Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95086 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Patta Parang
"Sistem Pemasyarakatan merupakan perkembangan dari pelaksanaan pidana penjara yang biasa disebut sebagai sistem kepenjaraan kolonial. Kedua sistem ini mempunyai prinsip dasar yang berbeda yaitu sistem kepenjaraan kolonial berasaskan pembalasan sedangkan sistem pemasyarakatan berasaskan pembinaan yang disesuaikan dengan Pancasila.
Pembinaan bertujuan agar setiap narapidana setelah selesai menjalani masa pidananya tidak akan mengulangi lagi perbuatannya (kejahatan) dan dapat hidup bermasyarakat secara wajar serta berpartisipasi didalam pembangunan. Karena itu maka narapidana didalam lembaga pemasyarakatan dibina dan dididik menyangkut kemandirian serta kepribadian.
Pembinaan serta pendidikan tersebut dapat dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan maupun di luar lembaga dan karena pembinaan di dalam lembaga lebih banyak (lama) dilaksanakan, maka yang paling berperan dalam hal pembinaan ini adalah petugas Lembaga Pemasyarakatan. Keberhasilan pembinaan sangat ditentukan oleh keahlian serta itikad baik dari petugas lembaga untuk melaksanakan pembinaan.
Petugas Lembaga Pemasyarakatan melakukan pembinaan berdasarkan pembahagiaan tugas masing-masing yang disesuaikan dengan program pembinaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Namun kadang-kadang program pembinaan tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya hambatan-hambatan baik yang bersifat intern lembaga maupun yang bersifat ekstern.
Hambatan yang bersifat intern antara lain adanya pembahagian tugas yang kurang sempurna, kurangnya tenaga ahli dan sarana fisik yang kurang menunjang, sedangkan hambatan yang bersifat eksteren adalah kurangnya dukungan dari masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahid Husen
"Maraknya peredaran dan penyalahgunaan narkoba (narkotika psikotropika bahan adiktif lain) menuntut perhatian khusus dari semua kalangan untuk bersama-sama melakukan upaya pemberantasan dan penanggulangan. Hal ini disebabkan seriusnya dampak negatif yang ditimbulkannya.
Penelitian menganai efektifikas implementasi program TC yang dilakukan di Lapan Klass IIA Narkotika Jakarta menunjukkan bahwa TC yang dijalankan masih belum efektif. Hal ini dikarenakan adanya berbagai keterbatasan seperti belum adanya program yang terencana dan terintegrasi dengan baik; kurangnya dukungan dari lingkungan; kurangkan sarana dan prasarana yang mendukung; kurangkan sumber darya manusia yang mendukung serta belum adanya penangganan after care.

The increase of drug abuse and circulation (narcotic, psychotropic drugs, and other addictive materials) was an extremely sensitive issue that needs special attention from all of us and to find an eradication effort to prevent them. This urgent matter is caused by it serious negative impact.
In order to prevent the overcoming various illicit drug use cases, a broad h arm reduction approach either by law or social is urgently needed, among of them is establishment of Narcotic Correctional institution as an incarcerated place and to rehabilitate the drug users.
Various researches conducted in other countries have indicated that the Therapeutic Community methods (TC) considered being a useful treatment for convicted drug user, as the convict that experiencing the program shows more positive behavior.
The research regarding the effectively of TC program which conducted in Jakarta 1varcotic Correctional Institution has reported useful of the therapeutic program but yet still show the ineffectively, due to the existence of various limitation such as: no well planned and integrated program; the lack public support; the lack of facilities and basic facilities support the lack human resources and there is no aftercare handling.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chaerudin
"Untuk mengimbangi kejahatan yang semakin berkembang, pidana penjara masih dipandang mampu untuk menanggulangi dan mengendalikan berbagai jenis kejahatan. Dari 587 jenis tindak pidana kejahatan yang diatur di dalam KUHP, 575 di antaranya diancam dengan pidana penjara, baik yang dirumuskan secara tunggal, maupun yang dirumuskan secara alternatif dengan jenis pidana lain. Demikian pula dalam Rancangan Undang-undang KHUP yang baru, pidana penjara masih dicanangkan sebagai salah sate jenis pidana pokok. lstilah "penjara" menunjuk pada (i) bentuk atau jenis pidana dengan maksud agar terpidana men jadi jera (unsur preventif), dan (ii) lembaga atau institusi yang ditandai dengan penggunaan perangkat keras "bangunan penjara" sebagai tempat untuk mengisolir terpidana dari masyarakat umum.
Meskipun bentuk pidana penjara banyak digunakan, akan tetapi dalam pelaks.anaannya banyak menyimpan persoalan yang cukup remit. Adanya krisis yang dialami oleh narapidana di dalam penjara merupakan gejala yang dapat diamati secara langsung, yang diawali dari tindakan mengisolir terpidana yang berakibat hilangnya kemerdekaan, hilangnya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan biologic, hilangnya rasa aman, dan sejumlah penderitaan selama berada di d'alam penjara (pains of imprisonment).
