Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Setyarini
"Setiap kegiatan pembangunan pada umumnya menimbulkan masalah lingkungan hidup. Penanggulangannya perlu dilakukan tindakan terpadu, guna menghindarkan kerusakan-kerusakan yang menimpa lingkungan hidup manusia. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, salah satunya berupa program penghijauan.
Begitu pula kota Kudus, sebagai salah satu kota industri juga tidak mau ketinggalan untuk melakukan penghijauan, yang terutama dilaksanakan di Kecamatan Kota, dan dimaksudkan untuk mencegah bahaya erosi, banjir dan polusi.
Dalam melaksanakan suksesnya suatu program maka peran masyarakat sangat diperlukan, untuk itu perlu adanya partisipasi masyarakat karena masyarakat sebagai subyek juga sekaligus menjadi obyek dari pembangunan itu sendiri.
Penelitian ini mengacu pada teori difusi inovasi dari Roger, pada taraf konsekuensi dalam suatu inovasi, dengan memperhatikan peran media massa dan komunikasi interpersonal dalam difusi inovasi.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana pengaruh intensitas penyuluhan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program penghijauan kota.
Metode penelitian yang digunakan adalah korelasional, untuk mencari hubungan antara 2 variabel tersebut. Sedangkan untuk pengumpulan data digunakan daftar pertanyaan. Penelitian ini tidak meneliti seluruh populasi melainkan hanya mengambil sampel dengan teknik proportional random sampling.
Hipotesis mayornya adalah "Semakin tinggi intensitas penyuluhan, semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program penghijauan kota". Adapun sub variabel intensitas penyuluhan meliputi isi pesan, pengenaan media dan frekuensi penyuluhan. Sedangkan sub variabel dari tingkat partisipasi masyarakat adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program dan tingkat partisipasi masyarakat dalam monitoring dan evaluasi program. Dengan menyilangkan masing-masing sub variabel ini, maka diperoleh 9 hipotesis minor yang perlu diuji kebenarannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara isi pesan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan tingkat partisipasi masyarakat dalam monitoring dan evaluasi program yang signifikan. Tingkat pengaruh masing-masing sebesar 16 % dan 32 %. Hubungan antara pengenaan media dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan ternyata signifikan dan pengaruhnya sebesar 16%. Dan hubungan antara frekuensi penyuluhan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan tingkat partisipasi masyarakat dalam monitoring dan evaluasi program yang signifikan, serta mempunyai pengaruh sebesar 25 % dan 19 %.
Dari 9 pengujian hipotesis, ternyata ada 5 pengujian terbukti signifikan. Jadi secara umum dapat dikatakan ada pengaruh antara intensitas penyuluhan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program penghijauan kota, walaupun tidak secara mutlak karena ada variabel lain yang ikut mendukungnya. Dengan demikian hipotesis mayor yang diajukan dapat diterima.
Sebagai saran, hendaknya penyuluhan ini harus tetap dilakukan secara teratur dan terarah, agar masyarakat tidak melupakan arti pentingnya program penghijauan kota, baik melalui media massa maupun media tatap muka. Dan perlu diingat bahwa dalam setiap pelaksanaan kegiatan pembangunan harus diusahakan untuk mengurangi atau menghindari dari timbulnya efek sampingan terhadap lingkungan.
Saran untuk para peneliti selanjutnya adalah agar diadakan penelitian-penelitian lebih lanjut terhadap peran variabel-variabel lain yang ikut mendukung keberhasilan program penghijauan kota ini, agar dengan demikian partisipasi masyarakat tetap terjaga."
