Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155235 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yudhi Iman Perkasa
"Penelitian yang dilakukan kali ini mempunyai tujuan untuk menguji secara empiris ada tidaknya pengaruh return on assets (ROA), price earning rasio (PER), rasio harga wajar, kondisi pasar dan reputasi penjamin emisi pada abnormal return 1hari, 15 hari dan 30 hari sesudah IPO.
Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 64 perusahaan yang melakukan penawaran umum di Bursa Efek Jakarta pada tenggang waktu 2000-2002. Analisis data menggunakan regresi berganda dengan metode stepwise untuk menguji pengaruh dari ROA, PER, rasio harga wajar, kondisi bursa dan reputasi penjamin emisi terhadap abnormal return.
Adapun hasil analisis menunjukkan bahwa hanya variabel rasio harga wajar dan variabel ROA yang berpengaruh signifikan terhadap abnormal return, sehingga hal ini mengindikasikan kemungkinan variabel rasio harga wajar dan ROA digunakan investor untuk menilai harga saham di pasar perdana. Begitu pula terhadap abnormal return 15 hari dan 30 hari, hanya variabel rasio harga wajar yang berpengannh signifikan.

The objective of this study is to examine empirically whether ROA, PER, fair price ratio, condition market (KOND) and underwriter reputation are associated with abnormal return, 15 day and 30 day abnormal return after IPO.
There are 64 firms, listed in Jakarta Stock Exchange from period 2000 to 2002 as samples and selected by purposive sampling. The analysis of data 13 using multiple regression with stepwise method to examine the effect of ROA, PER, fair price ratio, condition market (KOND), and underwriter reputation on abnormal return.
The empiric result states that only proper price ratio and ROA that give the positive effect significantly to abnormal return. It is also happened to 15 day and 30 day abnormal return after IPO,the fair price ratio has also given the positive effect."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T16984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidi Dewi Safitri
"ABSTRAK
Penawaran Saham Perdana (IPO) adalah menjual saham perusahaan ke publik melalui
Bursa Efek. Tujuannya untuk mendapatkan dana bagi pembiayaan aktivitas perusahaan,
ekspansi maupun kegiatan investasi lainnya. Hal penting dalam aktivitas IPO adalah harga
saham perdana. Agar menarik investor untuk membeli saham IPO, harga saham perdana
terkadang ditetapkan lebih rendah dari nilai wajarnya. Dengan demikian terjadi abnormal
return yang positif, ketika hari pertama saham diperdagangkan. Fenomena ini dikenal dengan nama underpricing.
Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu pertama, untuk mengetahui besaran
underpricing dalam penawaran saham perdana pada industri keuangan. Kedua, mengetahui perilaku saham selama 60 hari setelah penawaran snham perdana pada industri keuangan. Dan ketiga adalah untuk mengetahui dampak kondisi pasar (bullish dan bearish), umur perusahaan dan nilai emisi saham terhadap tingkat underpricing pada industri keuangan.
Penelitian ini menggunakan sampel 18 emiten yang melakukan penawaran saham
perdana di industri keuangan pada Bursa Efek Jakarta selama tahun 2002 sampai dengan
2005. Hasil penelitian ini adalah Saham perdana mengalami underpricing ketika
diperdagangkan pertama kali di pasar sekunder. Besaran average abnormal normal pada hari pertama perdagangan adalah 25,25% dan signifikan pada oc = 5%. Perilaku Saham perdana dapat dilihat pula dari pola cumulative average abnormal return (CAAR). Pola CAAR 2002-2005 menunjukkan bahwa besaran underpricing yang terbesar terjadi pada hari pertama. Pada hari kedua, saham mengalami koreksi yang signifikan.
Fenomena underpricing tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
di dalam luar negeri yaitu oleh Ritter (1991) yang menghasilkan initial return adalah sebesar 14,8%. Sedangkan penelitian Reilly dan Hatfield (1969), memperoleh return sebesar 9,5%. Penelitian di Indonesia dilakukan oleh Hermawan (2000), Kusumaningtyas (2001), Hudiyanto (2002) dan Herika (2004) yang hasil penelitiannya abnormal return berurutan sebagai berikut 8,S2%, 34,49%, 21,96% dan 1,01%.
