Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108394 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Husniah Rubiana Thamrin
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Fursultiamin merupakan derivat tiamin yang aering digunakan di klinik untuk merangsang peristalsis saluran cerna pasca bedah. Dasar penggunaannya belum jelas dan efek kliniknya belum pernah dibuktikan secara memuaskan. Karena itu ingin dilakukan penelitian eksperimental sebagai salah satu cara untuk mendapatkan data pembuktian efektivitasnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek fursultiamin terhadap motilitaa saluran cerna pada ileus eksperimental. Penelitian ini dilakukan secara paralel dengan kelola pada 72 tikus yang dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Mula-mula pada masing-masing tikus dilakukan anestesi dengan natrium pentobarbital dan ditimbulkan ileus dengan melakukan laparotomi dan ekateriorisasi usus halus dan caecum secara sisternatik selama 30 menit. Saluran cerna kemudian dimasukkan kembali dan luka laparotomi dijahit. Pada masing-masing tikus kemudian diberikan 1 ml suspensi arang melalui sonde lambung. Kemudian Kepada kelompok I - IV diberikan fursultiamin dengan dosia 10, 16, 25.6 dan 41 mg/kg BB untuk menilai efektivitasnya terhadap motilitas saluran cerna, sedangkan kepada kelompok V dan VI diberikan neostigmin 0.1 mg/kg BB dan plasebo (NaCl 0.9%) sebagai kelola. Setelah beberapa saat tikus dimatikan dan diukur transit saluran cerna (TSC) yaitu yaitu persentase panjang usus halus yang dilalui suspensi arang terhadap panjang seluruh usus halus.
Hasil dan Kesimpulan: Pada kurva dosis-intensitas efek tidak terlihat adanya hubungan antara peningkatan dosis fursultiamin dengan peningkatan intensitas efek, sehingga tidak dapat disimpulkan adanya efektivitas yang jelas. Dari hasil uji Anava 1 arah yang dianalisis lebih lanjut dengan perbandingan multipel, tidak ditemukan perbedaan nilai rata-rata (± SD) TSC yang bermakna antara berbagai tingkat doais fursultiamin aendiri (TSC: 6.4% i 3.6% , 11.4% ± 6.5% , 10.3% i 6.3% , 8.4% ± 3.7%) dan antara fursultiamin dengan plasebo (TSC: 6.3% + 4.5%) (p > 0.05). Sedangkan antara fursultiamin dengan neostigmin (TSC: 31.5% + 13.4%) terdapat perbedaan bermakna (p < 0.05). Disimpulkan bahwa pada eksperimen ini tidak terlihat perbedaan bermakna antara fursultiamin dengan plasebo dalam meningkatkan peristalsis saluran cerna."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcahyanti Wahyuningtyas
"Ruang lingkup dan cara penelitian : Cisplatin merupakan obat golongan platinum yang sering dipakai pada terapi kanker, seperti kanker testis, kepala, leher, kandung kemih dll. Sayangnya, efek samping berupa gagal ginjal akut atau kronis seringkali membatasi pemberian dosis cisplatin. Sejauh ini, mekanisme nefrotoksisitas cisplatin belum sepenuhnya diketahui. Radikal bebas diperkirakan berperan penting dalam terjadinya nefrotoksisitas cisplatin. Hal ini ditandai dengan peningkatan peroksidasi lipid dan penurunan enzim-enzim antioksidan setelah pemberian cisplatin. Kurkumin telah banyak diteliti sebagai antioksidan dan bersifat protektif terhadap kerusakan di beberapa organ atau sel yang terkena paparan radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek proteksi kurkumin terhadap nefrotoksisitas cisplatin pada tikus dan mengetahui apakah efek proteksi ini diperantarai oleh efek antioksidan kurkumin. Untuk melihat peranan antoksidan, efeknya dibandingkan dengan N-asetil sistein (NAC). Tiga puluh ekor tikus jantan galur Sprague Dawley dibagi secara acak menjadi 5 kelompok. Kelompok cisplatin (Csp) diberi pelarut kurkumin (CMC 1%) per oral selama 7 hari berturut-turut dan pada hari ke-5 diberi injeksi cisplatin 5 mg/kg BB intraperitoneal. Kelompok Csp-Curl0 dan Csp-Cur50 masing-masing diberikan kurkumin 10 