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Anas
"ABSTRAK
Penelitian mengenai Komposisi dan struktur serta regenerasi pohon dilakukan di Zona inti bagian tengah Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Penelitian menggunakan metode petak dengan pencuplikan pada plot seluas 1 hektare yang dibagi dalam 100 subpetak berukuran 10 m x 10 m untuk pencacahan pohon. Petak 5 m x 5 m dan 1 m x 1 m disarangkan dalam petak tersebut untuk pencacahan belta dan semai. Tercatat 540 individu pohon yang terdiri atas 89 spesies dari 36 famili dengan total luas area dasar 30,837 m2 dan nilai Indeks Keragaman (H’) sebesar 3,97. Dacroydes rostrata tercatat sebagai spesies dengan NK tertinggi (15,80%) diikuti oleh Shorea leprosula (15,58% ) dan Hydnocarpus sp. (14,91%). Shorea leprosula merupakan spesies yang memiliki luas area dasar tertinggi dengan nilai 2,829 m2 atau 9,17% dari total keseluruhan. Famili yang memiliki nilai NK tertinggi adalah Burseraceae (31,60) dan Dipterocarpaceae (28,89), sedangkan famili dengan jumlah spesies terbanyak tercatat pada Lauraceae (6 spesies). Terdapat 9 spesies yang masuk dalam kategori Red List IUCN, 2 di antaranya masuk dalam kategori Critically endangered (Parashorea lucida) dan Endangered (Shorea leprosula) serta 7 lainnya masuk dalam kategori Low risk. Pada tingkat semai tercatat 251 individu yang diwakili oleh 73 spesies dari 31 famili. Pada tingkat belta tercatat 305 individu yang terdiri dari 73 spesies dari 30 famili. Di antara 10 spesies pohon yang memiliki kerapatan tertinggi, terdapat 6 spesies yang memiliki sebaran anakan lengkap di tingkat belta dan semai yaitu Hydnocarpus sp., Antidesma neurocarpum, Shorea leprosula, Mussaenda frondosa, Prunus grisea dan Microcos crassifolia, tiga spesies hanya memiliki sebaran anakan di tingkat belta yaitu Dacryodes rostrata, Dacryodes rugosa dan Symplocos sp., dan satu spesies (Artocarpus elasticus) tidak ditemukan anakan di tingkat belta maupun semai. Secara keseluruhan, dari 89 spesies pohon yang tercatat di zona inti bagian tengah TNBD hanya 70 persen (62 spesies) yang beregenerasi.

ABSTRACT
Research on the structure and composition as well as the regeneration of the trees was conducted in the middle section of the core zone of the Bukit Duabelas National Park, Jambi. Research using the plots method, with sampling an area of one hectare plot is divided into 100 subplots measuring 10 m x 10 m for the enumeration trees. Plots 5 m x 5 m and 1 mx 1 m nested within for enumeration saplings and seedlings. As many as 540 trees were recorded in the plot, representing 89 species and 36 families with basal area of 30.837 m2 and Diversity Index value (H ') of 3.97. Dacryodes rostrata recorded as species with the highest importance value (15.80%) followed by Shorea leprosula (15.58%) and Hydnocarpus sp. (14.91%). Shorea leprosula is a species with the highest basal area of 2.829 m2 or 9.17% of the total. Families having the highest importance values were Burseraceae (31.60%) and Dipterocarp (28.89%), while the families with the highest number of species recorded was Lauraceae (6 species). There are 9 species listed in the IUCN Red List category, 2 of which are in the category of Critically endangered (Parashorea lucida) and Endangered (Shorea leprosula) and 7 others in the category Low risk. As many as 251 tree seedlings were recorded in the plot, representing 73 species and 31 families. 305 sapling were recorded in the plot, representing 73 species and 30 families. Out of 10 species of tree which has the highest density, 6 species which had a good number of saplings and seedlings, i.e., Hydnocarpus sp., Antidesma neurocarpum, Shorea leprosula, Mussaenda frondosa, Prunus grisea and Microcos crassifolia,; only three species had individuals at at sapling stage only, i.e., Dacryodes rostrata, Dacryodes rugosa and Symplocos sp., and one species (Artocarpus elasticus) was not found at both saplings and seedling stages. Overall, of the 89 tree species recorded in the middle section of the core zone of the Bukit Duabelas National Park, Jambi, only 70 percent (62 species) were regenerating."
