Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153099 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Abdul Sahid
"Tesis ini mendeskripsikan dan menganalisa mengenai seorang tokoh pengusaha Aburizal Bakrie dan politik. Dalam penjabarannya penyusun memfokuskan pada permasalahan bagaimana gambaran aktivitas politik tokoh pengusaha dan bagaimana juga ia dapat berhasil tampil dalam gelanggang politik. Kasus yang dijadikan studi pada penelitian ini adalah aktivitas politik Aburizal Bakrie pada rangkaian Pemilihan Presiden-Wakil Presiden 2004.
Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskripsi-analisis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (indepth interview) dan studi pustaka (library research). Adapun teknik analisis data dilakukan secara iteratif (berkeianlutan) dan dikembangkan sepanjang program penelitian, mulai dari penetapan masalah, pengumpulan data dan setelah data terkumpulkan.
Sedangkan kerangka teori yang digunakan adalah kekuasaan dan sumber politik dari Charles F. Andrain. Secara umum teori ini menandaskan bahwa kekayaan politik itu terkait dengan tiga hal, yakni pertama, seberapa besar sumber daya politik yang dimiliki dan didayagunakan. Sumber politik itu meliputi: sumber fisik, sumber ekonomi (kekayaan), sumber personal, sumber normatif, dan sumber keahlian. Makin besar kepemilikan atas sumber-sumber politik semakin besar pula kesempatan seseorang untuk dapat tampil dalarn gelanggang politik. Kedua, sarana yang didayagunakan, seperti organisasi dan jaringan personal. Dan ketiga, faktor pendorong yakni motivasi. Di sini dijelaskan bahwa makin kuat motivasi untuk memperoleh kekuaaan maka makin kuat juga dorongan untuk mendayagunakan sumber-sumber politiknya.
Temuan dari penelitian ini adalah berhasilnya Aburizal Bakrie tampil dalam gelanggang politik pada Pilpres-Wapres 2004 tidaklah didorong oleh faktor tunggal, namun difasilitasi oleh multi faktor, yakni, sumber kekayaan, jaringan personal, dan motivasi.

This thesis to describe and analyze about entrepreneur figure of Aburizal Bakrie and politic. In the explanation, writer will be focus on problem about how the picture of political entrepreneur activity and how he have success to act in political arena. The case will be studied on this research is AburizaI Bakrie's political activity in election of president and vice president 2004.
The methodology has used qualitative approach with kinds of description-analyze. Technical data accumulation is applied by in-depth interview and library research. Technical data analyze is applied by iterative and development while doing research program, namely deciding problem, accumulating data, and collecting data.
While, the frame of theory in this thesis are power and political resources from Charles F. Andrain. Generally, that theories explain that power of politic are related with three kinds, namely: Firstly, how much resources politic will he get and will be used. The resources of politic are included physic resources, economy resources (property), potential resources, normative resources, and skill resources. "More increasing someone have property of politic resources, easier he gets opportunity to act at political arena". Secondly, the usage of infrastructure of politic, as a organization and personal networking. Dan third, supporting factor, namely motivation. In here is explained that strong motivation to get power so that strong supporting to use politic resources.
The finding of this thesis is that the success of Aburizal Bakrie in political arena in president and vice president election 2004 is not supported by single factor, but it is facilitated by multi factor, namely, property resource, personal networking, and motivation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14430
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jepri Buleh
"Pada masa reformasi dengan adanya pemilihan umum secara langsung, kekuatan eksternal, seperti sepak bola sangat diandalkan untuk mampu melakukan suatu mobilisasi massa untuk mendukung suatu pasangan calon. Salah satu contohnya adalah Bobotoh yang diperebutkan suaranya oleh kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Umum Presiden Indonesia Tahun 2019. Dengan memiliki basis massa yang cukup besar membuat Bobotoh sebagai suporter sepak bola menjadi objek politik yang menarik dan memiliki nilai tinggi sehingga diperebutkan oleh para pasangan calon untuk memperoleh dukungan suara dari massa yang dimilikinya. Karya ini berusaha menganalisis faktor yang mempengaruhi dan kondisi internal dari tiga kelompok Bobotoh, yaitu Viking Persib Club, The Bombers, dan The Bomb dalam mengambil sikap politik untuk mendukung pasangan calon Jokowi-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam untuk mengumpulkan data. Dalam partisipasi politik tiga kelompok Bobotoh tersebut, ada peran besar dari para ketua dari kelompok Bobotoh, yaitu Hero Joko selaku Ketua Viking Persib Club dan Nevi Efendi selaku Ketua The Bombs.