mg/kg BB dan 50 mg/kg BB per oral selama 7 hari berturut-turut dan pada hari ke-5 diberi injeksi cisplatin 5 mg/kg B13 intraperitoneal. Kelompok Csp-NAC mendapatkan NAC 500 mg/kg BB per oral selama 7 hari berturut-turut dan pada hari ke-5 diberi injeksi cisplatin 5 mg/kg BB intraperitoneal. Kelompok kantrol diberi CMC 1% per oral selama 7 hari berturut-turut dan pada hari ke-5 diberi injeksi salin 0,9% intraperitoneal. Pada hari ke-8, fungsi ginjal diukur dengan parameter ureum dan kreatinin serum, sedangkan adanya peroksidasi lipid diukur dengan parameter kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma dan ginjal.
Hasil dan Kesimpulan : Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat berturut-turut sebesar 318% dan 275% dibandingkan kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa cisplatin menyebabkan gangguan fungsi ginjal yang bermakna. Pemberian cisplatin juga menyebabkan peningkatan kadar MDA plasma (165%) dan ginjal (146%), meskipun tidak mencapai kemaknaan statistik. Pemberian kurkumin 10 mg/kg BB sedikit menurunkan kadar ureum, kreatinin dan MDA plasma dibandingkan kelompok Csp namun tidak bermakna secara statistik, sedangkan kadar MDA ginjal menurun secara bermakna sampai kadar normal. Peningkatan dosis kurkumin menjadi 50 mg/kg BB tidak menurunkan kadar ureum dan kreatinin dibandingkan kelompok Csp. Kadar MDA plasma menurun secara bermakna (p<0,05) sampai kadar normal dan kadar MDA ginjal sedikit menurun dibandingkan kelompok Csp tetapi secara statistik tidak berbeda bermakna. Pemberian NAC 500 mg/kg BB sedikit menurunkan kadar ureum, kreatinin dan MDA, namun secara statistik tidak bermakna. Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian kurkumin sebelum dan sesudah pemakaian cisplatin tidak mengurangi nefrotoksisitas cisplatin secara bermakna. Pengurangan stres oksidatif oleh kurkumin tidak mampu mencegah nefrotoksisitas cisplatin.

Scope of Study and Methods: Cisplatin is a platinum group of chemotherapeutic agent, frequently used for treatment of testicular, head, neck, bladder cancer, etc. Unfortunately, the use of cisplatin is limited by the high rate of acute or chronic renal failure. The mechanism of cisplatin-induced nephrotoxicity is not fully understood. However, free radicals are suggested to play an important role in cisplatin nephrotoxicity. Administration of cisplatin increases lipid peroxidation and reduces the activity of antioxidant enzymes. Curcumin has been reported to be a potent antioxidant agent and has protective effects on several organs or cells from free radical-induced injury. The present study was aimed to investigate the protective effects of curcumin on cisplatin-induced nephrotoxicity in rats and to find out whether these protective effects were mediated by the antioxidant effects of curcumin. The antioxidant effects of curcumin were compared to N-acetyl cysteine (NAC). Thirty male Sprague Dawley rats were randomly devided into 5 groups of 6 rats. Cisplatin group (Csp) received solvent of curcumin (CMC 1%) by gavage for 7 consecutive days, and on day 5, intra peritoneal injection of cisplatin 5 mg/kg BW was given. Csp-Cur10 and Csp-Cur50 groups received curcumin 10 mg/kg BW and 50 mg/kg BW, respectively, by gavages for 7 consecutive days, and on day 5, intra peritoneal injection of cisplatin 5 mg/kg BW was given. The NAC group received NAC 500 mg/kg BW by gavage for 7 consecutive days, and on day 5, intra peritoneal injection of cisplatin 5 mg/kg BW was given. The control group received the solvent of curcumin (CMC 1%) by gavage for 7 consecutive days, and on day 5, intra peritoneal injection of saline 0,9% was given. On day 8, serum ureum and creatinin were measured as parameters of renal function. MDA was assayed from plasma and renal homogenate and taken as the parameter of oxidative stress.