Universitas Indonesia, 2013
T35984
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Milzam Shidqi Zhofiri
"Hutan tropis Indonesia mempunyai peran sangat penting dalam ekosistem bumi dan sering disebut sebagai paru-paru dunia. Selain itu, potensi ekonomi hutan tropis sangat besar. Hutan-hutan di Indonesia telah berkontribusi bagi pendapatan negara, yaitu Penerimaan Negara Bukan Pajak. Untuk menjaga kelestarian hutan Indonesia, sejak tahun 1980 pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Dana Jaminan Reboisasi yang kemudian berubah menjadi Dana Reboisasi DR. Permasalahan yang terjadi ialah tujuan pemerintah menjadikan DR sebagai rehabilitasi dan reboisasi justru tidak terjadi, bahkan iklim investasi kehutanan di Indonesia justru cenderung menurun. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai faktor-faktor pendukung serta penghambat kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Dana Reboisasi di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, peneliti mewawancarai narasumber ahli dari stakeholder terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendukung optimalisasi Dana Reboisasiadalah adanya perbaikan sistem informasi dan teknologi sistem pembayaranDana Reboisasi dengan diterapkannya SIMPONI pada tahun 2016, selain itualokasi dana dibuat lebih fleksibel agar dana reboisasi lebih terserap. Sementarafaktor yang menghambat adalah pengenaan tarif Dana Reboisasi dalam matauang dollar, adanya dualisme sistem pembayaran, dan kebijakan yang ada saatini tidak membangun industri kehutanan di Indonesia. Selain perlunya adanyakejelasan tujuan pemerintah dalam Dana Reboisasi apakah bertujuan kepadakelestarian lingkungan atau justru menjadi sumber penerimaan seperti yang saatini terjadi.

Indonesia's tropical forests have a very important role in the earth's ecosystem and are often referred to as the lungs of the world. In addition, the economic potential of tropical forests is enormous. Forests in Indonesia have contributedto state revenues, namely Non Tax Revenues. To maintain the preservation of Indonesia's forests, since 1980 the government has issued a Reforestation Guarantee Fund policy, which later changed into Reforestation Fund DR. The problem that occurred was the government 39s goal to become DR as rehabilitation and reforestation did not happen, even the forest investment climate in Indonesia actually tended to decrease. Based on these problems, this study aims to provide an overview of the supporting factors as well as inhibiting the Non Tax Revenue policy on the Reforestation Fund in Indonesia. Using qualitative research methods, researchers interviewed expert sources from relevant stake holders.
The result of research indicates that the support factor of Reforestation Fund optimization is the improvement of information system and technology of Reforestation Fund payment system with the implementation of SIMPONI in 2016, besides the fund allocation is made more flexible to reforestation fund more absorbed. While the inhibiting factor is the imposition of the Reforestation Fund in dollar terms, the dualism of the payment system and the current policies do not build the forest industry in Indonesia. In addition to the need for clarity of the government's objectives in the Reforestation Fundwhether it is towards environmental sustainability or it becomes a source of acceptance as it currently happens.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desak Made Oka Purnawati
Semarang : Intra Putra Utama, 2004
333.750 598 DES h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wisnu Sulistyo Hadi
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Gradwohl, Judith
Yogjakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1991
639.9 GRA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suhatmansyah
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui faktor-faktor penentu peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan, (2) mengindentifikasi peran kelembagaan, (3) mengetahui peranan tokoh informal dalam menggerakkan peranserta masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan penghijauan secara swadaya, (4) merumuskan penataan kelembagaan dalam pelaksanaan penghijauan, serta (5) memberikan masukan bagi penyempurnaan materi penyuluhan penghijauan dari penyuluh kepada kelompok tani.
