Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91092 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Susilowati
"ABSTRAK
Disertasi yang berjudul "Pasang Surut Pelayaran Perahu Rakyat di Pelabuhan Banjarmasin, 1880 - 1990" ini difokuskan pada aktivitas pelayaran perahu rakyat di pelabuhan Banjarmasin dalam jaringan pelayaran dengan pelabuhan-pelabuhan di sekitarnya. Disertasi ini mengkaji dua perrnasalahan utama. Pertama, bagaimana respon pelayaran perahu dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan jaman terutama berkaitan dengan perubahan teknologi dalam sarana pengangkutan laut, perubahan ekonomi, dan politik selama kurun waktu 1880 hingga 1990 dengan memfokuskan pada pelabuhan Banjarmasin sebagai daerah kajian utama. Kedua, disertasi ini juga membahas posisi pelabuhan Banjarmasin dalam perkembangan jaringan pelayaran perahu rakyat di kawasan sekitarnya.
Untuk mengungkapkan respon armada pelayaran perahu rakyat terhadap masuknya teknologi baru, yaitu dioperasikannya kapal uap dan peti kemas di pelabuhan Banjarmasin, akan digunakan konsep tentang dampak penyebaran teknologi baru bagi keberadaan teknologi lama dari à Campo. Menurut à Campo penyebaran teknologi baru pada dasarnya akan menimbulkan empat opsi bagi masyarakat pengguna teknologi lama yang sudah lebih dulu mapan. Opsi pertama adalah adopsi, yaitu orang berupaya untuk memperoleh alat dan keahlian untuk mengoperasikan teknologi baru yang tampak menguntungkan. Opsi ke dua adalah adaptasi, yaitu orang tetap mempertahankan teknologi tradisionalnya tetapi berusaha mengambil keuntungan dan meningkatnya produktivitas dan melimpahnya kesempatan yang muncul sebagai efek dari inovasi teknologi. Apabila kesempatan itu tidak muncul, maka orang akan memilih opsi ke tiga, yaitu relokasi. Dalam hal ini orang terpaksa harus merelokasi usahanya ke wilayah periferi. Opsi ke empat adalah menank diri. Hal itu terjadi bila tidak ada kemungkinan sama sekali untuk melanjutkan usahanya sehingga orang memilih mundur dan merintis usaha lainnya.
Berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan dalam disertasi ini, ada dua asumsi yang diajukan. Pertama, pelayaran perahu rakyat di Pelabuhan Banjarmasin masih tetap dapat eksis di tengah berbagai tantangan dan laju modernisasi karena didukung oleh faktor-faktor sebagai berikut: (a) produksi dari wilayah hinterland berupa hasil hutan seperti karat, kayu, rotan, dan lain-lain serta hasil kerajinan penduduk seperti tikar purun dan barang anyaman lainnya yang cukup melimpah; (b) adanya pangsa pasar sendiri bagi armada perahu (para pedagang atau pengusaha kecil); (c) sifat fleksibel dalam pengangkutan maupun bongkar-muat barang (bisa mengangkut berbagai jenis barang, prosesnya mudah, dan ongkosnya murah).
Asumsi yang kedua, dalam menghadapi masuknya teknologi baru (alat transportasi modern) yang mengancam eksistensinya, respon armada pelayaran perahu rakyat adalah sebagai berikut: (a) adaptasi, yaitu berusaha mengambil keuntungan dari kesempatan yang muncul sehubungan dengan masuknya teknologi baru; (b) relokasi, yaitu memperluas aktivitasnya hingga ke wilayah pinggiran agar tetap dapat memperoleh muatan.
Pada tahun 1880-an hingga tahun 1942 eksistensi pelayaran perahu rakyat menghadapi berbagai tantangan dan perubahan, antara lain mulai berhadapan dengan teknologi pengangkutan yang lebih moderen yaitu kapal uap, perubahan ekonomi sebagai akibat dari krisis ekonomi dunia yang telah terasa sejak tahun 1920-an, dan mengalami kebangkitan kembali di bawah organisasi pelayaran yang dibentuk pada tahun 1935. Di akhir periode ini pelayaran perahu kembali mengalami kemunduran sebagai akibat dari invasi Jepang di Indonesia pada tahun 1942. Dalam menghadapai tantangan perubahan teknologi yang terjadi sejak tahun 1880-an, khususnya berkaitan dengan ekspansi kapal uap KPM, armada perahu mula-mula meresponnya dengan ber"kompetisi" dengan KPM tetapi kemudian berubah dengan beradaptasi, karena kehadiran kapal uap KPM juga telah meningkatkan produksi yang bisa diangkut oleh perahu.