Sedangkan hasil pengujian variabel-variabel yaitu kondisi pasar, umur perusahaan
dan nilai emisi saham yang diduga berpengaruh terhadap besaran underpricing mendapatkan hasil bahwa varabel-variabel tersebut secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap underpricing."
2007
T21244
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Iqbal
"Memaksimalkan kekayaan pemegang saham sama dengan memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan harga saham di pasar modal. Harga saham sebuah perusahaan dipengaruhi oleh harapan pemodal tentang kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Nilai perusahaan dapat diketahui dengan cara mengukur kinerja perusahaan. Saat ini telah berkembang pengukuran pendapatan tradisional yang merupakan tolak ukur selama ini dalam menentukan kinerja perusahaan yaitu dengan menggunakan Earning per Share (EPS), Return on Asset (ROA), ROE (Return on Equity). Untuk melengkapi cara pengukuran kinerja perusahaan yang telah ada, selama beberapa tahun terakhir telah berkembang suatu pendekatan baru dalam mengukur kinerja perusahaan yang dikenal dengan pendekatan Nilai Tambah Ekonomis (Economic Value AddedlEVA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah adanya pengaruh EVA, ROA, ROE, EPS secara bersama-sama sebagai alai pengukur kinerja terhadap harga saham dan Markel Value Added (MVA), apakah EVA, ROA, ROE dan EPS secara individual mempunyai pengaruh terhadap perubahan harga saham dan MVA. Penelitian menggunakan metode analisis regresi pool least square terhadap 20 perusahaan dengan periode 2000-2002 dengan menggunakan dua model yaitu: model 1 (Pengaruh EVA, ROA, ROE, dan EPS terhadap harga saham), dan model 2 (pengaruh EVA, ROA, ROE, dan EPS terhadap MVA). Adapun hasil penelitian ini berdasarkan analisis regresi terhadap dua model tersebut dengan tingkat signifikansi 5%: pada model pertama EVA, ROA, ROE dan EPS secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan kepada perubahan harga saham dan MVA. ROA, dan EPS secara individual mempengaruhi harga saham, sedangkan EVA dan ROE tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga saham. Sedangkan pads model kedua EVA. ROA, ROE, dan EPS secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap MVA. EVA, dan ROA, secara individual mempengaruhi MVA, sedangkan ROE dan EPS tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap MVA.

Maximizing stock holder equity is equal to maximizing company value. Assess company can be improved by way of improving share price in capital market. Share price a company influenced by expectation of investor about company performance in the future. Assess company can know by measuring company performance. In this time have expanded measurement of traditional earnings which represent yardstick during the time in determining company performance that is by using Earning per Share (EPS), Return On Asset (ROA), ROE (Return On Equity). To equip the way of measurement of company performance which have there is, last for a number of years have expanded an new approach in measuring recognized company performance with approach of Economic Added Value ( Economic Value Added I EVA). This research aim to know what is existence of influence of EVA, ROA, ROE, EPS by together as a means of measurement of performance to share price and of Market Value Added (MVA), is EVA, ROA, ROE and of EPS individually have influence to price change of and share of MVA. Research use method analysis square least pool regression to 20 company with period 2000-2002 by using two model that is: model 1 (Influence Of EVA, ROA, ROE, and EPS to share price), and model 2 ( influence of EVA, ROA, ROE, and EPS to MVA). As for result of this research pursuant to analysis of regression to two model with level of significant 5%: at first model of EVA, ROA, ROE and of EPS by together have influence which is significant to price change of and share of MVA_ ROA, and EPS individually influence share price, while EVA and ROE do not have influence which is significant to price change of share. While at model both of EVA. ROA, ROE, and EPS by together have influence which is significant to MVA. EVA, and ROA, individually influence MVA, while ROE and EPS do not have influence which is significant to MVA."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T15024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Mayar Saksono
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya hubungan atau pengaruh variabel rasio Total Asset Turn Over, Debt Ratio, Gross Proft Margin, Return on Asset dan variabel Asset, terhadap Premi Risiko Saham perusahaan-perusahaan dalam industri properti dan real estal di BEJ pada tahun 2001 sampai dengan 2004.
