Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146268 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ismu S. Suwelo
"

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya akan mengemukakan pandangan mengenai peranan pelayanan kesehatan gigi anak dalam menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang dalam menyongsong abad ke 21 yang penuh tantangan dan saingan. Pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar tingkat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik. Pembangunan di, bidang kesehatan gigi adalah bagian integral pembangunan kesehatan nasional. Ini berarti bahwa untuk melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan, pembangunan di bidang kesehatan gigi tidak boleh ditinggalkan; juga sebaliknya bila ingin melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan gigi, tidak boleh, melupakan kerangka. yang lebih luas, yaitu pembangunan di bidang kesehatan umumnya.

Di bidang kesehatan gigi indikator untuk penelitian epidemiologis sangat penting artinya bagi perencanaan pengembangan ketenagaan, material, dan penganggaran. Selain itu data penelitian epidemiologis juga diperlukan untuk pengembangan, evaluasi, dan pemantapan usaha pencegahan, kuratif, dan rehabilitatif di bidang kesehatan gigi baik regional maupun nasional. Peta dunia tentang distribusi kerusakan gigi (biasa disebut karies) menunjukkan perbedaan prevalensi dari tahun ke tahun pada beberapa negara. Terjadi penurunan frekuensi dari DMF-T (indeks kerusakan gigi dewasa) di negara maju, tetapi terjadi kenaikan pada negara yang sedang berkembang. Sebagian besar penurunan frekuensi karies gigi disebabkan karena adanya program pemberian fluor secara intensif antara lain melalui,air minum.

"
Jakarta: UI-Press, 1997
PGB 0446
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Ismu S. Suwelo
"ABSTRAK
Sampai saat ini program penggunaan ASI (Air Susu Ibu) sampai usia dua tahun masih digalakkan pada masyarakat ASI untuk bayi ini biasa dikatakan ASI eksklusif, karena ASI tersebut sangat panting bagi bayi untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, intelegensia dan penangkal pelbagai penyakit Keberhasilan pemberian ASI sangat bergantung pada peranan ibu. Oleh karena itu penelitian tentang ASI yang mendukung program tersebut perlu diperhatikan dan didukung.
Karies gigi pada anak merupakan masalah utama dan selalu menjadi persoalan keluarga. Anak yang sakit gigi akan menderita dan terganggu kesehatannya dan akan menyebabkan kualitas pertumbuhan dan perkembangannya akan mengalami gangguan. Keadaan ini dengan sendirinya akan menyebabkan peningkatan kualitas sumber daya manusia mendatang juga akan mengalami gangguan.
Pemberian ASI pada bayi sampai dua tahun memang perlu digalakkan, namun perlu juga diketahui bagaimana dampaknya terhadap kesehatan gigi dan mulut anak. Dengan demikian pemberian ASI secara terpadu dapat dilaksanakan dengan memperhatikan kesehatan secara keseluruhatinya termasuk kesehatan gigi, sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia mendatang dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tenting seberapa besar peranan ibu atau berapa banyak ibu yang memberikan ASI pada anaknya dan bagaimana status kesehatan gigi dan mulut (karies gigi) anak baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan. Selain itu juga ingin mengetahui seberapa besar dampak pemberian ASI terhadap karies gigi anak. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan asupan dalam rangka peningkatan kualitas somber daya manusia yang akan datang.
Akhir-akhir ini ASI menjadi perhatian para ahli karena ASI juga bisa menyebabkan baik karies biasa maupun karies botol. Hal ini mungkin karena ASI mengandung laktosa cukup tinggi. Banyak laporan tenting adanya penderita karies botol pada anak yang dari bayi minum ASI (Kotlow, 1977; Gardner dkk, 1977; Brains dan Maloney, 1983; Johnsen, 1984; dan Roeters, 1977). Dapat dikatakan bahwa sebenarnya anak yang dari bayi minum ASI juga dapat terserang karies, sampai karies yang berat (karies botol) pada gigi sulungnya.
