Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 211238 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dahnidar Lukman
" BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupannya manusia selalu saling membutuhkan satu sama 1ainnya, karena manusia adalah merupakan mahluk sosial. Demikian pula dalam memenuhi kepentingan-kepentingan, baik untuk mempertahankan hidup dan mencukupi kesejahteraan mereka. Sudah merupakan kenyataan, bahwa dunia ini telah dikaruniai oleh yang Maha kuasa dengan berbagai-bagai macam kekayaan alam. Namun kekayaan alam itu tersebar diberbagai tempat. Di satu tempat dihasilkan beberapa jenis keperluan manusia, sedangkan di tempat lain diciptakan pula benda lain yang juga dibutuhkan oleh manusia tersebut.
Oleh karena itu untuk memenuhi keperluan mereka diperlukan pengangkutan untuk saling mengirimkan hasil-hasil produksi mereka. Pengangkutan tersebut berguna untuk membawa hasil-hasil dari suatu negara ke negara lain ataupun dari suatu daerah ke daerah lain. Begitu pula dalam rangka memenuhi keperluannya dan mencapai maksudnya, manusia perlu berkunjung ke suatu negara lain ataupun ke daerah lain, dan untuk hal ini pun diperlukan pengangkutan. Salah satu jenis pengangkutan yang cukup penting ialah pengangkutan melalui laut dengan mempergunakan kapal laut. Sebagaimana diketahui negara Indonesia adalah merupakan negara kepulauan meliputi daratan laut. Darat meliputi ±1,9 juta Km persegi dan laut ± 3 juta Km persegi dan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Dalam ketatapan MPR tahun 1973, TAP MPR No. 1V/ MPR/1978 jo TAP MPR No. II/MPR/1983, ditegaskan bahwa Wawasan Nusantara meliputi :
a. adanya satu kesatuan Politik.
b. adanya satu kesatuan dalam bidang Sosial Budaya.
c. adanya satu kesatuan Ekonomi.
d. adanya satu kesatuan Pertahanan dan Keamanan 1) .
Untuk mancapai prinsip Wawasan Nusantara tersebut harus dapat diciptakan suatu perhubungan yang aman dan tertib. Pengangkutan taerupakan sarana yang utama. Hubungan dari kota ke kota atau dari pulau ke pulau maupun hubungan dengan negara lain, tergantung dari kelancaran pengangkutan.
Pada saat ini, sudah tidak mungkin lagi untuk membatasi diri, berbicara hanya dalam ruang lingkup satu negara. Begitupun Indonesia yang telah ikut dalam pergaulan dunia umumnya dan perdagangan internasional khususnya, harus berperan secara aktif agar jangan sampai ketinggalan dalam mewujudkan komunikasi yang lancar, tertib, dari aman. Disamping pengangkutan melalui udara dan darat, pengangkutan di laut merupakan alat yang penting. Oleh karena itulah perlu diberikan perhatian yang besar terhadap pengaturan dan pembinaan di bidang pangangkutan laut.
Tentang hukum pengangkutan laut di Indonesia saat ini berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (UU-Per) dan sebagian besar ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (UU D).
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang diberlakukan di Indonesia pada tahun 1947 berdasarkan asas konkordansi. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku karena menyangkut hal persetujuan pengangkutan, juga karena ada lax generalis antara lain mengenai hipotek yang terkait dengan hipotek kapal laut. Buku ke III dari Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang berjudul Tentang Perikatan mengatur persetujuan pada umumnya dari persetujuan-persetujuan tertentu, Sedangkan mengenai segala hal yang berhubung?.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhma Putri Sholihah
"Peraturan Menteri Keuangan No. 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman (PMK) pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 100 (seratus dolar Amerika Serikat). Kemudian PMK tersebut diubah dengan PMK No. 112/PMK.04/2018 tentang Perubahan PMK No. 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, yang pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 75 (tujuh puluh lima dolar Amerika Serikat), dan pada tahun 2020, PMK tersebut diubah lagi dengan PMK No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman, yang pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 3 (tiga dolar Amerika Serikat). Adanya perubahan-perubahan ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman sebagai akibat perubahan PMK tentang Impor Barang Kiriman tersebut, memberikan dampak terhadap kegiatan importasi barang di Indonesia. Namun demikian, perubahan tersebut memiliki tujuan yang baik untuk perdagangan dalam negeri di Indonesia. Penelitian ini memberikan analisis dampak-dampak apakah yang dapat terjadi akibat perubahan ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman tersebut, apa saja tujuan-tujuan dari diubahnya ambang batas tersebut dan apakah perubahan-perubahan PMK serta ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman tersebut benar menurut kaidah dan peraturan yang berlaku di dalam Hukum Perdagangan Internasional.

