Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185267 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Argamaya
"Diduga bahwa inflasi lebih persisten dan kebijakan moneter lebih akomodatif terhadap inflasi di bawah rezim nilai tukar mengambang. Penelitian di Indonesia menunjukan hasil yang berbeda dari dugaan semula, yaitu rata-rata persistensi inflasi di Indonesia baik sebelum dan sesudah memperhitungkan rata-rata perbedaan pengaruh oil shocks di bawah rezim nilai tukar tetap cenderung lebih persisten. Sedangkan kebijakan moneter datam mengakomodasi inflasi baik dalam rezim nilai tukar tetap maupun rezim nilai tukar mengambang setelah memperhitungkan rata-rata perbedaan pengaruh oil shocks cenderung tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti. Hal ini terutama disebabkan oleh karakteristik laju inflasi di Indonesia lebih kuat dipengaruhi masalah di sisi penawaran dibandingkan dengan sisi permintaan, atau jumlah uang beredar, Selain itu, diduga akibat tidak independennya bank sentral dalam menentukan kebijakan moneter khususnya dalam jumlah uang beredar, sebagaimana dapat dilihat pada hasil pengujian kebijakan sterilisasL Dengan demikian, otoritas moneter memilHd keterbatasan dalam mengendalikan laju inflasi
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T257
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngaisyah
"Tesis ini meneliti efektifitas kebijakan moneter yang meliputi pengawasan pada suku bunga, base money, dan Net International Reserve (NIR) dalam menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama periode fund supported program dari Dana Moneter Internasional (IMF). Seperti diketahui, ketika krisis keuangan melanda Asia tahun 1997, nilai tukar rupiah merosot tajam yang secara fundamental ekonomi sulit diperbaiki. IMF sebagai badan yang membantu Indonesia dalam mengatasi krisis tersebut memberikan beberapa saran kebijakan moneter yang tercantum dalam letter of intent (LoI) guna menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Dikatakan bahwa kebijakan moneter akan diperketat atau dengan kata lain tingkat suku bunga akan dinaikkan yang didukung dengan intervensi mata uang asing untuk meningkatkan kepercayaan serta memberikan arahan yang jelas bagi pasar. Selain itu kebijakan moneter juga akan memfokuskan pada pembatasan pengaruh depresiasi nilai tukar terhadap inflasi. Untuk mendukung kebijakan tersebut, IMF menyarankan pemerintah untuk mengatur besamya suku bunga, base money, dan NIR.
Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah kebijakan moneter yang diambil pemerintah yang meliputi pengawasan terhadap suku bunga, base money, dan NIR mampu menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS selama periode fund supported program dari IMF?
Penelitian ini menggunakan model Vector Autoregressions atau sering disebut dengan VARs. Dalam model ini setiap kelompok variabel dinyatakan dalam fungsi linier dari nilai masa lampau variabel itu sendiri, nilai masa lampau dari variabel lainnya, serta nilai konstanta atau fungsi dari waktu. Penelitian ini juga menspesifikasi peubah-peubah endogen dan eksogen yang diyakini berinteraksi sehingga harus dimasukkan ke dalam modelnya serta jumlah selang terbanyak yang diperlukan untuk menangkap pengaruh yang dimiliki oleh masing-masing variabel terhadap variabel lainnya. Alasan pernilihan VARs berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Sims (1980) yang meyakini bahwa VAR mempunyai kemampuan lebih baik dalam memprediksi dibanding model persamaan struktural.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya instrumen base money yang mempunyai hubungan dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Artinya, adanya perubahan pada base money akan mengakibatkan perubahan pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sedangkan untuk instrumen tingkat bunga dan NIR, penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara kedua instrumen tersebut dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter melalui instrumen suku bunga, base money, dan NIR yang direkomendasikan oleh IMF hanya instrumen base money yang dapat diterapkan dalam menangani krisis keuangan di Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, salah satu saran yang bisa diberikan kepada otoritas moneter adalah tetap meneruskan kebijakan nilai tukar mengambang secara konsiten, dengan money-base sebagai patokan, Intervensi di pasar valas dilakukan hanya untuk mengurangi fluktuasi jangka pendek atau untuk menjaga likuidilas pasar. Upaya intervensi untuk sterilisasi atau meredam volatilitas harus dihindari. Sebab sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar rupiah sering terdepresiasi disertai volatilitas yang tinggi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15749
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Muhammad Nasim
"Banyak sasaran yang ingin dicapai secara serentak serta tidak berfungsinya mekanisme transmisi secara efisien akibat disintermediasi dalam sistem keuangan menyebabkan pengendalian moneter secara tidak langsung menjadi kurang efektif. Di satu sisi, perkembangan nilai tukar yang belum stabil dan inflasi yang masih tinggi memaksa Bank Indonesia sebagai otoritas moneter untuk mempertahankan kebijakan uang ketat, yang berakibat tingginya suku bunga di dalam negeri. Di sisi lain, tingginya suku bunga telah berdampak negatif terhadap dunia usaha karena membengkaknya kewajiban pembayaran bunga dan terhentinya pemberian kredit barn oleh perbankan, akibatnya nonperforming loan (NPL) meningkat dan bank-bank beroperasi dengan negative spread.
