Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135661 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Aliyah Pradono
"Stomatitis aftosa rekuren (SAR), disebabkan oleh multifaktor. Salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya SAR adalah defisiensi zat besi. Keadaan defisiensi zat besi dapat diketahui dengan melihat kadar serum iron (SI) penderita. Hasil dari berbagai penelitian dari berbagai negara tentang hal tersebut masih terdapat banyak perbedaan. Sehubungan dengan itu perlu kita ketahui keadaan kadar SI pada penderita SAR yang datang ke klinik penyakit mulut RSCM. Dari tiga puluh satu pasien SAR yang datang pada periode Juni 1992 - Juni 1993, dilakukan pemeriksaan SI, total iron binding capacity (TIBC), hemoglobin (Hb). Hasilnya terdapat 6 (19.35%) pasien SAR dengan nilai SI di bawah normal dan tidak satupun dari grup kontrol. Secara statistik nilai rata-rata kadar SI tidak berbeda bermakna dibanding dengan kontrol. Dari 6 pasien dengan SI di bawah normal, 1 pasien dengan TIBC tinggi, 1 pasien dengan TIBC rendah, 4 pasien dengan TIBC normal dan 3 pasien dengan Hb rendah. Jadi pada penderita SAR perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, SI dan TIBC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T5375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Ratna Karaton
"Pada mukosa mulut dapat ditemukan lebih kurang 200 macam penyakit yang secara klinik memberikan gambaran yang hampir serupa satu sama lain, sehingga para klinisi memerlukan suatu informasi yang rasional untuk menetapkan diagnosisnya. Salah satu alternatif ialah dengan menggunakan teknik sitologi eksfoliatif. Penelitian ini bertujuan mempelajari berbagai gambaran sitologik dari lesi erosif/ulseratif mukosa mulut dengan harapan dapat menunjang diagnosis klinik. Bahan pemeriksaan berupa komponen epitel yang berasal dari kerokan mukosa mulut yang terlihat sebagai mukosa erosif/ulseratif yang diambil dari pasien-pasien yang datang ke klinik penyakit mulut.
RSCM/FKGUI dan prosedur laboratorik dilakukan di laboratorium sitologi RSCM/FKUI yaitu mewarnai sediaan dengan pewarnaan Papanicolaou. Sediaan yang diperiksa serta dipelajari adalah berbagai gambaran sitologik lesi erasif/ulseratif dengan menggunakan mikroskop cahaya. Dari 30 penderita dengan lesi erosif/ulseratif pada mukosa mulutnya di diagnosis sebagai stomatitis aftosa rekuren 9 kasus, 4 infeksi Herpes simplek, l infeksi Herpes zoster, 2 ulkus traumatika, 5 lichen planus erosif, 1 eritroplakia, 1 benign mucous membrane pemphigoid, 5 kandidiasis dan 2 karsinoma sel skwamosa .Pemeriksaan sitologik yang dilakukan pada lesi-lesi tersebut dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis klinik menemukan penyakit yang tidak terdiagnosis secara klinik, dapat memperkirakan faktor predisposisi timbulnya suatu penyakit dan berguna sebagai alat observasi lesi-lesi praganas. Pada infeksi virus Herpes, gambaran sitologik berupa marginasi kromatin, ballooning degeneration` dan sel raksasa berinti banyak dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit, disamping adanya badan inklusi intranuklear yang kadang-kadang ditemukan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T3422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Ruslita
"Adanya korelasi yang erat antara kista folikuler (kista dentigerous) dengan ameloblastoma telah diamati oleh para ahli, walaupun terdapat perbedaan yang cukup besar baik sifat maupun perawatan dari kedua kasus tersebut. Dalam hal ini ameloblastoma dimungkinkan terlihat dalam dinding kista dentigerous yang terlebih dulu ada, sebagai bagian dari kemungkinan proses terbentuknya ameloblastoma. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran seberapa besar kemungkinan kista dentigerous berdegenerasi menjadi ameloblastoma yang ditinjau berdasarkan pemeriksaan klinis dan histopatologis, serta dipelajari kecenderungan-kecenderungannya.
Sasaran penelitian adalah semua penderita kista dentigerous dan ameloblastoma pada poli bedah mulut RSCM & RSU Tangerang, yang diambil dari catatan medik penderita dari Januari '90 - Desember '91. Dengan demikian diharapkan hasil yang bermanfaat berguna sebagai informasi bila mungkin untuk deteksi dini pada kasus-kasus yang diduga ameloblastoma berasal dari kista dentigerous, sehingga perawatan seoptimal mungkin disertai tindak lanjut pasca bedah dapat dilakukan.
