Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98098 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Felix Partono
"ABSTRAK
Tinjauan Umum Penyakit Filariasis.
Penyakit filariasis disebabkan oleh cacing filaria yang tersebar luas dibanyak daerah yang beriklim panas. Gejala-gejala penyakit biasanya disebabkan oleh cacing dewasa dan kadang-kadang oleh larva yang belua dewasa. Sewaktu-waktu yang menyebabkan kelainan adalah mikrofilaria. Parasit ini tidak langsung nembunuh hospesnya, tetapi menyebabkan cacad fisik dan mental dan disertai dengan banyak penderitaan. Prestasi kerja penderita dapat menurun. Ada penderita cacat yang tidak dapat melakukan pekerjaan, sehingga hidupnya tergantung dari balas kasihan orang lain. Mereka ini merupakan beban bagi koluarga dan masyarakat sekitarnya dan secara tidak langsung merupakan beban bagi negara. Menurut taksiran STOLL (1947), paling sodikit 26O juta penduduk dunia menderita salah satu penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria.
Cacing filaria merupakan parasit manusia dan hewan.
Yang sering terdapat pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Filaria type Timor, Loa loa, Onchocerca volvulus, Dipotaloneua pcrstans, Dipetaloncia streptocerca dan Maasonella ozzardi (label 1).
Cacing dewasa hidup didalam saluran dan kelenjar liafe, mengembara didalam jaringan ikat dibawah kulit, didalam simpai jaringan ikat dibawah kulit atau didalam rongga-rongga badan. Lacing betina bersifat vivipar, menghasilkan mikrofilaria yang terdapat didalam darah, cairan hydrocele, cairan linfe, chyluria atau dibawah opitel kulit, sesuai dengan habitat masing-masing species parasit.
Mikrofilaria didalam darah kobanyakan hanya terdapat didalan darah tapi pada waktu-waktu tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa mikrofilaria mempunyai periodisitas. Bila mikrofilaria tcrdapat didalam darah tepi pada malan hari, periodisitasnya disebut periodik nokturna. Bila mikrofilaria terdapat didalan darah tepi pada siang hari, noriodisitasnya disebut periodik diurna. Mikrofilaria yang terdapat didalan darah tepi sectra tidak teratur bersifat nonperiodik. Kadang-kadang mikrofilaria terdapat didalam darah tepi pada siang dan malam hari dalam jumlah yang tidak berbeda banyak. Bila jumlahnya agak lebih banyak pada nalam hari, periodisitasnya disebut subperiodik nokturna dan bila junlahnya agak lebih banyak pada siang hari, periodisitasnya disebut subperiodik diurna.
Parasit filaria dapat ditularkan oleh nyamuk, lalat yang menghisap darah atau kadang-kadang oloh sengkonit. Didalam scrangga, mikrofilaria yang nasuk kedalam lanbung monombus Binding lanbung dan bersarang diantara otot-otot thorax. Kadang-kadang mikrofilaria berkenbang didalam alai Malphigi yang terdapat didalam abdomen (Dirofilaria spp.). Perkenbangan larva didalam serangga memakan waktu kurang lebih 9 - 2 ninggu. Didalam tubuh serangga, larva mengalami 2 kali penggantian kulit dan berubah dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan akhirnya menjadi larva stadium III atau disebut juga scbagai larva infektif. Serangga dengan larva infektif dapat menularkan larva ini, bila menghisap darah larva keluar dari alat tusuk atau alat mulut serangga dan masuk secara aktif melalui lubang luka kedalam tubuh hospes. Didalan tubuh hospes, larva nengalami 2 kali ponggantian kulit, berubah menjadi larva stadium IV dan kemudian menjadi dewasa.
Diagnosis filariasis dapat ditegakkan dengan memperhatikan riwayat panyakit, gejala-gejala klinik dan disokong dengan menemukan mikrofilaria didalam habitatnya, atau menemukan cacing dewasa didalam jaringan biopsi atau bedah mayat.