Selanjutnya ketika terjadi krisis ekonomi dunia, armada perahu justru tetap dapat bertahan hidup dan menjadi alternatif bagi sarana pengangkutan laut, sementara itu armada kapal uap justru collapse. Setelah masa krisis ekonomi berlalu, armada perahu mendapat semangat baru dan mulai bangkit kembali berkat berdirinya ROEPELIN (Roekoen Pelajaran Indonesia) pada tahun 1935. Pada akhir periode ini armada perahu kembali mendapat tantangan karena terjadinya perubahan politik di tanah air sehubungan dengan pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Meskipun pada awalnya armada perahu masih dapat bertahan hidup, namun pada akhir pendudukan Jepang tidak sedikit kerugian yang diderita oleh masyarakat pelayaran perahu, karena banyak armada perahu yang hilang dan rusak selama pendudukan Jepang.
Pada periode berikutnya yaitu dari tahun 1942 sampai dengan 1964 pelayaran perahu merespon perkembangan situasi ekonomi yang kurang kondusif sehubungan dengan kemerosotan ekonomi Indonesia yang antara lain disebabkan oleh pendudukan Jepang di Indonesia dan revolusi kemerdekaan Indonesia. Selain itu, kemerosotan ekonomi juga disebabkan oleh ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia selama periode 1950-1957 yang sebenarnya pada saat itu perahu layar memiliki kesempatan emas untuk berkembang, namun kurang mendapatkan dukungan dari pemerintah. Walaupun kondisi ekonomi masih belum kondusif, namun antara tahun 1957 hingga 1964 pelayaran perahu mulai menunjukkan kebangkitan. Sayang pada waktu itu pemerintah belum memberikan perhatian yang serius karena pemerintah lebih mengutamakan pengembangan pelayaran dengan kapal bermesin dalam sistem angkutan laut di Indonesia.
Masa kejayaan armada pelayaran rakyat terjadi pada tahun 1964 hingga 1985. Dalam rentang waktu dua dasawarsa tersebut armada perahu mengejar ketertinggalannya antara lain dengan memodernisasi armada melalui motorisasi yang mulai dilakukankan sejak tahun 1970-an. Proses adaptasi ini terutama dimaksudkan untuk bertahan dari persaingan yang semakin keras. Ketika terjadi booming dalam perdagangan kayu sejak tahun 1970-an, armada perahu memegang peranan penting dalam pengangkutan kayu dari Banjarmasin ke pelabuhan-pelabuhan lain. Perkembangan yang luar biasa dalam perdagangan kayu domestik juga direspon secara lihai oleh pelayaran rakyat, sehingga armada pelayaran rakyat mencapai kejayaannya.
Pada periode 1985 sampai 1990 pelayaran rakyat mulai mengalami masa surut. Berbagai hal menjadi penyebabnya, antara lain kebijakan pemerintah yang kurang memperhatikan perkembangan pelayaran rakyat, dan semakin banyaknya pilihan alat transportasi dalam pengangkutan barang antarpulau. Persaingan yang ketat dengan armada pelayaran lokal dan masuknya teknologi peti kemas di pelabuhan Banjarmasin telah membawa dampak negatif bagi aktivitas pelayaran perahu rakyat pada sentra perahu tersebut. Respon armada pelayaran rakyat dalam menghadapi tantangan perubahan teknologi kali ini, meminjam konsep à Campo, adalah relokasi. Namun tidak seperti hasil penelitian a Campo, relokasi yang terjadi dalam pelayaran perahu di pelabuhan Banjarmasin lebih tepat dikategorikan sebagai semi relokasi, karena pelabuhan Banjarmasin tidak sepenuhnya ditinggalkan oleh armada perahu rakyat. Ketidakrnampuan armada perahu berhadapan dengan kemajuan teknologi menyebabkan pelayaran rakyat semakin mundur.
