Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170128 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frans X. Suharyanto H.
"Ruang lingkup dan Tara penelitian: Saat ini pemakaian komputer sudah sangat meluas ke segala bidang. Penggunaan komputer ternyata Juga menimbulkan masalah kesehatan bagi para pemakainya. Keluhan yang paling banyak ditemukan pada pemakai komputer adalah "asthenopia" atau "eye strain". Bagian perangkat komputer yang paling berpengaruh terhadap kesehatan mata operatornya adalah monitor atau "visual display terminal" (VDT). "Asthenopia" merupakan gejala subjektif penglihatan yang disebabkan karena penggunaan mata (dalam pekerjaan). Sampai saat ini relatif belum ada parameter objektif yang spesifik dan adekuat untuk menilai "asthenopia".
Penelitian ini menggunakan uji "photostress" dengan sensitivitas kontras (Pelli-Robson chart) yang bertujuan untuk mencoba melakukan penilaian objektif atas keluhan "asthenopia", dengan mengukur waktu pemulihan (W.P.). Uji "photostress" yang telah dimodifikasi ini sesuai dengan mekanisme terjadinya "asthenopia" pada penggunaan VDT, yaitu bekerja pada jarak relatif dekat yang menyebabkan "transient myopia", yang disertai dengan gangguan sensitivitas kontras. Serta memandang cahaya dari monitor, keadaan ini analog dengan "photostress".
Populasi penelitian ini adalah 84 orang tenaga kerja di P.T.Indosat, Jakarta, dengan keluhan "asthenopia". Dilakukan pengambilan "total sample", yang memenuhi kriteria sampel kemudian secara proporsional dibagi atas 2 kelompok yaitu kelompok studi terdiri atas operator (high exposed VDT) dan kelompok bukan operator (low exposed VDT) sebagai kontrol. Yang memenuhi syarat dan dapat mengikuti penelitian 42 orang dari tiap kelompok. Juga dilakukan survei lingkungan tempat kerja yang meliputi penerangan, suhu, kelembaban dan rancangan tempat kerja.
Hasil dan kesimpulan: W.P. pada kelompok operator maupun kontrol sesudah bekerja 1 jam menunjukkan adanya penurunan. Akan tetapi nilai tersebut ternyata meningkat lagi sesudah bekerja 2 jam. Nilai persentase delta W.P. (W.P.2 - W.P.1, dibagi W.P.0.) bila lebih besar 19,787., tampaknya mempunyai kecenderungan risiko yang lebih besar untuk mengalami "asthenopia" (p<0,05). Risiko untuk kecenderungan "asthenopia" tampak berkaitan dengan jenis pekerjaan sebagai operator, jenis kelamin, usia dan kadar hemoglobin darah. Wanita lebih sensitif dari pria, terutama pada usia yang lebih tua (30-39 tahun),, hemoglobin darah < 12 gr%, sedangkan pada pria hemoglobin darah < 14 g% adalah merupakan faktor-faktor risiko. Lingkungan tempat kerja, secara keseluruhan berpotensi sebagai faktor risiko. Waktu kerja antara 1 sampai 2 jam belum menuniukkan hubungan yang bermakna dengan "asthenopia".