During the reform era with direct general elections, external forces, such as football, were relied on to be able to carry out a mass mobilization to support a candidate pair. For example is Bobotoh, whose votes were contested by the two pairs of presidential and vice presidential candidates in the 2019 Indonesian Presidential General Election. By having a large enough mass base, Bobotoh as a football supporter becomes an interesting political object and has a high value so that it is contested by the fans. candidate pairs to gain the support of the votes of the masses they have. This work attempts to analyze the influencing factors and internal conditions of the three Bobotoh groups, namely the Viking Persib Club, The Bombers, and The Bomb in taking a political stance to support the Jokowi-Ma'ruf Amin candidate pair in the 2019 General Election. This research is a qualitative method with in-depth interview techniques to collect data. In the political participation of the three Bobotoh groups, there was a big role from the leaders of the Bobotoh group, namely Hero Joko as Chairman of the Viking Persib Club and Nevi Efendi as Chairman of The Bombs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulungan, Agusdin
"Partisipasi politik merupakan aspek panting bagi perkembangan demokratisasi di Indonesia, dimana masyarakat dapat menentukan aspirasi politiknya melalui aktifitas secara aktif. Kelompok Relawan, adalah sekumpulan masyarakat yang secara aktif telah ikut berpartisipasi didalam proses pemilihan presden R.I. pada tahun 2004. Bentuk-bentuk kegiatan politik Kelompok Relawan bersifat sporadis, karena proses. pembentukan kelompok terjadi pada scat pemilu raja. Disamping itu, individu masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Relawan adalah bukan berasal dari kelompok masyarakat politik.
Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana sekelompok masyarakat melakukan kampanye untuk mendukung kemenangan calon presiden dan wakil presiden Amin Rais - Siswono Yudo Husodo di dalam pemilu presiden. Pengamatan terhadap Kelompok Relawan dilakukan di Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang, Banten, dengan menggunakan sudut pandang teori gerakan sosial, teori mobilisasi sumberdaya. Kelompok Relawan dijelaskan melalui 3 sudut pandang variabel yaitu : pembentukan identitas dan solidaritas kelompok, mobilisasi sumberdaya, dan mobilisasi tindakan.
Penelitian ini menjelaskan tentang alasan-alasan yang menirnbulkan kesadaran orang-orang untuk berkelompok sampai kemudian mengidentikan kelompoknyai pads sebuah aspirasi politik tertentu_ Kemudian, dijelaskan juga bagaimana kelompok tersebut melakukan mobilisasi terhadap sumberdaya internal yang dimiliki maupun sumberdaya ekstemal yang terdapat pada jaringan sosial politik calon Presiden dan wakil presiden serta Tim Sukses. Selanjutnya, penelitian menjelaskan bagaimana strategi dan taktik telah digunakan oleh Kelompok Relawan, .balk untuk memperkuat eksistensinya maupun untuk memperbesar pengaruh dan jaringan pendukung. Sampel penelilian adalah 40 orang yang merupakan infomman, yang ditarik dengan cara telah ditentukan sebelumnya (purposive) 18 Kelompok Relawan yang terdapat di Kecamatan Pamulang.
Selain oleh motivasi yang bersifat rasional, gerakan Kelompok Relawan merupakan bentuk emansipasi masyarakat sipil pada sebuah proses politik pemilu Presiden (emancipatory politics). Kesadaran, Solidaritas yang terdapat, didalam KR, diketahui bukan karena alasan yang bersifat ideologis, melainkan karena isu-isu sosial ekonomi dan isu figuritas pada dimensi kemampuan dan track record tokoh politik yang didukung. Untuk mendapatkan dukungan masyarakat, KR mengembangkan strategi dan taktik yang bersifat "terbuka dan plural". Mobilisasi pendukung tidak dilakukan dengan strategi konflik.
