Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113435 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Udin Sjamsudin
"

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia kepada kita semua, sehingga upacara pengukuhan pagi ini dapat berlangsung. Judul pidato pengukuhan yang akan saya kemukakan adalah Masalah Keracunan di Indonesia.

Alasan saya memilih judul ini pertama-tama berdasarkan terdapatnya petunjuk semakin meningkatnya kasus keracunan di Indonesia. Seperti kita ketahui, masyarakat Indonesia mempunyai tingkat heterogenitas yang tinggi baik dari segi sosio-budaya maupun ekonomi. Heterogenitas tersebut berdimensi sangat kompleks sehubungan dengan jumlah penduduk yang besar, yaitu sebanyak 178 juta jiwa. Terlebih lagi masyarakat Indonesia dewasa ini, lengkap dengan segala konsekuensinya terlanda arus industrialisasi dan globalisasi. Di tengah-tengah masyarakat seperti ini, tidaklah mengherankan, apabila kita seringkali membaca dan mendengar berita mengenai keracunan seperti dikemukakan dalam media cetak maupun elektronik. Penemuan akademik pun acapkali mengungkapkan sejumlah kasus keracunan di lapangan yang dilukiskan dengan angka yang memprihatinkan.

Alasan lain dalam pemilihan judul ini berkenaan dengan pemikiran bahwa secara langsung atau tidak, masalah keracunan tidak terlepas dari upaya kita semua dalam menciptakan dan membina sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masalah keracunan, dalam hubungan ini, dapat mengakibatkan terganggunya upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut. Masalah kualitas manusia ini memperoleh perhatian khusus dalam pengarahan umum Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJPT II), serta merupakan aset yang amat berharga bagi pembangunan nasional.

Dari kedua alasan di atas jelaslah bagi kita, bahwa kasus keracunan di tanah air kita merupakan masalah penting. Masalah ini perlu mendapat perhatian berbagai kalangan khususnya bagi mereka yang berkecimpung dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan ilmu pengetahuan, mereka yang berfungsi sebagai pengambil dan pelaksana kebijakan, serta masyarakat luas pada umumnya.

Perkenankanlah saya untuk mengetengahkan apa yang dimaksud dengan keracunan yang umum dipergunakan oleh dunia medik dan akademik. Pada umumnya keracunan didefinisikan sebagai masuknya zat kimia termasuk obat ke dalam tubuh manusia dalam jumlah besar atau berlebihan, sehingga menimbulkan gejala yang membahayakan, menimbulkan cacat, atau bahkan dapat mengundang kematian. Zat kimia atau obat dalam jumlah besar yang menyebabkan keracunan tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut, kulit, paru-paru, atau mata. Misalnya pestisida bentuk cair dapat masuk tubuh manusia melalui mulut atau melalui kulit (1-6).

Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun, dan terjadinya keracunan ditentukan oleh besarnya dosis dan cara masuk zat tersebut ke dalam tubuh manusia, Paracelsus pada tahun 1564, menyatakan bahwa hanya dosislah yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat racun atau tidak. Meskipun dewasa ini dikenal banyak faktor yang menentukan sifat dan daya racun suatu zat kimia, namun dosis tetap merupakan suatu faktor penentu yang penting dan dominan (7,8). Dengan demikian jelaslah bahwa setiap obat dapat bersifat racun.

Batasan yang dikemukakan di atas mengarahkan perhatian kita sekurang-kurangnya pada dua jenis keracunan yang dapat terjadi dalam kehidupan manusia yaitu keracunan akut dan kronik.

Pembedaan jenis keracunan ini selain memperhatikan aspek dosis, juga memperhitungkan jangka waktu terjadinya keracunan. Marilah kita telusuri satu per satu jenis keracunan ini, agar kita memperoleh keseragaman pengertian.