Scope and method : Nowadays computer use has been very popular in modern daily life. Unfortunately this phenomenon with negative health impact. The major complaint claimed by users was eye strain or asthenopia related to the visual display terminal (VDT). Asthenopia was defined as any subjective visual distress symptoms resulting from the use of one's eyes, which its objective measurement has not yet accepted. A modified photostress test which was a combination of the regular photostress test and the test of contrast sensitivity using Pelli-Robson chart was used to measure asthenopia objectively. The parameter used was "recovering time".
This measurement was based on the mechanism of asthenopia induced by VDT, i.e., short working distance which relates to transient myopia and induced contrast sensitivity disturbance. Secondly, the light exposure from VDT which was analogous to photostress test.
The population was working people from the office and the operators of P.T. Indosat, Jakarta i.e., 84 workers with asthenopic complaint. A total sample was taken based on the sample criteria and then proportionately splitted into two groups: the study and the control group, with 42 subjects in each group. The study group was considered the high exposed VDT (consisted of operators) and the control group was the low exposed VDT (consisted of non operators). A survey on the environmental workplace factors i.e., workroom illumination, temperature, humidity and the dimension of work equipment was also carried out.
Results and conclusions: Recovering time after one hour working in both operators and controls was found to be decreased. This value increased again after two hours, but the working time within one until two hours did not relate to asthenopia. The value of deviated recovering time (W.P.2 - W.P.1, divided by W.P.D) more than 19,78% tended to have greater risk for asthenopia (p < 0,05). Sex, job funtion as operators, age and blood hemoglobin level tended to become risk factors for asthenopia. Older age women (30-39 years), blood hemoglobin level of C 12 gri tended to have greater risk of asthenopia as well as men with hemoglobin < 14 gri. The environmental factors as a whole, was found to be a potentially risky factor for asthenopia.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hielda Afpa Koeswara
"Latar Belakang: Pembelajaran jarak jauh anak sekolah selama pandemi COVID-19 menyebabkan penggunaan perangkat digital sebagai media pembelajaran. Peningkatan pajanan monitor dan aktivitas melihat dekat diduga meningkatkan angka kejadian astenopia.
Tujuan: Mendapatkan angka kejadian astenopia subjektif dan menilai faktor yang mempengaruhinya pada anak SMP dan SMA Negeri di Jakarta di era pandemi COVID-19.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang menggunakan kuesioner Revised Convergence Insufficiency Symptom Survey (CISS) diadaptasi ke dalam Bahasa melalui tahapan validasi. Skoring CISS 16 sebagai batasan keluhan astenopia yang dialami subjek.
Hasil: Kuesioner CISS versi Bahasa adalah valid dan reliabel dengan nilai p<0,05 dengan koefisien Cronbach’s ±  sebesar 0,910 dan 0,925. Subjek penelitian sebanyak 901 responden. Angka kejadian astenopia sebesar 36%. Analisis multivariat didapatkan pencahayaan ruangan yang kurang terang di luar PJJ (OR=8,25;p=0,001), durasi screen time >2 jam saat PJJ (OR>3,73;p=0,001), penyakit mata lain (OR=3,72;p=0,002), melakukan aktivitas dekat dengan posisi berbaring (OR=2,45;p=0,014), durasi tidur malam <8 jam (OR=2,29;p<0,001), penggunaan kacamata (OR=2,10;p<0,001), aktivitas dekat menonton film dengan perangkat digital/TV (OR=1,67;p=0,004), dan jarak baca <30 cm saat PJJ (OR=1,47;p=0,016) merupakan faktor risiko independent untuk astenopia pada anak sekolah.
Kesimpulan: Kuesioner CISS versi Bahasa merupakan instrumen yang valid dan reliabel untuk mendiagnosis astenopia pada anak sekolah. Angka kejadian astenopia di Jakarta cukup tinggi dengan faktor risiko berupa pencahayaan ruangan kurang terang, durasi daring >2 jam, penyakit mata lain, aktivitas dekat dengan posisi berbaring, durasi tidur malam <8 jam, penggunaan kacamata, aktivitas dekat menonton film dengan perangkat digital/TV, dan jarak baca <30 cm saat PJJ.