Premi Risiko Saham adalah selisih antara imbal hasil saham berisiko dengan imbal hasil instrumen investasi bebas risiko, yang dalam hal ini diwakili oleh Sertifikat Bank Indonesia (SBI), kemudian dikalikan dengan Beta. Penelitian ini menggunakan data panel yang meliputi 20 perusahaan selama empat tahun,lalu dilakukan pendugaan dengan metode Ordinary Least Square. Data penelitian diambil dari laporan keuangan perusahaan dan catatan data historis saham yang diperoleh dari Bursa Efek Jakarta, serta data SBI yang dapat diperoleh dari situs Bank Indonesia.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa pada tingkat signifikansi (a) = 5% , diantara kelima variabel tersebut diatas hanya variabel rasio Return on Asset (ROA) dan Asset yang secara signifikan berpcngaruh terhadap besarnya Premi Risiko Saham. Selain itu, dari hasil pengujian t-test dapat disimpulkan bahwa variabel rasio ROA dan Asset berpengamh secara positif terhadap premi risiko saham, yang berarli semakin besar nilai ROA dan nilai Asset, maka semakin besar pula premi risiko Sahamnya.

This study aims to prove the relationship or effect of the Total Asset Turn Over, Debt Ratio, Gross Profit Margin, Return on Asset ratio and the asset variable against the Equity Risk Premium of companies in the Property and Real Estate Sector in Jakarta Stock Exchange in the period of year 2001 to 2004.
Equity Risk Premium is the difference between risky equity return and risk free security return, which is in this study proxied by return of Indonesian Central Bank Securities, then multiplied by beta of the equity. This study used panel data comprises 20 companies and four years period, and the data was estimated by Ordinary Least Square method. The data was taken from companies? financial reports, historical prices of the equities from the Jakarta Stock Exchange and historical rates ofthe Indonesian Central Bank Securities from the Central Bank.
The result of this study states that in the significant level of 5 %, only the ratio of Return on Asset and Asset variable have significant ejfect to the equity risk premium, among five variables. Furthermore, jrorn the t-test result, it can be concluded that the ROA ratio and Asset have positive relationship to equity risk premium. It means that the bigger the ROA ratio and Asset, the bigger the equity risk premium."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Hamka Rivai
"[Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh jumlah perusahaan IPO, reputasi
penjamin emisi, dan rasio utang terhadap tingkat underpricing saham di pasar
perdana yang diukur menggunakan model mean-adjusted. Pengujian hipotesis
menggunakan model regresi berganda dengan sampel sebanyak 73 perusahaan yang
melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2014. Hasil penelitian
ini menunjukkan semua variabel yang diuji yaitu, jumlah perusahaan IPO, reputasi
penjamin emisi, dan rasio utang mempunyai efek negatif. Jumlah perusahaan IPO
dan reputasi penjamin emisi tidak mempunyai pengaruh signifikan. Sedangkan,
rasio utang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing saham
di pasar perdana.;The objective of this research is to examine the effect of number of IPOs, reputation
of underwriter, and debt ratio on the level of underpricing of stocks in primary
market measured using mean-adjusted model. Hypotheses testing uses multiple
regression models with observations from 73 IPOs in Indonesia Stock Exchange
during the period of 2009-2014. The results indicate that all variables tested,
number of IPOs, reputation of underwriters, and debt ratio have negative effect.
Number of IPOs and reputation of underwriters have no significant effect.
