Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187432 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Agung Irawan
"
ABSTRAK
Pada masa mendatang, pengembangan wilayah/perkotaan di DKI Jakarta
bertendensi ke arah Utara Pengembangan kota Jakarta yang bergerak ke arah
Utara dengan cara melakukan reklamasi, diharapkan akan mampu membantu
mengatasi permasalahan kecenderungan perkembangan kota yang selama ini
bergerak ke arah Selatan.
Sesuai dengan konsep pengendalian banjir DKI Jakarta, sungai-sungai yang
berhulu di wilayah Jawa Barat dan alurnya melintasi wilayah DKI, berubah fungsi
menjadi bagian dari sistem drainase kota. Sistern drainase wilayah DKI tidak dapat
dipisahkan dari sistem drainase alamiahnya, yang terdiri dari sungai-sungai yang
mengalir melalui wilayah DKI dan bennuara di Teluk Jakarta
Wilayah DKI Jakarta termasuk dalam DAS Sistem Aliran Cengkareng
Drain yang meliputi sebagian wilayah DKI, sebagian Tangerang dan sebagian
wilayah Bogor. Pada saat sekarang ini, wllayah DKI sebagian besar sudah berubah menjadi daerah pemukiman dan perkantoran sedangkan di wilayah Tangerang dan
Bogor sedang terjadi perubahan tata guna Iahan dari daerah yang hijau menjadi
pemukiman. Perubahan tata guna lahan dari daerah yang hijau menjadi daerah
pemukiman menyebabkan erosi yang tenjadi semakin besar akibat dari permukaan
tanah yang tidak terlindung.
Perkiraan erosi yang terjadi pada suatu DAS dapat diketahui dengan
menggunakan Metode USLE ( Universal Soil Loss Equation ). Dalam
menggunakan Metode USLE ini dibutuhkan data - data mengenai curah hujan, jenis
tanah, panjang sungai, jenis tata guna Iahan dan kemiringan lereng.
Lahan pada DAS yang bermacam-macam fungsinya mempunyai pengaruh
yang berbeda terhadap besarnya erosi. Tata guna lahan yang berubah secara cepat
dari lahan yang semula berupa hutan menjadi sawah, kebun dan akhirnya menjadi
daerah pemukiman pada saat sekarang ini sebagai akibat dari pertambahan
penduduk, telah menyebabkan erosi yang terjadi Iebih besar dibandingkan dengan
erosi yang terjadi di waktu lampau.
Skripsi ini membahas mengenai perkiraan erosi yang terjadi akibat
perubahan tata guna lahan dengan menggunakan Metode USLE.
"
1997
S34657
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Prihatini
"Daerah Aliran Sungai Serayu dengan luas 418.168 hektar ineinpunyai curah hujan rata-rata tahunan > 2000 mm, kemiringan lereng rata-rata > 15% dan sebagian besar jenis tanahnya latosol yang agak peka terbadap erosi. Dengan keadaan demikian maka DAS tersebut merupakan daerah yang memungkinkan untuk terjadinya erosi. DAS Serayu terbagi menjadi 9 Sub DAS, dua diantaranya adalah Sub DAS Sapi dan Sub DAS Tajuin. Kedua Sub DAS tersebut merupakan daerah tangkapan waduk Tajum (Sub DAS Tajum) dan waduk Gajah Ming (Sub DAS Sapi).
Dengan adanya erosi di kedua Sub DAS tersebut akan mengakibatkan dangkalnya waduk Tajuin dan waduk Gajah Ming. Sehubungan dengan dasar pemikiran di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui erosi yang terjadi di Sub DAS Sapi dan Sub DAS Tajuin dan kemungkinan meluasnya erosi di kedua Sub DAS tersebut. Adapun masalah yang dibahas adalah: dimana saja terjadi erosi di Sub DAS Sapi dan Sub DAS Tajum dan kemana kemungkinan meluasnya erosi di kedua Sub DAS tersebut'?
Yang dimaksud dengan meluasnya erosi dalam penelitian ini adalah bertarnbahnya luas daeràh yang tererosi dan juga munculnya daerah baru yang tererosi.