Disertasi ini menyimpulkan dua hal. Pertama, dalam merespon tantangan inovasi teknologi dan perubahan politik maupun ekonomi, armada pelayaran rakyat di .pelabuhan Banjarmasin mengambil pilihan adaptasi dan semi relokasi. Dengan demikian, konsep yang dikemukakan oleh à Campo mengenai adanya empat opsi berkaitan dengan penyebaran teknologi baru tidak semuanya berlaku di Banjarmasin. Kedua, secara historis pelayaran rakyat di pelabuhan Banjarmasin telah menunjukkan ketangguhannya dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan. Pelayaran rakyat tidak akan punah begitu saja, karena pelayaran rakyat merupakan bagian integral dan kehidupan sosial ekonomi dan sosial budaya bangsa Indonesia. Selama pelabuhan Banjarmasin masih menjadi mata rantai penting dalam perdagangan antar pulau, pelayaran rakyat pasti masih akan tetap dibutuhkan, dan selama Indonesia masih merupakan negara kepulauan, selama itu Pula pelayaran rakyat masih akan terus hidup.

ABSTRACT
This study, titled "Pasang Surut Pelayaran Perahu Rakyat di Pelabuhan Banjarmasin, 1880- 1990" (The Ebb and Flow of Prahu Shipping in Banjarmasin Port, 1880-1990), is focused on the activities of prahu shipping in Banjarmasin port in its shipping network with surrounding ports. The objectives of this study are (1) to describe the responses of prahu fleets to the changes in technology of sea transportation (steam ship, motorization, container ship, and crane) which go along with the changes in economic and politic affairs and also with the government's policy between 1880 up to 1990 in Banjarmasin port, and (2) to describe the position of Banjarmasin port in the growth of prahu shipping network in surrounding area.
To describe the responses of prahu fleets to the technological as well as economical and political changes, I use a Campo's concept about the impacts of a new technology on the old one. According to him, the diffusion of a new technology will bring about four options to the users of the old one. The first, they try to adopt it. The second, they try to adapt to it: while using the old technology, they benefit from the rise in productivity and the spill-over of opportunities which often follow in the wake of technological innovation. The third, if there are no such opportunities, they maybe force to relocate their activities to some peripheral area The fourth, if there seem to be no such opportunities for continuation, they exit and try to do another enterprise.
In this study, I propose two assumptions. The first, prahu shipping in Banjarmasin port still exists in coping with challenges of modernization because of some enabling factors: (a) the productions from hinterland such as rubber, wood, rattan etc. and handicrafts like likar purun are plentiful, (b) prahu fleets have their own customers i.e. the small traders, (c) the flexibility of prahu fleets in loading and unloading cargo (it can load various cargo in a simple way and cheap cost. The second, the responses of prahu fleets to the new technology (steam ship, container, crane) are: (a) adaptation i.e. prahu fleets can benefit the chances the new technology brings, and (b) semi relocation i.e. prahu fleets expand their activity to the peripheral area, without retreat from the core area (Banjarmasin port), in order to get cargo.
In 1880s to 1942 the existence of prahu shipping faced some challenges and changes i.e. new technology (steam ship), crisis of world economy, and war politic of Japan. The responses were at first competition with the steam ships of KPM and then adaptation (1880s to 1920s). When the steam ships of -PM collapsed for a while in the early of 1930s because of Economic Depression, prahu fleets revived, especially when the prahu shipping organization (ROEPELIN) was established 1935. In the early of 1940s, however, it decreased because the invasion of Japan in Indonesia
In the period of 1942 up to 1964, the prahu shipping was not in good condition because of war (up to the end of 1940s) and the political and economical unrest (1950-1957). It had actually chance to revive at the end of this period, but the government gave top priority to the development of modem ships as the means of the sea transport.
The glory of prahu shipping took place in the period of 1964-1985. Motorization, since 1970s, was its adaptive strategy. Prahu fleets had a prominent role in timber trade booming. They transported timber from Banjarmasin to the main ports on the other islands.
In 1985-1990, technology of container and crane in Banjarmasin port, and the absence attention from the government side were the main factors that force prahu fleets to search for cargo to the peripheral area. Prahu shipping had to relocate (semirelocation) its activity.