Die thylcarbamaaine merupakan obat yang paling manjur untuk pengobatan penyakit filariasis, mikrofilaria akan mati dan cacing dewasa diduga juga mati. Gejala peradangan dan gejala bendungan yang dini dapat disembuhkan. Tetapi gejala menahun yang sudah menetap harus diperbaiki dangan pembedahan. Kadang-kadang penyakit filariasis dapat disembuhkan, bila cacing dewasanya dapat dikeluarkan dari tubuh penderita."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1976
D254
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Indira Diniarti
"Filariasis (infeksi oleh cacing filaria) memiliki angka kejadian tinggi dan dampak cukup serius di dunia. Indonesia merupakan salah satu negara endemik filariasis. Penyebab filariasis tersering dan dengan sebaran terluas di dunia adalah Wuchereria bancrofti. Pada filariasis, tubuh memberikan respon imun adaptif selular berupa peningkatan aktivitas sel Th2 dan supresi sel Th1. Pada kehamilan terjadi perubahan regulasi sistem imun, namun respon imun adaptif selular terhadap cacing ini belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik respon imun adaptif selular pada ibu hamil yang terinfeksi Wuchereria bancrofti dibandingkan dengan ibu hamil sehat. Desain yang digunakan adalah Cross - Sectional dengan data sekunder dari penelitian induk berjudul "Pola Respon terhadap Antigen Tetanus Toxoid dari Bayi yang Lahir dari Ibu dengan Infeksi Cacing", yang dilakukan di Kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya, Jawa Barat. Subjek penelitian adalah ibu hamil trimester ketiga (n = 63). Dasar penentuan status infeksi Wuchereria bancrofti adalah pemeriksaan Immunochromatography. Respon imun selular yang dianalisa adalah kadar IFN - γ (sel Th1) dan IL - 5 (sel Th2). Pengukuran kadar IFN - γ dilakukan dengan Luminex dan IL - 5 dengan ELISA. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar IFN - γ dan IL - 5 pada ibu hamil dengan infeksi Wuchereria bancrofti lebih tinggi secara bermakna (p = 0,01 untuk kadar IFN - γ; p = 0,015 untuk kadar IL-5) dibanding ibu hamil sehat. Setelah stimulasi antigen filaria, tampak bahwa kadar IL - 5 lebih tinggi secara bermakna dibandingkan IFN - γ (p=0,00). Disimpulkan bahwa terjadi peningkatan respon imun adaptif selular pada ibu hamil dengan infeksi Wuchereria bancrofti dibandingkan pada ibu hamil sehat, dengan kadar IL - 5 cenderung lebih tinggi daripada IFN - γ.

Filariasis (infection caused by filarial) have a high prevalence and quite serious impact in the world. Indonesia is one of endemic country. Wuchereria bancrofti is the most frequent in causing infection and the most widely distributed in world. The adaptive cellular immune response in filariasis shows that Th2 cell's activity is stimulated and the Th1 cell's is suppressed. There is a change in regulation of immune response during pregnancy and cellular adaptive immune response toward Wuchereria bancrofti infection during pregnancy has not been discovered yet. This study aimed was to know the profile of adaptive cellular immune response in pregnant women with Wuchereria bancrofti infection compared to healthy pregnant women. This study used Cross - Sectional design with secondary data from the parent study, entitled "Immune Response Against Tetanus Vaccination in Worms Infected Pregnant Women", which was done at Jati Sampurna and Jati Karya Village, West Java. Subject of this study was pregnant women in third trimester (n=63). Wuchereria bancrofti infection status defined by Immunochromatography test. Cellular immune response was analized based on level of IFN - γ (Th1 cell) and IL - 5(Th2 cell). Level of IFN - γ counted with Luminex and IL - 5 counted with ELISA. The result showed the level of IFN - γ and IL - 5 in pregnant women with Wuchereria bancrofti infection is significantly higher than healthy pregnant women (with p = 0,01 for IFN - γ; p = 0,015 for IL - 5). After stimulated by filarial antigen, appeared that level of IL - 5 is significantly higher than IFN - γ (p = 0,00). In conclusion, there is a significant elevation of adaptive cellular immune response in pregnant women with Wuchereria bancrofti infection than healthy pregnant women, with level of IL - 5 is higher than IFN - γ.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ely Setyawati
"Penyakit Kaki Gajah (filariasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filariasis. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dan bersifat menahun (kronis). Dari segi epidemiologi, penyakit ini memerlukan beberapa factor untuk terjadinya penularan, diantaranya adanya manusia sebagai hospes, nyamuk sebagai vector dan lingkungan yang mendukung kehidupan vector. Berdasarkan hasil survai cepat tahun 2000, Jawa barat menempati urutan pertama kasus kronis filariasis yaitu sebanyak I56 kasus dibanding kasus kronis pada Jawa Timur 142 kasus, Jawa Tengah 136 kasus dan DKI Jakarta 12 kasus serta DI Yogyakarta 7 kasus (Rapid Mapping,2000). Penderita kronis di Kabupaten Bekasi sampai dengan tahun 2003 terjadi peningkatan (50 kasus klinis). Mengacu kepada terminology spatial bahwa penyakit tidak mengenal Batas administrasi namun lebih mengenal kepada ekosistem serta mengacu kepada epidemiologi penyakit filariasis maka dilakukan penelitian spatial kejadian penyakit filariasis di Kabupaten Bekasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan identifikasi faktor-faktor geografi (fisik dan iklim) serta demografi terhadap kejadian penyakit filariasis, hal ini guna mendukung program eliminasi penyakit Kaki gajah di Indonesia khususnya di Kabupaten Bekasi.
