Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 193313 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dikara
"Dalam suatu perjanjian idealnya setiap pihak memiliki hak dan kewajiban yang seimbang. Pada karcis parkir yang merupakan klausula baku terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa "Pihak pengelola parkir tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan/atau kerusakan kendaraan". Penggunaan klausula pengalihan tanggung jawab atau klausula eksonerasi ini memiliki implikasi dalam perjanjian. Dimana keseimbangan hak dan/atau kewajiban yang idealnya terdapat dalam suatu perjanjian atau dikenal dengan asas indemnity principle belum dapat tercapai. Sehingga masalah pertanggungjawaban yang dihadapi antara pengelola jasa parkir dengan pemakai jasa parkir sampai saat ini belum terdapat penyelesaiannya. Oleh karena itu pihak asuransi memiliki peluang besar dalam bisnis perparkiran, untuk menyelesaikan masalah siapa yang harus bertanggung jawab antara pengelola jasa parkir dengan pemakai jasa parkir."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ersee Libert Yehezkiel
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan pencantuman klausula baku dalam kontrak elektronik yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dikaitkan dengan Consumer Rights Act 2015 dan UK eIDAS sebagai peraturan di negara Inggris. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis-normatif dengan pendekatan perbandingan hukum dengan penulisan deskriptif analitis. Assessment of fairness dapat diberlakukan sebagai bentuk mitigasi dan perlindungan hukum terhadap pihak yang berpotensi mengalami kerugian terhadap adanya klausula baku dalam suatu kontrak elektronik. Namun, perlu adanya tinjauan kembali terhadap negara yang menerapkan prosedur tersebut, yaitu Inggris.

This thesis discusses the regulation of the inclusion of standard clauses in electronic contracts which are regulated in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions, associated with Consumer Rights Act 2015 and UK eIDAS as regulations in the UK. The research method used is the juridical-normative method with a comparative law approach with analytical descriptive writing. Assessment of fairness can be applied as a form of mitigation and legal protection for parties who have the potential to suffer losses due to the existence of standard clauses in an electronic contract. However, there needs to be a review of the country that implements the procedure, Which is United Kingdom."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khristine Agustina
"ABSTRACT
Sejak disahkan, masih banyak ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang diabaikan oleh pelaku usaha. Salah satunya adalah pencantuman klausula baku dalam karcis parkir. Apabila terjadi kehilangan kendaraan yang diparkir, selama ini konsumen menjadi pihak yang selalu dirugikan, karena pelaku usaha penyedia jasa layanan parkir menolak untuk memberikan ganti rugi dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan tanggung jawab konsumen sebagaimana klausula yang tercantum dalam karcis parkir. Untuk itulah dilakukan penelitian mengenai perlindungan bagi konsumen pengguna jasa layanan parkir terhadap pengunaan klausula baku dalam karcis parkir berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) di wilayah kota Jakarta untuk menjawab beberapa permasalahan yaitu, bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa layanan parkir terhadap penggunaan klausula baku dalam karcis parkir berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 di Jakarta, jasa layanan parkir yang ada saat ini termasuk dalam perjanjian sewa menyewa atau penitipan, dan apakah Perda No.5 Tahun 1999 tentang Perparkiran bertentangan dengan UUPK. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian lapangan dengan alat wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa konsumen pengguna jasa layanan parkir kendaraan bermotor seringkali merasa dirugikan dengan penggunaan klausula baku dalam karcir parkir, karena jika terjadi kehilangan kendaraan yang diparkir, konsumen akan menemui kesulitan untuk menuntut ganti rugi, karena pelaku usaha selalu berdalih bahwa kehilangan kendaraan yang diparkir adalah tanggung jawab konsumen sendiri, sesuai ketentuan dalam karcis parkir, sehingga di sini tidak ada perlindungan hukum bagi konsumen pengguna jasa layanan parkir. Hubungan hukum yang terjadi dalam jasa layanan parkir adalah perjanjian sewa menyewa, karena didalam sewa menyewa terdapat proses pembayaran yang dilakukan oleh konsumen kepada pelaku usaha atas jasa sewa lahan parkir tersebut. Perda DKI Jakarta saat ini masih bertentangan dengan UUPK, dalam hal mengesahkan klausula baku. Kondisi ini perlu dibenahi misalnya dengan mencantumkan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha dalam karcis parkir, disamping perlunya secara selektif dan efisien dilakukan sosialisasi UUPK di kalangan masyarakat konsumen dan pelaku usaha.