Meanwhile, debt ratio has a significant effect on the level of underpricing of stocks
in primary market.;The objective of this research is to examine the effect of number of IPOs, reputation
of underwriter, and debt ratio on the level of underpricing of stocks in primary
market measured using mean-adjusted model. Hypotheses testing uses multiple
regression models with observations from 73 IPOs in Indonesia Stock Exchange
during the period of 2009-2014. The results indicate that all variables tested,
number of IPOs, reputation of underwriters, and debt ratio have negative effect.
Number of IPOs and reputation of underwriters have no significant effect.
Meanwhile, debt ratio has a significant effect on the level of underpricing of stocks
in primary market., The objective of this research is to examine the effect of number of IPOs, reputation
of underwriter, and debt ratio on the level of underpricing of stocks in primary
market measured using mean-adjusted model. Hypotheses testing uses multiple
regression models with observations from 73 IPOs in Indonesia Stock Exchange
during the period of 2009-2014. The results indicate that all variables tested,
number of IPOs, reputation of underwriters, and debt ratio have negative effect.
Number of IPOs and reputation of underwriters have no significant effect.
Meanwhile, debt ratio has a significant effect on the level of underpricing of stocks
in primary market.]"
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61838
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuning Indraswari Kusumaningtyas
"ABSTRAK
Karya akhir ini mempunyai tiga tujuan utama yaitu mengetahui keberadaan dan
besarnya initial abnormal return (underpricing) saham perdana dikaitkan dengan kondisi
pasar modal tahun 1998 - 2000, perilaku saham perdana melalul pola cumulative
abnormal return serta menguji signifikansi beberapa variabel kandidat, untuk melihat
pengaruh variabel tersebut terhadap besaran initial abnormal return. Dalam literatur
literatur keuangan disebutkan bahwa harga penawaran saham perdana umumnya lebih
rendah dan nilal wajarnya. Beberapa penelitian seperti penelitian Lee, Taylor dan Walter
(emisi saham baru di Australia), Ibbotson dan Ritter (emisi saham baru di Amerika),
Dimson dan Levis (Inggris) dan Aggarwal, Leal dan Hernandez (Brazil) telah
mengkonfirmasi adanya fenomena underpricing tersebut.
Study karya akhir berdasarkan metodologi event study yang dikombinasikan
dengan metodologi time-series. Metodologi time-series digunakan untuk membersihkan
data dan unsur autokorelasi sebelum dimasukkan sebagai input (model normal return)
dalam metodologi event study dalam rangka memperoleh abnormal return. Gabungan
kedua metodologi ini akan menghasilkan output yang relatif akurat sebagai model
pengukur normal return saham. Pokok penelitian dalam study adalah IPO 1998-2000
dengan tujuan memperoleh gambaran perilaku emisi saham pada kondisi krisis, untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan dengan masa sebelumnya.
Hasil penelitian pada karya akhir ini menunjukkan bahwa selama periode tahun
1998 sampai dengan tahun 2000, emisi saham perdana menghasilkan initial abnormal
return (nderpricing) sebesar 3347% secara rata-rata dan signifikan (pada ? =1%) saat
pertama kah diperdagangkan. Hash penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
dalam hal besarannya yang sangat signifikan. Penelitian Hanafi (1998) mendapatkan
besaran sebesar 15% untuk emisi saham perdana periode 1989 ? 1990, sedangkan
Hermawan (2000) menemukan underpricing pada hari pertama signifikan sebesar 8,52%
Perbedaan yang jauh atas besaran underpricing tersebut terutama disebabkan
kondisi pasar yang berbeda. Pertama, pada saat krisis, harga-harga saham jatuh ke level
yang paling murah, bahkan untuk beberapa saham, tidak dianggap berharga karena
nilainya jauh dibawah nilai nominalnya. Hal ini menyebabkan harga saat penawaran
saham perdana, ditentukan rendah, relatif bila dibandingkan dengan periode sebelum
krisis. Ketika pada hari pertama, saham perdana dengan harga rendah tersebut, dengan
overreaction pasar yang terjadi ketika dilepas ke pasar sekunder, maka besaran
underpricing menjadi relatif lebih besar dibandingkan jika harga saham ditawarkan pada
harga normal (sebelum krisis).