Background: Schoolchildren's distance learning during the COVID-19 pandemic has led to digital devices as learning media.
Increased exposure to monitors and near-vision activities is thought to increase asthenopia incidence. Obtain the incidence of
subjective asthenopia and assess the factors that influence Jakarta's junior high and high school students during the COVID-19 pandemic.
Methods: A cross-sectional design study using the Revised Convergence Insufficiency Symptom Survey (CISS) questionnaire was adapted
into Indonesian through a validation stage. CISS score 16 as a limitation of asthenopia complaints experienced by the subject.
Result: Indonesian version of the CISS questionnaire is valid and reliable with p-value <0.05 with Cronbach's coefficient of 0.910 and 0.925,
respectively. The research subjects were 901 respondents. The incidence of asthenopia is 36%. Multivariate analysis showed that the room
lighting was not bright when distance learning (OR=8.25; p=0.001), screen time duration >2 hours during distance learning (OR>3.73;p=0.001),
other eye diseases (OR=3 ,72;p=0,002), doing activities close to the lying position (OR=2,45;p=0,014), sleep duration <8 hours
(OR=2,29;p<0,001), wearing glasses (OR=2 ,10;p<0.001), close activity watching movies with digital devices/TV (OR=1.67;p=0.004), and
reading distance <30 cm during distance learning (OR=1.47;p=0.016) were independent risk factors for asthenopia in schoolchildren.
Conclusion: Indonesian version of the CISS questionnaire is a valid and reliable instrument for diagnosing asthenopia in school children.
The incidence of asthenopia in Jakarta is relatively high with risk factors in the form of poor lighting, online duration >2 hours, other eye
diseases, activities close to lying down, sleep duration <8 hours, use of glasses, close activities watching movies with digital devices/ TV,
and reading distance <30 cm during distance learning.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zuriah Sunarmi
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Untuk Mengetahui hubungan kuat penerangan dengan kelelahan mata dan produktivitas kerja, telah dilakukan penelitian kross seksional terhadap 264 tenaga kerja wanita yang bekerja sebagai penjahit di Industri Konveksi PT. Busana Rama Tekstil & Garment. Pengumpulan data dilakukan dengan cara Anamnesa, pemeriksaan fisik, khususnya kelelahan mata dengan menggunakan near point ruler serta pemeriksaan lingkungan terutama yang menyangkut penerangan tempat kerja dengan menggunakan lux meter.
Hasil dan Kesimpulan : Hasil penelitian mencatat kuat penerangan rata-rata di seluruh tempat kerja adalah 238.50 lux, dengan simpang baku 77.36. Prevalensi rate kelelahan mata setelah 4 jam adalah 84.5%. Tidak ditemukan hubungan antara timbulnya kelelahan mata dengan kuat penerangan, warna bahan pakaian, lama kerja, pendidikan, serta golongan umur. Produktivitas rata-rata seluruh pekerja setelah bekerja selama 4 jam adalah 72,65 potong pakaian per jam dengan simpang baku 38.47. Hasil uji statistik memperlihatkan hubungan yang bermakna antara produktivitas kerja dengan warna bahan pakaian serta dengan kuat penerangan, tetapi tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelelahan mata, lama kerja, pendidikan, dan golongan umur.

The Relationship between Light Intensity and Asthenopia as well as Working Productivity of the Labor Working at Garment Industry of PT. Busana Rama Textile & Garment TangerangThe Scope and Method of Study. In order to find out the relationship between the light intensity with asthenopia and working productivity, a cross sectional study is conducted toward 264 female worker who are working as tailor in the garment industry of PT. Busana Rama Textile and Garment. The collection of data is carried out by anamneses, physical examination, especially related to asthenopia by using near point ruler, and environment examination regarding the light intensity at the working place by using the lux meter.
Results and Conclusion: The study find out that the average light intensity for all working places is 238,50 lux, with standard deviation of 77.36. The prevalence rate of asthenopia after working for 4 hours is 84,5%. There are no relationship between asthenopia and light intensity, color of clothes raw-material, length of work, educational level, and age group of the female workers. The average productivity for all workers after working for 4 hours is 72,65 pieces of cloth per hour with the standard deviation of 38,47. The result of statistic shown that there are relationship between working productivity and color of cloths raw-material and light intensity. However with regards of asthenopia, length of work, educational level, and age group of the female workers there are no relationship with working productivity.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
July Ivone
"Ruang lingkup dan metodologi penelitian :
Untuk mengetahui hubungan kelelahan mata dengan produktivitas kerja, telah dilakukan penelitian cross-sectional terhadap 93 orang tenaga kerja yang bekerja di bagian inspeksi Perusahaan Tekstil PT.X, Bandung.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamesa, pemeriksaan fisik, pengukuran kelelahan mata dengan amplitude akomodasi dan Near Point Convergence (NPC), pengukuran penerangan kerja dengan luksmeter, serta pengukuran produktivitas kerja.
Hasil:
Hasil penelitian mencatat prevalensi kelelahan mata setelah bekerja 4 jam adalah 88.2%. Secara statistik ditemukan hubungan berrnakna antara timbulnya kelelahan mata dengan umur, tetapi tidak mempunyai hubungan bermakna antara jenis kelamin, pendidikan, masa kerja dan kuat penerangan. Sebanyak 53.76% tenaga kerja mengalami penurunan produktivitas pada jam IV. Hasil uji statistik memperlihatkan penurunan bermakna antara produktivitas kerja jam I dan jam IV (p < 0.001). Produktivitas kerja mempunyai hubungan bermakna dengan pendidikan dan kuat penerangan, tetapi tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan jenis kelamin, umur, masa kerja dan kelelahan mata.
Kesimpulan :
Kelelahan mata tidak mempengaruhi standar produktivitas, tetapi pendidikan rendah dan kuat penerangan yang buruk menyebabkan penurunan produktivitas kerja.