ABSTRACT
Act No. 8/1999 on Consumer Protection (ACP) still contains some provisions disregarded by business people since it was legalized in 1999. One of the disobedient actions is the standard clause inclusion on the parking ticket. So far, if the vehicle parked is missing, consumer becomes the disadvantaged party, because the parking service provider refuses to disburse compensation by the reason that the consumer is also responsible for the safety of his or her vehicle, according to the clause attached on the parking ticket. Considering the background, a research on legal protection for the parking service users against the use of standard clause added on the parking ticket according to the Act No. 8/1999 on Consumer Protection (ACP) in Jakarta City was carried out, to response few questions, how legal protection for the parking service users against standard clause added on the parking ticket according to Act No.8/1999 in Jakarta, the parking service in Jakarta is included in leasing contract or deposited contract, and does jurisdiction laws of Jakarta No.5/ 1999 contradictory with consumer protection. Data in use are primary and secondary data. Primary data are obtained from field research using interview and questionnaire instrument, while secondary data are taken through literature study. The result of the research indicates that consumer as the user of the parking service sometimes to feel a loss with the uses of the standard clause added on the parking ticket, because if the vehicle parked is missing, the consumer will have difficulty to disburse compensation, because the parking service provider always prevaricate that the loss of parked vehicle is become the consumer?s responsibility itself, according to the clause attached on the parking ticket, so there is no legal protection for the consumer as the user of the parking service. The parking service in Jakarta is included in leasing contract, because there is a payment process which done by consumer to the parking service provider. Jurisdiction laws of Jakarta at this time still contradictory with the consumer protection that which in ratification on standard clause. This condition needs to be fixed, such as with inserting the consumer and the parking service provider?s rights and compulsory, beside that it is necessary to socialization the Act Consumer Protection (ACP) in consumer and provider?s society with selective and efficient.
"
2010
T26649
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vinda Tryana
"Kurator merupakan pengurus dan pemberes harta pailit. Kurator bertanggung jawab dalam segala proses pemberesan harta pailit. Kurator juga diberikan wewenang untuk melakukan hal - hal yang dianggap penting dalam melaksanakan proses pemberesan harta pailit. Debitor yang pada umum nya merupakan badan hukum seperti Perseroan Terbatas, biasanya melakukan perjanjian yang apabila terjadi sengketa maka akan diselesaikan secara arbitrase.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengenai kewenangan kurator dalam pemberesan harta pailit, serta kewenangan kurator dalam hal kaitanya dengan klasula arbitrase yang dibuat oleh debitor sebelum pailit.

