Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94629 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Choa, Kok Sui
Jakarta: Gramedia, 2006
615.5 CHO m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Grayson, Stuart
Semarang: Dahara Prize, 2001
133.93 GRA p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Meydian Sartika Dewi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T41162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rand, William Lee
Jakarta: Restu Agung, 2004
615.5 RAN b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Orakas Suroso
Pekalongan: Bahagia, 1990
133.9 SUR o
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Vini Saghita P.
"ABSTRAK
Untuk dapat melepaskan ketergantungan seorang pengguna narkoba, keluarga harus mendukung. Dalam hal ini, keluarga tidak hanya terdiri dari ayah dan ibu tetapi juga terdapat sibling. Seorang pengguna narkoba dapat memperoleh dukungan dari sibling-nya, karena hubungan sibling merupakan hubungan yang berlangsung seumur hidup, dunia sibling dekat dengan dunia pengguna narkoba, memiliki tugas perkembangan yang berkaitan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dukungan yang diberikan sibling dan yang diharapkan oleh seorang pengguna narkoba pada masa penyembuhan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori narkoba, dukungan sosial, dan sibling.
Data yang digunakan berupa hasil wawancara terhadap tiga pasang kakak-adik dan salah satunya merupakan pengguna narkoba yang diperoleh dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang pengguna narkoba membutuhkan dukungan sosial dari sibling-nya, baik dukungan emosi dan penghargaan. Meskipun umumnya sibling memberikan dukungan berupa dukungan emosi, instrumental dan informasi, namun dukungan tersebut tidak membantu proses penyembuhan. Hal ini dikarenakan oleh dua hal. Pertama, dukungan yang diberikan oleh sibling tidak sesuai dengan dukungan yang dibutuhkan oleh seorang pengguna narkoba. Kedua, seorang pengguna narkoba yang berada pada masa penyembuhan tidak melihat dukungan tersebut sebagai suatu hal yang suportif. Selain itu, sibling memiliki kesulitan untuk memdukung proses kesembuhan seorang pengguna narkoba karena adanya otoritas orangtua.
Oleh sebab itu, saran penelitian ini adalah menganjurkan orangtua untuk terbuka dan percaya terhadap sibling. Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa perlu dibentuk program rehabilitasi yang melibatkan sibling sehingga ia dapat mengetahui seluk-beluk mengenai masalah narkoba ini."
2001
S3048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hapsari
"Jumlah kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun, Pada tahap tertentu, penggunaan narkoba secara terus menerus dapat berkembang menjadi ketergantungan (addiction). Ketergantungan pada narkoba tentu membawa berbagai akibat yang merugikan bagi penderitanya. Menurut cognitive model of addiction Marlatt, ketergantungan dapat dijelaskan dengan empat proses kognitif, yang salah satunya adalah atribusi kausal. Atribusi kausal adalah penyimpulan mengenai sebab dari suatu peristiwa atau tingkah laku, yang dapat dibedakan menurut berbagai dimensi, antara lain locus, stability, controlability, dan globality. Atribusi kausal ini diketahui berhubungan dengan berbagai konsekuensi psikologis, di antaranya adalah harga diri. Harga diri merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya berharga, penting, mampu menghadapi tantangan dalam hidup, serta layak mendapatkan kebahagiaan.
Harga diri adalah variabel yang berperan penting dalam masalah ketergantungan, termasuk juga dalam menentukan kesembuhan. Didasari hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara atribusi kausal terhadap penggunaan narkoba dengan harga diri pada penderita ketergantungan narkoba yang sedang dalam masa penyembuhan. Selain itu, ingin diketahui juga gambaran atribusi kausal dan harga diri para penderita ketergantungan tersebut. Subyek penelitian adalah penderita ketergantungan narkoba yang sedang dalam masa penyembuhan dari ketergantungan, dengan jumlah 100 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-probability sampling, yaitu purposive sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Untuk mengukur atribusi kausal terhadap penggunaan narkoba, digunakan alat ukur yang disusun oleh peneliti. Untuk mengukur harga diri digunakan, Sel/ Esteem Inventory dari Coopersmith (1967).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, subyek mengatribusikan penggunaan narkobanya pada sebab yang internal, dapat dikontrol, tidak stabil, dan global. Mengenai harga diri, sebagian besar subyek diketahui memiliki harga diri yang cenderung tinggi. Selanjutnya, ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara atribusi kausal dalam keempat dimensi dengan harga diri. Berarti, atribusi kausal subyek terhadap penggunaan narkobanya tidak berhubungan dengan tinggi rendah harga dirinya. Tidak signifikannya hubungan kedua variabel di atas diduga disebabkan oleh pengaruh variabel yang tidak terkontrol, yaitu treatment yang diperoleh subyek dalam penyembuhannya. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh variabel treatment tersebut terhadap kedua variabel penelitian, dilakukan wawancara dengan satu orang subyek. Dari hasil wawancara ditemukan bahwa tinggi rendahnya harga diri subyek lebih berkaitan dengan treatment yang diperolehnya, daripada dengan atribusi kausalnya.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian dengan memasukkan treatment yang diperoleh subyek sebagai salah satu variabel penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan berharga bagi treatment rehabilitasi untuk penderita ketergantungan narkoba."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emir Soendoro
"Sejak didemonstrasikan adanya pengaruh potensial induksi arus listrik pada tulang awal tahun 1950 (15), kecenderungan untuk melakukan penelitian pengaruh bioelectric pada proses penyembuhan patah tulang dan pengaruh rangsangan listrik pada frakture non union dan pseudoarthrosis (6,7), sangat tinggi. Tetapi, penelitian tentang pengaruh arus listrik pada proses penyembuhan jaringan lunak sangat sedikit dilakukan. Pengaruh Piezoelectric yang hampir sama pada tulang tampak juga pada tulang rawan dan tendon (1,2,4) dan medan listrik juga ditemukan pada proses polarisasi sel (9).