Results and Conclusion: Serum ureum and creatinin were increased by 318% and 275%, respectively in the cisplatin treated animals compared to the negative control. Administration of cisplatin increased MDA levels in plasma (165%) and kidney (146%), although it was not statistically significant. Curcumin administration at the dose of 10 mg/kg BW slightly, but not significantly reduced ureum, creatinin and plasma MDA levels compared to the Csp group. Whereas the renal MDA level was significantly reduced approaching normal level. The increase of curcumin dose to 50 mg/kg BW did not decrease ureum and creatinin levels compared to the Csp group. In contrast to renal MDA level, the administration of curcumin 50 mg/kg BW significantly decreased MDA level in plasma. Administration of NAC 500 mg/kg 13W slightly reduced ureum, creatinin, and NIDA levels; however, no statistical significance was observed. From this study we concluded that curcumin administration before and after cisplatin injection did not significantly decrease the nephrotoxicity effects of cisplatin. The reduced oxidative stress by curcumin may not prevent cisplatininduced nephrotoxicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuri Iswarsigit
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T58786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzul Husna
"Hati merupakan organ yang berperan penting dalam metabolisme zat terutama obat-obatan sehingga organ ini rentan terhadap kerusakan. Salah satu obat yang dapat menyebabkan kerusakan hati adalah doksorubisin. Hal ini disebabkan karena struktur kimia dan proses metabolisme doksorubisin dapat membentuk sejumlah metabolit yang bersifat radikal bebas. Radikal bebas yang diproduksi doksorubisin menyebabkan berkurangnya antioksidan endogen, mengganggu keseimbangan besi intraselular sehingga mencetuskan kerusakan oksidatif. Berdasarkan hal tersebut, kerusakan oksidatif yang dipicu oleh doksorubisin dapat dicegah dengan pemberian antioksidan eksogen. Salah satu bahan bioaktif yang terbukti memiliki efek antioksidan adalah mangiferin. Efek antioksidannya berhubungan dengan sifat scavenging radikal bebas dan sifat kelator besinya. Pemberian senyawa ini diasumsikan dapat melindungi atau mencegah kerusakan oksidatif sel.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek protektif mangiferin terhadap kerusakan hati pada tikus yang diberikan doksorubisin. Pada penelitian ini, tikus dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor tikus. Tikus pada kelompok perlakuan diberikan injeksi doksorubisin intraperitoneal (dosis kumulatif 15 mg/kgBB) dan kelompok kontrol diberikan minyak jagung oral. Mangiferin (dosis 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB) dan silymarin diberikan secara oral selama lima minggu. Setelah lima minggu, tikus dimatikan, darah dan jaringan hati dikumpulkan untuk analisis histopatologi dan penentuan SGOT, SGPT, MDA, SOD dan GSH.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian doksorubisin dengan dosis kumulatif 15 mg/kgBB selama dua minggu dapat menyebabkan kerusakan sel hati, meningkatkan kadar MDA, dan menurunkan pertahanan antioksidan endogen di hati. Pemberian mangiferin 50 dan 100 mg/kgBB selama lima minggu dapat mengurangi kerusakan sel hati yang ditandai dengan penurunan aktivitas SGPT dan SGOT, penurunan kadar MDA, dan peningkatan aktivitas SOD dan kadar GSH sel hati (p < 0.05). Perbaikan pada parameter-parameter ini mengindikasikan bahwa mangiferin memiliki efek proteksi terhadap kerusakan hati pada tikus yang diberikan doksorubisin.