Curator solving the bankrupt assets of the management, Curator also given the authority to do so the matter considered important in the settlement to carry out a process and the bankrupt assets Debitor that on a common law such as his are the agency limited liability company, usually have an agreement that if there is any dispute it will be settled on a arbitration.this both parties have agreed to include arbitration clauses The Purpose of this research is to explain the settlement regarding the authority of a curator in the bankruptcy assets,As well as the authority of a curator in terms of relation with arbitration clause made by debitor before bankrupt."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S60640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas, 2000
499.25 KLA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Sukyadi
"Klausa ing atau selanjutnya disebut klausa partisipium lepas (KPL) memiliki ciri gramatikal yang menarik untuk diteliti. Pertama, KPL dianggap tidak memiliki kala dan hubungan temporal dengan klausa induknya. Haiman (1985b: 217) mengatakan bahwa kala KPL bersifat terbuka, sedangkan Givon (1993:302) melihat KPL sebagai sebuah klausa yang memiliki ciri kefinitan rendah karena kala, aspek dan modalitasnya bersifat reduktif. Sejalan dengan Givon, Jansen dan Lentz (2001:287) juga mempercayai bahwa KPL kurang memiliki struktur internal yang lengkap baik karena ketidaklengkapan struktur sintaktis (tidak memiliki subjek) maupun morfologis (tidak memiliki kala). Kedua, Thompson (1983:45) menyebutkan bahwa KPL tidak secara eksplisit mengungkapkan hubungan logis atau temporal dengan klausa induknya. Ketiga, dari sudut pandang ikonisitas, Haiman (1985b: 217) menduga bahwa KPL dapat termotivasi baik secara ekonomis maupun ikonis sehingga statusnya tidak pasti. Dalam penelitian ini saya mengklaim bahwa karakteristik KPL sebagaimana disebutkan di atas merupakan refleksi ikonisitas KPL yang setidaknya memenuhi prinsip ikonisitas jarak (proximity iconicity) dan ikonisitas jumlah (quantity iconicity), namun kurang memenuhi prinsip ikonisitas urutan linier (Givon, 1995:47).
Ikonisitas kedekatan akan terjadi bila ada korespondensi antara kedekatan konseptual dengan kedekatan formal. Jarak antara KPL dengan klausa induknya secara formal lebih dekat daripada jarak ketika KPL diubah ke dalam struktur lengkap. Secara konseptual, KPL dengan klausa induknya dikatakan berdekatan bila antara keduanya terjadi proses subordinasi temporal (Declerck, 1991). Prinsip urutan Tinier akan terpenuhi jika posisi urutan KPL menggambarkan urutan peristiwa yang direpresentasikannya (Jakobson, 1971, Haiman, 1985b, Givon, 1985, Jansen & Lentz, 2001). Prinsip ikonisitas jumlah akan terpenuhi bila terjadi korespondensi antara jumlah satuan bahasa dan nilai informasi yang disampaikan. Jika KPL berisi informasi kurang penting (latar), sedangkan klausa induknya berisi informasi yang lebih penting (fokus), prinsip ikonisitas jumlah dapat diberlakukan. Proses pelataran dapat diungkap berdasarkan transitivitas verba klausa yang dipertanyakan. Makin transitif sebuah verba makin besar peluangnya untuk berfungsi sebagai fokus (Hopper dan Thompson, 1980 dan Thompson (1983) dan juga sebaliknya.
Korpus yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari teks naratif dan teks nonnaratif. Teks naratif berasal dari novel Moby Dick (Melville, 1851/1990), Wuthering Heights (Bronte, 1847/1998), Tom Sawyer (Twain, 1876/1993) dan Lord of the Rings (Tolkien, 1967), sedangkan teks nonnaratif berasal dari Brown Corpus dan teks resep masak. Dan kedua jenis teks itu terkumpul sekitar 1200 KPL yang kemudian diseleksi ulang menjadi sekitar 800 klausa.