The Relationship Between Asthenopia As Well As Working Productivity Of The Labour Working At Inspecting Department Of Textile Industry PT.X, Bandung.
Scope and methodology :
In order to find the relationship between asthenopia and working productivity, a cross-sectional study is conducted toward 93 worker who are working at inspecting department of Textile Industry PT.X, Bandung.
The collection of data is carried out by anamnesa, physical examination, the measurement of asthenopia by amplitude or accommodation and Near Point Convergence (NPC), measurement the light intensity by using the luksmeter, and working productivity.
Results :
The study find out that the prevalence of asthenopia after working for 4 hours is 88.2%.The result of statistic shown that there are relationship between asthenopia and age, but no relationship between sex, education level, length of work and light intensity. About 53.76% workers had decrease productivity at the 4th hour. The result of statistic shown that there are significant decrease between working productivity at the 1st hour and 4th hour (p < 0.001). Working productivity has relationship with education level and light intensity, but no relationship between sex, age, length of work and asthenopia.
Conclusion :
Asthenopia not influential to standard productivity, but a low education and a poor light intensity can decrease working productivity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelya Permata Sari
"

Tujuan : mengetahui pengaruh lampu meja LED invisible flicker dan visible flicker terhadap asthenopia pada mahasiswa di ruang perpustakaan. Metode : Penelitian ini adalah uji klinis tersamar ganda cross over. Empat puluh empat subyek dirandomisasi untuk menentukan urutan intervensi selama 90 menit antara 2 lampu meja yaitu lampu meja LED nvisible flicker dan visible flicker, dimana antar intervensi diberikan selang 1 hari sebagai periode istirahat (wash out). Data diambil dari pengisian kuesioner pasca intervensi, pengukuran near point convergence (NPC) dengan Royal Air Force Ruler serta pengukuran accomodative facility (AF) dengan menggunakan flipper lens sebelum dan sesudah intervensi. Hasil : Proporsi keluhan asthenopia dan nilai perubahan AF pada subyek yang menggunakan lampu meja LED invisible flicker tidak berbeda dengan subyek yang menggunakan lampu meja LED visible flicker. Keluhan mata panas lebih banyak pada subyek yang menggunakan lampu meja LED invisible flicker. Nilai perubahan NPC subyek yang menggunakan lampu meja LED invisible flicker lebih kecil dibandingkan dengan subyek yang menggunakan lampu meja LED visible flicker (invisible flicker: 0.67(-2.17 - 5.08) cm; visible flicker: 1.41(-1.67 - 12) cm, p=0.006). Kesimpulan : Studi ini menunjukkan penggunaan lampu meja LED invisible flicker meminimalisasi perubahan NPC setelah aktivitas melihat dekat selama 90 menit. 