Metode penelitian yang diterapkan adalah studi kasus di kecamatan Cempaka dengan objek penelitian peserta penghijauan di Desa Margaluyu, Susukan, Girimukti, Cidadap, Wangunjaya, dan Karyamukti yang terletak dalam wilayah Kabupaten daerah tingkat II Cianjur, Jawa Barat.
Pengumpulan data dilakukan dengan empat cara yaitu, wawancara berstruktur dengan 90 orang responden petani peserta penghijauan, wawancara tidak berstruktur dengan sejumlah tokoh informal, pengamatan di lapangan, dan penelaahan dokumen yang telah ada.
Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif, dimaksudkan agar peneliti lebih banyak mempunyai kebebasan untuk mengadakan interprestasi dari data yang dikumpulkan melalui wawancara tidak berstruktur dan pengamatan dilapangan. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan terhadap data dari hasil wawancara berstruktur dengan mempergunakan metode statistik.
Penghijauan dalam arti luas adalah segala upaya untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan kritis di luar kawasan hutan, sehingga berfungsi secara optimal sebagai unsur produksi, media pengatur tata air dan perlindungan alam lingkungan, dengan tujuan :
1. Mengendalikan erosi dan mencegah banjir.
2. Meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani.
3. Merubah perilaku petani menjadi pelestari sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Peranserta masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan akan menentukan dalam pencapaian tujuan penghijauan.
Dari uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
1. Peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan di daerah penelitian cukup baik.
2. Faktor yang menentukan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan adalah kelembagaan, tokoh informal, penyuluhan dan pendidikan.
Untuk menguji hipotesis dilakukan uji regresi berganda secara simultan variabel X1 tokoh masyarakat, X2 kelembagaan, X3 pendidikan dan X4 penyuluhan terhadap Y peranserta masyarakat, serta secara parsial. Kemudian dilanjutkan dengan uji F dan t pada taraf nyata 5 persen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, peranserta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan penghijauan cukup tinggi. Hal ini terlihat pada pelaksanaan kegiatan penanaman, kebiasaan masyarakat menanam pohon pada lahan kritis, serta pengawasan/pengamanan tanaman di areal penghijauan terhadap gangguan penggembalaan liar, serta intensitas petani mengikuti penyuluhan. Sedangkan dalam bidang perencanaan belum terdapat indikasi peranserta positif masyarakat yang memadai.
Tingginya peranserta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan penghijauan di wilayah penelitian ditentukan oleh faktor pendidikan, penyuluhan, dan kelembagaan. Penyuluh dengan pendekatan personal yang baik dan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, sehingga terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam perlakuan pengolahan dan pemanfaatan lahan. Petani yang telah mendapatkan pelatihan dapat dijadikan kader penyuluh lokal untuk membantu tenaga penyuluh yang secara kuantitatif masih kurang. Petani yang mendapatkan pelatihan mempunyai kemampuan yang cukup dalam teknologi RLKT, dan mampu mengembangkan hasil bantuan penghijauan. Penyuluhan sebagai salah satu upaya pembinaan peranserta masyarakat sangat mendukung tercapainya perubahan perilaku masyarakat menjadi pelestarian sumberdaya alam hutan, tanah dan air.
Pada wilayah penelitian yang menjadi kendala adalah bahwa para penyuluh berfungsi ganda, yaitu sebagai penyuluh dan sebagai aparat proyek, yang terjadi karena keterbatasan jumlah tenaga yang tersedia dalam program penghijauan. Keadaan ini telah lama terjadi sehingga didalam pelaksanaan sulit membedakan fungsional penyuluh dengan tenaga teknis proyek. Koordinasi penyuluhan belum berjalan karena Balai Penyuluh Pertanian (BPP) sebagai wadah untuk mengkoordinasikan kegiatan dan tempat penyuluh melakukan pelatihan tidak berfungsi, sehingga program penyuluhan kurang terpadu, karena berjalan sendiri-sendiri.