Penelitian ini mengevaluasi kembali apakah mekanisme transmisi yang selama ini dipergunakan masih relevan dijalankan dan mencari alternatif mekanisme lainnya yang lebih mengakomodasi terhadap kondisi perekonomian Indonesia yang semakin terbuka. Dengan menggunakan indeks kondisi moneter (IKM) sebagai sasaran antara pada mekanisme transmisi kebijakan moneter akan diketahui ketat atau tidaknya stance dari kebijakan moneter yang ditempuh.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indeks kondisi moneter (1KM) dapat memberikan informasi tentang akan dilakukannya pengetatan atau pelonggaran moneter di Indonesia. Pergerakan indeks kondisi moneter (IKM) ditentukan oleh gejolak dari komponen yang membentuk indeks kondisi moneter (1KM) yaitu suku bunga dan nilai tukar."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20049
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syofriza Syofyan
"Kebijakan moneter Indonesia sampai saat ini pada dasarnya masih menggunakan paradigma lama yang mengandalkan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui pengendalian jumlah uang beredar dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi. Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah jalur yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian. Mekanisme transmisi kebijakan moneter selama ini menyatakan bahwa Bank Indonesia (BI), dapat mengendalikan M (0) dan dengan asumsi multiplier uang (Money Multiplier) tetap, BI akan dapat mengendalikan M(1} dan M(2). Melalui pengendalian M(1) dan M(2), BI dapat mempengaruhi PDB Nominal atau permintaan agregat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muliadi Widjaja
"The literature is trying to explain the effectiveness of monetary policy in Indonesia in influencing the exchange rate under fixed and flexible exchange rate regime. The analysis is combined with their capital mobility relationship. The explanation based on the Mundell's famous trinity : The incompatible among fixed exchange rate, independent monetary policy and perfect capital mobility. The object of the research is Indonesia exchange rate experience between 1970-1994. Under the condition of sticky domestic price level and uncovered purchasing power parity, by using the two-countries asset-market model, the estimation of Indonesia exchange rate movement under fixed exchange rate regime (1971.1-1978.3) proved the Mundell's theorem, that the monetary policy does not compatible with the fixed exchange rate, while the liberalization of capital account did not followed by the opening of capital market, which made the condition of imperfect capital mobility because the capital is easy to move out but hard to move in. The condition was exacerbated with the financial repression at the time. Meanwhile under the preliminary period of flexible exchange rate, besides the imperfect capital mobility condition issue whis is caused by the not-well developing capital market, there is also a sequencing issue which impede the monetary policy. The issue was due to the lateness of the government to move the financial barriers under financial repression : The peg of interest rate and the peg of credit ceiling. While the flexible exchange rate regime had begun on the late of 1978, the financial repression barriers just removed out in the mid of 1983. One compulsory macro-economic condition which has to be fulfilled in order the monetary policy to have effectiveness in influencing the exchange rate under the flexible regime is the ability of interest rate to move up and down as needed. Otherwise, the result is somewhat alike with the monetary policy under the fixed exchange rate. This is shown up by the estimation in the period 1978.3-1983.2. This also explain why the 1982 monetary policy did not have the influence on the nominal exchange rate fluctuation, but succesfully made the inflation move slowlier. The estimation under flexible exchange rate after 1983 shows that the monetary policy is compatible with the flexible exchange rate, but still before 1988, the capital market had not been developed. The capital market was develop after the 1988 deregulation policy and it was integrated with the international market after 1992. This explain that some of the monetary policy had have the influence on the small fluctuation of the nominal exchange rate. Among those are the 1987 sterilitation policy and the 1990 tight money policy. While the 1991 sterilization policy, did not create any fluctuation on the nominal exchange rate. A small apreciation at the end of 1993 1 believed, was caused by the movement of short run capital. The estimation for the causality of the monetary policy and capital mobility to the exchange rate has shown that for the observation period, the monetary policies which have the effect on the variance of the exchange rate are the removed of the peg of the interest rate out, the sterilization policy and the 1988 reserve requirement policy. Capital mobility did not have the effect to the exchange rate variance."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
S19203
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gunawan
"Perkembangan capital flow masuk maupun keluar perekonomian Indonesia yang semakin meningkat dewasa ini perlu diwaspadai karena selain dampak positif, aliran modal juga berpotensi untuk menimbulkan dampak tidak menguntungkan bagi perekonomian suatu negara. Potensi risiko yang ditimbulkan oleh capital flow, antara lain adalah meningkatnya risiko suatu negara terhadap pembalikan arus modal asing (sudden reversal), tekanan terhadap nilai tukar, penggelembungan harga aset, semakin kompleksnya pengelolaan perekonomian makro, serta meningkatnya kerentanan di sektor keuangan.