Gigi berlubang (karies) pada anak merupakan masalah yang sangat penting dan utama dari penyakit gigi dan mulut anak. Anak dengan gigi berlubang akan mengalami gangguan dalam pengunyahan makanan, apalagi kalau kerusakannya sudah parah. Anak akan menderita sakit dan akan menjadi persoalan keluarga. Anak menderita sakit namun tidak mau dibawa ke dokter gigi karena takut, dan ibu juga segan membawa anaknya ke dokter gigi karena alasan tertentu. Sampai sekarang ini masyarakat masih menganggap bahwa gigi sulung pada anak tidak perlu dirawat karena nantinya akan diganti dengan gigi tetap. Perawatan gigi sulung masih dianggap tidak perlu karena akan memakan waktu dan dana. Padahal kerusakan gigi sulung anak di Indonesia sudah meluas dan parah.
Karies gigi adalah suatu penyakit yang multifaktorial, yang penyebabnya tidak terlepas dari kebudayaan manusia. Sejak muncul di dalam rongga mulut kemungkinan gigi menderita karies selalu ada dan umumnya bergantung pada faktor-faktor yang ada pada manusia dan lingkungannya. Proses karies pada gigi sulung agak berbeda dengan gigi tetap pada orang dewasa. Karena beberapa faktor yang ada pada anak itu sendiri serta keadaan jaringan giginya, karies pada gigi sulung berjalan lebih cepat dan mudah terjadi karies yang rampant. Massler (dalam Mc. Donald & Avery 1978) serta Levine dan Hill (1978); mendefinisikan karies rampant sebagai karies yang akut dan penyebarannya cepat secara menyeluruh pada gigi. Demikian pula pada gigi yang umumnya tahan terhadap karies. Beberapa ahli percaya bahwa pada karies rampant, pertambahan terjadinya karies baru rata-rata 10 setiap tahunnya.
Dari beberapa data yang telah dilaporkan, frekuensi karies gigi sulung di Indonesia cukup tinggi. Hal ini mungkin karena kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya gigi sulung untuk dirawat, dan anggapan bahwa keberadaan gigi sulung hanya sementara yang nantinya akan diganti oleh gigi tetap masih mengakar. Bukti mengenai kurangnya perhatian terhadap gigi sulung ini dibuktikan oleh Suwelo (1988) dalam penelitiannya terhadap 1099 anak usia prasekolah di Jakarta dan sekitarnya. Dari sejumlah subyek tersebut, ternyata hanya 6 gigi dan 3 anak yang telah ditumpat
Mengenai frekuensi karies gigi sulung di Indonesia beberapa laporan dapat diutarakan. Dari 7 lokasi di Yogyakarta penelitian pada anak-anak umur 3-5 tahun, frekuensi karies adalah sebesar 75 % dengan indek def t=5.2 (Supartinah 1978). Selanjutnya penelitian tahun 1985 pada Taman Kanak-kanak di Yogyakarta dilaporkan frekuensi sebesar 85% (Rinaldi dan Iwa Sutarjo 1985). Lira dan Situmorang (1985) dalam penelitiannya pada gigi anak balita di beberapa Puskesmas di Medan mendapatkan frekuensi sebesar 61%. Sedang Suwelo (1992) melaporkan frekuensi karies pada anak prasekolah di Jakarta dan sekitarnya sebesar 85.17% dengan rata-rata def-t = 6.03. Anak yang tinggal di daerah pedesaan def-t rata-rata lebih rendah.
Penelitian Soemartono (1994) di daerah pedesaan (Tangerang) menunjukkan 80% anak usia sate sampai dengan lima tahun menderita karies dengan def-t rata-rata meningkat dari 1 sampai 8.35 pada anak usia lima tahun. Penelitian Anita dan Suwelo (1994) pada anak usia dua tahun sampai dengan lima tahun di klinik kesehatan anak (Jakarta Utara) menunjukkan bahwa anak yang diberi tablet fluor hanya 49.12% yang menderita karies, dengan def-t 0.24. Pada penelitian itu juga ditunjukkan bahwa 83.33% anak yang tidak diberi tablet fluor menderita karies, dengan def-t 6.81.