 

 


This study aimed to compare the effect of invisible flicker LED desk lamp to visible flicker on asthenopia in college student at the library. This randomized, double blind, cross over clinical trial compared the asthenopia symptoms and to compared changes in the near point convergence (NPC), accomodative facility (AF) in subjects doing 90 minutes visual demanding task using both lamps, with a 1 day break between crossover. In 44 subjects, there were no difference in the proportion of asthenopia and changes in the value of AF. Invisible flicker LED desk lamp usage can minimize NPC changes after intervention.

 

"
2020
Sp-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Rosalyna
"Astenopia adalah kondisi kelelahan mata yang ditandai oleh kumpulan gejala yang disebabkan usaha berlebihan dari sistem penglihatan untuk memperoleh ketajaman penglihatan optimal. Pekerja konveksi merupakan salah satu pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan kerapihan dalam melakukan pekerjaan detil sehingga dapat menyebabkan astenopia yang diakibatkan oleh karena konvergensi dan akomodasi yang berlebihan. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kuat pencahayaan dan faktor resiko lain terhadap astenopia pada penjahit perempuan di konveksi PT. X Jakarta.
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain potong lintang yang dilakukan pada 92 responden menggunakan kuesioner dan mengukur nilai Near Point of Accomodation dan Near Point of Convergence responden. Hasil penelitian mendapatkan prevalensi astenopia setelah bekerja 5 jam sebanyak 75%. Gejala terbanyak yang dikeluhkan penjahit di konveksi X terkait astenopia adalah mata merah, mata berair, mata gatal dan kering. Penelitian ini menemukan tidak adanya hubungan bermakna antara kuat pencahayaan, usia, tingkat pendidikan, unit kerja dan status gizi terhadap astenopia.

Asthenopia is a condition characterized by a collection of symptoms caused by excessive work of the visual system to obtain optimal visual acuity. Garment workers require precision and neatness in doing detailed work that can cause asthenopia due to excessive convergence and accommodation. This thesis aims to determine the relationship of lighting intensity and other risk factors to asthenopia on female tailors in garment fabric PT. X Jakarta.
This research is a quantitative research with cross-sectional design conducted in 92 respondents using a questionnaire and measuring the value of Near Point of Accommodation and Near Point of Convergence. This study reported prevalence of asthenopia after working 5 hours is 75%. Female tailors mostly complained red eyes, watery eyes, itchy and dry eyes. This study found no significant relationship between lighting intensity, age, level of education, nutritional status, work units and asthenopia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabiola Alvisia Latu Batara
"ABSTRAK
Latar Belakang: Pekerja garmen berisiko terhadap terjadinya asthenopia. Secara keseluruhan terjadinya asthenopia akibat akomodasI otot siliarfs dengan penglihatan jarak dekat pada obyek yang sangat kecil. Pengaruh pada pekerja salah satunya adalah makin banyak terjadinya kesalahan atau cacat produk. Metode: Dilakukan penelitian cross sectional terhadap 119 pekerja. Pengumpulan data kelelahan mata dengan kuesioner, amplitudO akomodasi dan tes Near Point Convergence. Pengukuran cacat produksi dengan menghituNg jumlah pakaian cacat di dalarn wadah khusus yang disediakan. Hasil: Prcvaiensi kelelahan mata setelah bekerja 4 jam ada1ah 36.9%. Faktor keadaan amplitude visus turun berhubungan dengan terjadinya kelelahan mata (ROI=1,.91;Kl 95%=0.89-4.08). Pada kelompok pekerja dengan kesalahan 2cacat produksi sebanyak 35.3% , kelompok dengan kesalahan 1 cacat produksi sebanyak 5.0%, kelompok dengan kesalahan 2 cacat produksi sebanyak 143%, kelompok dengan kesalahan 3 cacat produksi sebanyak 15.9%, kelompok dengan kesalahan 4 cacat produksi sehanyak 19.3%). dan kelompok dengan kesalahan 5 cacat produksi sebanyak 10,1 %. Pada kelompok pekerja dengan kesalahan 1 , 2 , 4 , dan 5 cacat produksi, faktor keadaan amplituda visus turun dan kelelahan mata berhubungan dengan jumlah cacat produksi. Kelompok pekerja dengan kesalahan 3 cacat produksi, faktor kelelahan mata berhubungan dengan jumlah cacat produksi. Kelompok pekerja dengan kesalahan 4 cacat produksi, faktor status be1um kawin menjadi faktor yang menurunkan risiko terjadinya cacat produksi. KesimpuJan: Kelelahan mata berhubungan dengan jumlah cacat produksi pada kelompok pekerja dengan kesalahan 1-5 cacat produksi.