Hasil penelitian meliputi dari 46 kasus yang diteliti- diperoleh (17%) kasus ameloblastoma yang berdegenerasi dari kista dentigerous yang seluruhnya terdapat pada pria (100%) dengan rata-rata pada umur dewasa muda (27 tahun). Lokasi terbanyak pada rahang bawah (75%) dengan lesi ukuran 9.1-10 cm (50%). Kekambuhan sebesar 25% dengan waktu kekambuhan kurang dari 1 tahun."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T6051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.G. Ernawati Harman
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1996
T2761
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Anggraeni Wibawaningsasi
"Penggunaan sudut ANB dan Wits di klinik sebagai metode pengukuran diplasia dentokraniofasial jurusan anteroposterior adakalanya memberikan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan adanya pengaruh antara lain variasi posisi Nasion dan kemiringan garis oklusi. Dengan dasar pemikiran bahwa pemakaian lebih dari dua parameter akan memberikan hasil yang lebih baik dan lebih jelas, maka sudut SGn AB yang diperkenalkan oleh Sarhan, dipakai sebagai alat bantu mendiagnosa hubungan mandibula dan maksila ke kranium dalam jurusan anteroposterior.
Penelitian yang merupakan suatu studi awal ini dilakukan pada pasien dewasa yang datang ke klinik ortodontik FKGUI dari bulan Januari 1990 sampai dengan bulan Desember 1993. Tujuannya membuktikan bahwa parameter SGn AB bersama-sama metode sudut ANB dan Wits dapat dipergunakan untuk identifikasi adanya displasia dentokraniofasial jurusan anteroposterior secara lebih baik.
Subjek yang diteliti berupa 70 sefalogram yang terdiri dari 45 wanita dan 25 pria berusia 19-25 tahun, bangsa Indonesia, belum pernah mendapat perawatan ortodontik. Dari setiap subjek diukur sudut SNA, sudut SNB, sudut ANB, sudut SGn AB dan Wits.
Untuk mendapatkan klsifikasi maloklusi, sudut ANB diukur memakai ukuran Steiner yaitu 2° dengan SD ± 2°. Sudut SGn AB diukur menurut norma ukuran Sarhan dan Wits diukur sesuai ukuran Jacobson yaitu 0 mm dengan SD ± 1 mm. Dilakukan pengelompokan klasifikasi maloklusi antara sudut ANB dan Wits, antara sudut SGn AB dan ANB maupun antara sudut SGn AB dan Wits.Kemudian dilihat tingkat ketidakselarasan antara sudut ANB dan Wits, antara sudut SGn AB dan sudut ANB, serta antara sudut SGn AB dan Wits.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat ketidakselarasan antara sudut ANB dan Wits sebesar 24.2 %, dengan kelompok klasifikasi maloklusi yang berbeda sebesar 17 sampel. Pengukuran memakai sudut SGn AB menghasilkan koreksi sudut ANB sebesar 11 sampel, Wits sebesar 6 sampel. Ketidak selarasan antara sudut SGn AB dan sudut ANB sebesar 14 %, dan ketidak selarasan antara sudut SGn AB dan Wits sebesar 10 %.Terlihat bahwa ketidakselarasan antara sudut ANB dan Wits adalah lebih besar dari pada ketidakselarasan antara sudut SGn AB dan sudut ANB maupun antara sudut SGn AB dan Wits.
Secara umum dapat disimpulkan posisi nilai sudut SGn AB yang terletak ditengah-tengah sudut ANB dan Wits, menunjukkan bahwa sudut SGn AB dapat digunakan untuk mengoreksi sudut ANB dan Wits secara seimbang. Dengan dernikian sudut SGn AB dapat digunakan sebagai alat bantu yang menunjang keakuratan pengukuran displasia dentokraniofasial jurusan anteroposterior, disamping metode sudut ANB dan Wits."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
T10027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audiawati
"Cases of oral candidiasis are commonly found, both in healthy individuals and immunecompromise patients, however publications of Candida carrier in the oral cavity of healthy population and risk factors for colonization in Indonesia are hardly available. Objective : This study was aimed to analyze the type and number of Candida colonies and identify risk factors in the oral cavity of apparenthly health FKG UI students. Material and methods : the specimens were taken from 195 subjects with oral rinse technique for identification using culture medium CHROMagar® and Sabaraoud dextrose agar. Results and discussion : Candida species were found in the 107 subjects oral cavity (54.87%), being Candida albicans was is the predominant species (52.33%). Some 88 subjects (82.24%) was dominant in the number of colonies <400 CFU/ml, while the rest had colony of >400 CFU/ml (17.76%). Candida colony grew dominantly in single colony (90.65%), and the others showed multi-species colonies (9.34%). Risk factors identified included age; gender; hormonal; blood type O; denture; orthodontic appliances; unstimulated salivary flow; pH of saliva; smoking, alcohol and oral cleaning habit; and oral health status. By using a statistical Pearson chi-square test, no significant relationship was found between risk factors and number of Candida colonies in the oral cavity p<0.05. Conclusion : there was no one single risk factor for Candida colonization, but combination of various risk factors for demographis, local and systemic was observed."