Tesis ini meneliti interaksi antara capital flows, fluktuasi nilai tukar dan kebijakan moneter di Indonesia dengan menggunakan pendekatan Structural Vector Autoregression (SVAR), dengan menerapkan model Siok Kun Sek (2009) dan menambahkan satu variabel, yakni aliran modal (CFA) ke dalam model tersebut.
Dari hasil estimasi model dapat disimpulkan bahwa capital flows mempunyai pengaruh signifikan terhadap suku bunga SBI dan perubahan capital flow mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kebijakan moneter, shock aliran modal cukup mengganggu otoritas moneter dalam penentuan arah jangka panjang tingkat suku bunga SBI, dan volatilitas capital flows menjadi salah satu variabel yang mengganggu otoritas moneter dalam mencapai sasaran akhir laju inflasi.

The development of capital flows in and out of the Indonesian economy currently should be put in our consideration due to its impact on the economy. Capital flows generally has positive effects to support investment as well as increasing the effectiveness of resource allocation, however capital flows has also the potential risks to cause unfavorable impact on the economy of a country. Potential risks posed by capital flows, among others, is the increased risk of a country to foreign capital flow reversals (sudden reversal), the pressure on the exchange rate, asset price bubbles, the increasing complexity of managing the macro economy, and the increased vulnerability of the financial sector.
This thesis examines the interaction between capital flows, exchange rate fluctuations and monetary policy in Indonesia using Structural Vector Autoregression approach (svar), by applying the model Sek Siok Kun (2009) and adding one variable, namely the flow of capital (CFA) into the model.
From the results of the model estimation can be concluded that capital flows have a significant influence on interest rates (SBI). Changes of capital flows has also has a considerable influence on monetary policy in term of disturbing the monetary authority in determining the long-term direction SBI interest rate. Volatility of capital flows also to be one of the variables that interfere with the monetary authorities in achieving the final target rate of inflation.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T31421
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sanjoyo
"Macroeconomic untuk Kebijakan Moneter di Indonesia. Disertasi ini mencoba untuk mengembangkan dan mengestimasi Model New Keynesian Small Macroeconomic (NKSM) untuk kebijakan moneter di Indonesia. Model ini berlandaskan pada simple dynamic stochastic general equilibrium yang memfokuskan pada suku bunga nominal sebagai instrumen kebijakan moneter untuk stabilisasi harga. Aspek pengembangan model ini adalah dengan memperhatikan defisit fiskal yang diwakili oleh rasio hutang pemerintah terhadap GDP. Parameterisasi model yang digunakan yaitu dengan Generalized Method of Moments dan teknik kalibrasi (algoritma Gausse-Siegel) untuk perarnalan tiga tahun ke depan. Hasil pengujian koelisien model adalah sangat signifikan yang menunjukkan bahwa model NKSM valid untuk Indonesia. Dari hasil simulasi model yaitu kenailcan rasio hutang pemerintah terhadap GDP sebesar 3% pada tahun 2009 akan meningkatkan output gap secara sementara selama 3-4 kuartal dan secara bersarnaan menimbulkan crowding out. Dampak crowding out menimbulkan inflasi yang lebih kecil dari baseline, sehingga respon sulcu bunga nominal lebih kecil dari baseline.

This dissertation attempts to develop and estimate New Keynesian Small Macroeconomic (NKSM) Model for monetary policy in Indonesia. This model based on the simple dynamic stochastic general equilibrium that focuses on the nominal interest rate as a monetary policy instrument for price stabilization. An aspect of the development of this model is to consider the fiscal deficit represented by the ratio of govemment debt to GDP. Parameterizes of the model is used the Generalized Method of Moments and calibration techniques (algorithms Gausse-Siegel) to forecast next three years. Results testing hypotesis of model?s coefficients is very significant that indicates that the model NKSM valid for Indonesia. 'lhe results of the simulation model, namely the increasing debt to GDP ratio of 3% in the year 2009 will increase the output gap during the 3-4 quarter and while at the same time cause crowding out. The impact of crowding out cause inflation lower than baseline, so the response of nominal interest rate is smaller than baseline."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
D961
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>