"
Jakarta: UI-Press, 1993
PGB 0104
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Suroso
"Pestisida adalah suatu senyawa kimia yang merupakan bahan beracun dan berbahaya, yang bila tidak dikelola dengan bijaksana dan baik dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkunganya. Program pengamanan penggunaan pestisida pada tingkat petani kurang memadai, dampak negatifnya dapat berupa keracunan akut atau pun akibat keracunan jangka panjang juga tidak dapat terhindar. Ini terbukti masih tingginya angka keracunan pada petani di Kota Jambi pada tahun 2001.
Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kondisi keracunan pungguna pestisida pada petani sayur di Kota Jambi. Propinsi Jambi dan fakfor-fakfor apa yang berhubungan dengan keracunan tersebut. Faktor-faktor yang diduga adalah umur, jenis kelamin, lama pendidikan, status pekerjaan petani, pengetahuan, perilaku, penggunaan APD, leas lahan, lama penyemprotan perhari, frekuensi penyemprotan per minggu, lama penanganan, teknik penyemprotan dan jenis/goloragan pestisida yang digunakan.
Penelitian bersifat deskriptif analitik menggunakan metode Observasional dengan desain penelitian kasus kontrol dengan jumlah responden sebanyak 134 petani untuk kasus dan 134 petani untuk kontrol. Hasil uji bivariate dengan menggunakan uji statistik chi-square menunjukan beberapa variabel yang berhubungan signifikan/bermakna adalah variabel umur (p-value = 0,009), perilaku petani (p-value = 0,001), penggunaan APD (p-value = 0,000), lama penyemprotan perjam perhari (p-value = 0,006), dan lama penanganan (p-value = 0,037) dengan kejadian keracunan sebagai variabel dependen, sedangkan untuk hubungan yang tidak signifikan/bermakna adalah variabel jenis kelamin/sex, lama pendidikan responden, pengetahuan, luas lahan, frekuensi menyemprot hari per minggu, teknik penyemprotan, dan jenis/golongan pestisida dengan kejadian keracunan pestisida sebagai variabel dependen.
Dari hasil uji multivariate Regresi Logistik Ganda Prediksi, maka model akhir di dapat adalah variabel umur (p-value = 0,015), perilaku (p-value = 0,000), dan penggunaan alat pelindung diri (p-value = 0,000). Dari ketiga variabel tersebut maka variabel independen yang paling berhubungan adalah perilaku (dilihat dari angka Odds Ratio serbesar yaitu 3,121).
Hasil uji interaksi memberikan petunjuk bahwa hubungan penggunaan APD dengan kejadian keracunan memberikan efek yang berbeda untuk mereka yang berumur muda dan tua, begitu juga sebaliknya hubungan umur dengan kejadian keracunan memberikan efek yang berbeda untuk mereka yang menggunakan APD yang lengkap dan tidak lengkap.
Agar para petani dapat terhindar dan keterpaparan pestisida pada waktu melaksanakan kegiatannya perlu dilakukan intervensi dalam hal penyuluhan, bimbingan dan pembinaan tentang cara-cara penanganan pestisida yang lebih baik dan bijaksana secara lintas sektoral, dan pemantauan oleh instansi yang; berkompeten secara berkesinambungan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
Daftar bacaan : 44 ( 1976 - 2001 ).

