Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150859 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Murdawati
"Perekonomian di Indonesia mengalami perubahan yang
drastis dengan terjadinya gejolak moneter pada
pertengahan tahun 1997 yang lalu. Hal tersebut juga
berakibat dan berpengaruh terhadap kemampuan dunia usaha
itu sendiri dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang
atau prestasi kepada kreditur. Kepailitan adalah
ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitur atas
utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Kewenangan
absolut bagi Arbitrase untuk menyelesaikan perselisihan
hanya sampai sejauh isi perjanjian saja dan bila terjadi
perselisihan dan dapat diperdamaikan maka yang berwenang
adalah Arbitrase itu sendiri, sedangkan apabila ada
permohonan pailit maka Arbitrase tidak berhak karena
yang berhak adalah pengadilan niaga sebagai peradilan
khusus yang sudah diatur sendiri dalam Undang-Undang
No.4 Tahun 1998 mengenai Kepailitan. Kewenangan
Pengadilan Niaga adalah kewenangan absolut dalam hal
menerima dan memeriksa serta memutuskan tentang
permohonan pailit, hal ini berbeda dengan kewenangan
absolut .Arbitrase dimana setiap perjanjian yang telah
mencantumkan klausula Arbitrase yang dibuat para pihak
menghapus kan kewenangan pengadilan negeri untuk
menyelesaikan setiap perselisihan."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Prasetyawati
"Pada dasarnya hampir setiap orang yang cakap dalam hukum pernah membuat suatu perjanjian dengan pihak lainnya, baik antara orang perorangan maupun dengan badan hukum. Kepailitan merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk penyelesaian perkara antara pihak yang berjanji dalam perjanjian tersebut. Permohonan pernyataan pailit dan penundaaan kewajiban pembayaran utang diajukan kepada Pengadilan melalui Panitera. Pengadilan yang dimaksud menurut Pasal 280 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 adalah Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum dan Pengailan Niaga tersebut dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut Pasal 280 ayat (2), kewenangan Pengadilan Niaga adalah untuk memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang serta perkara lain di bidang perniagaan yang mana penetapannya dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. Apabila dalam perjanjian terdapat klausula arbitrase dimana penyelesaiannya oleh para pihak memilih lembaga arbitrase sebagai kesepakatan bersama jika terjadi adanya sengketa diantara para pihak dalam perjanjian, dan bukanlah melalui Pengadilan Niaga. Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase, bila para pihak dalam perjanjian telah terikat perjanjian arbitrase maka Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili yang berarti bahwa kewenangan Pengadilan Niaga dikesampingkan karena adanya klausula arbitrase. Akan tetapi, disisi lain menurut ketentuan dalam kepailitan atau khususnya dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998, Pengadilan Niaga yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara kepailitan karena itu adanya klausula arbitrase dalam perjanjian dapat dikesampingkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sukardi
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Menurut ketentuan pasal 5 UU No.30 tahun 1999, tidak semua
sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase, melaingkan
hanya sengketa yang timbul di bidang perdagangan dan
mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Juga sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat diadakan perdamaian, tidak dapat diselesaiakan
melalui arbitrase.
Mengenai ruang lingkup hukum perdagangan dijelaskan di dalam
penjelasan pasal 66 huruf b UU No.30 tahun 1999 meliputi:
perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri,
dan hak kekayaan intelektual. Dengan demikian menurut UU
No.30 tahun 1999, sengketa yang dapat diselesaiakan melalui
arbitrase adalah sengketa :
1. Yang (timbul) di bidang perdagangan yang meliputi :
perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal,
industri, dan hak kekayaan intelektual.
2. Mengenai hak yang menurut hukum dan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.
Penjelasan pasal 66 huruf b UU No. 30 tahun 1999, melahirkan
persoalan baru, yaitu apakah sengketa kepailitan juga
termasuk wilayah sengketa yang dapat diselesaikan melalui
artbitrase? Persoalan ini erat kaitannya dengan adanya
klausula arbitrase dalam perjanjian-perjanjian di bidang
perdagangan. Apakah dengan diadakannya atau ter-dapatnya
klausula arbitrase dalam suatu perjanjian perda-gangan
secara otomatis menjadikan pengadilan telah kehilangan
kompetensinya dalam mengadili perkara kepai-litan."