Desain penelitian merupakan studi ekologi exploratory dengan variabel penelitian adalah geografi (fisik: topografi, pola sµngai dan keberadaan situ, pengunaan lahan dan perubahannya, Iklim yaitu pola curah hujan), demografi (kepadatan dan persebaran penduduk) dengan sumber data agregat yang selanjutnya melalui pendekatan analisis spatial dilakukan overlay terhadap seluruh variabel independent dengan variabel dependent untuk mencari hubungan positif dan penentuan mode akhir prediksi daerah beresiko penyebaran filariasis.
Hasil penelitian menunjukkan sampai dengan tahun 2003 wilayah endemis penyakit filariasis di Kabupaten Bekasi mencakup 13 Kecamatan pada 17 Puskesmas dengan penyebaran di 20 desa dengan 50 kasus dengan Mf rate (+) 155 kasus 1,3%. Penyebaran Mf rate (+) berkisar antara jarak 5-500 meter dari kasus klinis. Pola Spatial Geografi secara fisik dan iklim terhadap penyebaran kasus filariasis adalah: berada pada pola ketinggian kurang dari 25 mdpl, banyak berkumpul pada pola aliran sungai yang rapat dimana geomorfologinya Iebih dikenal dengan pembentukan sungai dewasa dengan kategori kerapatan sungai yang tinggi, dan banyak berada pada wilayah perdesaan dengan pengguriaan lahan basah (pertanian). Pola curah hujan kearah 1501-2000 mmltahun dan kurang dari 1500 mmltahun dengan jumlah hari hujan rata-rata tiap tahunnya <100 hari hujan. Pola spatial demografi, penyebaran filariasis lebih banyak pada area penduduk yang jarang dengan kategori 3 -- 33 jiwa/ha. Dengan kerapatan jalan yang rendah. Hasil Overlay keseluruhan variabel menghasilkan daerah beresiko tinggi penyebaran filariasis, Iebih mengarah kearah utara Kabupaten Bekasi.
Adanya kecenderungan terhadap peningkatan kasus filariasis yang ditunjukkan dengan angka Mf rate (+) perlu diwaspadai akan penyebaran kasus selanjutnya. Untuk itu pentingnya sistim kewaspadaan dini terhadap intervensi lingkungan dan dengan kegiatan survailans aktif terhadap penemuan kasus klinis yang lainnya atau dengan teknik sosialisasi serta perlu adanya perhatian khusus terhadap variabel factor lingkungan fisik melalui pengamatan secara langsung atau membangun base line data dasar (GIS) terhadap variabel Geografi secara fisik.

Spatial Analysis of Filariasis Disease Occurrences in Bekasi Regency in the Year of 2003.Elephantiasis (filariasis) is a chronicle contagious disease caused by worm named filariasis. The disease is carried by various type of mosquito and it is a chronic-type disease. From the epidemiological view, there are some factors needed make it spread out, that is the existence of human as a host, mosquito as a carrier or vector, and friendly environment for the vector itself. Refer to research in 2000, West Java took the first place for filariasis cases that is 156 cases while in East Java 142 cases, Central Java 136 cases, DKI Jakarta 12 cases and in Yogyakarta 7 cases (Rapid Mapping, 2000).Until 2003, there is an increase of of filariasis case in Bekasi (50 clinical cases). According to spatial terminology, the disease does not know administration boundary rather than ecosystem. And refer to filariasis epidemiologist consideration, some experts tried to conduct spatial research about filariasis disease occurrences in Bekasi. The target of this research is to define and identify geographical (physical and climate) and demographical factors of filariasis disease, it means to support the elephantiasis elimination program in Indonesia especially in Bekasi.