Penelitian merupakan penelitian observasi cross-sectional. Subyek penelitian anak usia 1 s/d 5 tahun, jumlah subjek: 500 anak dan lokasi: 300 anak di Posyandu di Pedesaan, 200 anak di Posyandu di Perkotaan. Pelaksanaan penelitian pemeriksaan status kesehatan gigi (karies) dan kuesioner yang ditujukan pada ibu anak-anak yang diperiksa untuk mengetahui kebiasaan minum ASI sejak lahir.
Penelitian dilakukan di. pedesaan (Posyandu) Tangerang, pada 355 anak usia 2-5 tahun, di perkotaan DKI Jakarta (Posyandu) pada 233 anak usia yang sania. Ternyata dari semua anak baik di pedesaan maupun di perkotaan 85,82% menderita karies dan di perkotaan lebih tinggi (89,27%) dibanding anak di pedesaan (78,59%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Suwelo (1988) dengan lokasi dan objek yang sama. Demikian juga dengan def-t, di pedesaan def-t rata-rata = 5,48 + 4,77, perkotaan + 7,63 + 5,23. Pada penelitian ini sedikit lebih tinggi. Dad basil penelitian ini terlihat bahwa jumlah penderita karies dan jumlah gigi yang terkena karies tetap tinggi. Anak dengan karies yang cukup banyak dan sering sakit gigi; akan mengakibatkan anak tidak mau makan dan dengan sendirinya akan mengurangi "in-take" makanan.
Keadaan tersebut perlu segera ditangani sehubungan dengan akibat dari kerusakan gigi sulung pada anak yang akan berakibat pada kesehatan umum anak yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Akibat selanjutnya akan menghambat peningkatan sumber daya manusia yang akan datang.
Dari 588 anak yang diteliti 68,09% anak diberi susu ibu sedikitnya selama satu tahun, di pedesaan 84,18%, dan di perkotaan 43,53%. Hasil ini menunjukkan bahwa kurang dari setengah jumlah ibu-ibu yang memberikan ASI. Hal ini bisa dimengerti karena karena banyak ibu-ibu di perkotaan lebih banyak mempunyai kesibukan, antara lain bekerja dan kesibukan lain dalam menunjang kesejahteraan keluarga.
Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa peranan ibu dalam pemberian ASI di pedesaan hampir dua kali lipat dibanding di perkotaan. Atau dalam perkotaan lain peranan ibu dalam pemberian ASI di perkotaan sudah sangat berkurang dibanding di pedesaan.
Namun demikian, bila dilihat dari jumlah anak yang menderita karies (pedesaan 83,67%; perkotaan 88,27%) tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Demikian juga dengan jumlah gigi yang terkena karies (def-t pedesaan 5,51 ± 4,74, perkotaan 7,91 + 5,74). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun jauh lebih banyak ibu di pedesaan yang memberi ASI, namun kesehatan gigi dan mulut (karies) tidak menunjukkkan perbedaan yang menyolok. Atau dengan perkataan lain, peranan ibu dalam pemberian ASI kurang ada kaitannya dengan kesehatan gigi dan mulut (karies).
Walaupun demikian peranan ibu perlu ditingkatkan melalui pemberian ASI atau NON ASI untuk menghambat lajunya kenaikan jumlah karies pada anak sehingga anak dapat ditingkatkan kualitasnya sebagai sumber daya manusia yang akan datang.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan, hampir sembilan dari sepuluh anak di Jakarta menderita kerusakan gigi, dan jumlah gigi yang terkena karies cukup tinggi, peranan ibu dalam pemberian ASI di pedesaan hampir dua kali lipat dibanding ibu di perkotaan dan tidak terlihat perbedaan yang mencolok dari jumlah penderita karies dan jumlah gigi yang terkena karies pada anak di pedesaan di banding di perkotaan."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Wartiyati
"Di dalam tesis ini dibahas peranan Politeknik dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya kualitas lulusannya ditinjau dari perspektif ketahanan nasional. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel lulusan Politeknik Universitas Indonesia / Politeknik Negeri Jakarta sebanyak 50 orang lulusan dari angkatan pertama tahun 1985 sampai dengan tahun 1998 dari semua jurusan dan program studi terwakili serta bekerja di kawasan Jabotabek. Penelitian dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada responden lulusan Politeknik UI dan wawancara dengan para pimpinan Politeknik UI serta para pengguna lulusan.