Timbulnya gejala kemasyarakatan yang telah ditunjukan oieh fenomena KR, , diperkirakan akan muncul kembali pada bentuk-bentuk yang sama pada pemilu presiden 2009. Karenanya, untuk mengembangkan budaya "emancipatory politics" sebagai norma baru demokratisasi di Indonesia, maka calon-calon presiden dan wakil presiden perlu memahami hubungan positif antara struktur sosial ekonomi dan struktur peluang politik yang dimilikinya dengan masyarakat sipil ditingkat akar rumput. Sehingga sedari dini perlu dibangun jaringan politik ditingkat akar rumput, dengan cara menumbuhkan embrio-embrio KR. pisamping perlu untuk meningkatkan kapasitas institusi politik yang dimiliki 'seperti Partai politik dan Tim Sukses."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Jatnika
"Pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik sebagai perwujudan dari kedaulatan rakyat, karena pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan bagi proses politik di suatu negara dengan memberikan suara secara langsung dalam bilik suara. Dari seluruh warga negara yang memiliki hak pilih, terdapat warga negara yang pertama kali ikut serta dalam pemilihan umum, yaitu pemilih pemula (17-21 tahun). Mereka tidak memiliki pengalaman voting pada pemilu sebelumnya. Namun, ketiadaan pengalaman bukan berarti mencerminkan keterbatasan menyalurkan aspirasi politik. Mereka tetap melaksanakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara.
Pertanyaan penelitian (research question) yaitu faktor-faktor apa yang mempengaruhi pemilih pemula di DKI Jakarta dalam menentukan pilihan politiknya kepada satu partai politik tertentu dalam suatu sistem multipartai pada Pemilu 2004? Studi ini menggunakan uraian teori partisipasi, budaya politik dan perilaku pemilih. Kemudian menentukan variabel berdasarkan teori tersebut yaitu afiliasi politik orang tua, identifikasi kepartaian, figur, agama, dan isu-isu politik.
Lokasi penelitian tersebar di kelima wilayah kota DKI Jakarta yaitu Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara dengan digunakan cluster dan simple random sampling. Pengumpulan data di lapangan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Responden ditentukan secara purposive. Responden yang diperoleh sebanyak 198 dari 200 responden. Studi ini mengungkapkan secara umum pendapat responden terhadap afiliasi politik orang tua menyatakan mempunyai pengaruh yang semakin kuat apabila orang tua aktif dalam partai politik, terutama sebagai pengurus partai. Begitu juga terhadap figur tokoh dan identifikasi politik menurut mereka mempunyai mempunyai pengaruh yang kuat, sedangkan variabel agama dan isu-isu politik/program partai tidak begitu besar pengaruhnya dalam menentukan pilihan politiknya.
Berdasarkan pilihan politiknya, terdapat perbedaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih partai politik. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut (1) Pemilih Partai Golkar menyatakan bahwa orang tua mempunyai pengaruh kuat dalam menentukan pilihan politik responden; (2) Pemilih PDIP memiliki hubungan emosional kuat dengan partai nasionalis yang menjadi identifikasi partai mereka. Pilihan politik mereka juga dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (3) Pemilih PPP dipengaruhi oleh orang tua dan agama yang dianut responden sehingga membentuk identifikasi politik; (4) Pemilih Partai Demokrat, ternyata perilaku politiknya hanya dipengaruhi secara kuat oleh citra figur tokoh idola yang menjadi calon presiden dari partainya; (5) Pemilih PAN dipengaruhi oleh orang tua dan figur tokoh idola yang menjadi calon presiden; (6) Pemilih PKS dipengaruhi oleh faktor agama yang membentuk identifikasi partai berasas Islam, dan diperkuat dengan pemahaman berdasarkan program dan komitmen/janji partai; (7) Pemilih PDS mendapat pengaruh kuat dari orang tua dan agama yang dianut.

General election is one form of political participation as a realization of democracy. During the election, people become the most determining party on political process in a country that voted directly inside the polling booths. From overall voters with voting rights there were voters who cast their votes for the first time in general election, those are young voters (17-21 years of age) or often called beginner voters. They do not have voting experience of previous elections. However, without voting experience does not mean lack opportunity to channel their political aspiration. They still fulfill their voting rights at the voting polls (TPS).
The research question is what factor(s) influencing beginner voters in DKI Jakarta in making their political decision on particular political party in a multiparty system on 2004 General Election? This study used the analysis of participation theory, political culture and voter behavior. Next, determining the variables based on those theories namely parents' political affiliation, party's identification, figure, religion, and political issues.
The research location spread over five regions of DKI Jakarta that is West Jakarta, Central Jakarta, South Jakarta, East Jakarta and North Jakarta with cluster and simple random sampling. Field data collections were using questionnaires. Respondents were chosen purposively. There were 198 counted respondents out of 200 respondents.
The study generally shows that the parents' political affiliation variable has a stronger influence especially when the parents are active in political parties as party's official members. Figure symbol and political identification variables also have a significant influences, while religion and political issues/party's program variables do not have a significant influence toward beginner voter's behavior in deciding their political choice. Although for certain party voters, religion factors have a strong influence.