ABSTRACT
Background: Garment workers have been shown in a number of studies to be at increased risk for the development of asthenopia, Among the important of these are straining the carry muscle of accommodation by looking too closely at very small object. The effects of asthenopia on a persons occupation may include more mistakes. Methods: In order to find the relationship between asthenopia with the amount of faulty product, a cross sectional study is conducted toward I 19 workers. The measurement of asthenopia by questionnaire, amplitude of accommodation and Near Point Convergence Test. The measurement of faulty product by counted each defect clothes in the spiral basket. Results: The study find out that prevalence of asthenopia after working for 4 hours is 36.9%. The results of statistic shown that there are relationship between condition of visus with the asthenopia. (QR;J.91 ;Cl 95%=0.89-4.08). The amount of faulty product in group with 1 faulty product is 5.0%. The amount of faulty product in group with 2 faulty product is f4.3%. The amount of faulty product in group with 3 faulty product is 15.9%. The amount of faulty product in group with 4 faulty product is 19.3%. The amount of faulty product in group with 5 faulty product is 10.!%. Group with 1, 2, 4, and 5 faulty product are find out that condition of visus and asthenopia have relationship with the amount of faulty product. Group with 3 faulty product are find out that asthenopia have relationship with the amount of faulty product. Group with 4 faulty product are find out that unmarried state can decreased the amount of faulty product. Conclusion: There are relationship between asthenopia with the amount of faulty product in all groups. "
2010
T32844
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Afni Fadhila
"Eye strain, atau asthenopia, merupakan suatu kondisi di mana mata mengalami ketegangan akibat terlalu sering digunakan dalam waktu yang lama, terutama pada aktivitas yang melibatkan penggunaan komputer. NIOSH menyebutkan bahwa sekitar 75 – 90% pengguna komputer yang menghabiskan waktu selama tiga jam atau lebih mengeluhkan gangguan penglihatan. Sebuah studi oleh Kowalska et al (2011) terhadap pekerja kantoran yang menggunakan komputer secara intens menyebutkan bahwa prevalensi eye strain pada pekerja wanita sebesar 50,7% dan pada pria sebesar 32,6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pencahayaan, reflektansi, dan kekontrasan area kerja terhadap keluhan eye strain pada karyawan office di PT. X. Penelitian dilakukan dari April – Juni 2023 dengan total sampel sebanyak 134 orang secara simple random sampling. Desain penelitian yang digunakan yaitu cross- sectional serta pengambilan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner, yang diadopsi dari Haeny (2009) dan Ramadhani (2012), dan pengukuran langsung menggunakan lux meter. Adapun variabel independen yang diteliti yaitu tingkat pencahayaan, reflektansi, kekontrasan area kerja, durasi kerja, usia, gangguan penglihatan, dan riwayat gangguan kesehatan mata sedangkan variabel dependennya yaitu keluhan eye strain. Hasil uji analisis univariat menunjukkan bahwa terdapat 113 orang karyawan (84,3%) mengalami keluhan eye strain dengan gejala yang paling sering dirasakan yaitu terasa tegang di bagian leher dan bahu (43,3%) dan gejala yang paling jarang dirasakan yaitu terasa nyeri di bagian kelopak mata (8,2%). Sementara, dari hasil uji analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pencahayaan (p-value = 0,000), reflektansi (p-value = 0,001), kontras area kerja (p-value = 0,027), durasi kerja (p-value = 0,000), dan usia (p-value = 0,022), namun tidak terdapat hubungan antara gangguan penglihatan (p-value = 0,749) dan riwayat gangguan kesehatan mata (p- value = 0,918) terhadap keluhan eye strain.