Kedua, return pasar yang rendah disebabkan minimnya perdagangan (thin
trading) untuk tahun 1998 ?2000 relatif jika dibandingkan periode sebelumnya. Selama
periode krisis dan berikutnya, bursa cenderung bersifat spekulatif dan segala informasi
dianggap kesempatan untuk menghasilkan keuntungan. Hal ini terlihat dari pola
cumulative abnormal return, khususnya pada tahun 1998.
Ketiga, jika dikaitkan dengan faktor risk-return dan saham-saham BEJ dalam
periode krisis, tentunya investor mengharapkan return yang tinggi akibat makin
membengkaknya risk untuk memegang Saham-saham di bursa Indonesia, sehingga pihak
perusahaan atau penjamin emisi menetapkan tingkat underpricing yang besar untuk
menarik minat investor atas sahamnya, dengan menetapkan harga penawaran yang jauh
Iebih rendah dan nilai wajar perusahaan. Selain dari segi harga perdana yang ditawarkan,
tingkat risiko yang diantisipasi investor juga telah tercermin dalam tingkat expected
return saham perdana. Sehingga secara keseluruhan, meningkatnya besaran initial
abnormal return (underpricing) secara signifikan untuk periode krisis merupakan suatu
hal yang wajar.
Perilaku saham perdana yang dilihat dan pergerakan cumulative average
abnormal return menunjukkan bahwa tingkat underpricing yang terbesar hanya terjadi
pada hari pertama. Pada hari kedua, saham perdana mengalami koreksi yang cukup
signifikan. Average abnormal return masih diharapkan positif pada hari-hari berikutnya
nampaknya tidak terjadi. Pada pola cumulative average abnormal return jika pada
penelitian Hermawan (2000) menunjukkan kecenderungan penurunan perlahan pada hari
hari berikutnya, maka yang terjadi pada penelitian ini adalah pola cumulative average
abnormal return mengalami pola yang stabil untuk masa 60 hasil perdagangan, sebagai
penyesuaian atas overreaction di hari pertama, bahkan sedikit terlihat tren yang
meningkat. Akan tetapi periode pengamatan yang hanya 60 hari membatasi untuk
mengambil kesimpulan secara umum untuk periode yang lebih panjang.
Penelitian ini tidak menemukan hubungan yang signitikan antara variabel
variabel kandidat dengan tingkat initial abnormal return kecuali untuk variabel nilai
emisi saham perdana yang menunjukkan hubungan yang negatif dimana nilai emisi yang
lebih rendah akan menyebabkan besaran initial abnormal return yang Iebih tinggi. Hal
ini terkait dengan persepsi investor bahwa perusahaan dengan nilai emisi kecil cenderung
Iebih berisiko dibandingkan dengan perusahaan besar (dilihat dari besarnya nilai emisi).
Temuan ini memberikan beberapa implikasi. Bagi investor, makin menguatkan
kelebihan dan strategi ambil-untung yaitu pembelian saham di pasar perdana untuk dijual
Iangsung di pasar sekunder pada hari pertama perdagangan. Karena besaran underpricing
yang didapatkan jauh lebih besar pada periode setelah krisis jika dibandingkan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Kemudian bagi peneliti, adalah tantangan untuk
mengetahui bagaimana dan seperti apa structural changes yang dialami Bursa Efek
Jakarta jika dikaitkan dengan indikasi bahwa terjadi perubahan besaran initial abnormal
return yang signifikan. Sedangkan bagi para akademisi, hal ini semakin menguatkan
kesimpulan bahwa Bursa Efek Jakarta memiliki bentuk pasar yang definitely semi-strong
inefficient.
"
2001
T3544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Aryanti
"Likuiditas saham merupakan indikator penting dalam menggambarkan kinerja saham di bursa efek. Secara fundamental likuiditas saham tergantung pada kinerja perusahaan, yang diukur berdasarkan; 1) ROE (Return On Equity), 2) Kebijakan dividen, 3) Pemberian saham bonus. Tingkat likuiditas saham ini diukur berdasarkan nilai frekuensi perdagangan saham yang terjadi di Bursa Efek Jakarta.