Factors Related to the Pesticide Poisoning on Vegetable Farmer in Jambi City in The Year of 2001Pesticide is the poisoned and dangerous chemical agent which mismanagement will result negative impact for environment and human health. In adequate utilization and safety program on fanner has negative impact as acute poisoning or Elm effect of long term can not avoided as well. This is proved by the high level poisoning on the farmer in Jambi in the year of 2002.
The research's objective is to find out the poisoning condition description of pesticide user on vegetable fanner in Jambi, Jambi Province and related factor to the poisoning incident. Sex, Educational, Status of Farmer Job, Knowledge, habitual, occupational application, daily and weekly time of spraying, spraying technique, and pesticide variety, are the suspicious factors of poisoning.
This is an analytic descriptive study, using observational method by case control research design with 134 fanner as case and 134 farmers as control. Bivariate test result using chi-square test show that several significant variable are age (p-value = 0,0009), farmer habit (p-value = 0,0001) APD apply (p-value 0,0000), daily spraying (p-value = 0,0006) and time of handling (p-value = 0,037) with poisoning incident as dependent variable, while insignificant relationship is sex variable, educational background, knowledge, vast of field, weekly frequency of spraying, spraying technique, pesticide variety with poisoning incident as the dependent variable.
From multivariate test, Double prediction of logistic regression, then last model found is age variable (p-value = 0,015), habitual (p-value = 0,0000) and APD application (p-value = 0,0000). The most related variable is habitual (Derived from highest odds ratio of 3,121).
Interaction test show the direction that the relationship of APD application with poisoning incident give different effect for those with old and young of age. Poisoning give the different effect for those who applying completeness and incompleteness of APD.
In order to avoid pesticide exposure in the farmer activity, intervention need to be given in the matter of counseling, guiding how to pesticide handling correctly, and also monitoring by competent authority continuously according to each occupational field.
References: 44 ( 1976 -- 2001 )
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T8589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tugiyo
"Pengaruh pemaparan pestisida terhadap pemakai pestisida dapat diketahui secara dini dengan cara mengukur aktivitas kolinesterase darah pemakai pestisida tersebut. Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang berkurang karena adanya pestisida dalam darah yang membentuk senyawa kolinesterase fosfor sehingga enzim tersebut tidak berfungsi lagi, yang mengakibatkan aktivitasnya akan berkurang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan darah (aktivitas enzim kolinesterase) tenaga kerja perusahaan pengendalian hama di DKI Jakarta oleh Balai Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta selama dua tahun berturut-turut (1998-1999) diperoleh data sebagai berikut : tahun 1998, dan 1213 orang yang diperiksa, 100 orang (8,2%) dinyatakan kadar kolinesterase di bawah normal dan pada tahun 1999, dari 1001 orang yang diperiksa, 57 orang (5,7%) dinyatakan kadar kolinesterase di bawah normal.
Masalah yang diteliti dibatasi hanya pada faktor-faktor penyebab terjadinya keracunan pestisida pada tenaga kerja penyemprot di perusahaan pengendalian hama di wilayah DK Jakarta.
Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara penggunaan alat pelindung diri secara baik dan benar, lamanya pemaparan (jam kerja), dan status gizi (Body Mass Index = BMI) pekerja dengan risiko terjadinya keracunan pestisida, seta mengetahui faktor manakah yang paling dominan terhadap terjadinya keracunan pestisida pada tenaga kerja. Penelitian menggunakan metode Cross sectional study, analisis data menggunakan Chi-Square dan Regresi Logistik. Penelitian dilakukan di 18 perusahaan pengendalian hama dengan 44 orang responden (penyemprot). Data diperoleh melalui wawancara, peninjauan lapangan, dan penelusuran data hasil pemeriksaan aktivitas kolinesterase darah pekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan alat pelindung diri, lamanya pemaparan (jam kerja), dan status gizi dengan terjadinya keracunan pestisida pada tenaga kerja. Artinya bahwa tenaga penyemprot yang menggunakan alat pelindung diri tidak lengkap mempunyai risiko keracunan pestisida lebih besar dibanding dengan tenaga penyemprot yang menggunakan alat pelindung diri secara lengkap; tenaga penyemprot yang mempunyai jam kerja (terpapar) lebih dari 5 jam mempunyai risiko keracunan pestisida lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai jam kerja kurang dan 5 jam; tenaga keja yang mempunyai status gizi (BMI) kurang dan 21 mempunyai risiko keracunan lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai status gizi (BMI) lebih dari 21. Faktor paling dominan di antara ketiga penyebab keracunan pestisida pada penyemprot adalah penggunaan alat pelindung diri, artinya penggunaan alat pelindung diri secara lengkap dapat melindungi tenaga penyemprot terhadap keracunan pestisida.
Kesimpulan penelitian ini adalah : (1) Jumlah tenaga penyemprot yang keracunan pestisida karena menggunakan alat pelindung diri (APD) tidak lengkap (70,8%) lebih besar daripada tenaga penyemprot yang menggunakan APD secara lengkap (20,0%), dengan odds rasio 9,71; (2) Jumlah tenaga penyemprot yang keracunan pesitisida karena jam kerja lebih dari 5 jam per hari (73,3%) lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai jam kerja kurang dari 5 jam per hari (34,5%), dengan odds rasio 5,22; (3) Tenagapenyemprot dengan BMI kurang dari 21 mengalami keracunan pestisida (66,7%) lebih besar daripada tenaga penyemprot yang mempunyai BMI kurang dari 21 (34,6%), dengan odds rasio 3,36.
Saran yang diajukan : (1) Perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan kepada para tenaga penyemprot, khususnya mengenai penggunaan alat pelindung diri, baik oleh pihak perusahaan pengendalian hama maupun Dinas Kesehatan DKI Jakarta; (2) Bagi perusahaan pengendalian hama yang mempekerjakan tenaga penyemprotnya lebih dari 5 jam per hari, disarankan agar mematuhi peraturan jam kerja yang berlaku; (3) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas kolinesterase untuk penetapan standar keracunan pestisida dalam suatu peraturan perundang-undangan.
SUMMARY
Program of Study in Environmental Science
Postgraduate Program University of Indonesia
Thesis, August 2003
xv + 52; Illustration: 1 picture, 8 tables, and 8 appendices.