This study concludes two things. The first, in responding to the challenges of the technological innovation, of the political and economical changes, and of the government policy, prahu fleets take the options of adaptation and semi relocation. Thus, a Campo's concept about the four options relating to the diffusion of a new technology does not fully occur in Banjarmasin port. The second, historically prahu shipping in Banjarmasin port has shown its strength in facing the challenges of change. It cannot just fade away because it is an integral part of the social, economical, and cultural life of the people of Indonesia. It still survives because of the archipelago condition and the maritime spirit of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
D501
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Susilowati
"ABSTRAK
This study, titled ""Pasang Surut Pelayaran Perahu Rakyat di Pelabuhan Banjarmasin, 1880- 1990"" (The Ebb and Flow of Prahu Shipping in Banjarmasin Port, 1880-1990), is focused on the activities of prahu shipping in Banjarmasin port in its shipping network with surrounding ports. The objectives of this study are (1) to describe the responses of prahu fleets to the changes in technology of sea transportation (steam ship, motorization, container ship, and crane) which go along with the changes in economic and politic affairs and also with the government's policy between 1880 up to 1990 in Banjarmasin port, and (2) to describe the position of Banjarmasin port in the growth of prahu shipping network in surrounding area. To describe the responses of prahu fleets to the technological as well as economical and political changes, I use a Campo's concept about the impacts of a new technology on the old one. According to him, the diffusion of a new technology will bring about four options to the users of the old one. The first, they try to adopt it. The second, they try to adapt to it: while using the old technology, they benefit from the rise in productivity and the spill-over of opportunities which often follow in the wake of technological innovation. The third, if there are no such opportunities, they maybe force to relocate their activities to some peripheral area. The fourth, if there seem to be no such opportunities for continuation, they exit and tryto do another enterprise. In this study, I propose two assumptions. The first, prahu shipping in Banjarmasin port still exists in coping with challenges of modernization because of some enabling factors: (a) the productions from hinterland such as rubber, wood, rattan etc. and handicrafts like tikar purun are plentiful, (b) prahu fleets have their own customers i.e. the small traders, (c) the flexibility of prahu fleets in loading and unloading cargo (it can load various cargo in a simple way and cheap cost. The second, the responses of prahu fleets to the new technology (steam ship, container, crane) are: (a) adaptation i.e. prahu fleets can benefit the chances the new technology brings, and (b) semirelocation i.e. prahu fleets expand their activity to the peripheral area, without retreat from the core area (Banjarmasin port), in order to get cargo. In 1880s to 1942 the existence of prahu shipping faced some challenges and changes i.e. new technology (steam ship), crisis of world economy, and war politic of Japan. The responses were at first competition with the steam ships of KPM and then adaptation (1880s to 1920s). When the steam ships of KPM collapsed for a while in the early of 1930s because of Economic Depression, prahu fleets revived, especially when the prahu shipping organization (ROEPELIN) was established 1935. In the early of 1940s, however, it decreased because the invasion of Japan in Indonesia. In the period of 1942 up to 1964, the prahu shipping was not in good condition because of war (up to the end of 1940s) and the political and economical unrest (1950-1957). It had actually chance to revive at the end of this.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
D1599
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romi Gozali Rukmawijaya
"Nowadays, Indonesia has not been considered as a Maritime State yet this country has a huge potential of maritime resources as an Archipelago State. Bearing the predicate of Maritime State could only be achieved if the government is able to explore the maritime resources using its own capability and not depends on other country. In fact, Indonesia has not fully maximized its effort to develop the potential of maritime resources. In this modern era, Indonesia has no longer maritime culture and maritime character as Majapahit and Sriwijaya Kingdom is truly identical with both of it. On traditional shipping (Pelayaran Rakyat), practically, Pelayaran Rakyat has not been developed well. Even, it almost dies since there is no support from the government by creating regulation that will possibly encourage the role of Pelayaran Rakyat as one of maritime strength. Facing this challenges, UU Pelayaran is supposed tobe put forward in order to strengthen national shipping. Taking a look at the definition of Pelayaran Rakyat, it is said that Pelayaran Rakyat is a small business made by people traditionally. Based on that definition, ?traditional? term refers to ship that should be made by wood and use wind power. Consequently, it becomes a boundary to develop small business that is related to Pelayaran Rakyat. At the end, Pelayaran Rakyat cannot compete with other shipping and is left by the customers because they need speed, safety and reliable transportation for their business."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
340 UI-JURIS 6:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Ernandi
"Skripsi ini membahas peranan PELNI dalam perkembangan pelayaran nusantara pada 1969 - 1998. PELNI adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beroperasi dalam transportasi laut. Negara berperan dalam keberlangsungan PELNI. Perhatian negara atas PELNI memperlihatkan bagaimana perhatian negara dalam membangun perhubungan lautnya. Pada masa Orde Baru, PELNI berubah status menjadi Persero yang diharuskan menargetkan keuntungan dan membawa misi pemerintah. Hasil Penelitian ini adalah PELNI yang menjadi kurang efektif memenuhi kedua targetnya karena terkadang dua kepentingan itu saling berbenturan.

