Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99406 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Utami Sunardi
"Perdarahan rongga mulut dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma perawatan gigi yang bersifat operatif. Penyebab perdarahan rongga mulut dapat karena faktor lokal (gingivitis, NUG, trauma akibat perawatan), gangguan hemostasis dan penyakit sistemik. Karena belum adanya data mengenai penyebab perdarahan rongga mulut, maka perlu dilakukan pemeriksaan hemostasis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab perdarahan rongga mulut sehingga penanganan kasus perdarahan tersebut dapat dilakukan secara rasionil. Bahan pemeriksaan berupa darah Sena 11 ml, yang diambil dari penderita perdarahan rongga mulut yang datang ke Bagian Penyakit Mulut RSCM, Exodonsia dan Periodontologi FKG UI. Pemeriksaan klinis dilakukan di Bagian Penyakit Mulut RSCM sedang pemeriksaan hemostasis yaitu masa perdarahan, percobaan pembendungan, hitung trombosit, PT, APTT, kadar fibrinogen dan agregasi trombosit dilakukan di Bagian Patologi Klinik FK UI/RSCM.
Hasil penelitian:
Dari 25 penderita perdarahan rongga mulut menunjukkan 16 orang (64%) memberikan hasil abnormal pada pemeriksaan hemostasis, 1 disertai kelainan sistemik dan 2 dengan kelainan bawaan. Gangguan hemostasis yang terbanyak adalah pada agregasi trombosit yaitu 12 dari 25 penderita (48%). Percobaan pembendungan abnormal pada 8 orang (32%); APTT memanjang pada 4 orang (16%); kadar fibrinogen rendah pada 3 orang (12%); Hitung trombosit rendah pada 1 orang (4%). Dari 9 penderita yang menunjukkan hasil normal pada pemeriksaan hemostasis, 3 orang disebabkan NUG dan 6 orang gingivitis. Sedangkan 4 dari 16 penderita yang menunjukkan kelainan hemostasis abnormal juga disertai dengan NUG."
Depok: Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Karmel Lindow
"ABSTRAK
Sirosis hati (SH) adalah penyakit hati menahun dan merupakan salah satu penyakit hati yang terbanyak dijumpai di Indonesia. Penyakit ini dilaporkan sebanyak 38 - 52,8% dari penyakit hati yang dirawat di rumah sakit di berbagai kota di Indonesia. Berbeda dengan di negara Barat Iebih dari 65% sirosis hati adalah sirosis alkoholik, di Indonesia 30-40% sirosis hati adalah sirosis hati posnekrosis. ada penderita SH akibat penurunan fungsi hati sering dijumpai berbagai masalah seperti asites, perdarahan, dan koma hepatikum.
Perdarahan merupakan manifestasi klinis akibat gangguan hemostasis. Perdarahan pada SH sudah diketahui sejak lama, yaitu ketika Budd pada tahun 1846 melaporkan bahwa darah penderita sirosis hati tidak membeku. Perdarahan pada sirosis hati dapat bervariasi mulai dari yang paling ringan, seperti perdarahan gusi, sampai dengan perdarahan berat; misalnya, hematemesis melena. Berat atau ringannya perdarahan yang terjadi bergantung pada berbagai hal, antara lain, pada besar dan tekanan varises esofagus, jenis dan beratnya trauma, serta beratnya gangguan hemostasis. Perdarahan pada SH perlu mendapat perhatian khusus karena selain menimbulkan kekhawatiran pada pasien, juga dapat memperburuk fungsi hati dan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Perdarahan pada SH di Indonesia dilaporkan sebanyak 56 - 65,5% (Reksodiputro dkk, 1978; Sulaiman, 1990), sedangkan diluar negeri dilaporkan bahwa 32% penderita sirosis hati yang mengalami perdarahan memerlukan transfuse darah. Dilaporkan pula bahwa frekuensi perdarahan lebih sering ditemukan pada sirosis hati posnekrosis, yaitu 64% dari 174 kasus jika dibandingkan dengan 35% dari 994 kasus sirosis alkoholik. Di Indonesia, diiaporkan kematian karena perdarahan sebanyak 32 - 45,5%. Di luar negeri angka kematian dilaporkan sebanyak yaitu 57 - 76% dalam kurun waktu tahun 1964 - 1972 .Pengalaman penulis sewaktu bertugas di bangsal penyakit dalam rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), selama kurun waktu 1969-1974 menemukan lebih kurang 90% pasien SH dengan perdarahan masif yaitu perdarahan lebih dari 6 cc/kgBBram akhirnya tidak dapat tertolong dan meninggal. Walaupun angka kematian di Indonesia seperti tersebut di atas berkurang dari 32-45,5% selama kurun waktu 1978-1983 menjadi 26,72% pada tahun 1990 angka kematian ini masih relatif tinggi bila dibandingkan dengan kurun waktu yang sama (1988-1990) di negara Barat, yaitu 10,5-14,5%.