Pesticide Intoxication of Workers Employed in the Pest Control Companies in JakartaPesticide intoxication of workers can be identified by measuring of the blood cholinesterase activity. Blood cholinesterase activity of workers as an indicator of the indicator showed in this study.
The results of cholinesterase examined by the Jakarta Health Laboratory on the two consecutive years shown as: in 1998, 100 were out of 1213 workers (8,2%) showed the results of blood cholinesterase value were lower than normal (value 2,3-7,4). In 1999, 57 workers (5,7%) out of 1001, showed the results were lower than normal.
This study was carried out to identify the relationship between those with protective clothing, duration of exposure and nutritional status of workers employed in the 18 pest control companies. Using a cross section study method and chi-square, logistic regression analysis with selected sample of 44 workers and questionnaire admitted from the field.
The results showed that there is a significant relationship between those whose use protective devices (such as clothing, mask, glove, safety shoes), duration of exposure, nutritional of status with who are not used. Its mean workers who are not used those mentioned above will have more risk.
Workers, who work more than 5 hours per day and those who have body mass index of 21 scales, will have high risk. The most dominant factor causing intoxication of this study was the use of protective devices.
The conclusion is : (1) The workers who have of workers pesticide intoxication and not using completely protective devices is (70,8%), more than on those who used it (20,0%); (2) Workers who have more than 5 hours every day duration of exposure is (73,3%); (3) Nutritional of status less than 21 scale of Body Mass Index with intoxication of (66,7%)."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habsah
"ABSTRAK
Mi basah merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat
karena praktis, mudah diolah serta dapat disajikan dengan cepat. Kadar airnya
dapat mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat. Boraks dan
formalin adalah bahan pengawet yang menjadi pilihan untuk mengawetkan mi
basah agar tahan lama, padahal sebenarnya penggunaannya dalam makanan
dilarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengetahuan pedagang
berpengaruh terhadap perilaku penambahan boraks dan formalin pada mi basah.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross
sectional dan percobaan uji boraks dan formalin pada mi basah (mentah dan
matang) dilakukan di laboratorium gizi FKM UI. Gambaran karakteristik
pedagang di kantin sebanyak 55% berumur 41-65 tahun, 55% adalah laki-laki,
55% berpendidikan SMA, pada kelompok pedagang mi mentah dan matang
mempunyai rata-rata pengetahuan 74% meliputi pengetahuan mengenai BTP,
boraks dan formalin. Berdasarkan 20 sampel yang diperiksa, ditemukan 4 sampel
mi mentah positif mengandung boraks dan 7 mi matang positif mengandung
boraks dan formalin. Berdasarkan pengamatan ciri fisiknya, mi basah yang
mengandung boraks dan formalin mempunyai ciri yaitu teksturnya kenyal, lebih
mengkilat, tidak lengket, dan tidak cepat putus, bau menyengat, tahan disimpan
dalam suhu kamar. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
pedagang mi basah sudah mengerti tentang boraks dan formalin. Walaupun
demikian, masih banyak pedagang yang tetap menggunakannya, meskipun
penggunaan boraks dan formalin dalam makanan dilarang.