Eye strain, or asthenopia, is a condition where the eyes are strained due to prolonged overuse, especially in computer-based activities. NIOSH states that about 75 - 90% of computer users who spend three hours or more complaining of visual impairment. A study by Kowalska et al (2011) on office workers who use computers intensely stated that the prevalence of eye strain in female workers was 50,7% and in men was 32,6%. This study aims to determine the relationship between illuminance, reflectance, and work area contrast on eye strain complaints in office employees at PT. X. This research was conducted from April - June 2023 with a total sample of 134 employees by simple random sampling. The design used in this research is cross-sectional and data collection is carried out by distributing questionnaires, which were adopted from Haeny (2009) and Ramadhani (2012), and direct measurements using a lux meter. The independent variables included illuminance, reflectance, work area contrast, work duration, age, visual impairment, and history of eye health problems related to eye strain complaints as the dependent variable in this research. Results showed that there were 113 employees (84,3%) complaining of eye strain with the most common symptom felt by them was tension in the neck and shoulders (43,3%) and the least common symptom was pain in the eyelids (8,2%). While, the results of bivariate analysis showed that there was a relationship between illuminance (p-value = 0,000), reflectance (p-value = 0,001), work area contrast (p-value = 0,027), work duration (p-value = 0,000), and age (p-value = 0,022), but there was no relationship between visual impairment (p-value = 0,749) and history of eye health problems (p-value = 0,918) to eye strain complaints."
Depok: 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustiati, Sri
"Ruang lingkup dan metodologi penelitian : Penggunaan komputer sebagai alat bantu aktivitas kerja sudah sangat luas karena kemampuannya yang sangat tinggi, namun komputer juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada operatornya. Masalah gangguan kesehatan yang paling sering dikeluhkan oleh operator komputer adalah gangguan mata, yang meliputi 67% dari semua jenis gangguan kesehatan akibat penggunaan komputer. Diantara beberapa jenis gangguan mata tersebut, kelelahan mata merupakan keluhan yang terutama ditemukan. Bagian perangkat komputer yang paling berpengaruh terhadap kesehatan mata pemakai komputer adalah monitor komputer. Hal tersebut terjadi karena mata operator komputer menatap monitor, yang merupakan objek yang mengeluarkan cahaya berwarna secara terus menerus untuk jangka waktu tertentu. Penelitian ini merupakan suatu studi intervensi untuk mengetahui adanya kelelahan mata dan faktor yang mempengaruhinya. pada operator komputer serta upaya untuk mengatasinya. Intervensi dilakukan dengan pemberian istirahat selama 15 menit tidak menatap layar monitor komputer setelah 1 {satu} jam bekerja, dan penyuluhan tentang cara menggunakan komputer dengan baik. Sampel untuk penelitian ini diambil secara purposive dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi, sebanyak 13 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pemeriksaan fisik, pengukuran amplitude akomodasi, serta penerangan dan kesilauan di tempat kerja.
Hasil penelitian dan kesimpulan : Terdapat kelelahan mata subyektif dan obyektif setelah 2 jam bekerja menggunakan komputer pada semua responden. Umur dan tingkat pendidikan tidak tampak mempengaruhi terjadinya kelelahan mata. Jenis kelamin, lama kerja, tingkat penerangan dan kesilauan tempat kerja turut mempengaruhi terjadinya kelelahan mata. Intervensi pemberian istirahat tampaknya dapat mengurangi terjadinya kelelahan mata dan intervensi pemberian penyuluhan dapat meningkatkan pengetahuan responden tentang cara kerja yang baik menggunakan komputer.