Temuan penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut. Pertama, hubungan temporal yang terjadi antara KPL dengan klausa induknya adalah hubungan subordinasi temporal bukan pergeseran temporal. Hubungan itu, apakah anterioritas, simultanitas, atau posterioritas, ditandai oleh sistem kala tertentu yang merujuk kepada kala klausa induknya. Karena kala dan temporalitas KPL ditentukan oleh kala dan temporalitas klausa induknya, secara konseptual kedua klausa itu berdekatan. Kedekatan konseptual antara kedua klausa itu juga tercermin dalam kedekatan temporal antara keduanya. Dengan demikian, hubungan antara KPL dengan klausa induknya merupakan hubungan ikonis. Kedekatan konseptual itu baik pada teks naratif maupun nonnaratif tidak berbeda. Kedua, berbeda dengan kasus yang ditemukan dalam bahasa Belanda, dalam bahasa Inggris posisi urutan KPL dalam kalimat tidak selalu menggambarkan urutan peristiwa yang diwakilinya. Dari 753 KPL yang dianalisis, hanya 24.5% yang isokronis. Di antara yang isokronis ini dapat dilihat bahwa teks naratif lebih isokronis daripada teks nonnaratif. Ketiga, secara umum dapat dilihat bahwa KPL kurang transitif daripada klausa induknya sehingga antara kedua klausa itu terjadi proses pelataran. Dalam proses itu, KPL yang reduktif berfungsi sebagai latar dan klausa induk yang berstruktur lengkap berfungsi sebagai fokus sehingga secara pragmatic hubungan antara kedua klausa itu ikonis. Bila dibandingkan, teks naratif kurang transitif (lebih ikonis) daripada teks nonnaratif.
Penelitian ini mengandungi implikasi bahwa KPL memiliki kala dan hubungan temporal dengan klausa induknya. Kala dan temporalitas KPL itu ditentukan oleh kala dan temporalitas klausa induknya. Setiap kala dan temporalitas klausa induk yang berfungsi sebagai pusat rujukan KPL mempunyai sistem tertentu untuk menyatakan hubungan temporal klausa itu dengan KPL-nya. Selain itu, penelitian ini juga menyanggah pendapat Haiman (1985b: 217) yang menyatakan bahwa kala KPL bersifat terbuka. Penjelasan yang paling rasional untuk dikemukakan adalah bahwa kala KPL sama dengan kala klausa induknya. Tanpa pemarkah leksikal seperti when, while, after, atau now, KPL lebih logis ditafsirkan dalam kerangka subordinasi temporal daripada pergeseran temporal. Dari ketiga hubungan temporal yang mungkin terjadi antara KPL dengan klausa induknya, prototipe hubungan temporal yang mungkin terjadi adalah simultanitas. Ini berarti bahwa situasi KPL terjada dalam rangkaian waktu yang sama dengan situasi klausa induknya.

The grammatical features of ing-clauses or detached participle clauses (DPCs) are interesting to study. First, they are believed to have no tenses and temporal relations with their matrix clauses. Haiman (1985b: 217) claims that the tense of DPCs is open, whereas Givon (1993:302) sees that DPCs display clear features of low finiteness in which their tense-aspect-and modalities are reduced. Jansen and Lentz (2001:287) also believe that DPCs are lack of internal structure, either less syntax (no subject) or morphology (no tense forms). Second, Thompson (1983:45) puts forward that DPCs do not explicitly express any logical or temporal relationship with the materials for which they are the background. Third, when seen from iconicity point of view, Haiman (1985b: 217) believes that detached participle clauses are motivated by economic and iconic motivation so that their status are indeterminate. While disagreeing on Haiman's distinction of economic and iconic motivation, I argue that the characteristics of DPCs as mentioned above reflect their iconic nature that fits into both proximity iconicity and quantity iconicity, but not completely meets linear order iconicity as has been proposed by Givon (1995:47).
Proximity iconicity will happen if there is a correspondence between conceptual closeness and linguistic closeness. The reductive structure of detached participle clauses indicates their linguistic closeness to the matrix clauses, while conceptual closeness can be seen from the process of tense and temporal relation between the two clauses (Declerck, 1991). Linear order iconicity will happen if there is a correspondence between linguistic order and order of event (Jakobson, 1971, Haiman, 1985b, Givon, 1985, Jansen & Lentz, 2001). Quantity iconicity will take place if there is a one to one relation between linguistic quantity and the value of information containing in it. The case when valuable information is conveyed with more linguistic code, whereas less valuable information is conveyed with less linguistic code can be seen in the process of grounding (Hopper & Thompson, 1980) and Thompson (1983).