Sistem pendidikan merupakan sistem yang bersifat terbuka. Proses pendidikan dengan pendekatan sistem terdiri atas masukan (input) yaitu peserta didik (mahasiswa) dan masukan instrumental (instrumental input) yaitu sumber-sumber daya pendidikan, masukan lingkungan (enviromental input) meliputi aspek-aspek kehidupan bangsa, dan proses yang merupakan kegiatan mengubah masukan (peserta didik) menjadi keluaran (output).
Profil Politeknik dilihat dan masukan instrumental yang berupa kurikulum, dosen, administrasi, laboratorium dan bengkel/workshop, perpustakaan serta sarana/perlengkapan sebagai komponen pemroses pendidikan yang akan mempengaruhi secara langsung kualitas lulusannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan profil Politeknik memperoleh rata-rata kategori baik yaitu kurikulum, dosen, administrasi dan sarana/perlengkapan pendidikan, sedangkan laboratorium dan bengkel/workshop serta perpustakaan dalam kategori cukup sehingga perlu peningkatan. Sedangkan kemampuan profesional lulusan Politeknik UI memperoleh nilai rata-rata dengan kategori baik. Hal ini tidak terlepas dari instrumental input pada proses pendidikan Politeknik UI. Kemampuan profesional lulusan dapat dilihat dari pengetahuan yang dimiliki (aspek cognitif), keterampilan/skill (aspek psychomotor) dan sikap & kepribadian/attitude yang baik (aspek afektif} sehingga mudah mendapatkan pekerjaan yang menjembatani antara tenaga kerja lulusan SMTA (STM & SMEA) dengan sarjana S1. Lulusan Politeknik dalam usaha meningkatkan kemampuannya dan meningkatkan kariernya selain dengan pengalaman kerja, juga mengikuti kursus-kursus, pelatihan-pelatihan dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (SI dan S2).
Didalam menganalisis kondisi ketahanan nasional dilakukan pendekatan kesejahteraan dan keamanan dari lulusan Politeknik dalam bekerja yang memperoleh pendapatan, fasilitas kerja, jaminan kesehatan, fasilitas keselamatan kerja, fasilitas transportasi yang baik sehingga kondisi secara keseluruhan baik akan meningkatkan ketahanan pribadi dan ketahanan keluarga. Selain itu produk barang dan jasa dimana lulusan Politeknik bekerja yang dikonsumsi oleh perorangan maupun rumah tangga dapat memberi manfaat dan dapat meningkatkan ketahanan pribadi, ketahanan keluarga dan selanjutnya ketahanan lingkungan yang lebih luas yaitu ketahanan wilayah/daerah kemudian ketahanan nasional."
2001
T9750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debbyati S. Budiono
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1984
S17086
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
"Semenjak peningkatan kualitas sumber daya manusia dimasukkan dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) pada program jangka panjang tahap kedua, peningkatan kualitas sumber daya manusia selalu menjadi topik bahasan yang menarik dan penting. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu diantaranya adalah melalui pendidikan non formal, dan penelitian ini mencoba melihat bagaimana peranan lembaga pendidikan non formal yang ada di DKI Jakarta dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Dalam penelitian ini yang menjadi masalah adalah sejauh mana peranan lembaga pendidikan non formal dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan hipotesanya adalah lembaga pendidikan non formal mempunyai pengaruh yang berhubungan signifikan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pengumpulan data dilakukan dengan mengirim daftar pertanyaan kepada alumni empat lembaga pendidikan non formal yaitu Politeknik Stima Kosgoro, LP3I, Politeknik Andalan Jakarta dan Inter Study. Penelitian dilakukan dengan non random sampling terhadap 100 responden.
