Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 653 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988
499.221 5 SAR m (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tallei-Pinontoan, Aaltje
Jakarta : Departemen P & K , 1988
499.221 5 AAL m (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Keraf, Gregorius
"Tujuan penelitian untuk disertasi ini adalah mencoba mengungkapkan morfologi Dialek Lamalera, sebuah dialek yang dipergunakan penduduk desa Lamalera, yang terletak di pantai Selatan pulau Lembata. Persiapan-persiapan berupa penelitian pendahuluan telah diadakan di Jakarta pada pertengahan tahun 1973 dengan mempergunakan informan penutur asli yang berada di Jakarta. Penelitian dilanjutkan dengan penelitian lapangan selama empat bulan dari bulan Desember 1974 hingga bulan Maret 1975.
Dialek Lamalera sebagai obyek penelitian hanya akan bisa dilihat lebih jelas, bila statusnya di antara dialek/bahasa sekitarnya sudah diungkapkan secara lebih pasti. Sebab itu sudah dilakukan pula pencatatan tambahan berupa pengumpulan kosa kata dasar (basic vocabulary} dari 36 desa di Flores Timur. Data-data tersebut menghasilkan suatu klasifikasi linguistis sebagai yang terlihat dalam Lampiran VI. Di sana dapat dilihat dengan jelas di mana tempat dialek Lamalera di antara bahasa-bahasa sekitarnya, yang lazimnya disebut sebagai bahasa Soler. Uraian singkat sebagai latar belakang mengenai bahasa di Flores Timur ini akan dikemukakan dalam no. 4 dan 5.
Mengambil sebuah aspek yang lebih sempit dari morfologi Dialek Lamalera kami hindari dengan suatu alasan bahwa literatur mengenai bahasa Solor sangat kurang, sehingga aspek yang lebih sempit ini akan ketiadaan landasan yang lebih kuat. Sebab itu sebagai suatu karya awal yang mencoba melihat aspek bahasa-bahasa ini secara linguistis, kami menganggap perlu mengambil suatu topik yang lebih luas yaitu morfologi. Dengan landasan ini diharapkan akan muncul karya karya baru yang mencoba menganalisa dan mengupas aspek-aspek yang lebih sempit atau lebih khusus pada masa-masa mendatang.
Mengapa justru dialek Lamalera? Sebagai alasan pertama dapat dikemukakan bahwa dialek ini merupakan salah satu dari bahasa Lamaholot (istilah yang sekarang dikenal adalah bahasa Solar) sebagai yang pernah diselidiki oleh P.A. Arndt SVD. Dengan demikian hasil penelitian yang dikemukakan dalam uraian ini dapat kiranya dibandingkan dengan kesimpulan-kesimpulan atau deskripsi yang pernah dilakukan itu.
Dari sekian banyak dialek/bahasa Lamaholot, dialek Lamalera memperlihatkan identitas sendiri berupa fonem﷓fonem tertentu (i./f/ dan /.f } di samping struktur morfologis dan perbendaharaan kata yang khas, bila dibandingkan dengan dialek-dialek atau bahasa-bahasa yang ada di sekitarnya.
Ketiga, dalam sejarah Lamalera sudah disebut dalam berita mengenai perkembangan agama Katolik, yaitu mengenai pembunuhan dua orang pastor dalam tahun 1662. Sesudah itu Lamalera perlahan-lahan berkembang menjadi pusat pengembangan keagamaan di pulau Lembata, yang secara resmi ditetapkan sebagai satu paroki pada tahun 1921, dengan pusatnya di Lamalera. Penyampaian pengajaran agama, ibadahibadah keagamaan dilakukan dengan dialek Lamalera ke seluruh pulau ini. Dalam tahun 1937 disusunlah sebuah buku kebaktian Soedoe Horinat yang dipakai pula di semua gereja di seluruh Lembata, dengan mempergunakan dialek Lamalera. Semua kotbah dan injil juga disampaikan dengan dialek ini kepada penganut agama katolik di seluruh pulau Lembata. Sehingga dengan demikian, walaupun tidak menjadi bahasa standar untuk kabupaten Flores Timur, namun sekurang-kurangnya selama puluhan tahun dialek ini memegang peranan yang sangat penting sebagai bahasa ?resmi? dalam bidang keagamaan, termasuk daerah Kedang di ujung timur Lembata, yang secara linguistis sudah termasuk dalam keluarga bahasa yang lain.