The corpus used in this study is of two kinds, narrative texts and non-narrative texts. Narrative texts are derived from four novels, namely Moby Dick (Melville, 1851/1990), Wuthering Heights (Bronte, 1847/1998), Tom Scnvyer (Twain, 1876/1993) and Lord of the Rings (Tolkien, 1967). Non-narrative texts are derived from Brown Corpus and cookery texts. From these two types of texts, about 753 detached participle clauses with balanced proportion are analyzed.
The results of this study are as follows. Firstly, the tense and temporal relation between the detached participle clause and its matrix clause is a temporal subordination type, not a shift of temporal domain. This finding reveals the existence of conceptual closeness between the two clauses and that detached participle clauses are iconic seen from this perspective. It is also revealed that there is no difference in conceptual closeness of detached participle clauses between narrative and non-narrative texts. Secondly, different from the case in Dutch, we cannot absolutely claim the existence of linear order iconicity (isochrony) in English detached participle clauses because only some of the detached participles are isochronic. Most of them are non-isochronic. When the isochronic ones are closely examined, we can see that narrative texts are more isochronie that non-narrative texts. Thirdly, in general, we can see that detached participle clauses are less transitive than their matrix clauses so that we can claim the existence of the grounding process. The reductive structure of the detached participle clauses serves its function in the sentence as ground, while the complete one of its main clauses serves its function as focus. When the two types of texts are compared, we can see that narrative texts are more transitive than non-narrative texts.
This study also reveals that detached participle clauses indeed have tenses and temporal relations with their matrix clauses. The tenses and temporal relations of the matrix clauses determine both of the tenses and temporal relations of the detached participle clauses. If the tense of the matrix clause is in past, the detached participle tense will be in past too. Although the three possible temporal relations (anteriority, simultaneity and posteriority) which may exist between the detached participle clause and their matrix clauses are expressed in tenses, the main prototype of the temporal relation is simultaneity, meaning that the situation of the detached participle clause takes place at the same time sequence with that of its matrix clause. To this end, we can see that detached participle clauses depend on their matrix clauses not only in terms of meaning, but also in terms of tenses and their temporal relations to the matrix clauses."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D536
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pungki Yudharrizki
"Pengangkatan anak dilakukan dengan bermacam motivasi dan melihat suatu kondisi sebagai latar belakang untuk mengangkat anak. Anak adalah sangat penting bagi suami isteri yang ingin membentuk keluarga yang utuh. Tanpa hadirnya anak, perkawinan dapat berujung menjadi perceraian karena ketidakharmonisan hubungan antara suami isteri, meskipun hal ini tidak mutlak penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Kondisi ini berbeda dengan kehadiran anak dari pasangan luar nikah dan dari perempuan korban kejahatan seksual,yaitu anak cenderung tidak diharapkan dan disingkirkan. Selain itu adalah karena keadaan ekonomi dan bencana alam. Hal ini mengakibatkan orangtua kandung menyerahkan anak secara tidak langsung atau secara langsung. Pada penyerahan secara langsung terjadi suatu perjanjian penyerahan anak antara oranqtua kandung (biologis) dengan yayasan yang dibuat di bawah tangan dan permasalahan yang dikarenakan mencantumkan klausula eksonerasi sebagai upaya pembebasan Salah satu pihak dari tanggung jawab hukum untuk memenuhi kepentingan kesejahteraan jasmani dan rohani anak yang dikaitkan dengan Hukum Islam sebagai pedoman bagi para pemeluknya. Penelitian ini berupa penelitian kepustakaan dan mengkaji sumber data sekunder yang disusun secara yuridis normatif dan untuk memperkuat penelitian kepustakaan maka dilakukan wawancara dengan pihak yang terkait.