[Universitas Indonesia, ], 2005
S24346
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardaning Sandrawati
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T36581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda
"Skripsi ini membahas sengketa pembatalan suatu perjanjian yang mengandung klausula arbitrase khususnya dalam sengketa pembatalan Perjanjian Jasa Arranger antara PT. Central Investindo melawan Fransiscus Wongso dan Chan Shih Mei, ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan putusan-putusan pengadilan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan hasil deskriptif analitis yang akan menjelaskan bahwa berpegang pada kompetensi absolut arbitrase dan berdasarkan prinsip kompetenz-kompetenz, maka majelis arbitraselah yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili sengketa pembatalan suatu perjanjian yang mengandung klausula arbitrase, dan di lain pihak pengadilan tidak berwenang. Penelitian ini juga menganalisis pandangan hakim pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung yang memeriksa dan mengadili sengketa terkait dengan kompetensi dalam hal pembatalan perjanjian yang mengandung klausula arbitrase.

The focus of this study is the revocation of a contract containing an arbitration clause, specifically in dispute the between PT. Central Investindo v. Fransiscus Wongso and Chan Shih Mei according to the law on arbitration and also court decisions. This study uses a juridical-normative research method with descriptive analytical results which suggests that by upholding the absolute competence of arbitration and based on the principle of kompetenz-kompetenz, then the arbitral tribunal has the authority to rule on disputes regarding the revocation of a contract containing the arbitration clause, and on the other hand, the court of law has no jurisdiction regarding this matter. This study also analyzes the views of the district court, high court and Supreme Court in the case regarding jurisdiction in the revocation of a contract containing an arbitration clause."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54424
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dahnidar Lukman
"ABSTRAK
Latar Belakang Masalah
Kebutuhan akan modal untuk mengembangkan perekonomian negara, menimbulkan gerak arus modal dari luar negeri. Negara yang mendambakan masuknya modal asing memberikan berbagai insentif dan fasilitas untuk menarik investor asing. Melalui Undang-Undang nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing Indonesia menawarkan pula berbagai rangsangan seperti keringanan pajak, penggunaan hak-hak atas tanah, dan juga kesediaan untuk menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase dan lain-lain. Perkembangan jumlah persetujuan penanaman modal yang telah dikeluarkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel PERKEMBANGAN PERSETUJUAN PENANAMAN MODAL PER PELITA dapat dilihat dalam file pdf.
Persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA) sejak dikeluarkan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing sampai dengan bulan Desember 1997, tercatat 5.806 Proyek dengan nilai investasi sebesar US $ 191,85 Milyar.
Dari persetujuan proyek PMA sektor yang paling banyak diminati Tahun 1997 adalah Industri Kimia (US $ 12,3 Milyar), Pengangkutan (US $ 5,9 Milyar), Industri Kertas (US $ 5,3 Milyar), Industri Barang Logam (US $ 2,3 Milyar), dan Listrik, Gas & Air Minum (US $ 1,8 Milyar).
Sisi lain dari arus globalisasi dalam permodalan ini adalah akan meningkatnya benturan-benturan dari pelaku ekonomi. Karena itu perlu suatu tindakan antisipasi khususnya tentang persengketaan yang mungkin terjadi di antara investor asing dengan negara penerima modal dalam penyelenggaraan kegiatan penanaman modal tersebut.
Pembenahan hukum akan memberikan ketertiban dan kepastian hukum sehingga akan memacu pertumbuhan ekonomi dengan ketertarikan investor asing ke Indonesia.
Undang-Undang nomor 1 Tahun 1967 tentang PMA hanya menyatakan, bahwa bila ada nasionalisasi dan ada perselisihan yang timbul akibat sengketa, maka mengenai pembayaran kompensasi dapat diselesaikan melalui arbitrase.
Pada saat ini dalam perdagangan internasional, berkembang suatu kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa di luar Pengadilan, Priyatna mengemukakan bahwa:
"ADR procedures are alternatives to the public judicial system found everywhere. Because private disputants are free to agree an variations to basic ADR procedures including adoption of those procedures and rules found in the public judicial system that can be used in ADR".
Bentuk penyelesaian di luar pengadilan yang mulai dipopulerkan di Indonesia saat ini adalah melalui arbitrase.
