Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205341 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kumpiady Widen
"Pendahuluan
Sejarah merupakan kisah tentang masa lampau yang tidak mungkin. bisa terulang kembali kejadiannya. Apabila kita ingin mempelajari tentang beberapa peristiwa yang terjadi dimasa lampau, seperti perang, pemberontakan, pemerintahan, penjajahan, perbudakan dan lain-lain, maka yang kita pelajari tersebut adalah peristiwa sejarah.
Pada hakekatnya sejarah memliki dua arti:
1. Sejarah sebagai peristiwa pada masa lampau,
2. Sejarah sebagai kisah dari peristiwa itu sendi ri .
Bila kita perhatikan dengan seksama, kita akan sadar bahwa yang banyak menyangkut diri kita adalah sejarah sebagai kisah dari peristiwa itu sendiri. Sebab pada hakekatnya sejarah dalam anti yang pertama sudah tidak ada lagi, karena hal itu tidak mungkin kita amati atau saksikan kembali. Namun yang kita hadapi dewasa ini adalah sejarah sebagai kisah, yaitu penjelasan dari sejarah sebagai peristiwa (Notosusanto, 1984: 10).
Sejarah sebagai kisah seperti di atas adalah hasil karya orang yang menulisnya , yaitu para sejarawan atau historians. Setiap peristiwa masa lampau ditulis kembali oleh para sejarawan dengan cara mengumpakan beberapa bukti yang mereka peroleh, baik melalui penelitian, dengan mempelajari jejak-jejak ataupun melalui orang yang langsung terlibat atau pernah melihat dan menyaksikan peristiwa masa lampau tersebut.
Setiap negara dan bangsa di dunia ini sudah tentu memiliki kisah masa lampau yang disebut sejarah. Amerika Serikat sebagai salah satu negara terbesar di dunia juga memiliki kisah masa lampau atau perkembangan sejarah yang tidak kalah menariknya dibandingkan dengan sejarah negara lain, khususnya tentang perkembangan perbudakan yang pada akhirnya menimbulkan konflik yang berlarut-larut antara Utara dan Selatan dan mencapai puncaknya pada tahun 1861, yaita pecahnya Perang Saudara di Amerika.
Bila kita perhatikan perkembangan sejarah' Amerika, sejak awal mengalirnya para pejiarah ke Dunia Baru hingga Perang Saudara (1861-1865), maka masalah perbudakan sudah lama berkembang di Amerika, yaitu sejak kedatangan pertama para pendatang baru dari Inggris. Bersama-sama dengan mereka, orang-orang Inggris yang miskin dibawa ke Dunia Baru dan dipekerjakan sebagai pelayan kontrak (Indentured Servant) di koloni-koloni di New England.
Para pelayan kontrak ini adalah orang-orang yang terikat dengan suatu kontrak di mana seorang pelayan harus bekerja pada seorang tuannya selama masa kontrak yang telah ditetapkan bersama, sebagai imbalan biaya perjalanan mereka dari Inggris ke Dunia Baru yang telah dibayarkan terlebih dahulu oleh calon-calon tuannya. (Stampp, 1956: 16)
Pengertian pelayan kontrak sebenarnya indentik dengan konsep perbudakan, sebab selama masa kontrak yang mereka tetapkan barsama, seorang pelayan wajib menuruti kehendak dan melakukan kepentingan-kepentingan tuannya lagipula selama seorang pelayan menjalani kontraknya, ia dianggap sebagai milik (property) tuannya yang sewaktu-waktu dapat dijual atau disewakan kepada orang lain yang memerlukannya.(Jordan, 1968: 47 - 48).
Di samping orang-orang kulit putih, juga terdapat sejumlah orang hitam (Negro) dari Afrika, yang pada mulanya diperlakukan sama, yaitu sebagai pelayan kontrak. Namun setelah tahun-tahun 1600-an, keadaan pelayan kulit putih semakin membaik, sementara keadaan pelayan kulit hitam semakin memburuk.