The design of research represents ecological exploratory study using variables like geography (physical: topography, pattern of river and the existence of Lake, the use of land and it changes, the climate or rainfall pattern), demography (resident density and disseminating) using aggregate data source combined with spatial analysis approach, all independent variables are overlaid to the entire dependent variables to look for positive relationship and determine final mode of prediction about an area with high risk lilariasis spreading
The Result shows that up to year 2003 endemic region of lilariasis in l3ekasi include: 13 Sub-districts on 17 Puskesmas where the spreading is in 20 villages with 50 cases and Mt-rate is (Al 155 cases or 1.3%. Mf rate(A 1 spreading ranging from 5 lo 500 meters from clinical case. Geographical spatial patterns, physically and climate, toward the spreading is: lies between less than 25 mdpl of height. gathers in rapid stream river pattern which close where its geomorphology known as adult river forming with high density river category, which lies a lot in regions having wet farm (agriculture). Rainfall pattern about '501-2000 mmlvear and less than 1500 mm/year with daily rain rate in each year 100 rainy day.
Demographical spatial pattern, lilariasis' spreading is greater in an area that lack of people or 3-33 soul: Ha and low street density. The result of entire overlay of all variables yields a high-risk area of lilariasis spreading, tend to the Northern Bekasi Regency.
A tendency about the increase of lilariasis case showed by Mf rate (--) the next spreading need to concerned. Therefore, we need an awareness system about environmental intervention and an active surveillance activity to recognize other clinical case or by social technique and special attention about physical environmental variable factors through direct observation or base line data base (GIS) toward Geographical variable physically.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12826
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Kesehatan , 1997
614.555 2 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan , 1986
616.965 2 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Sutrisno
"Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Diperkirakan penyakit tersebut menginfeksi sekitar 120 juta penduduk di 80 negara. Berdasarkan hasil survei cepat (Rapid Mapping) Filariasis tahun 2000 menunjukkan jumlah kasus kronis sebesar 6.500 orang tersebar di 1.553 desa. 674 puskesmas dan 231 Kabupaten/Kota- Microfilaria Rate (Mf. Rate) : 3.1 % (Ditjen PPM-PL. 2001). angka ini jauh lebih tinggi dari standar Mf. rate < 1 %. Deegan Mf. Rate 3,1 berarti penularan masih terus berlangsung (WHO. 2000). Di Kabupaten Bekasi sampai dengan September 2003 ditemukan 61 kasus klinis dan Mf. Positif 155 orang di 13 kecamatan dari 23 kecamatan dengan Mf. Rate rata-rata 1.30 %, sehingga transmisi penyakit kaki gajah masih mengkhawatirkan. Penemuan penderita dan sebaran kasus cenderung meningkat selama 3 tahun terakhir karena meningkatnya kualitas informasi dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kaki gajah (Filariasis).
Langkah-langkah pengembangan mengikuti tahapan metode System Development Life Cycle (SDLC) seperti planning, analysis, design. implementation, maintenance dan evaluation yang memadukan konsep Data Base Management System (DBMS) dan data spatial sehingga menjadi kekuatan dalam SIG. Hasil analisis sistem dapat mengidentifikasi permasalah pada pengelolaan informasi penyakit kaki gajah. serta alternatif pemecahannya pada setiap aspek (input, process dan output).
SIG Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) dapat menghasilkan output dalam bentuk tabel untuk pelaporan, grafik serta peta. Dengan SIG sebaran kasus(difusi) selama 3 (tiga) tahun dapat dilihat bahwa adanya difusi ekspansi kasus klinis maupun Microfilaria Positif pada desa-desa yang telah disurvei. Hasil analisis overlay antara daerah endemis dengan sebaran kasus klinis dapat dilihat adanya kasus klinis pada daerah non endemis.
Bentuk-bentuk keluaran ini dapat dijadikan bahan masukan pada pengambil keputusan dalam eliminasi penyakit kaki gajah (frlariasis). SIG ini diharapkan dapat dijadikan alat/tools bagi pengelola program dan dimungkinkan dapat dikembangkan di Kabupaten lain.