Abstract
Wet noodles is type food often consumed by people everyday because it is
daily practice, easily processed and can be served quickly. It contains water in
which can reach 52%, so that the durability is relative short. Borax and formalin
are preservative of choice for preserving wet for durability, when in fact they use
is prohibited in food. The aims of this study was determine whether knowledge of
wet noodle sellers affected the bahaviot of addition of borax and formalin in wet
noodles. This study is a quantitative study using cross sectional design. The result
of this study showed most characteristic features of respondents age 41-65 years
45%, 55% male, 55% high school education, good knowledge of food additives
46% for fresh noodle respondents and 56 for wet noodle respondents, being
knowledgeable about borax 100% for fresh and wet noodle respondents, good
knowledge of formalin 28,6% for wet noodles respondents. Based on 20 samples
af wet noodles are examined, 4 fresh noodles found contain borax and 7 wet
noodles contain borax and formalin. Based on abservation of physical
characteristics, wet noodles containing borax and formalin has a chewy texture,
more shiny, not sticky, and not broken easily. Pungent odor and can be retained
on temperature room. Conclusion this study proves level of knowledge of
behavior and from results of laboratory tests showed the persistence of wet
noodles seller sell wet noodles was contain borax and formalin."
2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Kurnia Sari
"Telah dilakukan penelitian tentang uji toksisitas dan deteksi kandungan fikotoksin pada kerang hijau di lokasi budidaya kerang hijau Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat toksisitas kandungan fikotoksin pada kerang hijau dengan metode BSLT, mendeteksi kandungan saksitoksin pada sampel kerang hijau dan fitoplankton dengan Jellett Rapid PSP Test, dan membandingkan hasil KLT pada ekstrak kerang hijau dan fitoplankton.
Hasil BSLT dengan analisis probit menunjukkan bahwa semua stasiunmengandungsenyawaaktifbersifattoksikdengannilaiLC50 <1000ppm, yaitu berkisar antara 96,257--125,231 ppm. Hasil Jellett Rapid PSP Test menunjukkan tidak terdapat kandungan saksitoksin pada kerang hijau dan fitoplankton. Hasil KLT menunjukkan komponen senyawa aktif pada kerang hijau tidak sama dengan sampel fitoplankton.

Research on toxicity test and detection of phycotoxin content in green mussels was conducted at green mussels aquaculture area at Kalibaru, Cilincing, North Jakarta. The aims of this research are to detect toxicity levels of phycotoxin content in green mussels by BSLT, to detect the content of saxitoxin in green mussels and phytoplankton by Jellett Rapid PSP Test, and to compare the results of TLC from the green mussels and phytoplankton extract.
The BSLT result by probit analysis showed that the green mussels at every stations contained active compounds with toxic properties, and LC50 < 1000 ppm with range values 96,257- -125,231 ppm. The Jellett Rapid PSP Test showed that there is no saxitoxin in green mussels and phytoplankton samples. TLC result showed that there was no similarity on compounds between green mussels and phytoplankton samples.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S44635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halida Umi Balkis
"TB paru masih menjadi masalah di Nusantara. Diperkirakan sejumlah 460.000 kasus baru ditemukan setiap tahunnya. Berbeda dengan kebanyakan penyakit, TB paru dinyatakan sembuh berdasarkan pengobatan lengkap dengan bukti pulasan dahak bebas basil tahan asam. Dalam penelitian ini, akan dipaparkan gambaran keluhan yang masih dijumpai pada pasien pasca-TB paru dihubungkan dengan sebaran jenis kelamin dan usia pasien. Rancangan penelitian ini adalah studi potong lintang dengan data berasal dari penelitian pada Juni-Juli 2011 serta data follow up pasien penelitian Pakasi et al tahun 2007 di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang diambil berupa keluhan pasien pasca-TB paru dengan beberapa data relevan melalui kuesioner dan pulasan dahak.
Dari hasil analisis, didapatkan keluhan pada 127 dari total responden 188 orang. Empat puluh lima kasus di antaranya mengarah pada kecurigaan lesi aktif TB. Terdapat hubungan bermakna antara usia dengan keluhan suspek lesi aktif TB (p=0,02). Sedangkan, kaitan keluhan dengan jenis kelamin tidak didapatkan hubungan bermakna (p=0,80). Dengan demikian, meski telah dinyatakan sembuh, masih terdapat keluhan pasien pasca-TB paru yang mengarah pada suspek lesi aktif TB. Bahkan setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan pulasan sputum, 12 dari 30 spesimen memiliki hasil BTA positif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan lebih lanjut terhadap pasien yang telah dinyatakan sembuh sebagai bagian dari evaluasi pengobatan.