Penulis lain mengatakan bahwa rangsangan arus listrik juga mempunyai pengaruh pada proses penyembuhan saraf dan jaringan lunak pada binatang percobaan (5,14). Frank dan kawan-kawan (8) meneliti pengaruh rangsangan elektromagnet pada proses penyembuhan ligamen collateral medial pada kelinci dan mendapatkan hasil meningkatnya kecepatan kesembuhan luka dan peningkatan kekuatan lentur pada ligamen tersebut.
Stanish (11) berdasarkan penemuannya menduga bahwa pengaruh arus listrik akan meningkatkan kekuatan robekan tendon patela pada anjing pecobaan. Atas dasar inilah kami mencoba melakukan penelitian pengaruh aliran listrik terhadap penyembuhan tendon dengan menggunakan kelinci sebagai binatang percobaan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1980
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Phedy
"Gangguan penyembuhan fraktur merupakan masalah utama dalam orthopedi sehingga membutuhkan strategi pencegahan dan pengobatan. Beras angkak meningkatan ekspresi BMP-2 dan VEGF yang berperan dalam penyembuhan fraktur sehingga konsumsinya diharapkan mempercepat penyembuhan. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mengevaluasi peran beras angkak dalam penyembuhan fraktur dengan gangguan vaskularisasi, karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui manfaat pemberian beras angkak dalam mempercepat penyembuhan fraktur dengan gangguan vaskularisasi menggunakan model hewan coba sahih dan metode pengukuran handal. Penelitian dilakukan di Departement Parasitologi dan Patologi Anatomi FKUI pada bulan April hingga Desember 2012. Desain penelitian tahap ke-1 adalah post test only single group, tahap ke-2 adalah reliability test, dan tahap ke-3 adalah randomized post test only control group. Pada tahap ke-1 penelitian dikembangkan model fraktur dengan gangguan vaskularisasi melalui stripping periosteum dengan bistruri sejauh 1 cm dari tempat fraktur dan dievaluasi histopatologis pada minggu-8. Pada tahap ke-2, dibandingkan reliability sistem skoring histologis Allen dengan Salkeld yang kemudian digunakan untuk mengevaluasi percepatan penyembuhan pada tahap ke-3 penelitian. Sejumlah 45 R. novergicus dibagi secara acak menjadi kelompok kontrol, perlakuan beras angkak dosis 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB. Evaluasi dengan skoring histologis dilakukan pada minggu ke-2, ke-4, dan ke-8. Pada tahap ke-1, tidak ditemukan adanya penyembuhan pada semua hewan coba. Inter- dan intra-observer agreement skor Allen serta skor Salkeld masing-masing sebesar 0,759 dan 0,746 serta 0,493 dan 0,461. Pada minggu ke-2, semua kelompok menunjukkan skor 0. Pada minggu ke-4, nilai tengah skor 0, 0, dan 1 didapatkan di kelompok kontrol, angkak 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB. (p=0,042) Pada minggu ke-8, nilai tengah skor 0, 2, dan 3 didapatkan di kelompok kontrol, beras angkak 25 mg/kgBB dan 50 mg/kgBB. (p=0,006). Disimpulkan stripping periosteum bisturi sejauh 1 cm menghambat penyembuhan fraktur hingga minggu ke-8. Skor Allen memiliki reliabilitas yang lebih baik dari skor Salkeld. Pemberian beras angkak mempercepat penyembuhan fraktur dengan gangguan vaskularisasi yang ditandai dengan peningkatan skor histologis. Percepatan penyembuhan terjadi pada minggu ke-4 dan ke-8. Pemberian dosis 50 mg/kgBB memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan dosis 25 mg/kgBB.

