Pemerintah Daerah Jawa Barat tersebut berdasarkan kebutuhan msayarakat akan peluang memperoleh lapangan kerja di berbagai sektar industri pengolahan.
Adapun skenario yang dilakukan adalah dengan melakukan pengembangan sektor-sektor industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja. Setor-sektor yang dimaksud adalah sektor industri tekstil (sektor 9), industri kertas (sektor 11) dan industri barang dari logam (sektor 15). Pertimbanganya adalah ketiga sektor tersebut merupakan sektor penyumbang terbesar ketiga yaitu 17,3% bagi penyerapan tenaga kerja di Propinsi Jawa Barat setelah sektor pertanian 29,69% dan sektor perdagangan 24,96%.
Data awal yang digunakan untuk menganalisis dampak tersebut adalah Tabel Input-Output Antar Daerah (IRIO) Tahun 2000 hasil pemutakhiran data Input-Output Antar Daerah (IRIO) Tahun 1990 yang disusum oleh Bappenas.
Dari hasil simulasi dapat dikatakan bahwa kebijakan yang dilakukan Pemerintah Daerah Jawa Barat dengan mendorong pihak swasta untuk lebih banyak berperan dalam pembangunan ekonomi, terutama disektor industri tekstil (sektor 9), industri kertas (sektor 11) dan industri pengolahan barang dari logam (sektor 15) memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat, akan tetapi kurang signifikan dampaknya terhadap Propinsi DKI Jakarta dan daerah lainnya. Hal ini disebabkan karena keterkaitan antara sektor-sektor ekonomi di Propinsi DKI Jakarta dan lainnya relatif rendah bila dibandingkan dengan sektor-sektor sejenis di Propinsi Jawa Barat. Hal ini ditunjukan oleh rendahnya nilai keterkaitan kebelakang (backward linkages), keterkaitan kedepan (forward linkages) dan pure linkages. Dengan kata lain, dampak interregionalnya kecil atau kurang berarti."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastri
"ABSTRAK
Kondisi krisis yang melanda beberapa negara di Asia diantaranya Indonesia, Thailand, Philippina, Korea Selatan, dan Malaysia pada pertengahan Juli 1997, diduga mempengaruhi fluktuasi harga saham pada masing-masing bursa tersebut, yang pada gilirannya mempengaruhi return dan risiko investasi baik bagi pemodal domestik maupun pemodal asing. Bagi pemodal asing risiko investasi akan bertambah dengan adanya risiko valuta asing. Oleh karena itu risiko pemodal asing dalam penelitian ini hanya memasukkan tambahan unsur nilai tukar valuta asing.
Atas dasar pemikiran ini dilakukan penelitian dan pengujian apakah terdapat perbedaan risiko investasi dan kinerja saham pada bursa Jakarta Stock Exchange (JSX), Stock Exchange of Thailand (SET), Philippine Stock Exchange (PSE), Korea Stock Exchange (KSE) dan Kuala Lumpur Stock Exchange (KLSE) pada masa krisis, dibandingkan dengan periode sebelumnya baik bagi pemodal domestik maupun pemodal asing.
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan risiko investasi (dalam artian risiko sistimatis) yang diukur dengan nilai beta (r1) dengan model CAPM, pada kedua periode tersebut, dilakukan pengujian terhadap persamaan regresi terhadap seluruh data yang dipooled dengan kombinasi time series dan cross section pada masing-masing bursa.
Dari hasil pengujian tersebut diperoleh bahwa terdapat variasi perbedaan risiko investasi pada kedua periode tersebut baik ditinjau dari pemodal domestik maupun pemodal asing, misalnya pada bursa KLSE bagi pemodal domestik tidak terdapat perbedaan risiko investasi sedangkan bagi pemodal asing terdapat peningkatan risiko investasi, artinya nilai tukar merupakan unsur yang turut meningkatkan risiko. Demikian juga pada bursa SET, terjadi peningkatan risiko investasi hanya pada pemodal asing, sedangkan pada pemodal domestik menunjukkan tidak adanya perbedaan risiko investasi. Namun bagi bursa PSE bagi pemodal domestik terjadi penurunan risiko investasi sedangkan bagi pemodal asing terdapat peningkatan risiko investasi pada masa krisis. Selanjutnya pads bursa KSE menunjukkan ada penurunan risiko investasi bagi pemodal domestik pada masa krisis dan bagi pemodal asing tidak terdapat perbedaan risiko investasi pada kedua periode tersebut, Pada bursa JSX bagi pemodal domestik terjadi peningkatan risiko investasi tetapi tidak cukup signifikan, artinya secara statistik tidak terdapat perbedaan risiko investasi pada kedua periode tersebut, sedangkan bagi pemodal asing menunjukkan adanya peningkatan risiko investasi pada masa krisis.
Dari hasil pengujian untuk mengetahui, apakah terdapat perubahan kinerja yang signifikan pada masa krisis di bursa-bursa tersebut dilakukan dengan pengujian statistik non parametrik terhadap tabulasi silang (cross tab) kinerja saham untuk kedua periode tersebut. Dari basil pengujian tersebut terlihat bahwa pada bursa KLSE tidak menunjukkan perubahan kinerja yang cukup signifikan. Bursa SET balk bagi pemodal dom stik maupun pemodal asing
menunjukkan perubahan kinerja yang cukup signifikan. Bursa PSE, bagi pemodal domestik terdapat perubahan kinerja sedangkan bagi pemodal asing menunjukkan perubahan kinerja, Bursa KSE, baik bagi pemodal domestik maupun pemodal asing tidak menunjukkan perubahan kinerja yang cukup signifikan. Bursa JSX menunjukkan tidak adanya perubahan kinerja bagi pemodal domestik, sedangkan bagi pemodal asing terdapat perubahan kinerja.
Dalam penelitian ini masih terdapat berbagai kelemahan oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan yang dapat lebih menjelaskan hubungan antara perubahan nilai tukar dengan perubahan return saham pada masing
masing bursa tersebut, serta memasukkan variabel exchange rate daiam bentuk persamaan regresi yang menggunakan variabel dummy dengan jumlah sampel yang lebih besar.
"
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>