Hati memainkan peranan panting dalam hemostasis karena selain memproduksi faktor pembekuan hati juga berfungsi membersihkan aktifator plasminogen dan faktor pembekuan aktif. Peranan ganda hati dalam hemostasis seperti tersebut di atas menyebabkan gangguan hemostasis pada SH sangat kompleks, sehingga sering sukar membedakan jenis kelainan hemostasis yang satu dengan yang lainnya. Defisiensi faktor pembekuan dengan atau tanpa disertai Disseminated Intravascular Coagulation, yang selanjutnya disebut koagulasi intravaskular diseminata (KID) maupun fibrinolisis, merupakan kejadian yang sering ditemukan pada sirosis hati. Koagulasi intravaskular diseminata sering sukar dibedakan dengan fibrinolisis yang disertai dengan trombositopenia karena kedua keadaan tersebut memperlihatkan gambaran hemostasis yang hampir sama (Minna, 1974). Masalah keraguan antara kedua keadaan tersebut mulai teratasi sejak ditemukannya pemeriksaan D-Dimer pada tahun 1983 dan aplikasinya pada klinis pada tahun 1986."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
D388
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
616.135 HEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Mercy Tiarmauli
"ABSTRAK
Latar belakang: D-dimer adalah hasil pemecahan cross-linked fibrin, sehingga peningkatan kadar D-dimer dapat dipakai sebagai penanda aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis. Kadar D-dimer yang normal dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis trombosis pada pasiendengan dugaan trombosis, tetapi hal ini tidak dapat dipakai pada kehamilan karena kadar D-dimer juga meningkat pada kehamilan.
Tujuan: Menentukan kadar D-dimer pada wanita hamil tanpa komplikasi pada tiap trimester.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada 90 wanita hamil tanpakomplikasi yang terdiri dari 30 orang dari trimester 1, trimester 2 dantrimester 3 dan 30 wanita sehat sebagai kontrol. Penelitian dilakukan daribulan Juli sampai Agustus 2012.Pengukuran kadar D-dimer denganreagen Innovance memakai koagulometer Sysmex CA 1500 diDepartemen Patologi Klinik.
Hasil:Semua wanita dalam kelompok control mempunyai kadar D-dimer dalam rentang normal (<0.5mg/L FEU). Kadar D-dimer pada trimester 1 berkisar antara0,1 – 1,07 mg/L FEU dan 8 di antara 30 (27%) menunjukkan peningkatan kadar D-dimer, pada trimester 2 kadar D-dimer berkisarantara 0.6 – 3,34 mg/L FEUdan 26 di antara 30 (87%) menunjukkan peningkatan kadar D-dimer, sedang pada trimester 3 kadar D-dimer berkisar antara 0.69 – 3,75 mg/L FEU dan seluruhnyamenunjukkan peningkatan kadar D-dimer.Kadar D-dimer pada wanita hamil lebih tinggi secara bermakna dibandingkan wanita tidak hamil.
Kesimpulan: Peningkatan kadar D-dimer ditemukan pada 27% wanita hamil trimester 1, 86% pada trimester 2 dan 100% pada trimester 3.