This thesis discusses the role of PELNI in development nusantara shipping in 1969 - 1998. PELNI is one of the State-Owned Enterprises (Badan Usaha Milik Negara) operating in the marine transportation. As State-Owned Enterprises, the state plays a role in sustainability of PELNI. Concern of the state over PELNI shows how the nation's attention in establish sea transportation. During the New Order, PELNI changed it?s status to be Persero that required to bring the government mission and profits target. The results of this study are PELNI become less effective to accomplish both target because sometimes that both interest collide."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56835
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Harry Nugraha
"Jalur penyeberangan Merak-Bakauheni merupakan jalur terpadat di Indonesia, seringkali terjadi antrian panjang terutama saat libur panjang. Kebutuhan akan transportasi penyeberangan yang terus naik dari tahun ke tahun menuntut adanya peningkatan pelayanan, fasilitas, sarana dan prasarana. Untuk dapat mengakomodasi kebutuhan ini maka PT ASDP Indonesia Ferry berencana akan menambah satu dermaga di Pelabuhan Merak. Dengan mengestimasi banyaknya kendaraan yang akan melalui lintas Merak-Bakauheni maka digunakan teori analisis time series. Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Merak pada bulan September-November 2012. Data yang diperlukan yaitu data perjalanan Merak-Bakauheni beberapa tahun terakhir, data Pelabuhan Merak, dan data rencana pembangunan dermaga baru pelabuhan. Dari hasil penghitungan dengan penambahan dermaga kurang efektif untuk dapat mengakomodasi kebutuhan transportasi penyeberangan, hanya sampai sekitar tahun 2017-2018 Pelabuhan Merak mampu menampung jumlah kendaraan.

Merak-Bakauheni path is the most populous path in Indonesia, there is often a long queue especially during the long holiday. The need for the crossings transportation still continue to rise from year to year, demanding an increase in services, amenities, facilities and infrastructure. To accommodate this need, PT ASDP Indonesia Ferry plans to add a new pier in the port of Merak. By estimating the number of vehicles going through the cross Merak-Bakauheni then used the theory of time series analysis. Taking the data for this research was conducted at the port of Merak in September-November 2012. The required data is data traveling Merak-Bakauheni recent years, data port of Merak, and data plans to build a new dock port. From the calculation results with the addition of less effective pier to accommodate the transportation needs of the crossing, only until about the year 2017-2018 Merak able to accommodate the number of vehicles."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S44229
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annan Mikail Ramadhan Atmawidjaja
"Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang membentuk satu negara, dengan lima pulau utama dan 30 kepulauan yang lebih kecil dengan total lebih dari 18.110 pulau dan pulau kecil, di mana sekitar 6.000 di antaranya berpenghuni. Oleh karena itu, Pelayaran melalui jalur laut merupakan moda transportasi utama antar pulau di Indonesia. Namun, hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan konektivitas antar pulau, terutama di daerah terpencil dan tertinggal. Pelayaran Perintis adalah layanan pelayaran publik yang didanai oleh pemerintah dengan tujuan utama untuk mendukung perekonomian di daerah terpencil dan tertinggal. Namun pada saat tulisan ini dibuat, kinerja pelayaran perintis dinilai masih belum memadai atau belum efisien untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini ditandai dengan lamanya round voyage pelayaran rute tersebut, yang dapat mencapai hingga 14 hari, dan rendahnya frekuensi pelayaran pelayaran perintis dapat menghambat pembangunan ekonomi. Akibatnya, efisiensi rute pelayaran perintis harus dievaluasi kembali. Re-routing dan mengoptimasi rute pelayaran perintis merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi rute pelayaran perintis. Penelitian ini direalisasikan dengan melakukan rerouting pelayaran perintis di wilayah Kepulauan Riau dengan terlebih dahulu melakukan clustering pelabuhan-pelabuhan menggunakan metode clustering DBSCAN (Density Based Spatial Clustering of Applications with Noise) dan optimalisasi dengan pendekatan metode penyelesaian TSP (Travelling Salesman Problem). Hasil yang diperoleh adalah terjadi penurunan rata-rata jarak tempuh pelayaran perintis sebesar 39,5% (dari 1.156,1 NM menjadi 699,5 NM) dan penurunan rata-rata lama durasi round voyage sebesar 66,9% (dari 12 hari menjadi 3,97 hari). Selain itu, terjadi penurunan ketimpangan antar rute yang terlihat dari nilai rentang jumlah pelabuhan, jarak tempuh, dan durasi round voyage pelayaran pada rute pelayaran perintis di Kepulauan Riau.