Alasan lain adalah bahwa dalam waktu yang terbatas tidak akan dicapai hasil yang memuaskan bila peneliti tidak mengenal dan tidak mengetahui semua latar belakang masyarakat yang dapat mempengaruhi analisa bahasa ini. Penulis sendiri adalah seorang penutur asli dialek ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1978
D166
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Keraf, Gregorius
Ende, Flores: Arnoldus, 1978
499.221 5 KER m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhajir
Jakarta: Djambatan, 1984
499.251 MUH m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhajir
Jakarta: Djambatan, 1984
499.251 MUH m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990
499.221 5 SIS (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadjir
"Dialek Melayu Jakarta, bahasa Melayu yang dipakai di. wilayah ibukota Republik Indonesia, merupakan "pulau bahasa" di kawasan bahasa Sunda yang umumnya dipakai di daerah Jawa Barat. Di sebelah barat dan selatan, dialek Jakarta berbatasan dengan bahasa Sunda. Hanya di daerah pantai di batas sebelah timer, dialek Jakarta berbatasan dengan bahasa Jawa dialek "lokal" (Budhisantoao, 1976).
Luas pemakaian dialek Jakarta, secara geografis, melebihi daerah administratif Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Di sebelah timur, dialek ini dipakai hingga di kecamatan Tambun, kabupaten Bekasi; di sebelah selatan sampai di Gisalak, kabupaten Bogor; dan di sebelah barat hingga di Tanggerang (Jawa Barat).
Di luar Tambun, Ciselak, dan Tanggerang, luas wilayah Jakarta adalah 577 km2 (terletak pada 68° lintang selatan, 11° 15° lintang selatan, 94°45° bujur timur, 04005° bujur laut (Jake dalam Ranks). Serta jumlah penduduk 4.546.492 jiwa.
Berlainan dengan bahasa-bahasa daerah dan dialek Me1ayu lainnya seperti Melayu Medan, Riau, dan Palembang, dialek Melayu Jakarta tidak didukung oleh kelompok etnik yang homogen. Komposisi penduduk, sejak abad ke-17 selalu terdiri dari kelompok-kelompok etnis yang beragam-ragam. akibat migrasi dari dalam maupun dari luar Indonesia (Castles, 1967). Dan migrasi penduduk hingga kini terus berlangsung, bahkan makin beragam latar belakang sosial dan kebudayaannya.
Ketika Jan Pieterezoon Coan berhasil menduduki kota Jakarta pada tehun 1619, sebagian penduduk melarikan diri ke arah Banten. Coen kemudian berusaha menutup kota Jakarta dari penduduk pedalaman, yang dilakukannya demi alasan keamanan; menghalau setiap usaha penduduk asli yang hendak memasuki kembali deerah pertaniannya yang ditinggalkan (Leiriasa , 19731).
Sejak itu kota Jakarta "bersih" dari penduduk asli. Beberapa tahun kemudian Coen membiarkan orang Gina menjadi penduduk kota, menyusul orang-orang Banda. Pedagang rempah-rempah Jepang sampai tahun 1636 juga merupakan unsure penting penduduk kota Jakarta. Penduduk merdeka lainnya adalah suku-suku Melayu, Bali, Bugis, Ambon, serta bangsa "wore", yakni bangsa India Selatan yang beragama Islam. (Castles, 1967: 155). Tetapi penduduk terbesar saat itu hingga abad ke-19 adalah para budak yang diangkut dari berbagai tempat pada masa permulaan zaman itu budak-budak yang diangkut ke Jakarta adalah budak-budak deri pentai Koromandel, dari Malabar, Benggali, dan dari Indonesia sebelah Timur: dari Flores, Sumbawa, Sumba, Timor, Bias, Kalimantan, dan pulau Luzon. Tetapi sumber tetap untuk budak adalah Bali dan Sulawesi Selatan.
Pada akhir abad ke-19 kelompok etnis yang beraneka asalnya itu teleh menjelma menjadi penduduk asli Jakarta yang kemudian dikenal dengan nama "Anak Betawi" termasuk di dalamnya 5 ribu penduduk pinggir kota yang berasal dari Jawa den Sunda.
Penduduk merdeka dari berbagai kelompok etnis itu, pada umumnya, tinggal di kampung-kampung secara terpisah-pisah. Sisa nama kampung mereka hingga kini masih melekat nama kampung seperti: kampung Jawa, kampung Bugis, kampung Ambon, den sebagainya.
Setelan perdagengan budak dihapuskar, pulau Jawa merupakan sumber migrasi penduduk ke kota Jakarta. Menurut senaus 1930 (Castles, I967:166), kurang lebih 50 % penduduk Jakarta adalah kelahiran Betawi {778.953 jiwa), dengan 50% lainnya kelahiran luar Jakarta, yang kelompok terbesarnya berasal dari suku Sunda dan Jawa. Sejak zaman Republik Indonesia, arus urbanisasi ke ibu kota Jakarta ini makin menderas. Pendatang baru itu bukan saja makin banyak jumlahnya, tetapi juga makin beraneka ragam dan status sosialnya"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1977
D219
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhajir
Jakarta: Djambatan, 1984
499.221 MUH m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Amisani
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991
499.221 75 DIA s (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>