Fracture healing disturbance remains major complications in Orthopaedics and mandates special strategy for prevention and treatment. Red yeast rice increases BMP-2 and VEGF expression that play role in fracture healing. However, role of consumption of red yeast rice in acceleration of vascular-compromised fracture healing was unknown. Therefore, we need a study to evaluate role of red yeast rice in acceleration of vascular-compromised fracture healing using validated animal model and reliable outcome measurement. Our study was conducted in Department of Parasitology and Department of Pathologicoanatomy, University of Indonesia on April to December 2012. The designs of the study were post test only single group, reliability test, and randomized post test only control group for first, second, and third phase of study respectively. In the first phase of study, we created a model of fracture with vascular disturbances through stripping of 1 cm periosteum by blade. In the second phase of study, we compared histological scoring system of Allen with Salkeld to determine most reliable system to be used in out measurement in phase-3 of study. In phase-3 of study, 45 Rattus novergicus were randomly allocated into control group, red yeast rice 25 mg/kgBW, and 50 mg/kgBW. Evaluations by histological scoring were performed at week-2, -4, and -8. At the first phase of study, disturbance of vascular was evident on histopathological examanination at weeks-8. Kappa for inter- and intra-observer agreements were 0.759 and 0.746 as well as 0.493 and 0.461 for Allen and Salkeld score respectively. At week-2, all groups showed skor 0. At week-4, median scores of 0, 0, and 1 were shown by control, red yeast rice 25 mg/kgBW, and 50 mg/kgBW respectively. (p=0.042) At week-8, median scores of 0, 2, and 3 were shown by control, red yeast rice 25 mg/kgBW, and 50 mg/kgBW respectively. (p=0.006) We conclude that 1 cm periosteal stripping using blade impairs fracture healing up to week-8. Allen score has better reliability than Salkeld score. Red yeast rice accelerates fracture healing with vascular compromise as shown by improvement of histological score. Acceleration of fracture healing occurs at week-4 and week-8. Dose of 50 mg/kgBW results in faster healing than dose of 25 mg/kgBW"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwitasari Darmaputri
"Latar Belakang: Luka kaki diabetes merupakan masalah paling umum pada penyandang DM. Tanpa perawatan yang tepat, luka dapat mengakibatkan infeksi, amputasi atau kematian. Tingkat mortalitas 3 tahun setelah amputasi akibat luka diabetes tidak banyak berubah dalam 30 tahun terakhir, walaupun dengan kemajuan medis dan pembedahan. LLLT merupakan salah satu terapi adjuvan yang dapat mempercepat penyembuhan luka kronis seperti luka diabetes, namun belum ada pedoman yang pasti mengenai dosis LLLT. Hingga saat ini, belum ada penelitian di Indonesia yang membandingkan densitas energi terhadap penyembuhan luka diabetes.
Tujuan: Mengetahui perbedaan efektivitas penyembuhan luka kaki diabetes dengan kedua densitas energi.
Metode: Penelitian ini adalah studi eksperimental dengan 28 subjek dengan luka kaki diabetes yang dirandomisasi. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Kelompok A mendapat perawatan luka rutin dan LLLT 5 J/cm2. Kelompok B mendapat perawatan luka rutin dan LLLT 10 J/cm2. Intervensi dilakukan selama 4 minggu, dengan frekuensi 2x/minggu. Penilaian yang diambil adalah selisih ukuran luka dan kecepatan penyembuhan luka setiap minggu.
Hasil: Selisih ukuran luka setelah intervensi 4 minggu antara kelompok A dan kelompok B adalah 4.15 mm2 dan 7.5 mm2 (p=0.178). Total kecepatan pemulihan luka pada kelompok A dan kelompok B adalah 4.15 (-10-34.5) mm2/4 minggu and 7.5 (-2.8-34) mm2/4 minggu (p=0.168).
Kesimpulan: Pemberian LLLT dengan 5 J/cm2 maupun 10 J/cm2 tidak memberikan efek yang berbeda bermakna secara statistik terhadap penyembuhan luka kaki diabetes.

Background: Diabetic foot ulcer is one of the most common complications in DM patients. Without proper management, the ulcer may lead to infection, amputation or even death. Three-year mortality rate after the amputation due to diabetic ulcer has not changed much for the last thirty years, despite the advancement in medical and surgical aspects. LLLT is one of the adjuvant therapies that are used to enhance healing of chronic wound, such as diabetic ulcer, however there is no established guideline for LLLT dosage. Thus far, there has been no research conducted in Indonesia comparing the energy density of LLLT on diabetic foot ulcer healing.
Aim: To compare the effectiveness between two energy densities in diabetic foot ulcer healing.
Method: This research is an experimental study on 28 randomized subjects with diabetic foot ulcer. Sampling was done consecutively. Group A received standard treatment of ulcer and LLLT 5 J/cm2. Group B received standard treatment of ulcer and LLLT 10 J/cm2. Intervention was carried out twice a week for 4 weeks. The outcomes are wound size and healing rate every week.
Result: The difference of wound size between group A and group B after 4 weeks were 4.15 mm2 and 7.5 mm2 (p=0.178). The healing rate of group A and group B were 4.15 (-10-34.5) mm2/4 weeks and 7.5 (-2.8-34) mm2/4 weeks (p=0.168).
Conclusion: There was no statistically significant difference between group receiving LLLT 5 J/cm2 or 10 J/cm2 in diabetic foot ulcer healing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>