Indonesia is the world's biggest archipelago to constitute a single state, with five main islands and 30 smaller archipelagoes totaling over 18,110 islands and islets, of which approximately 6,000 are inhabited. Hence, Shipping through sea is the main mode of inter-island transport in Indonesia. However, this creates its own challenge in realizing inter-island connectivity, especially in remote and underdeveloped areas. Perintis shipping is a government-funded publicly available shipping service with a primary objective of supporting the economy in remote and underdeveloped areas. However, as of this writing, the performance of perintis shipping is still inadequate or inefficient to achieve this goal. This is characterized by the lengthy round voyage duration of the routes, which can reach up to 14 days, and the low frequency of perintis shipping voyages could hinder economic development. As a result, the efficiency of perintis shipping routes must be assessed. Re-routing the perintis shipping routes is one way to increase the efficiency of the perintis shipping routes. This research reroutes perintis shipping in the Riau Archipelago region by first clustering the ports using the DBSCAN (Density Based Spatial Clustering of Applications with Noise) clustering method and optimizing with the TSP (Travelling Salesman Problem) solving method approach. The results obtained were that there was a reduction in the average mileage of pioneer shipping routes by 39.5% (from 1,156.1 NM to 699.5 NM) and a reduction in the average length of round voyage routes by 66.9% (from 12 days to 3.97 days). In addition, there was a decrease in inequality between routes as seen from the value of the range of the number of ports, distance traveled, and round voyage duration on pioneer shipping routes in the Riau Archipelago."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bari Alfattah
"Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar di dunia,untuk menjamin pergerakan barang dan penumpang terus berjalan pemerintah membuat kapal perintis sebagai kapal subsidi untuk pemerataan.wilayah yang menjadi perhatian adalah Regional Indonesia Timur,namun untuk diciptakan biaya operasional yang optimal agar cost dan tujuan bisa tepat sasaran perlu dilakukan optimasi,salah satu hal yang berperan dari terciptanya biaya operasional lebih rendah adalah pemilihan rute dikarenakan  cost lebih banyak dihabiskan pada bahan bakar.dalam pengoptimalan rute yang bersifat travelling salesman problem dapat digunakan penyelesaian berdasarkan metode heuristik,dua metode heuristik yang yang dapat menjadi pilihan adalah Algoritma genetika dan Tabu search dengan membangun pengoptimalan dalam kedua metode tersebut didapatkan kesimpulan keduanya bisa menjadi solusi dan perbedaan hasil kedua metode tidak berbeda jauh,keduanya  menciptakan berbagai rute dalam permasalahan harga bahan bakar optimal yang dapat dijadikan solusi pemilihan rute yang baru.