Kelembagaan sosial desa secara umum sudah berfungsi, tetapi belum optimal. Belum ada mekanisme dan pembagian tugas secara jelas dan operasional sampai ke tingkat Desa. Peningkatan peranserta dari faktor kelembagaan digerakkan oleh Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah (PKT) serta Kepala Desa.
Birokrasi penghijauan belum memfungsikan tokoh informal secara maksimal, sehingga tokoh informal belum banyak terlibat dalam program bantuan penghijauan.
Tokoh informal di wilayah penelitian seperti mantan kepala dukuh, tokoh agama, pendidik adalah panutan bagi masyarakat yang mempunyai kharisma tersendiri, sehingga keterlibatan tokoh informal mempunyai pengaruh positif terhadap peranserta masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis statistik, tokoh informal, kelembagaan, pendidikan dan penyuluhan secara bersamasama dapat menentukan peranserta masyarakat. Pada taraf nyata 5 persen diperoleh koefisien determinan (R) sebesar 0,4664 dimana F hitung=9,995 > F tabel=3,92. Secara simultan terdapat pengarub yang nyata dari uji statistik antara variabel bebas (X1, X2, X3, X4) terhadap variabel terikat (Y). Sedangkan secara uji parsial faktor pendidikan, kelembagaan dan penyuluhan dapat menentukan peranserta masyarakat. Berdasarkan hasil analisis tidak terdapat pengaruh nyata tokoh informal terhadap peranserta masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan:
1. X1, X2, X3, dan X4 variabel bebas yang diteliti secara bersama-sama dapat menentukan variabel terikat (Y), artinya tokoh masyarakat, kelembagaan, pendidikan dan penyuluhan dapat menentukan tingkat peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan. Pengaruh variabel bebas tersebut terhadap Y Baling terkait satu sama lain.
2. Peranserta masyarakat dalam penghijauan pada daerah penelitian cukup tinggi, hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan masyarakat menanam pohon pada lahan kritis.
Berdasarkan kesimpulan di atas langkah-langkah pengembangan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan disarankan sebagai berikut:
a. Pengembangan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan perlu memperhatikan keinginan kelompok tani, meningkatkan intensitas penyuluhan serta memperkuat lembaga kelompok tani.
b. Pengembangan kelembagaan dengan membentuk struktur organisasi pelaksana di tingkat kecamatan. Dengan struktur tersebut jangkauan pembinaan dan pengawasan kepada masyarakat akan lebih mudah, tugas dan fungsi kelembagaan formal maupun non formal yang telah ada akan lebih meningkat. Untuk mengurangi birokrasi, tugas Tim Pembina Penghijauan di tingkat II dapat diserahkan kepada Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Tingkat II. Untuk membantu menampung dan memasarkan hasil-hasil usaha tani perlu dikembangkan kelembagaan ekonomi desa, misalnya Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
c. Proses komunikasi perlu dikembangkan dengan meningkatkan pengetahuan para penyuluh melalui pelatihan yang dibutuhkan, sehingga diharapkan penyuluh dapat menjembatani kemauan petani dengan program pemerintah. Kegiatan penyuluhan terpadu perlu ditingkatkan dengan metode kerja latihan dan kunjungan.
d. Input strategis yang diberikan kepada kelompok tani perlu diperbaiki dengan input yang dibutuhkan oleh petani dan dapat dirasakan manfaatnya, seperti pengadaan sarana produksi, bibit unggul dan dana pemeliharaan.
e. Tokoh informal sebagai tokoh panutan perlu dilibatkan dalam setiap kegiatan bantuan penghijauan.

ABSTRACT
Determinant Factors Influencing Community Participation on the Implementation of Regreening. (A Case Study in Cempaka Sub-District, District of Cianjur, West Java)The objectives of this research is to know the roles of informal leaders in developing community participation in order to be willing and capable to do regreening by self-reliance, to identify institutional roles to know determinant factors influencing community participation on the implementation, and to complete regreening extension materials from extension workers to the farmer groups.