Dalam menentakan kemungkinan meluasnya erosi selain kondisi lereng, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan tanah yang sama dengan daerah yang tererosi digunakan juga variabel kerapatan tanaman.
Hipotésa dari permasalah di atas adalah pada daerah dengan kondisi lereng, curah hujan, jenis tanah dan penggunaan tanah yang sama dengan kondisi daerah yang tererosi tetapi mempunyai kerapatan tanaman berbeda (lebih rapat) maka pada daerah tersebut mempunyai kemungkinan untuk meluasnya erosi."
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nalumi Rahminadini M.
"Banjir adalah sebuah peristiwa terendamnya suatu daratan karena volume air yang melebihi kapasitas aliran dan daya serap lahan kering disekitarnya. Penyebab banjir salah satunya adalah kegiatan manusia yang berdampak pada perubahan tutupan lahan. Sub DAS Cikapundung Kota Bandung mengalami fenomena perubahan tutupan lahan. Tujuan dari penelitian ini terdapat tiga poin, yaitu: 1) mengkaji perubahan tutupan lahan sub DAS Cikapundung Kota Bandung pada tahun 2010, tahun 2015, dan tahun 2020 terkait banjir, 2) mengkaji tutupan lahan Sub DAS Cikapundung Kota Bandung tahun 2030, dan 3) mengkaji persebaran tingkat bahaya banjir Sub DAS Cikapundung Kota Bandung di tahun 2030. Metode yang mendukung untuk prediksi perubahan tutupan lahan adalah Cellular Automata-Markov Chain. Sedangkan metode yang digunakan untuk melihat tingkat bahaya bencana banjir adalah overlay. Hasil penelitian menunjukan perubahan tutupan lahan vegetasi menuju lahan terbangun dapat berakibat banjir. Prediksi tutupan lahan bagian sub DAS Cikapundung Kota Bandung tahun 2030 masih didominasi oleh lahan terbangun dan prediksi tingkat bahaya banjir menunjukan bahwa sub DAS Cikapundung Kota Bandung didominasi oleh tingkat bahaya tinggi banjir.

Flooding is an event that land is submerged due to the volume of water that exceeds the flow capacity and absorption capacity of the surrounding dry land. One of the causes of flooding is human activities that have an impact on land cover changes. Sub-watershed Cikapundung Bandung City experienced the phenomenon of land cover changes. The purpose of this study is to have three points, namely: 1) assessing land cover changes in the Cikapundung sub-watershed in Bandung City in 2010, 2015, and 2020 related to flooding, 2) assessing land cover for the Cikapundung sub-watershed in Bandung City in 2030, and 3) studied the distribution of flood hazard levels in the Cikapundung sub-watershed in Bandung City in 2030. The method that supports the prediction of land cover changes is Cellular Automata-Markov Chain. While the method used to see the level of flood hazard is overlay. The results showed that changes in vegetation land cover to built-up land could result in flooding. The prediction of land cover for the Cikapundung sub-watershed in Bandung City in 2030 is still dominated by built-up land and the prediction of the flood hazard level shows that the Cikapundung sub-watershed in Bandung City is dominated by a high level of flood hazard. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meisheila Viera Fatimah
"ABSTRAK
Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan tidak memperhatikan syarat konservasi menyebabkan lahan menjadi kritis. Sub DAS Keduang merupakan salah satu bagian dari DAS Bengawan Solo Hulu yang luas lahan kritisnya terus meningkat, sehingga untuk itu diperlukan prediksi yang dapat menggambarkan kondisi tingkat kekritisan lahan Sub DAS Keduang secara spasial sebagai upaya menanggulangi lahan kritis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penutup lahan tahun 2005, 2011, dan 2018, serta memprediksi model spasial konservasi lahan kritis tahun 2031 berdasarkan prediksi tingkat kekritisan lahan menggunakan pemanfaatan model Cellular Automata-Markov Chain. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penutup lahan, produktivitas lahan, kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi, jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari pemukiman, dan ketinggian wilayah. Metode analisisnya adalah spasial dan temporal komparatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penutup lahan Sub DAS Keduang terjadi secara dinamis dan permukiman merupakan penutup lahan yang paling signifikan mengalami peningkatan luasan. Prediksi tingkat kekritisan lahan menunjukkan Sub DAS Keduang didominasi oleh lahan dengan tingkat kritis. Prediksi model spasial konservasi lahan kritis pada tahun 2031 lebih didominasi oleh metode vegetatif dibandingkan dengan metode kombinasi (vegetatif dan mekanik), karena wilayahnya berada di lereng yang landai sehingga pengendalian lereng tidak terlalu dibutuhkan.