ABSTRACT
Background: D-dimer is degradation product of cross-linked fibrin, therefore increased D-dimer level indicates activation of coagulation and fibrinolysis. Normal D-dimer level can be used to rule out diagnosis of venous thromboembolism in suspected patient, however it cannot apply in pregnancy because D-dimer level also increase during pregnancy. The aim of study is to determine the level of D-dimer on uncomplicated pregnancy in each trimester.
Aim: The study is to determine the level of D-dimer on uncomplicated pregnancy in each trimester.
Methods: A cross sectional study was done on 90 uncomplicated pregnant women consisted of 30 women of each trimester and 30 healthy, nonpregnant women as control group from July to August 2012. D-dimer level was measured by Innovance D-dimer using Sysmex CA 1500 coagulometer in Department of Clinical Pathology, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Result: All women in the control group showed normal D-dimer level (<0,5 mg/L FEU). The range of D-dimer level in the 1st trimester was 0,17 – 1.07 mg/L FEU , 8 out of 30 (27%) pregnant women showed increased D-dimer level, in the 2nd trimester was 0,31 – 3,34 mg/L FEU, 26 out of 30 (87%) indicated increased D-dimer, and in the 3 rd trimester the range of D-dimer level was 0,69 – 3, 75 mg/L FEU, and all of pregnant women 100% showed increased D-dimer level.
Conclusion:The levelof D-dimer in the 1st trimester was 0.17- 1.07 mg/L FEU, in the 2ndtrimester was 0,31 – 3,34 mg/L FEU, andin the 3 rd trimesterwas 0.69-3.75% mg/L FEU."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
616.157 RAH e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayuningsih Dharma Setiabudy
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
616.157 RAH e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
616.135 HEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Titiek Setyawati
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai pola distribusi dan frekuensi kanker mulut sesuai letak, jenis kelamin, jenis kanker dan usia dari tahun 1985-1987. Diharapkan hasil yang didapat berguna untuk menambah/melengkapi data yang sudah ada. Pengambilan data dilakukan pada Rumah Sakit di 5 wilayah DKI Jakarta yang mampunyai Laboratorium Patologi Anatomi. Penentuan data berdasarkan diagnosa Histopatologi dari sediaan yang berasal dari jaringan mulut sesuai dengan klasifikasi ICD-WHO. Analisa data dilakukan dengan membuat persentasi menurut usia, jenis kelamin, letak kelainan dan jenis kanker. Dari 3023 kasus yang diteliti didapatkan hasil 434 (14%) kasus kanker mulut dengan frekuensi tertinggi pada pria (54.84 %). Pada penelitian ini juga didapatkan "range" kanker mulut antara usia 6 bulan - 95 tahun, dan kelompok usia 41-50 tahun mempunyai angka kejadian yang paling tinggi {20.74%). Lokasi yang paling banyak terkena kanker adalah lidah (21.18%). Dari 30 macam diagnosa histopatologi yang didapat, karsinoma sel skuamosa merupakan jenis kanker yang paling sering terjadi {52.07%)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1988
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Bleeding from the liver surface during hepatic transection is one of the main factors affecting mortality and morbidity of liver resection. For this reason, numerous devices have been developed that employ a variety of techniques to minimize parenchymal damage and so improve the safety of resection. This book describes all the devices that are currently available for hepatic transection via open, laparoscopic, and robotic approaches. Procedures are explained and illustrated step by step using informative color figures and photographs."
Milan: Springer, 2012
e20426328
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Susworo
"ABSTRAK
Radiotherapy as a treatment modality aside from other modalities such as surgery and chemotherapy has been achieved not far off the discovery of X ray at the end of 19th century. Combined external radiation and brachytherapy on the treatment of oral cavity malignancies has shown good result with reasonable toxicities. Mechanism of radiotherapy, radiophysics and radiobiology will be discussed briefly on this paper. The indications of radiotherapy and toxic effects may arise will also be discussed."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>