Periode penelitian ini adalah dari tahun 1994 sampai dengan 1996. Penelitian ini dilakukan atas; pertama, kelompok emiten yang memberikan sekaligus saham bonus, dividen tunai, dan mengumumkan ROE. Kedua, kelompok emiten yang hanya dilihat pada setiap variabel bebas tanpa mengabaikan ada tidaknya variabel bebas lainnya. Ketiga, kelompok emiten yang hanya dilihat pada setiap variabel dalam kondisi variabel bebas lain tidak muncul.
Dengan menggunakan pendekatan analisis regresi majemuk (sampel kelompok pertama) dan regresi individual (sampel kelompok kedua dan ketiga), penelitian ini membuktikan bahwa secara serentak (regresi majemuk) ROE, dividen tunai dan saham bonus ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas saham di Bursa Efek Jakarta. Sedangkan secara individual (regresi dua variabel) hanya dividen tunai yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap likuiditas saham di Bursa Efek Jakarta, baik dalam kondisi emiten memberikan saham bonus maupun tidak. Pengaruh dividen tunai ini bersifat negatif. Rrtinya kenaikan nilai dividen tunai menyebabkan terjadinya penurunan likuiditas saham."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Arifin H. Masri
"Laba perusahaan adalah pendapatan usaha yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan dan kewajiban lain dalam tahun buku yang bersangkutan. Harga pasar (market price) merupakan harga pada pasar riil. Harga pasar merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau, jika pasar sudah tutup, maka harga pasar adalah harga penutup (closing price) dari suatu saham. Pergerakan Harga saham dapat diamati pada indeks harga saham. Indeks harga saham merupakan indikator yang menggambarkan kondisi pasar saham. Dengan adanya indeks harga saham investor dapat mengetahui trend pergerakan harga saham saat ini, apakah sedang aktif atau sedang lesu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh laba perusahaan terhadap pergerakan harga saham perusahaan yang bersangkutan. Penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan- perusahaan yang masuk dalam indeks harga saham LQ 45. Data yang dibutuhkan adalah laba perusahaan yang masuk dalam indek harga saham LQ 45 dan indeks harga saham LQ 45. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif, antara lain : analisis korelasi, analisis determinasi, analisis regresi linear sederhana dan t-test.Hasil analisis menunjukkan bahwa laba perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham indeks LQ 45, hal ini ditunjukkan nilai t hitung< t tabel (0,4164 <1,671)."
Jakarta: Pusat Kajian Ilmu Ekonomi (Puskanomi) Universitas Indraprasta PGRI, 2017
330 JABE 3:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Sakhowi
"Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang ditandai dengan anjloknya nilai tukar rupiah atas US dollar, diikuti oleh meningkatnya suku bunga dan inflasi secara tajam telah menimbulkan kepanikan luar biasa bagi para investor di pasar saham Indonesia (Bursa Efek Jakarta). Kepanikan tersebut mendorong harga harga saham turun tajam sehingga indeks pasar (IHSG ) terpangkas hingga tinggal -/+ 40 %. Fenomena turunnya harga saham secara tajam yang dikaitkan dengan perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi merupakan permasalahan yang menarik untuk dikaji dengan menggunakan pendekatan Arbritage Pricing Theory (APT).
Studi ini mengajukan tiga permasalahan penelitian yang selanjutnya akan dijawab melalui pembuktian hipotesis. Pertama apakah ada pengaruh faktor perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, perubahan suku bunga dan inflasi terhadap pasar saham (BET). Kedua apakah faktor perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar suku bunga dan inflasi memberi pengaruh yang berbeda pada perusahaan dengan debt to equity ratio berbeda. Ketiga apakah perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi memberi pengaruh yang berbeda pada industri yang berbeda.