ABSTRACT
Land coversion that uncontrolled and not in accordance with the regulation of conservation can cause the critical land. Keduang Sub Watershed is one part of Bengawan Solo Upper Watershed where the critical land area is always increased, so spatial prediction is required to describe the critical land level of Keduang Sub Watershed as an effort to cure the critical land. This research aims to analyze the land cover changes in 2005, 2011, and 2018, and also predict the spatial model of critical land conservation 2031 based on the critical land level prediction of Keduang Sub Watershed using utilization of Cellular Automata-Markov Chain model. The variable used in this research is land cover, land productivity, slope, erosion hazard level, distance from the road, distance from the river, distance from the settlement, and height of area. The analysis method is spatial and temporal comparative descriptive. The results showed that land cover of Keduang Sub Watershed is changed dinamically and settlements were the land cover that most significant increased. The prediction of critical land level shows that Keduang Sub Watershed is dominated by critical level. The prediction of spatial model of critical land conservation shows that Keduang Sub Watershed is more dominated by vegetative method than combination method (vegetative and mechanic), because the region is located on flat slope, then the slope-control is not so necessary.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rusdayani Amin
"Erosi menimbulkan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan hidup, antara lain: menurunnya produktivitas tanah, memburuknya kualitas air, pelumpuran dan pendangkalan waduk yang menyebabkan memendeknya umur waduk, timbulnya dorongan untuk membuka lahan baru yang menunjang bertambahnya lahan kritis.
Erosi di DAS Ciliwung hulu dikategorikan sudah sangat berat, yaitu 192,23 ton per hektar per tahun (Lembaga Penelitian IPH 1990). Ini jauh lebih besar dari laju erosi yang masih dapat dibiarkan, yaitu 16,75 ton per hektar per tahun.
Sebagian besar penggunaan lahan di sub-DAS Ciliwung tanaman semusim, 28% tanaman perkebunan dan 21% hutan (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 1991).
Tanaman semusim yang banyak diusahakan adalah sayuran dengan berbagai pola tanam, yaitu 1)pola tanam tunggal wortel; 2)pola tanam tumpangsari wortel + bawang daun; 3)pola tanam tunggal kol; 4)pola tanam tumpangsari kol+bawang daun. Penggunaan lahan seperti ini akan memperbesar erosi karena lahan lebih sering terbuka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pola tanam terhadap erosi di sub-DAS Ciliwung hulu dengan tujuan khusus 1) mengukur besarnya erosi masing-masing pola tanam; 2) menentukan beda nyata erosi diantara pola tanam; 3) menentukan bentuk hubungan antara umur pola tanam dengan besarnya erosi; 4) memilih pola tanam yang sesuai untuk konservasi tanah di sub-DAS Ciliwung hulu.
Penelitian dilaksanakan di sub-DAS Ciliwung hulu, Desa Tugu Utara, Cisarua Bogor, selama lima bulan dari bulan Oktober 1991 hingga Maret 1992. Jenis tanah Asosiasi Andosol coklat dan Regosol coklat, curah hujan rata-rata 10 tahun terakhir 3083,33 mm per tahun, dan kelerengan 2% hingga lebih dari 70% (Bakosurtanal 1991; BPP Cisarua 1991).