Pulmonary-TB is still a problem in Indonesia. Approximately around 460,000 new cases are found every year. Unlike most diseases, pulmonary-TB recovery defined based on a complete medication with the evidence of negative acid-fast bacilli sputum smear. In this study, symptoms which still encountered from the post-pulmonary-TB patients and its relations to the patient genders and their ages are explained. Method of this research is a cross-sectional study using the data from the research held on June-July 2011 and patient?s follow-up data from the research conducted by Pakasi et al in East Nusa Tenggara, 2007. Data taken are the complaints of post-pulmonary-TB patients complemented by relevant questionnaire and the sputum smear.
From the analysis, symptoms from 127 of 188 respondens are found, with 45 cases lead to the suspicion of an active TB lesion. There is a statistically significant correlation between ages and the symptoms from the suspected active tuberculosis lesion (p=0.02). Meanwhile, the correlation between symptoms and genders is not found (p=0.80). In conclusion, symptoms from the post-pulmonary-TB which lead to the suspected active TB lesion are still encountered in spite of the fact that the patient has evidently cured. Moreover, after confirmed with sputum smear investigation, 12 of 30 speciments result positive AFB. Therefore, further surveillance to the cured patients is necessary as a part of treatment evaluation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyo Budi Prasetyo
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26465
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Sekarayu Putri Noegroho
"Lindi yang tidak diolah dengan baik dapat memengaruhi kualitas air di sekitarnya. Meskipun sudah ada baku mutu lingkungan, namun pemantauan parameter fisika dan kimia saja belum cukup karena tidak menunjukkan dampaknya pada organisme di lingkungan sekalipun sudah sesuai standar kualitas lingkungan yang telah ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis toksisitas air serta korelasinya dengan faktor parameter air di lingkungan TPST Bantargebang meliputi efluen IPAS 3, air Sungai Asem, dan air tanah di area sekitar TPST. Penelitian ini dilakukan dengan menguji kadar parameter pH, COD, TDS, konduktivitas, ammonia, dan dilanjutkan dengan uji toksisitas menggunakan metode The Whole Effluent Toxicity pada Daphnia magna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa air Sungai Asem Titik Pantau 3 memiliki nilai toksisitas tertinggi dan terendah berada pada air tanah Perumahan 1 dengan nilai LC50 dan TU sebesar (8,646%; 11,566) dan (115,793%; 0,864). Hasil uji toksisitas menunjukkan bahwa perairan di sekitar TPST Bantargebang melebihi nilai yang diizinkan oleh USEPA (TU 0,3) dan sudah dalam kondisi toksik dengan rentang Slight Accute Toxicity (Class II) sampai High Acute Toxicity (Class IV). Tingkat toksisitas secara signifikan berkorelasi kuat (r > 0,75, p < 0,05) serta memiliki hubungan berbanding terbalik dengan pH, COD, TDS, konduktivitas, dan ammonia. Dengan demikian, diharapkan pihak TPST Bantargebang melakukan pemantauan toksisitas untuk lindi dan perairan di sekitarnya dengan interval waktu setidaknya setiap satu tahun atau dua tahun sekali.