Liver is an organ that plays an important role in the metabolism of xenobiotics. However, since it is actively involved in drug metabolism, it is also subject to damage caused by toxic drugs or metabolites. One of the drugs that caused liver damage is doxorubicin. The liver damaging effect of doxorubicin is determined to its chemical structure and toxic metabolites which can produce free radical molecules. The free radicals produced by doxorubicin cause depletion of antioxidant in the body, disrupt the balance of intracellular iron and lead to oxidative stress. Based on this consideration, the oxidative stress induced by doxorubicin should be diminished by means of exogenous antioxidant administration. One of the bioactive ingredient that has been shown to have antioxidant effects is mangiferin; its antioxidant properties relate to free radical scavenging and iron chelating effect. This compound is expected to protect against or prevent oxidative damage caused by doxorubicin to cells.
This study aims to investigate the protective effect of mangiferin against liver damage-induced doxorubicin. There were five groups of rats, consisting five each group. The animals in the study groups were treated with intraperitoneal doxorubicin (cumulative dose 15 mg/kgBW for two weeks) and control group was given oral corn oil. Mangiferin (dose 50 mg/kgBW and 100 mg/kgBW) and silymarin were given daily by oral administration for five weeks. After sacrifice, blood and liver tissue samples were collected for histopathological analysis and determination of SGOT, SGPT, MDA, SOD, and GSH.
The results showed that administration of cumulative doses of doxorubicin to 15 mg/kgBW for two weeks caused liver cell damage, increased MDA level and decreased activities of SOD and GSH level in liver. The supplementation of mangiferin 50 and 100 mg/kgBW for five weeks reduced liver cell damage as shown by decreased activities of SGPT and SGOT, decreased MDA level, and increased activities of liver SOD and GSH levels. (p <0.05). These results showed that mangiferin has a protective effect against liver damage induced by doxorubicin in the rat.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Hernawati Purwaningsih
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan cara penelltian : Telah dilakukan panelitian eksperimental pada tikus jantan dan betina galur Wistar, berumur 2-3 buian dengan berat badan 110-160 g, untuk melihat efek proteksi kurkumin terhadap kerusakan hati yang ditimbulkan oieh parasetamol dosis toksik. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama dilakukan pada 70 ekor tikus, yang dibagi secara acak kedalam 7 kelompok, masing-masing kelompok terdin atas 10 ekor. Kelompok A - G secara bemrutan mendapat perlakuan sebagai berikut : A = kontrol sehat ( hanya mendapat akuades p.o.) ; B = kontrol sakit( parasetamol 2500 mg/kgBB p_o = par. + CMC 0,5 % ) ; C = par. + kurkumin p.o. = kur. 2,5 mg/kgBB ; D = par. + kur. 5 mg/kgBB ; E = par. + kur. 10 mglkgBB ; F = par. + ekstrak kurkuma 1000 mgIkgBB p.o. dan G = par. + N-asetilsistein 500 mglkgBB p.o. Paracetamol diberikan pada jam ke 0, sedangkan obat uji dibenkan pada jam ke 1, 3, 5, 22, 28, 46 setelah pemberian parasetamol. Tahap ke dua dilakukan untuk melihat efek kurkumin ternadap keracunan parasetamol melalui cara pembenan yang berbeda. Tahap ke dua diiakukan pada 18 ekor tikus, yang dibagi secara acak ke dalam 3 kelompok: K, L, M. Pada jam ke 0, terhadap setiap hewan coba diberikan parasetamol 500 mglkgBB IP, selanjutnya pada jam ke 1, 3, dst. seperti pada tahap I, setiap kelompok secara berurutan, diberikan CMC 0,5 % p.o. (kontrol), kurkumin 10 mglkgBB p.o. dan ekstrak kurkuma 1000 mglkgBB p.o. Tahap ke tiga terdin dari 33 ekor yang dibagi secara acak kedaiam 5 kelompok (N,O,P,Q,S). Pada jam ke 0, setiap hewan coba mendapat parasetamoi 2500 mglkgBB p.o. selanjutnya pada jam ke 1, 3, dst. kelompok N dan S secara bemrutan diberikan CMC 0,5 % p.o. (kontrol) dan arang aktif 2500 mglkgBB p.o. sedangkan terhadap kelompok O, P, Q, pada jam ke 1, 7, 22, 28 dan 46, berturut-turut diberikan kurkuminoid 20 mg ; 10 mg ; dan 2,5 mglkgBB IP_ Empat puluh delapan jam setelah pemberian parasetamoi, tikus dibunuh dengan cara xii ekapitasi setelah dibius dengan eter. Darah ditampung untuk pemeriksaan aktivitas SGPT dan SGOT. Hati tikus dieksisi, ditimbang dan dinksasi dalam larutan fonnalin-dapar 10 %, kemudian diproses tebih lanjut untuk pemenksaan histopatoiogik. Data diuji secara statistik dengan menggunakan metode analisis varians satu arah dan Kmskal-Wallis dengan batas kemaknaan p s 0,05.
Hasil dan kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok E yang
mendapat kurkumin 10 mgIkgBB p.o., memperiihatkan efek proteksi yang Iebih balk terhadap kemsakan hati tikus yang disebabkan oleh parasetamol dosis toksik, dibandingkan dengan kelompok lain. Efek proteksi ditunjukkan dengan menurunnya aktivitas SGPT, SGOT yang tidak berbeda bennakna (p>0,05) dibandingkan dengan kontrol sehat (kelompok A), menurunnya aktivitas SGOT yang berbeda bennakna (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol yang hanya mendapat parasetamol (kelompok B). Terdapat perbaikan gambaran histopatologik sel hati pada kelompok E (2,1_-g0,38) dibandingkan dengan kelompok B (3,1;0,31), tetapi tidak berbeda bermakna secara statistik (p>0,05). Walaupun demikian, gambaran histologik kelompok E menunjukkan
kerusakan yang berslfat reversibel, yang berbeda dengan kelompok B, yaitu berupa kerusakan yang irreversibel. Selain itu, pembengkakan hati yang teriadi pada kelompok E, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (p>0,05) dibandingkan dengan konirol sehat. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kurkumin yang diberikan pada dosis 10 mg/kgBB p_o_ menunjukkn efek proteksi terhadap keracunan parasetamol pada tikus. Efek proteksi tersebut tampaknya tidak dilangsungkan lewat penghambatan absorpsi parasetamol di saluran cema.