Penelitian bersifat eksperimen dengan menggunakan Rancangan Faktorial jenis "Dua faktor dalam rancangan kelompok lengkap teracak". Pola tanam sebagai perlakuan adalah: 1) pola tanam tunggal wortel; 2) pola tanam tumpangsari wortel+bawang daun; 3) pola tanam tunggal kol; 4) pola tanam tumpangsari kol + bawang daun dan 5) pola tanpa tanaman sebagai kontrol. Sebagai kelompok adalah kelerengan 20% dan 35%, karena tanaman sayuran banyak diusahakan pada kelerengan ini.
Metode analisis yang digunakan adalah Analisis Keragaman (ANOVA), uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 1% dan 5% untuk menentukan beda nyata diantara perlakuan, analisis regresi dan korelasi sederhana untuk menentukan hubungan antara pola tanam dengan erosi.
Hasil analisis statistik menunjukkan, bahwa terdapat beda nyata diantara pola tanam. Erosi dari pola tanam tunggal wortel, tumpangsari wortel+bawang daun, tumpangsari kol+bawang daun lebih rendah dan berbeda sangat nyata dari erosi gala tanpa tanaman (tanah terbuka). Erosi dari pola tanam tunggal kol lebih tinggi, tetapi tidak berbeda nyata dari pola tanpa tanaman.
Hubungan antara umur pola tanam dengan besarnya erosi berbentuk linear dengan persamaan regresi, sebagai berikut:
Pola tanam tunggal wortel: Y= 8,6544-0,6064X.
Pola tanam tunggal kol Y=16,7129-1,0761X.
Pola tanam tumpangsari wortel+bawang daun: Y= 6,7077-0,4744X
Pola tanam tumpangsari kol+bawang daun: Y=13,9400-0,9699X
Pola tanpa tanaman: Y= 9,7374-0,3484X
Y= besarnya erosi (ton/ha)
X= umur pola (minggu)
Bentuk hubungan itu berarti besarnya erosi turun dengan bertambahnya umur pola tanam. Ini disebabkan karena luas penutupan tajuk bertambah dengan bertambahnya umur, sehingga erosi turun.
Laju erosi dari pola tanam tunggal wortel, tumpangsari wortel+bawang daun, pola tanam tunggall kol, tumpangsari kol+bawang daun sudah melampaui laju erosi yang masih dapat dibiarkan, bahkan tingkat bahaya erosi pola tanam kol dan tumpangsari kol+bawang daun tergolong tinggi yang sama dengan tingkat bahaya erosi tanah terbuka.
Pola tanam sayuran yang banyak diusahakan oleh petani di sub-OAS Ciliwung hulu khususnya pada kelerengan 20% hingga 35% tidak sesuai untuk konservasi tanah karena menyebabkan erosi yang besarnya melampaui laju erosi yang masih dapat dibiarkan.

Erosion creates negative impact on the environment such as decrease of soil productivity, decrease of water quality, shorten the lifetimes of dam and support the extending of critical lands.
Erosion in the upper Ciliwung catchments area is categorized very heavy, that is 192,23 ton per hectare per year (Lembaga Penelitian IPB 1990). The erosion rate is beyond the erosion tolerance, that is 16,75 ton per hectare per year.
Land use of the upper Ciliwung sub catchments area mainly area annual plant land 51%, perennial plant land 28% and forest land 21% (Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 1991). The main annual plant grown in this area vegetable crop with mono and multiple cropping systems, that is 1) mono cropping of carrot; 2) multiple cropping of carrot plus onion; 3) multiple cropping of cabbage plus onion; 4) mono cropping of cabbage. . Land use like this will be to increase erosion.
The objective of this study is to investigate how far the effect of cropping system on erosion in the upper Ciliwung sub catchments area, with specific objectives: 1) to measure erosion rates of fields with different cropping system; 2) to determine significant difference of the erosion rates among the cropping system; 3) to determine relationship between the cropping system age and the erosion rate; and 4) to select the cropping system that is more favorable for soil conservation in the upper Ciliwung sub catchments area.