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Rismaya
"Walaupun para pendatang dari Inggris tidak pernah membayangkan akan mendirikan institusi perbudakan terhadap orang-orang Negro, tak sampai seabad setelah kedatangan mereka di koloni, dasar-dasar dari suatu institusi yang ganjil telah dibentuk (Jordan,1968: 44).
Orang-orang Selatan menyebut institusi perbudakan sebagai suatu institusi yang ganjil dalam pengertian bahwa institusi itu unik dalam kehidupan orang-orang Selatan. Alam serta iklim selatan cocok untuk pertanian, sementara orang-orang Negro dapat memenuhi tenaga kerja yang diperlukan. Jadi seolah dijumpai keadaan yang saling mengisi, di mana kedua belah pihak sama-sama mendapat keuntungan.
Keadaan alam serta iklim daerah selatan memungkinkan untuk diusahakannya perkebunan dalam skala besar dan pendatang-pendatang tersebut segera mengusahakan pertanian, seperti; tembakau, padi dan indigo. Segera setelah mereka mengusahakan pertanian yang lebih intensif, para petani itu dihadapkan pada suatu masalah serius, yaitu kurangnya tenaga kerja. Pengusahaan perkebunan ternyata memerlukan tenaga kerja yang banyak; mulai dari pembersihan hutan; pengurusan dan pemetikan memerlukan tenaga kerja yang tidak sedikit, sementara teknologi belum maju sehingga semua pekerjaan harus dikerjakan dengan tenaga manusia.
Kedua keadaan ini, yaitu keadaan alam yang cocok untuk pertanian perkebunan dan tersedianya orang-orang Negro untuk di pekerjakan telah mengakibatkan semakin berkembangnya usaha pertanian besar yang telah menghasilkan cash crop di daerah selatan, dan telah mendorong orang-orang untuk melakukan usaha pertanian secara besar-besaran. Maka muncullah apa yang kemudian kita kenal dengan perkebunan. Dan akibatnya ialah orang-orang Negro harus didatangkan dalam jumlah yang lebih besar.
Ketika jumlah orang-orang Negro di koloni semakin banyak, orang-orang putih mulai merasakan kecemasan kalau-kalau kehadiran orang-orang Negro ini akan mengaburkan kebudayaan mereka.
Dengan masuknya suatu suku bangsa yang baru, biasanya cara hidup dan kebudayaan suku bangsa tersebut akan terbawa dan berbaur dengan cara hidup dan kebudayaan masyarakat yang didapatnya, sehingga seringkali akan mengaburkan keaslian budaya masyarakat terdahulu tersebut. Orang-orang putih di Selatan tidak menginginkan hal seperti itu terjadi. Mereka menginginkan agar daerah Selatan tetap sebagai daerah orang putih, baik dalam cara hidup maupun kebudayaannya. Hal ini telah menimbulkan niat dalam pikiran orang-orang putih untuk membuat undangundang khusus untuk mengatur kehidupan orang-orang Negro berbeda dari orang putih. Keinginan ini ditunjang pula oleh kenyataan bahwa orang-orang Negro adalah dari ras yang berbeda; bahwa mereka telah dibeli dengan status yang tidak bebas; dan bahwa mereka bukan orang orang kristen. Pada masa itu ada anggapan bahwa memperbudak orang-orang yang tidak beragama bukanlah suatu kejahatan atau dosa."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Barbara B.
"Latar Belakang
Perbudakan sudah menjadi bagian dari sistim ekonomi Amerika sejak awal abad 17. Ekonomi Perkebunan atau aktivitas ekonomi yang berbasiskan usaha-usaha dibidang perkebunan seperti perkebunan: tembakau, jagung, indigo (nila) tebu, kapas,rami dan padi.
Luas perkebunan itu mencapai ribuan hektar, sehingga tidak mungkin ditangani tanpa bantuan tenaga budak yang dapat dipaksa bekerja. Demikian dituturkan oleh Donald A Retchie dalam bukunya Heritage of Freedom, history of USA.