Dari analisa yang dilakukan terhadap variabel-variabel penelitian, yaitu a) laboratorium komputer b) perpustakaan, c) laboratorium khusus, d) staf pengajar, e) disiplin, f) peningkatan keterampilan dan kemampuan, g) relevansi dengan pekerjaan, h) magang atau praktek kerja dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan non formal mempunyai peranan yang berarti dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, peningkatan tersebut terlihat dari adanya peningkatan keterampilan dan kemampuan dari peserta.
Dilihat dari mudah dan sulitnya untuk mendapatkan pekerjaan, berdasarkan analisa CHI kuadrat didapatkan X2 = 29,16, angka ini diatas angka kritik baik dengan taraf signifikansi 5% (3,CA1) maupun dengan 1% (6,635) dengan demikian maka hipotesa yang diajukan dapat diterima."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sidiarto Kusumoputro
"Perkenankan pula saya mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Indonesia, kepada Bapak Presiden serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberi kepercayaan kepada saya untuk bertugas sebagai Guru Besar Tetap Ilmu Neurologi. Pada kesempatan ini saya memilrh judul pidato:
"Peranan Stimulasi yang Berdasarkan Konsep Spesialisasi Dua Belahan dan Plastisitas Otak pada Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia"
Pembangunan Jangka Panjang Tabap II berlandaskan pembangunan ekonomi dan bertumpu pada peningkatan kualitas hidup dan sumber daya manusia (SDM). Faktor-faktor peningkatan sumber daya manusia terletak antara lain pada aspek ekonomi, kesehatan, pendidikan dan iptek. Peningkatan kesehatan dan pendidikan berarti pula peningkatan kemampuan otak, baik otak yang mengalami gangguan maupun otak yang sehat dan normal.
Dua prestasi manusia yang paling menonjol dalam abad ini adalah "Quantum Cosmology" (sains tentang semesta) dan "Neuroscience" (sains tentang otak). Yang pertama adalah studi tentang awal hidup manusia dan yang kedua tentang perjalanan nasib hidup manusia. Neurosains menjadi begitu pentingnya hingga mantan Presiden Bush dari Amerika Serikat mencanangkan tahun 1990-2000 sebagai "The Decade of the Brain".
Dalam era globalisasi ini -mau tidak mau- Indonesia harus menengok ke dunia luar, antara lain terhadap dekade otak tersebut. Betapa pentingnya otak dapat disimak dari banyaknya masalah yang dapat ditimbulkannya, yaitu sekitar 650 jenis masalah, mulai dari masalah yang berat dan fatal seperti stroke, trauma susunan saraf, dan sebagainya sampai pada masalah pembelajaran dan kesulitan belajar. Semua itu menyebabkan kerugian besar secara sosial dan, ekonomis.
Para pakar neurosains dari berbagai disiplin ilmu mempelajari otak dan masalahnya karena menyadari bahwa otak manusia merupakan struktur hidup yang paling kompleks dalam jagad raya ini. Bayangkan bahwa otak dikemas oleh milyaran sel neuron dan bahwa setiap sel neuron saling berkomunikasi rata-rata dengan 10.000 sel lainnya. Komunikasi itu dilakukan melalui sinyal biolistrik dan kimiawi, dan sampai sekarang telah ditemukan paling sedikit 40 jenis zat kimiawi yang disebut sebagai neurotransmiter (3).
Teknik dan pendekatan canggih yang memungkinkan adanya penelitian langsung tentang mekanisme otak telah membuka cakrawala baru tentang hubungan di antara perilaku (behavior) dan struktur serta fungsi otak manusia. Pengetahuan yang berawal pada tahun 1910 dan disebut sebagai "behaviorism" berkembang pesat dan kini disebut dengan berbagai istilah, seperti Behavioral Neurology, Clinical Neuropsychology, dan Higher Corti-cal Functions. Dalam pada itu Bagian Neurologi FKUI/RSCM menggunakan nama Fungsi Luhur (Fungsi Kortikal Luhur)(10,14,23,25). PeriIaku dalam konteks ini mencakup fungsi bahasa, memori, visuospasial, emosi, dan kognisi (6)."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0101
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>