The research method used is a case study in Cempaka Sub-District, and the research objects are regreening participants in Margaluyu, Susukan, Girimukti, Cidadap, Wangunjaya, and Karyamukti Villages in District of Cianjur, West Java. Data were collected according to four methods, structured interview of respondents of regreening participant farmers, non-structured interview for a number of informal leaders, field observations, and analyzing existing documents.
The data are analyzed qualitatively and quantitatively. Qualitative analysis is used so that the research is free to interpreted the collected data by non-structured interview and field observations. Quantitative analysis are carried out by processing data of structured interview using statistical methods.
The broad meaning of regreening is all efforts to recover, to maintain and to enhance the conditions of critical area outside the forest area, so that it can function optimally as production factors, media for water regulation, and environment protection, with the goals as follows:
1. To control erosion and to avoid flood.
2. To increase land productivity and farmers income, the changes of human behaviour toward nature resource and optimal environment.
3. To change farmers attitude to sustain natural resource.
Community participation on planning, implementation and controlling determine the success of the regreening objective.
From the above description, hypothesis could be proposed, which are:
1. Community participation on regreening implementation in the field is good enough.
2. The factors determining the regreening implementation are; institution, informal leaders, extension and education.
To test the hypothesis a multiple correlation analysis was carried out simultaneously from variables XI until X4 against Y and partially, which later will be continued with testing F and t-test on 5 percent significance level.
The research results indicate that the community participation and the implementation and control of regreening is high enough and this situation can be seen on the implementation activities of planting, community habit on planting trees and critical land and supervision of land on regreening area from wild shepherding and the farmers intensity to follow the extensions, while in the planning aspects there is not yet much role of the community.
The height of the community participation in the implementation and supervision on regreening in the research area were determined by the factors of education, extension and institution. Extension with the human approach system can touch the social community needs, so that a change in community attitude can happen in the soil tillage and land utilization. Farmers which have obtained training can become cadre for local extension to assist the extension workers which quantitatively is not adequate. Farmers which have been trained have enough capability and the technology of RLKT and is capable to develop the result of the regreening program. Extension as one effort to provide guidance for community participation is very much supporting in obtain in the changes of community attitudes in sustaining the forestry, land and water resources.
In the research area the constraints are that extension workers have double functions which are as extension worker and as project staff. This has happened because the limitation of extension workers to provide guidance and train the farmers. This system has been carried out for a long time which make it difficult to differentiate between the functional extension workers and the project technical staffs. Coordination of extension workers does not work because DPP (Dalai Penyuluh Pertanian) as home base to coordinate the activities and the location to carry out training is not functioning, with the result that extension program become less integrated and were carried out in according to their sectors.
Institutions in general have been in function but not yet at maximum level, because there is no clear job description, for which regulation is needed to regulate clearly the task and authority of institutions involved, and their operational until to the village level. The increase in participation from the institutional factors will be moved by Dinas PKT (Perhutanan dan Konservasi Tanah) and the village head.
The regreening bureaucracy has not yet make the informal leaders function to the maximum level, so that these informal leaders are not yet much involve in regreening progress.
In fact the availability of informal leaders of the research area like retired Dukuh Head, religious leaders, and teachers are figures to the community which have own charisma, so that the involvement of these informal leaders will have influence for community participation.
Based on the statistical analysis, together the informal leaders institutions, teachers, and extension can determine community participation, at the level 5% confident will be obtained coefficient determinants (R) as much as 0.4664, where calculated F > F table. While according to partial test the factors of education, institutions, and extension can determine community participation. While informal leaders have not yet functioning in the implementation of regreening, and from the result the analysis were not obtain the real influence of informal leaders for community participation.