Based on political choice, there were distinguish factors influencing beginner voters' behavior. This matter can be seen as follows (I) Golkar Party voters expressed that parents have strong influence on changing respondents political choice; (2) PDIP voters had strong emotional relations with nationalist party which became their party's identification. Their political choice was also influenced by parents and model figure who became a candidate for president; (3) PPP voters were influenced by parents and respondents' religions for their political identification; (4) Democrat Party voters, it turns out that their political behavior only influenced by a strong image figure of idol of their candidate for president; (5) PAN voters were influenced by parents and model of president figure of their party; (6) PKS voters were influenced by religion factor which identified this Islamic party, and strengthened by an understanding of program and commitment/promises of he party; (7) PDS voters got strong influence from parents and their religions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risang Rimbatmaja
"Dalam Pemilu 2004, pemilih pemula diperkirakan berjumlah 20 juta orang, 15% dari jumlah pemilih potensial atau eqivalen 80 (delapan puluh) kursi di DPR. Ada indikasi apatisme politik pada kelompok ini. Di sisi lain, pemilih pemula, khususnya di DKI Jakarta, merupakan generasi pemilih dengan latar belakang yang khas. Secara internal, dalam kelompok pemilih pemula akan terbentuk segmen-segmen yang khas. Tesis ingin menjawab pertanyaan bagaimana karakteristik segmentasi pemilih pemula di DKI Jakarta berdasarkan karakteristik-karakteristik sosio-politik dan life-style? Dengan kerangka segmentasi Loudon & Bitta (1993), Stewart (1991) dan Khasali (1998), disusun konsep-konsep dalam 3 (tiga) kategori, yakni 1) konsep-konsep utama, partisipasi politik dan perilaku warga dalam Pemilu, 2) konsep-konsep yang berhubungan dengan partisipasi politik, dan 3) konsep-konsep yang akan ditujukan untuk kepentingan identifikasi. Konsep-konsep utama segmentasi memanfaatkan kerangka Barnes dan Kaase (1979), dan Wasburn (1982), yakni partisipasi politik, perilaku warga dalam Pemilu serta konsep-konsep yang biasa dipakai dalam studi perilaku memilih (voting behavior) yang merupakan salah satu dimensi penting dalam konsep partisipasi politik, yakni 1) identifikasi parpol (Campbel dkk, 1960), 2) perilaku dalam proses pemilu dan 3) preferensi parpol pilihan. Kategori kedua adalah konsep-konsep yang sering diangkat menjadi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi politik yang dibagi dalam 3 (tiga) kelompok berikut, 1) stratifikasi sosial: karakteristik askriptif & status sosial (Sudjatmiko, 1996), 2) Sosialisasi (keluarga dan peer groups),dan 3) Sikap sosial dan politik (Wasburn, 1982)). Kategori ketiga adalah adalah life style (Plummer, 1974). Tipe penelitian ini adalah tipe deskriptif. Populasi penelitian ini adalah siswa SMU di DKI Jakarta. Sampel sebanyak 795 ditarik dengan teknik random stratified, Teknik analisis utama yang digunakan adalah cluster analysis khususnya dengan teknik K -means cluster. Ada 4 (empat) segmen yang ditemui yakni 1: "Si Mayoritas yang apatis" (41%) yang partisipasi politiknya paling rendah. Selain itu, sikapnya terhadap politik pun cenderung paling negatif. Kata "Mayoritas" merujuk pada prosentase mereka yang terbesar. 2. "Si Optimis" (30%) yang paling positif dibandingkan kluster-kluster lain. Mereka yang berada di kluster ini cenderung melihat dengan penuh keyakinan bahwa pemilu dan partisipasi politik secara umum dapat mendatangkan kebaikan. 3: "Si Minoritas aktif yang relijius" (9%) yang keaktifannya dalam bidang politik di tingkatan siswa SMU memang paling menonjol jauh meninggalkan siswa dari kluster lainnya. Kata relijius diambil karena mereka relatif paling terlibat dengan institusi agamanya. 4: "Si Nanggung" (20%) yang di semua aspek di berada di moderat. Pada satu sisi ini menunjukkan bahwa mereka cenderung berada di tengah dan tidak ingin masuk wilayah ekstrim, baik positif maupun negatif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Rahayu
"Tasawuf dan politik cenderung dianggap sebagai konsep yang saling bertolak belakang. Tasawuf politik merupakan istilah yang menunjukkan sinergitas antara tasawuf dan politik, dimana politik dapat mencapai tujuan idealnya dengan menerapkan nilai-nilai tasawuf. Dalam karya ilmiah ini, hubungan antara tasawuf dan politik diteliti pada komunitas tasawuf perkotaan, yaitu komunitas Kenduri Cinta dan hubungannya dengan partisipasi politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi politik dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif melalui penyebaran kuesioner dengan teknik purposive sampling. Selain kategori demografi yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap partisipasi politik, terdapat variabel bebas