Jakarta: Universitas Yarsi, 2015
362 STK 2:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Srie Rahayu Kustini
"ABSTRAK
Bactesyn is an antibiotic that contains suitamicillin. This antibiotic is a complex of combination between ampicillin and sulbactam in double ester bond. This makes Bactesyn become an antibiotic with broader spectrum. Lincomycin is an antibiotic, which is dental enough to treat dentoalveolar infections. This antibiotic is well known among the fellow dentist in Atma Jaya Hospital. It is obvious that these two medicines are very effective to deal with infections arising after operations of impacted teeth. The dose of Bactesyn is 375mg, given twice a day, whereas, Lincomycin is 500mg, given three times daily."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Refelina Evelina Margaretha
"[Latar Belakang: CBCT dapat mengukur ketebalan tulang mandibula dan ketebalan nervus alveolaris inferior yang dekat dengan kanalis mandibularis pada gigi M1 M2 M3 sehingga mampu mencegah kerusakan pada nervus alveolaris inferior. Tujuan: Memperkirakan ukuran ketebalan tulang mandibula dari apical gigi M1 M2 M3 tepat dekat kanalis mandibularis dengan CBCT sehingga dapat menentukan ketepatan dalam mendiagnosis, serta mencegah kerusakan pada nervus alveolaris inferior, mendapat kanposisi yang tepat dari M3 impaksi dan memberikan informasi yang detail mengenai anatomis struktur jaringan sekitarnya dengan kanalis mandibularis, adanya gambaran koronal, apikal, sagital dapat mengukur ketebalan tulang terutama daerah bukal dari nervus alveolaris inferior. Material dan metode: penelitian dilakukan di RSGM Ladokgi TNIAL R.E Martadinata antara September – November2014 dengan merekap data dari kartu status pasien rontgen foto CBCT. Usia pasien 14-60 tahun jumlah pasien 32 org laki-laki 14 perempuan 18 kriteria inklusinya berupa gambar CBCT kualitas dan densitas, kontrasnya baik. Adanya gigi M1M2M3 dekat dengan canalis mandibularis. Data penelitian ini menggunakan t-test analysis. Hasil: Adanya perbedaan significant antara ketebalan tulang laki-laki lebih tebal dari perempuan (p<0,5) dari hasil t test. Kesimpulan : Bahwa ketebalan tulang lakilaki lebih tebal dari perempuan., Aim: To measure side bone thickness of the mandible from apical teeth M1 M2 M3 right of canalis mandible by using CBCT. The accuracy diagnosis can be achieved long with preventing nervus demage. To give right information of M3 based on anatomical structure of surrounding tissue around canalis mandible. To the give the coronal, apical as well as features sagital future. Thus the bone thickness can be calculated correctly. Material and methods: the study was perfomed at RSGM Ladokgi TNI AL RE Mardinata during periode January with age patient 14-60 years old. Total patient 32 male14 female 18 CBCT feature. The inclusive patient are quality, contrast, and density of CBCT picture, M1 M2 M3 tooth near canalis mandible. The calculation was using t-test analysis. Result : there is a significant differencess between the bone thickness accuracy male and female (p<0,05). The bone thickness on male was thicker than female. Conclusion : from the result we conclude thet the bone thickness of male thicker the female.]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Ninik Tridjaja
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Latief Nitiprodjo
"Seberapa besar efek adrenalin yang terdapat pada obat anestesi lokal dalam konsentrasi 1:80.000 dan 1:200.000 terhadap denyut jantung dan tekanan darah belum begitu jelas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar efek kedua macam obat tersebut terhadap denyut jantung dan tekanan darah. Tiga puluh dua pasien sehat, dengan usia antara 20-40 tahun, dengan indikasi ekstraksi lebih dari satu gigi di rahang atas, merupakan subyek penelitian ini. Pada kesempatan pertama ekstraksi gigi dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal yang mengandung adrenalin 1:80.000 dan seminggu kemudian ekstraksi gigi dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal yang mengandung adrenalin 1:200.000. Pengamatan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, dilakukan pada saat sebelum dilakukan penyuntikan obat anestesi lokal, kemudian berturut-turut 5 menit, 10 menit, 15 menit, pada saat ekstraksi, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit setelah ekstraksi gigi. Hasil penelitian menunjukkan adrenalin pada konsentrasi 1:80.000 sedikit meningkatkan frekuensi nadi, dan meningkatkan tekanan darah, meskipun secara statistik tidak berbeda bermakna (t=1,28 p<0,05, dan t=0,18 p<0,05). Rata-rata selisih perubahan frekuensi nadi, tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang disebabkan oleh kedua macam obat tersebut secara statistik berbeda bermakna pada 5 menit, 10 menit dan 15 menit setelah penyuntikan. Sedangkan pada saat ekstraksi gigi, kemudian 5 menit,10 menit, dan 15 menitsetelah ekstraksi gigi berbeda tidak bermakna, kecuali untuk tekanan diastolik masih terdapat perbedaan yang bermakna."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>