The area of study is located in Tugu Utara village area, Cisarua, Bogor, West Jawa. The field activities of study are provided from October 1991 to March 1992. The soil type is brown Regosol and brown Andosol Association, rainfall average during the last ten year is 3083,33 mm per year, and 2% to over 70% inclination (Bakosurtanal 1991); BPP Cisarua 1991).
The design of the study is: "A two-factor experiment in randomized complete block design". The treatments are: 1) mono cropping of carrot; 2) mono cropping of cabbage; 3) multiple cropping of carrot plus onion; 4) multiple cropping of cabbage plus onion; and 5) bare soil (control). Block is 20% and 35% inclination, because of a lot of vegetable crop is cultivated in this area.
Analysis of variance is implemented in data processing. Least Significant Difference Test (LSD Test) 1% and5% is used to determine the erosion significance of difference among treatments while simple regression and correlation analysis are used to determine relationship between the cropping system age and erosion rates.
Statistical analysis shows that there is significant difference on erosion rate between cropping system. Erosion of field mono cropping of carrot, multiple cropping of carrot plus onion, multiple cropping of cabbage plus onion were significant different and lower than the erosion of bare soil. Erosion rate of mono cropping of cabbage is higher and isn't significantly different to erosion of bare soil. Erosion of mono cropping of carrot, multiple cropping of carrot plus onion were significantly different and lower than erosion of mono cropping of cabbage and multiple cropping of cabbage plus onion. This difference is because of difference of plant canopy, crop density and crop management.
Relationship between the cropping system age and erosion follow linear regression equation as follows:
Mono cropping of carrot: Y= 8,6544-0,6064X
Mono cropping of cabbage: -Y=16,7129-1,0761X
Multiple cropping of carrot plus onion: Y= 6,7077-0,4744X
Multiple cropping of cabbage plus onion: Y=13,9400-0,9699X
Bare soil: Y= 9,7374-0,3484X
Y is erosion (ton/ha), X is system age {week)
The relationship shows a decreasing tendency of erosion due to the increase of cropping system age. This is because of canopying cover increase that reduce the erosion rate.
Erosion rate of soil of mono cropping of carrot, multiple cropping of carrot plus onion, mono cropping of cabbage, multiple cropping of cabbage plus onion each is higher than the erosion tolerance. In addition, erosion hazard index of mono cropping of cabbage and multiple cropping of cabbage plus onion are categorized high that same with bare soil.
Cropping system of vegetable that largely practiced by the local farmer in the upper Ciliwung sub catchments area particular of field with inclination of 20% and 35% is favorable to soil conservation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
A. Kunto Hirsilo
"Dalam konteks perekonomian, kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dikatakan sebagai penyediaan barang dan jasa sosial (barang publik). Kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut tidak mungkin disediakan melalui mekanisme pasar, karena sifat konsumsinya non-rivalry dan non excludable. Di Indonesia, kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Departemen Kehutanan khususnya Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (RLPS). Semua kegiatan Ditjen RLPS tersebut membutuhkan pembiayaan melalui suatu penganggaran, terlebih lagi Ditjen RLPS harus mengalokasikan anggaran dimaksud kepada Unit Pelaksana Teknis-nya (UPT) yaitu 31 Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) yang tersebar di seluruh provinsi.
Pengalokasian anggaran tersebut diharapkan berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan efektivitas. Dalam penentuan alokasi anggaran pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di tiap Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Ditjen RLPS oleh pusat, belum diketahui efisiensinya (balk efisiensi secara finansial maupun ekonomi).
Dengan dilatarbelakangi hal-hal tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan :
1) Mengetahui berapa tingkat anggaran yang efisien untuk tiap BPDAS berdasarkan multi output dan inputnya.
2) Untuk mengetahui kemajuan kinerja kegiatan penganggaran pada 31 Balai Pengelolaan DAS pada kurun waktu tahun 2002 - 2004. Apakah terjadi perbaikan efisiensi seteiah diterapkan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance budgeting) mulai tahun 2003 atau tidak.