yang diuji antara lain Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Situasi dan Lingkungan Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif untuk mengetahui hubungan antar variabel dan metode inferensial untuk mengetahui pengaruh variabel, baik secara parsial maupun global. Hasil riset menunjukkan bahwa tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta cenderung rendah. Berdasarkan hasil uji global, semua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik jamaah Kenduri Cinta. Sementara pada hasil uji regresi, variabel Kepedulian Politik, Motivasi Politik, Pendidikan Politik, dan Orientasi Politik berpengaruh secara positif terhadap tingkat partisipasi politik. Namun, variabel Motivasi Politik berpengaruh secara negatif, sehingga semakin meningkat motivasi politik, maka semakin menurun tingkat partisipasi politiknya. Penelitian ini dapat disempurnakan dengan menggunakan metode kualitatif untuk memperoleh informasi yang lebih detail dan mendalam terkait kecenderungan tingkat partisipasi politik yang rendah pada jamaah Kenduri Cinta.

Sufism and politics tend to be considered as contradictory concepts. Political Sufism is a term that shows the synergy between Sufism and politics, where politics can achieve its ideal goals by applying the values of Sufism. In this study, the relationship between Sufism and politics is examined in an urban Sufism community, namely the Kenduri Cinta community and its relationship with political participation. The aim of this research is to determine the level of political participation and analyze the factors that influence the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. The method used in this research is a quantitative method by distributing questionnaires with a purposive sampling technique. Apart from the demographic categories which include age, gender, education level, and economic level which will be analyzed how the impact toward political participation, other independent variables also had been tested including Political Concern, Political Motivation, Political Situation and Environment, Political Education and Political Orientation. Data analysis was carried out using descriptive methods to determine the relationship between variables and inferential methods to determine the influence of variables, both partially and globally. The results show that the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation tends to be low. Based on the results of the global test, all independent variables together have an impact toward the level of political participation of the Kenduri Cinta congregation. Meanwhile, in the regression test results, Political Concern, Political Motivation, Political Education and Political Orientation have a positive effect on the level of political participation. However, the Political Motivation variable has a negative impact, so that the more political motivation increases, the lower the level of political participation. This research can be refined by using qualitative methods to obtain more detailed and in-depth information regarding the tendency for low levels of political participation among the Kenduri Cinta congregation."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1981
320.9 Par
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Gramedia, 1981
320.9 Par
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Iman Prasetya
"Penelitian ini melihat pengaruh sosialisasi politik terhadap partisipasi politik mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Sosialisasi politik merupakan suatu proses bagaimana memperkenalkan sistim politik pada seseorang, dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik (Michael Rush & Philip Althof : 2002. hal 27 ) yang terjadi. Falctor - faktor komponen utama yang diperoleh dari sosialisasi politik tersebut yaitu; keluarga, agama, status sosial, media massa dan lingkungan.
Partisipasi politik merupakan tindakan politik yang dilakukan seseorang atau kelompok. Adapun bentuk partisipasi politik tersebut terbagi dua yaitu konvensional dan non konvensional. Bentuk partisipasi politik konvensional terdiri dari pemungutan suara,, diskusi politik, kampanye, membentuk dan bergabung dengan kelompok kepentingan, dan berkomunikasi secara individu dengan pejabat publik atau lobby politik, sedangkan non konvensional terdiri dari demontrasi, pemogokan umum dan perusakan fasilitas umum.
Penelitian tesis menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang tidak lajim dilakukan karena hasil partisipasi politik ini perlu dilakukan pembuktian, dan merupakan keharusan untuk melanjutkan penelitian kuantitatif ini dengan studi empirik berdasarkan literatur media massa, wawancara, dan observasi dilapangan mengenai partisipasi politik mahasiswa tersebut yang diwakili oleh kelompok gerakan mahasiswa yang terdapat di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.