Scope and Methodology : Computer as human's working assisting device has been widely utilized because of its high capability. However, computer can also cause health problems to the operators. Eye problem is the most common problem found among the computer workers (i.e. 67%) of all health problems caused by computer operation. Eye strain is the most commonly found amongst the eye problems. The part of computer hardware which has the highest effect on eyes health was the computer screen. It happens as the operator's eyes gaze at the object which emits colorful lights. This study intervention objective is to identify the prevalence of eye strain and its affecting factors on computer workers and the remedy efforts through interventions of fifteen minute rest (break) by not watching the computer monitor during one working hour, and improving the behavior of computer use. A number of thirteen computer operators were purposively selected, among the computer workers at PT NK. The study was undertaken through interview, physical examination, amplitude accommodation as the objective measurement of eye strain and working environment factors (i.e. illumination and glare).
Result and conclusion: The study revealed that subjective and objective of eye strain occurred on all subject after two hours working with computer. Sex, working time with computer, the levels of illumination and glare in working place were also contributing factors for the occurrence of eye strain. Age and education were show as non contributing factors for the occurrence of eye strain. Intervention by giving working rest can reduce the recurrence of eye strain. It was also show that education increased the knowledge of the respondent how to use the computer on the right way.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irawaty Fauzia
"Ruang lingkup: Komputer telah diperkenalkan di tempat kerja sebagai alat komunikasi dan informasi sejak tahun 1960, dari tahun ketahun penggunaan komputer meningkat terus. Sejalan dengan itu timbul keluhan akibat pengaruh penggunaan komputer. Pengaruh yang langsung terhadap mata dikenal dengan kelelahan mata atau asthenopia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi kelelahan mata di RS "X" serta faktor-faktor penyebabnya dan prevalensi kelelahan mata setelah dilakukan intervensi.
Metode: Penelitian ini menggunakan uji klinik before and after dengan intervensi selama empat minggu pada sampel yang berjumlah 48 responden di RS "X". Intervensi pada penelitian ini adalah dengan pemberian eye break pada periode tertentu dan pemberian lampu baca dengan kuat penerangan 300 luks. Data penelitian didapat dari keluhan subyektif dan pengukuran amplitude akomodasi sebelum dan sesudah menggunakan komputer selama dua jam terus menerus.
Hasil penelitian: Didapatkan prevalensi kelelahan mata pada pekerja komputer sebesar 95.8%. Setelah dilakukan intervensi, prevalensi menjadi 31.25%. Sedangkan faktor yang mempengaruhi dalam penelitian ini adalah faktor penerangan yang kurang dad 300 luks pada meja baca dokumen, sedangkan faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lama bekerja dan faktor kesilauan tidak terbukti menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelelahan mata. Perubahan yang terjadi setelah intervensi adalah bermakna (p = 0.000).
Kesimpulan: Hasil penelitian mendapatkan adanya perubahan yang berrnakna kelelahan mata yang terjadi sebelum dan sesudah intervensi.

Effect to Decrease Eye Fatigue on Workers Using Computers at "X" Hospital Scope: Computers at workplace as means of communication have been introduced since 1960. The use of computers has increased year by year. In accordance with this, complaints due to negative impact of using computers rise. Direct influence on eyes is eye fatigue or asthenopia. The goal of this study, is to find the prevalence of eye fatigue at "X" Hospital with its casual factors before and after intervention.
Methodology: This study used before and after trial test with intervention for four weeks on 48 respondents at "X" Hospital. The intervention in this study is by giving eye break at certain period and reading lamp with 300 lux illumination. The data were obtained from subjective complaints and measurements of accommodation amplitudes before and after using computers for two hours continuously.
Results: The prevalence of eye fatigue on computer workers is 95.38%. After intervention, the prevalence becomes 31.25%. The factor influencing this study is lighting factor on reading-document table, which is less than 300 lux. Age, sex, education background, kinds of occupation, length of work, and illumination factors are not significant risk factors to eye fatigue. The changes after intervention are significant (p=0.000).
Conclusion: This study found significant changes between eye fatigue before and after intervention."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>