"Virginia landowners had more than 100 acres (40 hectares). These large plantations needed many labors to work the land. As it became more difficult to attract white indentured servants, Virginians increased their purchase of African slaves (Ritchie, 1985:52)."
"Tuan-tuan tanah di Virginia memiliki lebih dan 40 hektares tanah perkebunan yang membutuhkan banyak pekerja buruh. Karena semakin sulit mendapatkan pelayan indentured servants (pelayan kontrak) maka orang Virgina meningkatkan pembelian budak Afrika".
Budak dibutuhkan sejak awal pembukaan lahan perkebunan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman, sampai pada saat panen dan pengurusan hasil panen. Demikian dijelaskan Carl Bridenbough dalam bukunya Myth & Realities (1975:9,56-58). Stowe malah menambahkan bahwa budak-budak itu juga diikutsertakan pada penjualanan hasil panen dan mengurus uang hasil penjualan yang diketengahkannya dalam Uncle Tom's Cabin,
"Tom is an uncommon fellow; he is certainly worth that sum anywhere- steady, honest, capable, manages my whole farm like a clock. He got a religion at a camp - meeting.... I believe he really did get it. I have trusted him, since then, with everything I have-money, house, horses."
"Tom adalah laki-laki luar biasa. Dia sangat bernilai tinggi lebih dari semua budak dimana saja. Ia mampu mengurus perkebunan saya seperti jarum jam, berputar. Tom mendapat agama dipertemuan kamping. Saya yakin dia betul dapat mencernakan ajaran agama dan dapat pula mengamalkannya. Saya mempercayainya sejak itu. Saya mempercayakan semua masalah- uang, rumah, kudakuda saga..." (Stowe,1961:10).
Dengan demikian, penulis berpendapat, budak adalah alat produksi panting, dan sekaligus juga menjadi investasi berharga bagi kelangsungan ekonomi perkebunan yang terfokus di Selatan. Alam dan geografi daerah Selatan itu subur karenanya cocok untuk pertanian (Tindall,1970 ).
"
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Hezkasari Day
"Pada bagian pendahuluan (Bab I) saya menjelaskan sedikit mengenai latar belakang mengapa saya mengambil tokoh minor Jim, daripada Huck. sang narrator cerita selain karena tokoh Huck novel ini berulangkali saya menemukan bahwa Jim merupakan tujuan utama Mark Twain dalam menulis novel legendaris ini. Twain mencoba mengangkat kehidupan seorang negro yang merupakan wakil masyarakat tertindas di Amerika pada abad ke-18 hingga ke-19. Masyarakat kulit hitam ini juga yang kemudian juga merupakan pemicu meletusnya perang saudara utara-selatan di Amerika.