Filariasis is a contagious disease caused by infection of filarial worm spread by a variety of mosquito. It was predicted that the disease infected around 120 million people in eighty countries across the world. In Indonesia, based on rapid mapping on filariasis at 2000, 6500 chronic cases were found, spread across 1553 villages, 674 public health center, and 231 districts/cities. Microfilaria rate (Mf rate) of 3.1% (Ditjen PPM-PL, 2001), this rate was far higher than Mf rate standard of WHO and this meant that the spreading of the disease is still going on (WHO, 2000). In Bekasi District, until September 2003, 61 clinical cases were found with positive Mf of 155 people spread in 13 sub-districts (out of 23 sub-districts) with average Mf rate of 1.30%. Those figures signal worrying threat of spreading. Case finding shows increasing trends during the last three years due to improvement of information quality and public knowledge about filariasis.
Steps of development followed the System Development Life Cycle (SDLC) method such as planning, analysis, design, implementation, maintenance, and evaluation that integrate Database Management System (DBMS) and spatial data concepts providing strong geographical information system. The result of system analysis is able to identify problems related to information management on filariasis and its solution in each aspect (input, process, and output).
Geographical information system on filariasis could produce output in form of reporting table, graphical, and maps. GIS on diffusion in three years showed clinical case expansion diffusion and positive microfilaria in the surveyed villages. Overlay analysis between endemic areas and clinical cases spread showed the existence of clinical cases in non-endemic areas.
The above outputs could be used as input for decision maker in eliminating filariasis disease. This GIS is expected to be used as tool for program managers and could be developed for other districts.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13194
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Mardesni
"Hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan dengan kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi belum banyak diteliti dan mf ratenya masih diatas 1% sehingga masih mungkin terjadi penularan. Oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap hubungan lingkungan rumah, perilaku dan pekerjaan terhadap kejadian filariasis di Kabupaten Muaro Jambi tahun 2006.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode kasus kontrol, menggunakan data primer hasil wawancara dan observasi lingkungan responder_ Responder berjurniah 216 orang yang terdiri dari 72 kasus dan 144 kontrol. Analisis hasil dilakukan dengan uji statistik dari univariat sampai multivariat.
Penelitian menghasilkan faktor-faktor yang mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah konstruksi rumah yang berupa plafon rumah dengan OR=2,8 pads 95% CI 1,43 - 5,47, dinding rumah nilai OR = 2,1 pads 95% CI 1,11-3,92 dan peneahayaan dalam rumah dengan OR = 6,7 pada 95% CI 1,76-25,64. Untuk lingkungan diluar rumah yang berupa rawa-rawa OR = 2,4 pada 95% CI 1,31-4,50 dan tumbuhan air OR = 2,0 pada 95% CI 1,08-3,55, perilaku yang berhubungan dengan kontak dengan nyamuk berupa perilaku memakai alat perlindungan diri OR = 2,5 pada 95% CI 1,42-4,55, perilaku menghindari did dari gigitan nyamuk OR = 2,5 pads CI 1,38-4,41 dan perilaku mencegah berkembangbiaknya nyamuk OR = 2,3 pads 95% CI 1,32-4,19. Pekerjaan didapat nilai OR = 7,4 pada 95%CI 3,29-16,45. Dalam penelitian ini pekerjaan menjadi faktor paling dominan yang berhubungan dengan filariasis karena odds ratio dan proporsi pekerjaan beresiko yang besar diantara faktor-faktor lainnya.
Sedangkan faktor-faktor yang tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kejadian filariasis adalah lingkungan diluar rumah yang meliputi areal persawahan, semak belukar dan binatang resevoar. Untuk perilaku adalah perilaku kesehatan lingkungan dan berpergian.
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi dalam menetapkan program prioritas pemberantasan penyakit menular, menjadi bahan masukan bagi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan dapat memberi manfaat untuk ilmu pengetahuan.

Relation among house environment, behavior and occupation with filariasis cases in Muaro Jambi Regency are not yet analyzed and mf rate is still above 1% so that infection is still possible. Therefore, research on house environment, behavior and occupation toward filariasis in Muaro Jambi Regency year 2006.
This quantitative research case control method, by primary data that are taken directly by interview and observation to respondent and local environment. The number of respondent are 216 people that consist of 72 cases and 144 controls. Result analysis is done by statistical test from univariate to multivariate step.