Untreated leachate can adversely affect the water quality in its surrounding area. Although there are environmental quality standards, monitoring only the physical and chemical parameters is insufficient as it does not indicate the impact on organisms in the environment, even if it complies with the established environmental quality standards. This study aims to analyze the toxicity of water and its correlation with water parameter factors in the Bantargebang landfill environment, including IPAS 3 effluent, Asem River water, and groundwater in the area around the landfill. This research was conducted by testing the levels of pH, COD, TDS, conductivity, ammonia, and continued with a toxicity test using the Whole Effluent Toxicity method on Daphnia magna. The result of this study indicates that Asem River at Monitoring Point 3 has the highest toxicity value, while the lowest toxicity is found in the groundwater of Perumahan 1 with LC50 and TU values of (8.646%; 11.566) and (115.793%; 0.864) respectively. The toxicity tests show that the water surrounding Bantargebang landfill exceeds the permissible value set by the USEPA (TU 0.3) and is already in a toxic condition, ranging from Slight Acute Toxicity (Class II) to High Acute Toxicity (Class IV). The toxicity level has a strong significant correlation (r > 0.75, p < 0.05) and an inverse relationship with pH, COD, TDS, conductivity, and ammonia. Therefore, it is expected that Bantargebang landfill authorities will monitor the toxicity of leachate and the surrounding water at least once or twice a year."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kasfy Allama
"ABSTRAK
Kegiatan pertambangan emas skala kecil berdampak negatif pada aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Meski sudah dilakukan sosialisasi untuk menghentikan kegiatan tersebut, kegiatan penambangan emas skala kecil masih berlangsung. Penelitian bertujuan untuk: 1) menganalisis hubungan sikap, norma subyektif, dan persepsi tentang kemampuan mengubah perilaku dengan intensi untuk mengubah perilaku penambangan emas skala kecil, 2) menganalisis hubungan antara kebergantungan pada sumber daya tambang dan persepsi tentang kemampuan mengubah perilaku, dan 3) merancang strategi komunikasi untuk sosialisasi bahaya merkuri. Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dan wawancara mendalam. Hasil uji korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa sikap dan norma subyektif berhubungan negatif dengan intensi untuk mengubah perilaku. Sebaliknya, persepsi tentang kemampuan mengubah perilaku berhubungan positif dengan intensi untuk mengubah perilaku. Hanya sikap yang berhubungan nyata dengan intensi untuk mengubah perilaku. Tingkat kebergantungan pada sumber daya tambang berhubungan positif dengan persepsi tentang kemampuan mengubah perilaku. Strategi sosialisasi bahaya merkuri mencakup: 1) melibatkan berbagai pemangku kepentingan (pemerintah, tokoh masyarakat, perusahaan, akademisi) sebagai sumber pesan 2) menyampaikan pesan tentang sumber pencemaran, jalur pajanan, toksisitas merkuri serta valuasi ekonomi penggunaan merkuri, dan alternatif mata pencaharian lain, 3) memanfaatkan forum, media tercetak, dan media hibrida untuk penyampaian pesan, dan 4) melibatkan semua kalangan masyarakat sebagai penerima pesan

ABSTRACT
Small-scale gold mining give a negative impact in the aspect of ecology, social, and economy. Although some socialization aims to stop the activities had been employed, small scale mining activities still exist. Aims of the research: 1) analyzing the relation between attitude, subjective norm, and perceived ability to change behavior with the intention to change the behavior of the small-scale gold mining, 2) analyzing the relation between mine dependence with perceived ability to change behavior, 3) designing communication strategy in socializing mercury hazard. The data are collected by doing the structured and in-depth interview. The result of rank Spearman correlation test showed that attitude and subjective norm related nagatively with the intention to change behavior. On the contrary, perceived ability to change behavior related positively with the intention. Attitude is the only aspect that have signifficant relation with the intention to change behavior. The mine dependence related with the perceived ability to change behavior. The strategies of mercury hazard socialization: 1) involving the stakeholder (e.g. government, local public figure, the mining company, and academician) as sources of messages, 2) informing the source of pollution, exposure, mercury toxicity and economic valuation of mercury usage, and the living source alternative, 3) using forum, printed media, hybrid media in socializing, and 4) involving the community as the receiver.;"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Sri Lestari
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26606
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>