Dalam analisis skripsi saya ini saya mencoba mengangkat tokoh Jim dan mengupas konsep kebebasan dirinya, melalui ungkapan Jim maupun pengamatan/perilaku Huck terhadap Jim. saya menyimpulkan bahwa jim lari dari majikannya serta hendak pergi ke Ohio State adalah untuk mendapatkan kebebasan bagi dirinya yang kemudian kebebasan bagi keluarganya. ia bersusah payah bertualang bersama Huck demi kebebasannya tersebut. Saya kemudian mencoba melihat buku sejarah Amerika yang menyinggung masalah kebebasan budak hitam. Ada beberapa hal yang memang sama dengan bentuk kebebasan serta usaha Jim untuk bebas tersebut. Yang membedakan sejarah dan novel adalah : bahwa sejarah hanya menganggap kebebasan budak hitam itu adalah satu impian yang harus diperjuangkan, sedang Twain memberikan satu moral lain tentang kebebasan. Jim memang berjuang untuk bebas, tapi ia juga menyerahkan kebebasannya kembali demi keselamatan Huck dan Tom Sawyer bocah kulit putih. Nilai inilah yang tidak terdapat dalam buku sejarah manapun. Dari perbandingan sejarah dan novel Twain saya merasa Twain memang menulis sau buku yang legendaries, karena ia menciptakan seorang tokoh kulit hitam yang lebih bermoral dibanding dengan masyarakat kulit putih yang menganggap diri mereka bermoral."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heartfield, James
"This is the first comprehensive history of the British and Foreign Anti-Slavery Society (BFASS), from its founding in 1838. The Society, set up by Quaker Joseph Sturge and Lord Henry Brougham after the abolition of slavery in the Empire, married the campaigning anti-slavery movement with the British mission to civilize the world. The BFASS took up the cause of slavery practiced by other countries, often rivals, like the United States, France, Spain and Portugal, creating a new model of human rights diplomacy. Championing British rule, though often being critical of government policy, put the society into difficult controversies. The BFASS was so hostile to America that it initially welcomed the secession and then later took up the cause of Morant Bay rebels in Jamaica, pressing for Governor Eyres prosecution. With the closing of the Atlantic slave trade the Society turned to East Africa and the Arab slave traders working out of Zanzibar. It was a turn that led the BFASS to lobby for colonial rule in Africa as a remedy to slave-trading, so that the Society helped to prepare for, and publicize the 1890 Brussels Conference that carved up Africa. Allied with the colonial project, the Society was severely tested in its humanitarian goals, by the growing knowledge of atrocities committed against native peoples in the colonies."
Oxford: Oxford University Press, 2017
e20470298
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Twain, Mark, 1835-1910
Mumbai: A Wilco Book, 2010
823 TWA a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Clemens, Samuel Langhorne
New York: Harper & Row, 1962
813.52 CLE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Twain, Mark, 1835-1910
London: Random House, 1991
R 813.4 TWA t
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlia Hasyim
"Skripsi ini menjelaskan mengenai keterkaitan antara novel Uncle Tom’s Cabin, kaum abolisionis, dan pecahnya Perang Sipil. Metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini yaitu metode sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Perkembangan institusi perbudakan di wilayah Selatan Amerika Serikat menyebabkan munculnya kelompok yang menentang kehadiran institusi tersebut,yang disebut sebagai kaum abolisionis. Para abolisionis melakukan berbagai kegiatan untuk mengakhiri keberadaan institusi perbudakan, baik melalui tindakan langsung maupun tidak langsung. Salah satu kegiatan kaum abolisionis yang paling menonjol adalah dengan menyebarkan pemikiran mereka melalui tulisan yang diterbitkan dalam bentuk media cetak, atau biasa disebut sebagai media abolisionis. Kehadiran novel Uncle Tom’s Cabin karya Harriet Beecher Stowe menambah daftar media abolisionis dan menjadi sebuah propaganda anti-perbudakan yang paling sukses pada saat itu. Hasil penelitian dalam skripsi menunjukkan bahwa novel Uncle Tom’s Cabin telah meningkatkan sentimen anti-perbudakan di Utara, sehingga menyebabkan semakin banyaknya jumlah kaum abolisionis, dan pada akhirnya menjadi salah satu pemicu terjadinya Perang Sipil.

The focus of this study is about dependability among Uncle Tom’s Cabin,abolitionist, and Civil War. This research uses historical method which consist of four steps, heuristic, critic, interpretation, and historiography. The development of slavery in South caused the emerged of opposing group, called the abolitionist. The abolitionist tried to end the institution of slavery, through direct and indirect action. One of their ultimate activities is to spread their anti-slavery thought through printed media, which called as the abolitionist media. The present of Uncle Tom’s Cabin by Harriet Beecher Stowe became the most successful abolitionist media and antislavery propaganda at the time. The result of the research shows that Uncle Tom’s Cabin has increased anti-slavery sentiment in the North, so the number of the abolitionist has got more and more. Therefore it became one of Civil War causing. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S45999
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>