Research output that factor have significant relation with filariasis cases are house construction in the form of house ceiling is OR = 2,1 in 95% CI 1,11-3,92, plafond is OR = 2,8 in 95% CI 1,43 - 5,47 and inside house lighting is OR = 6,7 in 95% CI 1,76-25,64, outside house environment such as swamp is OR = 2,4 in 95% CI 1,31-4,50 and water plant is OR = 2,0 in 95% CI 1,08-3,55. For behavior that is related with contact with mosquito is using health safety equipment behavior is OR = 2,5 in 95% CI 1,42-4,55, preventive behavior from mosquito bite is OR = 2,5 in CI 1,38-4,4, land mosquito breeding prevention behavior is OR = 2,3 in 95% CI 1,32-4,19 and occupation is OR = 7,4 in 95%CI 3,29-16,45. Occupation has dominant factor of relation with filariasis because of odds ratio and proportion its risk the bigness among other factorses.
While factorses didnot have significant relation among filariasis are outdoors environment which rice field, coppice and animal resevoar. For behaviors are behavior health enviroment and mobility.
This research expected to become input material for Health Agency of Muaro Jambi Regency in decided priority program to control communicable desease, become input material for society to improve public health and give benefit for science.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulan Ayu Lestari
"Filariasis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan melalui transmisi nyamuk, umumnya adalah Brugia malayi, Brugia Timori, dan Wuchereria bancrofti. Lebih dari seratus dua puluh juta orang terinfeksi oleh filaria, dengan empat puluh juta orang menderita cacat dan lumpuh dikarenakan penyakit ini. Berdasarkan hasil pemetaan yang telah dilakukan, didapatkan prevalensi mikrofilaria di Indonesia adalah 19%, yang artinya terdapat empat puluh juta orang yang di dalam tubuhnya mengandung mikrofilaria. Dengan jumlah kasus yang banyak serta penyebaran yang cukup luas, dibutuhkan pencegahan kejadian filariasis. Untuk itu, perlu diketahui faktor risiko dominan yang secara signifikan memberikan pengaruh terhadap kejadian filariasis. Penelitian dilakukan menggunakan desain penelitian case-control dengan subjek penelitian adalah ibu hamil yang tinggal di kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara multivariate dengan metode odd ratio. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pendidikan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kejadian filariasis pada ibu hamil di kelurahan Jati Sampurna dan Jati Karya.

Filariasis is a disease that caused by filaria worm which being contagious through mosquito`s transmission, usually Brugia malayi, Brugia Timori, and Wuchereria bancrofti. More than one hundred twenty million people infected by filaria, with fourty million people being disable and handicap. Based on maping which have been done, microfilaria prevalency in Indonesia is 19%, which mean there is fourty people whom the bodies got microfilaria. With many cases and its spreading, preventive needed for filariasis. Then, there`s a need to know dominant risk factor which significantly gives effect in filariasis. Research done using casecontrol in the design, with pregnant woman lived in sub-district Jati Sampurna and Jati Karya being reseach subjects. The obtained data being analysed in multivariate ways with odd ratio method. Research result shows that education level gives higher effect in filariasis in pregnant woman lived in sub-district Jati Sampurna and Jati Karya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunardi
"Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria, yang hidup di saluran dan kelenjar geiah bening (sistem linafatik) dan dapat menyebabkan gejala klinis dan/atau kronis yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk, Dad basil survei darah jari pada tahun 2001 prevalensi (Mf rate) di Sulawesi Tengah 4,1 %. Survei darah jari yang dilakukan di 4 desa yang ada di Kecamatan Ampibabo pada tahun 2005 oleh Dinas Kesehatan Parigi Moutong di dapat Microfilaria rate tertinggi desa Ampibabo yaitu 32,3%, terendah di desa Lemo yaitu 16,3%. Sementara desa Sidole 22 % dan desa Tolole 26 %.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor demografi (umur,jenis kelamin, jenis pekerjaan, pendidikan), faktor pengetahuan dan perilaku (kebiasaan pemakaian kelambu, kebiasaan bermalam di kebun pada waktu panen, kebiasaan memakai pakaian saat pergi ke kebun, pemakaian obat anti nyamuk dan kebiasaan keluar malam) dan faktor lingkungan (tempat perindukan dan konstruksi dinding rumah) dengan kej adian Filariasis Malayi.