Menurut hasil pengujian diketahui bahwa sosialisasi politik memiliki pengaruh sangat rendah dengan tingkat korelasi (r) sebesar -0,246 dan koefisien determinasi 6,05 %, sedangkan sisanya 94 % ditentukan faktor-faktor lainnya. Untuk frekwensi rata-rata partisipasi politik yang terendah pada mahasiswa Untirta adalah melakukan demonstrasi massa (2,78) , berdiskusi tentang politik (3,35), berkampanye untuk calon partai politik (3,61) , mengajukan pernyataan protes tertulis atau selebaran (3,76), membaca koran tentang politik (3,84) dan berpartisipasi dalam pemogokan (3,91). Sedangkan frekwensi rata-rata partisipasi politik mahasiswa Untirta yang tertinggi adalah meyakinkan teman-teman memberi suara lama dengan diri sandhi (4,21), menghadiri pertemuan/rapat politik (4,00) dan menghubungi para pejabat/politisi untuk melakukan lobi politik (3,98).
Sementara itu hasil peringkat intensitas partisipasi politik ini yaitu pemogokan (35,19), petisi tertulis (26,32), demonstrasi (22,24), kampanye untuk calon partai (21,66), suka menghubungi para pejabat publik untuk lobi politik (20), suka menghadiri rapat politik (16), meyakinkan teman-teman memberi sums sama (13), diskusi politik (7), membawa koran politik (4).Meskipun frekuensi rata-rata umumnya rendah keterkaitan tingginya intensitas kegiatan politik mahasiswa terutama aksi demonstrasi dengan gerakan mahasiswa menunjukan signifikansi yang sangat tinggi diantaranya keduanya.
Kelompok gerakan mahasiswa yang memiliki keterlibatan penuh dalam tindakan aksi politik mereka melalui setiap demonstrasi yang dilakukan yaitu , BEM Untirta, FAM Untirta, FKM Untirta, Gema Baraya (Gerakan Mahasiswa Banten Raya ) Untirta, Kamsat (Komite Aksi Sultan Ageng Tirtayasa), FPMB (Front Perjuangan Mahasiswa Banten), FSPB (Front Serikat Perempuan Banten), HMI,PMII, dan KAM II komisariat Untirta, Kumala, Imala, Kumandang, Himata.
Aksi yang dilakukan dengan orientasi kepentingan mahasiswa seperti dugaan korupsi perpustakaan, beasiswa, pembelian mobil soluna dan kijang kapsul, rekening SPP, pembangunan gedung perkuliahan berlantai 4 (empat), mempercepat penegrian Untirta, dan penurunan biaya SPP.
Sedangkan tema aksi orientasi kepentingan lokal Banten yaitu; perjuangan pendirian Propinsi Banten (1999), pemilihan Gubernur Banten (2001), pemilihan Bupati Serang (2000), petani Cibaliung (2001), penculikan wartawan (2003), dana perumahan DPRD Banter (2003-2004), anggaran pembangunan DPRD Banten (2003), studi banding DPRD Banten ke China (2004), anggaran pendidikan murah (2003), kasus penambangan pasir laut di wilayah Pontang (2003 - 2004), pelantikan anggota DPRD Banten (2004). Aksi yang bersinggumgan dengan kepentingan nasional dan pusat kekuasaan yaitu naiknya BBM, tdl. listrik, telephon (2003), dana KKN Obligasi (2003), pengadilan Akbar Tanjung di Mahkamah Agung Jakarta (2004), dsb. serta masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu lebih rinci.
Membangun kembali pemerintahan mahasiswa ideal di Untirta sebagai bagian kepentingan lembaga formal kemahasiswaan hanya dapat dipenuhi melalui prasyarat yaitu ; 1) kesetaraan jabatan secara struktural organisasi kemahasiswaan dengan pihak rektorat, 2) pengelolaan otonomi keuangan kegiatan kemahasiswaan kembali ke mahasiswa, 3) otoritas kebebasan mimbar mahasiswa melalui pemilu raya mahasiswa,4) membawa prioritas mini pendidikan.
Sedangkan pada kelompok gerakan mahasiswa diluar organisasi struktural internal kemahasiswaan umumnya memiliki banyak kelemahan dilihat dari manajemen organisasi ideal. Hal ini disebabkan masalah tidak adanya kemandirian organisasi secara ekonomi dan kecenderungan organisasi tersebut hanya sebagai organ taktis bersifat temporer untuk melakukan transformasi sosial dan hanya muncul ketika dibutuhkan, tak jarang persoalan independensi kerap dipertanyakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>