Based on the research of the result of data analysis it can concluded:
1. The five variables which studied together can determine community participation in the implementation of regreening, and those variables are involved each other, this condition can work on by increasing the channel of coordination.
2. Community participation in regreening on the research area is high enough.
Based on above conclusions, steps need to be taken to develop community participation in the implementation of regreening are as follows:
a. The development of community participation in the implementation of regreening need to consider the dynamic characteristics of farmer groups, land holding, extension, traditional binding which have institutionalized in the farmer group.
b. Institutional development with the formation of the Organization Structure for implementation: at the Kecamatan level to make easier the reach of guidance and supervision for the community and to increase the available task and function of formal and non-formal institutions. To reduce bureaucracy the task of Tim Pembina Tingkat II can be transfered to Dinas PKT, while to collect and market the farm production, a village economic institution need to be developed, for example the Lembaga Perkreditan Desa (LPD), so that the continuation of farmers system can be sustained or guaranteed.
c. Process of communication need to be developed by improving the knowledge of extension workers through the required training, so that extension workers can be expected to bridge the farmers need with the Government program. Integrated extension activities need to be improved with the training and visit systems.
d. Strategic inputs which were provided to the farmer groups need to be improved with inputs which are needed by farmers and that the benefit can be obtained.
e. The informal leaders as the figures need to be involved in very activity of regreening program.
Total pages xxv 4-112, 27 Tables, 9 Pictures and 7 Pages of Photos about Field Condition.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Baginda P.
"Secara garis besar penelitian ini menjelaskan tentang pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", yang merupakan suatu program yang dilaksanakan di Kota Medan dan peranannya dalam peningkatan partisipasi masyarakat. Penelitian ini menjadi sangat penting mengingat bentuk pemerintahan terendah di Kota Medan mengalami perubahan yang selama ini menganut azas Sentralisasi berubah menjadi azas yang menganut Desentralisasi, yang di mulai seiring dengan pemberlakuan Otonomi Daerah pada tahun 2001.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara dengan para informan yang ada di Kecamatan Medan Belawan yang dipilih secara purposive, sementara itu untuk mendukung data diatas, penelitian ini juga dilakukan dengan pengamatan (observasi), dan untuk lebih menjelaskan data yang ditemukan dari para informan.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan pembinaan masyarakat yang merupakan salah satu kegiatan dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat, tetapi dengan masih membutuhkan bantuan dari pemerintah kelurahan, sehingga pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" di Kecamatan Medan Belawan masih banyak tergantung kepada pemerintahan kelurahan. Tetapi, pada umumnya pelaksanaan kegiatan pembinaan masyarakat tersebut di Kecamatan Medan Belawan dinilai sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat.
Pemberian wewenang yang lebih besar kepada pemerintahan kelurahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis ini, dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan", belum sepenuhnya mampu terwujud. Hal ini disebabkan masih banyaknya dukungan Pemerintah Kota dalam setiap pelaksanaan kegiatan masyarakat dalam "Program Pemberdayaan Kelurahan", sehingga akhirnya keterlibatan masyarakat masih sangat tergantung kepada besarnya dukungan pemerintah. Kemudian, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Kegiatan Pembinaan Masyarakat yang sangat berperan dalam peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" tersebut, dapat menunjukkan bahwa upaya yang sangat mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah dengan upaya tatap muka, upaya tatap muka ini sangat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan "Program Pemberdayaan Kelurahan" di Kecamatan Medan Belawan.
Oleh sebab itu, kegiatan yang dilakukan oleh pemerintahan kecamatan dan pemerintahan kelurahan secara umum dalam meningkatkan partisipasi adalah melakukan Pembinaan Masyarakat dengan upaya tatap muka, peningkatan taraf kesehatan masyarakat dan peningkatan pendapatan ekonomi keluarga, yang kesemuanya sangat berguna dalam usaha peningkatan partisipasi masyarakat di Kecamatan Medan Belawan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7730
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>