Abstract
Scope and Method of Study: The purpose of this study is to investigate the possible protective effects of curcumin on liver damage induced by paracetamol in rat. The study was carried out on 110 - 160 g, 2-3 months old Vlhstar derived rats of both sexes, and was divided into three steps. The first step was intended to investigate the optimal dose of curcumin in reducing liver damage induced by paracetamol. The experimental animals were divided into 7 groups of 10 rats each randomly. All drugs were given orally, and were treated as follows : Group A : normal rats (were given
water only) ; B (paracetamol 2500 mg/kgBW) ; C (paracetamol 2500 mg/kgBW and curcumin 2.5 mg/kgBW) ; D (paraoetamol 2500 mg/kgBW and curcumin 5 mg/kgBW) ; E.(paracetamol 2500 mglkgBW and curcumin 10 mg/kgBW) ; F (paracetarnol 2500 mg/kgBW and curcuma extract 1000 mg/kgBW) and group G (paracetamol 2500 mg/kgBW and N-acetylcysteine 500 mg/kgBW), respectively. Curcumin, curcuma extract and N-acetylcysteine was given at 1, 3, 5, 22, 28, and 46 hours afterparacetamol. The second step was intended to investigate the effect of curcumin P.O. on llver damage induced by IP injection of paracetamol 500 mgIkgBW. The groups consist of control group (K), given only paracetamol, curcumin-treated group (L), 10 mg/kgBW P.O. and curcuma-treated rats (M), 1000 mg/kgBW P.O. The third step was intended to investigate the effect of curcuminoid IP on liver damaged induced by paracetamol 2500 mg/kgBW orally. This groups consist of control group (N), given only paracetamol; curcuminoid treated groups (O, P, Q) 1 20 mg ; 10 mg, and 2.5 mg/kg BW, respectively, given at 1, 7, 22, 28 and 46 hours after paraoetamol administration, and activated charcoal-treated rats, 2500 mg/kgBW orally (group S). Fourty eight hours afterthe administration of paracetamol, the experimental animals were ether anesthetized and decapltated. Blood were collected and SGPT XlV nd SGOT activities were determined ; the livers were excised, weighted, and 'fixed in 10 % buffered-formalin for making histologic preparations. Data were statistically analyzed using analysis of varians and Kruskal-Wallis methods.
Result and Conclusions: The results showed that curcumin of 10 mgIl
2,1 10,38 VS 3,1f_O,31), but not statistically difference from control. Moreover, the livers of the curcumln-treated are less. Swollen and that the lesions of the liver are better-intemis of reversibility to the full recovery than those of the rats treated with paracetamol only. The protective effects of curcumin might not be mediated by inhibition of absorption of paraoetamol in the intestine.
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beni Imanullah
Depok: Universitas Indonesia, 1990
S31968
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elmida Ilyas
"ABSTRAK
Telah dilakukan pemeriksaan efek antihepatotoksik temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) terhadap efek hepatotoksik karbon tetrakiorida pada tikus. Percobaan ini dilakukan terhadap 21 ekor tikus yang dibagi secara acak menjadi tiga kelompok. Kelompok I merupakan ke1ompok kontrol, kelompok II diberi Cd 4 0,40 mg/9 BB dosis tunggal, dan kelompok III adalah kelompok yang diberi CC1 4 0,40 mg/g BB dosis tunggal dan temulawak 500 mg/K-g empat kali dalam 48 jam. Tikus dimatikan 48 jam setelah perlakuan, darahnya dikumpulkan untuk pemeriksaan aktivitas GPT dan hati diambil untuk pemeriksaan histologi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian temulawak 500 mg/Kg BB, empat kali dalam 48 jam, dapat mengurangi efek hepatotoksik Cd 4 0,40 mg/g BB dosis tunggal pada tikus. Berdasarkan penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mencari dosis optimum temulawak dan pemeriksaan efek temulawak terhadap bahan hepatotoksik lainnya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Liza
"ABSTRAK
Telah dilakulan penelitian mengenai efek akar lobak (Raphanus sativus Linn) terhadap batu kandung kemih buatan pada tikus putih. Pada percobaan ini, batu kandung kemih dibuat dengan menempatkan benang sutra ("Mersilk" 3-0 dengan panjang 1 cm) ke dalam kandung kemih tikus. Setelah 14 hari penempatan Intl, perasan akar lobak diberikan secara oral selama 7 hari berturut-turut. Sehari setelah pemberian terakhir tikus dimatikan kemudian batu kandung kemihnya diambil melalui prosedur operasi dan ditimbang. Hasil percobaan menunjukk an bahwa efek penghancuran terhadap batu kandung kemih terlihat pada dosis 12 g : 12 g dan 60 g per 200 g BB. Semakin tinggi dosis yang diberikan daya penghancuran terhadap batu kandung kernih semakin besar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1993
S31921
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Mauizzati
Depok: Universitas Indonesia, 1985
S31926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>