Sedang hipotesis yang akan diuji :
1) Alokasi anggaran pada 31 Balai Pengelolaan DAS belum efisien
2) Efisiensi Alokasi anggaran kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan pada Balai Pengelolaan DAS dalam kurun waktu dari tahun 2002 s/d 2004 terus meningkat
Metode analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif, meliputi :
1. Analisis efisiensi alokasi anggaran berdasarkan metode Data Envelopment Analysis (DEA).
2. Analisis statistika parametrik Uji Beda Rata - Rata efisiensi alokasi anggaran antara tahun 2002 - 2004.
3. Analisis finansial melalui kriteria NPV, B/C ratio dan IRR.
Melalui perhitungan dengan metode pengalokasian anggaran dengan mempertimbangkan Multi-Input / Output menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA), didapatkan alokasi anggaran yang efisien pada tiap BPDAS. Dengan menggunakan Model DEA-I (Satu Input : Anggaran dan Multi Output) didapatkan bahwa rata-rata alokasi anggaran untuk tiap BPDAS belum efisien, dimana rata-rata efisiensi adalah : tahun 2002 (58,85%), tahun 2003 (63,26%) dan tahun 2004 (66,39%). Sedang dengan menggunakan Model DEA-II (Dua Input : Anggaran dan Jumlah Pegawai, Multi Output) terlihat juga bahwa rata-rata alokasi anggaran untuk tiap BPDAS belum efisien, dimana rata-rata efisiensi (rasio alokasi anggaran yang diberikan dengan alokasi anggaran yang efisien) adalah : tahun 2002 (60,94%), tahun 2003 (65,01%) dan tahun 2004 (67,75%).
Berdasarkan uji beda rata-rata baik pada model DEA-I maupun DEA-II, menunjukkan bahwa efisiensi alokasi anggaran untuk tiap BPDAS dari tahun 2002 ke 2003 tidak berbeda nyata (belum meningkat). Begitu juga jika dibandingkan antara tahun 2004 dengan 2002. Hal ini juga dapat dijadikan indikasi bahwa penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance budgeting) pada tahun 2003 masih bersifat masa transisi (masa pembelajaran sistem barn) sehingga hasilnya belum terlihat merubah efisiensi. Namun demikian secara absolut terlihat bahwa nilai rata-rata efisiensi alokasi anggaran tetap meningkat dari tahun 2002 ke tahun 2003 dan tahun 2004.
Untuk mengalokasikan anggaran lebih efisien kepada 31 Balai Pengelolaan DAS dengan metode DEA, seharusnya cukup dengan memperhitungan output-output atau kegiatan yang menjadi prioritas untuk dilaksanakan oleh seluruh Balai Pengelolaan DAS. Dengan adanya jenis output / kegiatan tambahan yang bisa jadi bukan prioritas program (usulan kegiatan yang hanya bersifat untuk mendapatkan anggaran sebesar-besarnya) menyebabkan efisiensi alokasi anggaran menjadi lebih kecil.
Berdasarkan pengalokasian anggaran melalui Metode DEA dengan hanya mempertimbangkan output / kegiatan prioritas, ternyata adanya ketidakefisienan dalam anggaran yang diberikan selama ini. Sebenarnya dapat dihemat anggaran sebagai berikut : tahun 2002 sebesar Rp 15,314,261.35 (24,80 1), tahun 2003 sebesar Rp 8,710,401.81 (13,57 %) dan tahun 2004 sebesar Rp 9,089,498.00 (11,58 Io).
Mengingat ukuran efisiensi alokasi anggaran yang didapatkan melalui metode DEA lebih bersifat relatif bukan absolut (hal ini yang menunjukkan dari kelemahan metode DEA), untuk itu perlu juga dinilai secara finansial bagaimana pemanfaatan input sumber daya (anggaran) yang dialokasikan. Ternyata suatu Balai Pengelolaan DAS dengan nilai efisiensi alokasi anggaran yang lebih tinggi, belum tentu pasti mempunyai efisiensi secara ekonomi juga lebih besar dibanding dengan Balai Pengelolaan DAS dengan nilai efisiensi alokasi anggaran yang lebih kecil."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T19406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>