Minister of Finance Regulation No. 182/PMK.04/2016 concerning Provisions for the Import of Shipment (PMK) in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold for Import Duty on Imports of Shipments of USD 100 (one hundred United States dollars). Then the PMK was amended by PMK No. 112/PMK.04/2018 concerning Amendment to PMK No. 182/PMK.04/2016 concerning Provisions for the Import of Shipment, which in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold for Import Duty for Imported Goods of USD 75 (seventy five United States dollars), and in 2020, the PMK is amended again by PMK No. 199/PMK.010/2019 concerning Provisions for Customs, Excise, and Taxes on the Import of Shipment, which in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold of USD 3 (three United States dollars) of Import Duty for Shipment of Shipment. There are changes in the threshold of Import Duty for Shipment of Goods as a result of amands in PMK concerning the Import of Shipment of Goods, have an impact on the importation of goods in Indonesia. However, the changes serve a good purpose for domestic trade in Indonesia. This research provides an analysis of what impacts can occur due to changes in the threshold of the Import Duty for Shipment, what are the purposes of the change in the threshold and whether the PMK changes and the threshold of Import Duty for Imported Goods on Shipment are correct according to the rules. and regulations that apply in International Trade Law.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhma Putri Sholihah
"Peraturan Menteri Keuangan No. 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman (PMK) pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 100 (seratus dolar Amerika Serikat). Kemudian PMK tersebut diubah dengan PMK No. 112/PMK.04/2018 tentang Perubahan PMK No. 182/PMK.04/2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, yang pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 75 (tujuh puluh lima dolar Amerika Serikat), dan pada tahun 2020, PMK tersebut diubah lagi dengan PMK No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman, yang pada Pasal 13 ayat (1) mengatur ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman USD 3 (tiga dolar Amerika Serikat). Adanya perubahan-perubahan ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman sebagai akibat perubahan PMK tentang Impor Barang Kiriman tersebut, memberikan dampak terhadap kegiatan importasi barang di Indonesia. Namun demikian, perubahan tersebut memiliki tujuan yang baik untuk perdagangan dalam negeri di Indonesia. Penelitian ini memberikan analisis dampak-dampak apakah yang dapat terjadi akibat perubahan ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman tersebut, apa saja tujuan-tujuan dari diubahnya ambang batas tersebut dan apakah perubahan-perubahan PMK serta ambang batas Bea Masuk Impor Barang Kiriman tersebut benar menurut kaidah dan peraturan yang berlaku di dalam Hukum Perdagangan Internasional.

Minister of Finance Regulation No. 182/PMK.04/2016 concerning Provisions for the Import of Shipment (PMK) in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold for Import Duty on Imports of Shipments of USD 100 (one hundred United States dollars). Then the PMK was amended by PMK No. 112/PMK.04/2018 concerning Amendment to PMK No. 182/PMK.04/2016 concerning Provisions for the Import of Shipment, which in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold for Import Duty for Imported Goods of USD 75 (seventy five United States dollars), and in 2020, the PMK is amended again by PMK No. 199/PMK.010/2019 concerning Provisions for Customs, Excise, and Taxes on the Import of Shipment, which in Article 13 paragraph (1) regulates the threshold of USD 3 (three United States dollars) of Import Duty for Shipment of Shipment. There are changes in the threshold of Import Duty for Shipment of Goods as a result of amands in PMK concerning the Import of Shipment of Goods, have an impact on the importation of goods in Indonesia. However, the changes serve a good purpose for domestic trade in Indonesia. This research provides an analysis of what impacts can occur due to changes in the threshold of the Import Duty for Shipment, what are the purposes of the change in the threshold and whether the PMK changes and the threshold of Import Duty for Imported Goods on Shipment are correct according to the rules. and regulations that apply in International Trade Law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2007
S23607
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman Mador M. O. S.
"UU No.13 tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah memberikan kewenangan untuk melakukan monopoli di sektor angkutan kereta api kepada suatu badan penyelenggara. PT KA dalam hal ini merupakan satu-satunya badan penyelenggara yang didirikan untuk dapat menjalankan kewenangan badan penyelenggara tersebut. Sebagai satu-satunya operator kereta api di Indonesia, PT KA memiliki keunggulan ekonomis, yaitu posisi monopoli terhadap penyediaan jasa angkutan kereta api tersebut, dibandingkan dengan badan usaha lain yang mempergunakan jasa angkutan kereta api tersebut. Dengan kondisi yang tidak seimbang tersebut, badan usaha lainnya yang memilih kereta api sebagai satu-satunya altematif yang paling tepat untuk tujuan pengangkutan, tetap mengadakan hubungan perjanjian dengan PT KA tersebut. Kondisi yang tidak seimbang dalam penutupan perjanjian tersebut melahirkan klausula-klausula yang memberatkan bagi pengguna jasa angkutan dan tidak sesuai dengan kepatutan. Suatu kondisi tidak adanya keseimbangan pelaksanaan hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur, adalah tidak sesuai dengan falsafah Pancasila. KUHPER, yang menganut asas kebebasan berkontrak, dengan ketiadaan keseimbangan kondisi ekonomis pada waktu penutupan perjanjian tidaldah rnembuat perjanjian tersebut menjadi langsung tidak sah dan tidak mengikat, akan tetapi dengan adanya akibat pelaksanaan prestasi yang berat sebelah dan tidak sesuai kepatutan oleh pengguna jasa angkutan kereta api tersebut, membuat perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Berdasarkan praktek yurisprudensi di Indonesia, hakim dapat saja mencari perjanjian yang dimintakan pembatalannya tersebut, dengan membatalkan klausula yang tidak sesuai dengan kepatutan tersebut dan mengubahnya sesuai rasa keadilan hakim yang paling baik (ex aqua et bona) ataupun membatalkan perjanjian tersebut secara keseluruhan.