Untuk menganalisis permasalahan penelitian digunakan model multi faktor (APT) sebagaimana yang digunakan Roll dan Ross (1986) dengan memakai model regresi multi variate. Analisis mengambil lokasi di Bursa Efek Jakarta (BET) dengan mengambil waktu pengamatan dari 1993 sampai 1998. Data harga saham dan Indeks Pasar (IHSG), suku bunga dan inflasi secara berturut turut diambil dari publikasi lembaga yang berkompeten yaitu BEJ, Bank Indonesia dan Biro Pusat Statistik. Semua series data yang digunakan sebagai variabel penelitian berbentuk time series karena itu variabel dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan uji stasionaritas untuk menghindari diperolehnya hasil yang menyesatkan. Pengujian atas koefisien regresi parsial dan simultan menggunakan uji t dan uji F. Dan untuk menguji perbedaan struktur regresi digunakan Chow test, sementara untuk menguji bentuk hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung digunakan Granger causality test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar pada level, lag l dan lag 3, jumlah uang yang beredar (M2) sebagai indikator inflasi memberi pengaruh pada harga saham 1 indeks pasar (IHSG) secara signifikan pada taraf α=0.05. Dari uji Granger menunjukkan bahwa balk nilai tukar rupiah atas US dollar maupun M2 signifikan berpengaruh pads indeks pasar (IHSG). Sementara perubahan suku bunga ( nil ) tidak memberi pengaruh yang signifikan pada perubahan harga saham J indeks pasar (IHSG) baik dilihat dari uji t dari koefisien regresi maupun uji Granger.
Studi juga menemukan bahwa perubahan nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi (M2) memberi pengaruh yang berbeda pada emiten yang memiliki struktur modal berbeda yang diukur dengan tingkat debt to equity ratio (ER). Kesimpulan ini diperoleh dari hasil uji struktur regresi dari 2 kelompok observasi yang dibedakan DER tinggi dan DER. rendah dengan menggunakan Chow test menghasilkan nilai F hitung sebesar 717.97 yang lebih besar dari F tabel = 2.51 untuk taraf Selanjutnya hasil pengamatan terhadap return 7 portfolio yang diregresikan dengan variabel nilai tukar rupiah atas US dollar, suku bunga dan inflasi (variabel prediktor) menunjukkan terdapat perbedaan sensitivitas dan pengaruh yang signifikan antara industri yang berbeda terhadap perubahan tiga variabel prediktor. Secara keseluruhan hasil analisis dengan menggunakan model APT ini memiliki kemampuan untuk melakukan estimasi sehingga model yang dihasilkan layak untuk digunakan sebagai model dalam penilaian aset."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Namira
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh enterprise multiple terhadap stock return pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2015. Variabel dependen yang digunakan adalah stock return. Variabel independen yang digunakan adalah enterprise multiple yang di proksikan dengan EV/EBITDA. Enterprise Value EV ialah nilai ekuitas hutang saham preferren ndash; kas . Sedangkan EBITDA ialah Earnings Before Interest, Tax, Depreciation and Amortitation. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan uji regresi data panel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan dengan nilai enterprise multiple yang rendah, memiliki tingkat stock return yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan dengan nilai enterprise multiple yang tinggi. Selain itu, portofolio yang dibentuk berdasarkan nilai enterprise multiple low minus high portofolios robust di dalam Carhart 4 Factor Model pada perusahaan non-finansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2015.Keyword :Enterprise Multiple, Stock Return, EV/EBITDA, Relative Valuation.

This study aimed to analyze the impact of enterprise multiple to stock returns on non fnancial firms in indonesian stock exchange 2006 2015. The dependend variable is stock return. The independend variable is enterprise multiple EM . EM is calculated as the enterprise multiple value EV Equity value debt preferred stock ndash cash divided by operating income before depreciation EBITDA. This research is a quantitative method and hypotheses are tested using the estimation method of panel data.
The result of this study find that firms with low EM values appears to have higher stock returns that firms with high EM values. Furthermore,the portofolio formed based on enterprise multiple value low minus high portofolio robust in Carhart 4 Factor Model on non fnancial firms in indonesian stock exchange 2006 2015."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66532
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>