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan, perjanjian penyerahan anak yang menggunakan klausula eksonerasi dapat menimbulkan dampak negatif bagi masa depan anak jika yayasan memperlakukan anak tersebut dengan sewenang-wenang (menganiaya, memperdagangkan anak atau menyerahkan anak kepada orangtua angkat yang berbeda agamanya dengan anak tersebut). Hal ini bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum serta agama yang dianut sebagai hak asasi setiap manusia. Campur tangan pemerintah maupun notaris sangat diperlukan untuk membuat suatu perjanjian penyerahan anak antara orangtua kandung (biologis) dengan yayasan agar tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum Serta agama."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16334
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asti Nurizky
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai tema dalam klausa sebagai pesan pada artikel berita sepak bola sport-express.ru. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan Klausa Sebagai Pesan kajian Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) oleh M. A. K Halliday. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 101 klausa yang ditemukan dalam sembilan artikel berita sport-express.ru, tema yang dominan digunakan ialah tema ideasional partisipan yakni sebanyak 52,58 dari tema ideasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan klausa sebagai pesan dalam sembilan artikel berita sport-express.ru berperan dalam mewujudkan makna dengan menyampaikan pesan melalui pengalaman-pengalaman yang dirasakan, atau dialami oleh para pemain tim nasional Rusia secara individu maupun kelompok yang dominan menggunakan nomina.

ABSTRACT
This thesis analysed the function of the theme in the clause as message from football news article sport express.ru. The aim of this research is to analyze the theme of the clause as message with the study of Functional Systemic Linguistics (LSF) by M. A. K Halliday. The result of this research established that 101 clauses in nine football news article from sport express.ru mostly use the theme ideational participants about 52,58 of the theme ideational. This research reveals that the function of clauses as messages in nine football news article from sport express.ru is to create the meaning by deliver a message through the experiences of the Russian national team players individually or group that mostly use nouns."
2017
S69038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iga Ayu Sthiti Saraswati Kania
"Usaha perparkiran merupakan bisnis yang menarik dan menjanjikan di DKI Jakarta. Selain tidak memerlukan investasi yang besar, keuntungan yang diperoleh sungguh signifikan. Perkembangan jumlah penduduk dan kendaraan pribadi di DKI Jakarta menyebabkan kebutuhan pengguna jasa parkir akan tempat parkir semakin besar. Keadaan inilah yang menyebabkan pelaku usaha bebas untuk menentukan perjanjian sepihak yang tidak melindungi hak-hak pengguna jasa parkir sebagai konsumen dalam menyelenggarakan usaha perparkirannya. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang mengacu pada sumber hukum kepustakaan berdasarkan data sekunder. Hasil dari penelitian ini yang paling utama adalah penyelenggara parkir masih menerapkan klausula baku, ketentuan isi karcis parkir yang tidak memenuhi standar, dan tidak menegaskan mengenai jaminan asuransi. Pada prakteknya, penyelenggara parkir masih menerapkan ketentuan yang bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2012 tentang Perparkiran. Maka, dibutuhkan suatu pengawasan dan penerapan sanksi yang tegas bagi penyelenggara parkir untuk menciptakan suatu perlindungan dan kepastian hukum bagi pengguna jasa parkir.

The parking business is favorable and promising in Jakarta. The benefits given are considerably modest as it does not require a significant amount investment. Growth in population and private vehicles are causing requirements for bigger parking lot. This condition causes the entrepreneurs to freely determine agreement unilaterally and therefore exacerbate rights of service while conducting their business. This study used normative legal research method that refers to the library research study based on secondary data. The results of this study concluded providers are still applying the parking standard clause; the terms of the contents of a parking ticket that does not meet the standards; parking service does not assert the insurance coverage. In practice, the organizers still apply the parking provisions contrary to the provisions of Law No. 8 of 1999 on Consumer Protection and Local Regulation 5 Year 2012 on parking regulation. Hence, it is concluded that continuous monitoring and implementation of strict sanctions are crucial for parking organizers to create a protection and legal certainty for consumer."
2014
S54364
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desierto, Diane A.
Leiden : Martinus Nijhoff Publishers , 2012
341.37 DES n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>