Penelitian ini menggunakan desain studi kasus kontrol. Sampel penelitian diambil dari hasil pemeriksaan survei darah jari. Jumlah kasus sebanyak 116 orang dan jumlah kontrol sebanyak 116 orang.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa faktor determinan yang berhubungan dengan kejadian Filarisis malayi adalah pengetahuan dengan nilai OR 4,8 (95% CI: 1,535 - 15,419), Pemakaian kelambu dengan OR 9,4 (95% CI: 2,969-29,926), kelengkapan pakaian saat pergi kekebun dengan OR 3,3 (95% CI: 1,069-10,343) dan kebiasaan keluar rumah pada malam hari dengan OR 26,2 (95% CI: 7,247-95,170). Dan faktor risiko yang paling dominan adalah kebiasaan keluar rumah pada malam hari.
Dari hasil penelitian ini disarankan perlu dilaksanakan penyuluhan yang intensif dengan melibatkan semua kelompok potensial yang ada di masyarakat. Masyarakat disarankan berperilaku sehat seperti memakai kelambu pada waktu tidur di malam hari, dan menggunakan pakaian lengan panjang celana panjang pada waktu-ke kebun dan pada waktu keluar rumah dimalam hari. Dan perlu adanya dukungan dari pemerintah daerah setcmpat dalarn program pemberantasan penyakit Filariasis malayi.

Filariasis (Elephantiasis) is chronic contagion which because of worm of filaria, which is life in lymph gland and channel (system of lymphatic) and can cause symptom of clinical and or contagious chronic by various mosquito type. From result of survey finger blood in the year 2001 prevalence (Mf Rate) in Central Sulawesi 4,1%. Blood finger survey in 4 countryside exist in District of Ampibabo in the year 2005 by Public Health Service of Parigi Moutong in earning Mikrofilaria countryside highest rate of Ampibabo that is 32,3%, is lowered in countryside of Lemo that is 16,3%. For a while countryside of Sidole 22 % and countryside of Tolole 26 %.
Target of this research to know demography factor relation (sex, age, work type, education), knowledge factor and behavior factor (habit of usage of mosquito net, habit spend the night in garden when crop, habit wear moment clothes go to garden, usage of drug anti mosquito and habit of night exit and environmental factor (breeding place and house wall construction) with occurence of Filariasis Malayi.
This research use case control study. Research Sample taken away from result of inspection of finger blood survey. Amount of case counted 116 amount and people control counted 116 people.
From result of research of showed that Factor determinant related to occurence of Filarisis malayi is knowledge with value of OR 4,8 (95% CI: 1,535 - 15,419), Usage of mosquito net with OR 9,4 (95% CI: 2,969-29,926), equipment of moment clothes go to garden with OR 3,3 (95% CI: 1,069-10,343) and habit of nocturnal house exit with OR 26,2 (95% CI: 7,247-95,170). And most dominant risk factor is habit of nocturnal house exit.
From result of this research is suggested require to be executed by intensive counseling by entangling all potential group exist in society. Society suggested by behavior of healthy me like wearing mosquito net when sleep between two lights, and use long arm clothes of long pants when to garden and when nighttime house exit. And need the existence of support of Iocal government in program eradication of disease of Filariasis malayi.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kusumawardani
"Skripsi ini membahas gambaran faktor-faktor predisposisi yakni umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang Filariasis yang berhubungan dengan praktik minum obat Filariasis di 7 RW Kelurahan Baktijaya Depok tahun 2009. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang) dan menggunakan data primer. Hasil penelitian menyarankan bahwa kegiatan sosialisasi berupa penyuluhan tentang Filariasis dan pengobatan massal Filariasis agar diperbanyak sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang Filariasis dan membuat masyarakat mau meminum obat massal Filariasis.

The focus of this study is the description of disposing factors there are age, sex, job, education grade and knowledge about Filariasis disease which is related to Filariasis drugs consumption in 7 RW Kelurahan Baktijaya Depok 2009. This research is quantitative descriptive interpretive with cross sectional design. The data were collected by means of interviews. The researcher suggest to increase dissemination activities of Filariasis and the drugs consumption information so we can improve people?s knowledge about Filariasis disease and make they already to eat the Filariasis drugs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>