Arbitrase lebih disukai, karena berbagai Masan seperti dikemukakan oleh Gautama Sudargo, Priyatna Abdurrasyid, Erman Rajagukguk, Rene David, dan telah disimpulkan oleh Tineke Louise Tuegeh Longdong."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
D107
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Lestari S.R
"ABSTRACT
Tesis ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang menganalisa klausula arbitrase dalam Polis Standar (Asuransi) Kebakaran Indonesia. Tesis ini berfokus untuk menjawab apakah klausula arbitrase yang terdapat dalam polis standar asuransi kebakaran (Indonesia) sudah cukup mengakomodir dalam penggunaan arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa dan memudahkan proses penyelesaian sengketa asuransi kebakaran di Indonesia. Kajian pustaka dijadikan dasar dalam penelitian guna penulisan tesis ini. Dari hasil yang diperoleh dengan menganalisis data serta norma, diperoleh gambaran mengenai kelebihan-kelebihan dari arbitrase dibandingkan dengan pengadilan umum dalam menyelesaikan sengketa bisnis. Dari penelitian ini dapat dilihat bagaimana klausula arbitrase yang terdapat dalam Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia tidak atau belum mengakomodir kemudahan untuk proses penyelesaian sengketa asuransi. Ketidakjelasan atau ambiguitas dan kurang terperincinya klausula arbitrase dalam polisnya telah menimbulkan perbedaan penafsiran yang justru menyebabkan terjadinya sengketa (kesulitan) dalam menentukan cara/forum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa, yang ternyata menyebabkan berlarut-larutnya proses penyelesaian sengketa (asuransi). Sengketa yang timbul dari pelaksanaan polis asuransi kebakaran yang mencantumkan klausula arbitrase di dalamnya, sebagaimana telah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 (UU Arbitrase) bahwa para pihak dalam polis kehilangan haknya untuk membawa sengketanya ke pengadilan umum dan pengadilan umum yang bersangkutan dilarang menerima dan wajib menolak permohonan sengketanya, ternyata masih saja kasus sengketa asuransi kebakaran yang bersangkutan diterima oleh pengadilan umum. Dari hasil analisis kasus yang ada penulis menyarankan bagaimana dapat dilakukan pembenahan dalam penyusunan klausulaklausula arbitrase yang ada di dalam perjanjian, khususnya dalam Polis Standar Asuransi Kebakaran Indonesia dengan memperhatikan elemen-elemen esensial yang harus ada dalam suatu klausula arbitrase. Memperhatikan sikap hakim (pengadilan) yang masih menerima kasus sengketa asuransi yang dalam polisnya telah mencantumkan klausula arbitrase, perlu diadakan sosialisasi UU No. 30 Tahun 1999 tersebut terhadap masyarakat umumnya dan kepada para hakim khususnya dalam menyikapi kasus sengketa yang timbul dari perjanjian yang telah memiliki klausula arbitrase supaya kelebihan-kelebihan arbitrase benar-benar efektif.

ABSTRACT
This thesis is written based on the research that analyzes the arbitration clauses in the Standard Policy of The Indonesian Fire Insurance. This thesis is focused on answering whether the arbitration clause contained in the Standard Policy of The (Indonesia) Fire Insurance is sufficient to accommodate the use of arbitration as a way of disputes resolution and facilitate the process of fire insurance dispute resolution in Indonesia or not. Literature review of the research is the basis in this research in order to write this thesis. From the results obtained by analyzing the data and norms, the writer obtains a description of the advantages of arbitration compared to the general court in settling business disputes. From this research we can see how the arbitration clauses contained in the Standard Policy of The Indonesia Fire Insurance is not (yet) able to accommodate the effectiveness of an insurance dispute settlement process. Vagueness or ambiguity and the lacking of details in the arbitration clauses in the policy has led to difficulties or different interpretations on the causes in determining the way or the forum that is used in dispute settlement, which turned out to cause the ineffectiveness on the insurance dispute settlement process. The disputes arising from the implementation of a fire insurance policy that includes the arbitration clauses in it, as determined by Law No. 30/1999 (Arbitration Law) that the parties in the policy lose their right to take the disputes to the general court and the relevant court is barred from receiving and shall refuse the dispute settlement request, apparently there still fire insurance disputes case is accepted by the general court. From the results of the analysis of the case, the author suggests the improvements can be made in drafting the arbitration clauses in the agreements, especially in the Standard Policy of the Indonesian Fire Insurance in the view of the elements that essential to exist in an arbitration clause. Noting the attitude of the judge (general court) that is still receiving the insurance disputes cases which its policy includes the arbitration clause, it is necessary to socialize the Law No. 30/1999 (Arbitration Law) to the public generally and especially to the judges in dealing with the disputes arising from agreements which have arbitration clauses so that the advantages of the arbitration can be really effective.
"
2010
15-18-634282667
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>