Law number 13 year of 1992 concerning on Railway provides monopoly authority to a certain coordinator institution in the rail transportation sector. In this case, Railway State-Owned Company (PT KA) is the only institution established in order to maintain the authority. As the only railway operator in Indonesia, PT KA has economical benefit, the monopoly position in providing the railway transportation service, compared to other business entities which also use the railway transportation service. Due to the imbalance position, those business entities, which choose the railway as the only perfect alternative for their transportations, still maintain/is still entitled to maintain their contract with PTKA. The imbalance position in closing the contract has raised severe clauses for the user of the railway transportation, and these are unfair. A condition in which imbalance implementation of the contract's right and obligation exists does not meet the Philosophy of Pancasila. According to the Codification of Civil Law (KUHPER), which consists of the Principle of the Freedom of Contract, the imbalance of economic condition in closing the contract does not make the contract become illegal and invalid, but as the result of the existence of the imbalance in obligation implementation as well as the unfairness raised by the railway transportation user has caused the contract to be terminated by the Judges as long as there is a request to do so. In accordance with the Indonesia Jurisprudence, a Judge could interfere the agreement which has been made by the parties by terminating the unfair clauses and amending them based on the Judge's fairest value (ex aquo et bono), or even completely terminating the contract."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
E. Saefullah Wiradipradja
Yogyakarta: Liberty, 1989
343.097 8 SAE t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Usindi T. Soekatjo
"Yang menjadi dasar tanggung jawab pengangkut (darat, laut dan udara) dalam sistem hukum kontinental adalah adanya perjanjian pengangkutan. Dilihat dari jenis prinsip-prinsip tanggung jawab pengangkut yang dikenal di dunia ini, yang berlaku di Indonesia adalah prinsip tanggung jawab mutlak. Perjanjian pengangkutan itu sendiri merupakan kesepakatan antara pengangkut dan penumpang; pengangkut berkewajiban untuk mengangkut penumpang tiba di tempat tujuan dengan selamat, sedangkan penumpang berkewajiban memberikan upah pengangkutan kepada pengangkut. Konsekuensi adanya perjanjian pengangkutan ini menimbulkan kewajiban bagi pengangkut untuk mencapai suatu hasil, bukan hanya sekedar menyelenggarakan pengangkutan. Jika kewajiban tersebut tidak terlaksana dengan baik, pengangkut dinyatakan melakukan wanprestasi (Pasal 1243 KUHPer). Bukti adanya perjanjian pengangkutan adalah karcis penumpang (Pasal 85 Ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran). Merupakan kewajiban pengangkut untuk mengasuransikan tanggung jawabnya itu; jika tidak mengasuransikannya, pengangkut akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- (Pasal 86 Ayat (3) juncto Pasal 124 Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran). KUHP secara tegas melarang pengangkut untuk tidak bertanggung jawab sama sekali atau terbatas untuk segala kerugian yang disebabkan oleh alat pengangkutannya, laik laut kapal, dan tidak cukupnya pengawasan dalam kapal. Penumpang yang hendak menggunakan jasa pelayaran PT PELNI dibebani kewajiban untuk membayar iuran wajib dan premi asuransi tambahan, setiap kali membeli karcis kapal laut. Kewajiban penumpang untuk membayar sendiri asuransinya tersebut diatur dalam Pasal 3 Ayat (la) Undang-Undang No. 33 Tabun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan. Itu sebabnya PT PELNI tidak memberikan ganti kerugian kepada penumpang yang mengalami musibah kapal, kecuali untuk musibah kapal yang dinyatakan sebagai musibah nasional (misalnya tenggelamnya Kapal Tampomas II). Ganti kerugian yang diberikan oleh pihak asuransi (PT Jasa Raharja, PT Jasaraharja Putera dan PT Arthanugraha) dalam hal terjadinya kecelakaan kapal laut, adalah untuk kematian, cacat tetap, biaya rawatan, dan biaya penguburan."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Toto T. Suriaatmadja
Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005
341.46 TOT p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ninin Murnindrati
Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2004
343.093 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>