Indonesia is one of the largest maritime countries in the world, To ensure the movement of commodity and passengers continues, the government makes pioneer ships as subsidized ships for equity. The area of concern Eastern Indonesia Region, but in order to create optimal operational costs so that costs and goals can be right on target, optimization needs to be done. One of the things that plays a role in creating lower operational costs is route selection because more costs are spent on fuel.When optimizing routes that are traveling salesman problems, solutions based on heuristic methods can be used, Two heuristic methods that can be chosen are genetic algorithms and taboo search by building optimization in the two methods, it can be concluded that both of them can be a solution and the difference in the results of the two methods is not much different, both create various routes in the optimal fuel price problem which can be used as a new route selection solution."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Vidya Noorlaela
"Pengangkut bertanggung jawab atas kerusakan barang yang timbul saat penyelenggaraan pengangkutan barang melalui laut. Skripsi ini membahas tanggung jawab pengangkut kepada perusahaan asuransi atas kerusakan barang saat pengangkutan laut berdasarkan peraturan pengangkutan barang melalui laut di Indonesia dan menganalisis tanggung jawab pengangkut kepada perusahaan asuransi atas kerusakan barang saat pengangkutan laut berdasarkan kasus antara PT Asuransi AXA Indonesia melawan PT Pelayaran Bintang Putih. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan kasus antara PT Asuransi AXA Indonesia melawan PT Pelayaran Bintang Putih dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 511/Pdt.G/2018/PN Jkt.Pst. jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 104/Pdt/2020/PT DKI. Skripsi ini menyimpulkan bahwa pengangkut bertanggung jawab kepada perusahaan asuransi yang telah memperoleh hak subrogasi atas kerusakan barang saat pengangkutan laut, di mana kerusakan barang yang ditanggung oleh perusahaan asuransi merupakan salah satu hal yang menimbulkan tanggung jawab pengangkut berdasarkan Pasal 41 ayat (1) huruf b UU Pelayaran. Dalam putusan hakim yang menentukan bahwa PT Pelayaran Bintang Putih tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang yaitu kacang kedelai kuning yang ditanggung oleh PT Asuransi AXA Indonesia telah sesuai dengan peraturan pengangkutan barang di Indonesia, di mana kerusakan barang tidak disertai dengan adanya dokumen yang dapat menunjukan bahwa kerusakan barang ditimbulkan karena kesalahan PT Pelayaran Bintang Putih selaku pengangkut. Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diajukan adalah dengan memperhatikan prinsip tanggung jawab karena kesalahan (fault liability) pada pengangkut, sebaiknya pemilik barang yang akan mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengangkut teliti dalam menyiapkan bukti-bukti yang dapat menunjukan secara nyata bahwa kerusakan barang merupakan kesalahan dari pengangkut agar dapat dibuktikan dalil gugatannya di pengadilan.

The carrier is responsible for damage to the goods arising during the transportation of goods by sea. This thesis discusses the responsibility of the carrier to the insurance company for damage to goods during sea transportation based on the regulations for transporting goods by sea in Indonesia and analyzes the responsibility of the carrier to the insurance company for damage to goods during sea transportation based on the case between PT Asuransi AXA Indonesia and PT Pelayaran Bintang Putih. The research method used in this thesis is normative juridical research with a case approach between PT Asuransi AXA Indonesia and PT Pelayaran Bintang Putih in the Decision of the Central Jakarta District Court Number 511/Pdt.G/2018/PN Jkt.Pst. jo. DKI Jakarta High Court Decision Number 104/Pdt/2020/PT DKI. This thesis concludes that the carrier is responsible to the insurance company that has obtained the right of subrogation for damage to goods during sea transportation, where damage to goods borne by the insurance company is one of the things that gives rise to carrier’s responsibility under Article 41 paragraph (1) letter b of the Shipping Law. In the judge's decision which determined that PT Pelayaran Bintang Putih was not responsible for damage to the goods, namely yellow soybeans which were borne by PT Asuransi AXA Indonesia in accordance with the regulations for the transportation of goods in Indonesia, where the damage to the goods was not accompanied by documents that could show that the damage to the goods was caused by the mistake of PT Pelayaran Bintang Putih as the carrier. Based on the research results, one suggestion that can be made is to pay attention to the principle of the carrier fault liability, it is better for the owner of the goods who will file a claim for compensation to the carrier to be careful in preparing evidence that can clearly show that the damage to the goods is a mistake from the carrier so that the argument for his lawsuit can be proven in court."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The performance of the maritime industry of a country will determine the performance of its maritime security. The Indonesian maritime industry has been a victim of a policy that promotes trade much more than industry during the last 15 years and the consequence of a development that is too obsessed with growth at all cost during the last 40 years. Along with the reform of the TNI since 1998, in the 21st century, the national shipping fleet supported by the shipbuilding industry need to be designed to play a more significant role than mere supplementary or complementary to the navy fleet as a major component in the maritime security system. At present, the performance of TNI and the national shipping fleet as an important component of the maritime industry has not been capable to realise an effective maritime security. Many illegal activities in Indonesian waters including ones by foreign elements are rampant without sufficient response to prevent and control."
JPUPI 3:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : sekretariat Dewan kelautan indonesia, 2009
387.2 IND a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>