Selain krisis di atas, efek negatif yang ditimbulkan dari penerapan pidana penjara turut pula menambah beban persoalan yang dihadapi, sehingga bermunculan kritik dari berbagai kalangan yang ditujukan pada persoalan efektivitas dari pidana penjara. Apakah pidana penjara mempunyai pengaruh preventif atau dapat mengurangi jumlahresidivis?
Meskipun penerapan pidana penjara di Indonesia telah bergeser ke arah sistem pemasyarakatan, namun persoalan dan ciri-ciri yang terdapat dalam sistem penjara masih tetap melekat. Di dalam penjara -yang telah diubah dengan lembaga pemasyarakatan akan di jumpai sekelompok narapidana atau "masyarakat narapidana" (inmate society) dengan tatacara atau aturan-aturan yang tumbuh berkembang dan dipatuhi oleh anggota-anggota dari kelompok tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwarto
"Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pelaksanaan proses pemasyarakatan narapidana di lembaga pemasyarakatan tersebut, dan kemudian mengetengahkan alternatif pemikiran sehubungan dengan peranannya dalam membina narapidana.
Penelitian ini bersifat deskriptif, dan pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan berupa studi dokumen, observasi, angket, dan wawancara terhadap narapidana, petugas, dan mantan narapidana. Penentuan responden dilakukan secara purposive, dan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan, dan apakah pembinaan tersebut dapat bermanfaat bagi narapidana untuk kembali ke masyarakat.
Berdasarkan prinsip-prinsip pokok pemasyarakatan, maka perlakuan terhadap narapidana haruslah bersifat manusiawi dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, agar tujuan pemasyarakatan itu dapat tercapai. Di dalam sistem pemasyarakatan program pembinaan narapidana ditujukan pada pembinaan kepribadian atau mental dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian dalam prakteknya meliputi kegiatan keagamaan, penyuluhan hukum, pendidikan, olah raga, dan bergotong royong, sedangkan pembinaan kemandirian atau keterampilan meliputi kursus menjahit, montir radio/elektronika, pertukangan, kerajinan tangan, dan pertanian.
Kendala-kendala yang ada seperti dana, sarana, dan prasarana, merupakan faktor penghambat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pembinaan. Pembinaan yang dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan, dapat dikatakan kurang memadai. Hal ini disebabkan oleh faktor peraturan perundang-undangan, kualitas dan kuantitas petugas yang belum memadai, kurang mendukungnya sarana dan prasarana, serta kurangnya partisipasi masyarakat. Dilihat dari peranannya dalam membina narapidana, pembinaan di lembaga ini kurang bermanfaat bagi narapidana untuk kembali ke masyarakat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ely Siyono
"Kesadaran masyarakat internasional terhadap hak asasi manusia telah tiba pada suatu pandangan bahwa semua hak asasi manusia itu saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Pandangan ini secara ringkas dituangkan dalam doktrin "Indivisibility' clan "Interdependence". Pandangan ini telah berkembang dalam diskursus hak asasi manusia, yang tidak menomorsatukan salah satu kategori hak. Apakah pemenuhan hak-hak dalam kategori sipil dan politik (civil and political rights) ataupun hak-hak dalam kategori ekonomi, sosial dan budaya (economic, social and cultural rights). Kedua hak saling keterkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Karena dalam semua hak dalam masing-masing kategori itu saling terkait. Oleh karena itu, pemenuhan dan perlindungannya tidak dapat dipisahkan sedangkan dalam rumpun hak ekonomi, sosial dan budaya justifikasi internasional menyangkut interaksi hak atas lingkungan dapat ditafsirkan menjadi hak asasi manusia antara lain dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2), Kavenan internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
Tinjauan pustaka mengidentifikasikan bahwa kesehatan lingkungan menyangkut manusia dan masyarakat serta keseimbangan dengan lingkungan agar terjamin kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya.
Kusnoputranto (1983) selanjutnya menuturkan bahwa kesehatan lingkungan merupakan salah satu disiplin dalam kesehatan masyarakat dan merupakan perluasan dari prinsip higiene dan sanitasi, Aspek yang tercakup di dalamnya sangat luas yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, ruang lingkup kesehatan lingkungan yaitu : a) Penyediaan air minum, yakni tersedianya air bersih dalam kualitas yang sangat memadai termasuk pengawasan dan pengelolaannya. b) Pengelolaan air buangan, pengendalian pencemaran limbah rumah tangga. c) Pengelolaan limbah padat, yakni pengumpulan dan pembuangannya d) Pengendalian pencemaran tanah oleh manusia dan unsur lain yang merugikan lingkungan hidup e) Higiene makanan dan minuman f) Pengendalian pencemaran udara, kebisingan dan radiasi, g) Perumahan dan pemukiman, terutama ditujukan pada aspek kesehatan masyarakat, perumahan bangunan umum dan keadaan darurat dan bencana alam.
Rumah Tahanan mempunyai tujuan : a) membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam membangun dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan tanggung jawab b) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan c) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan 1 para pihak yang berperkara serta kesetamatan dan keamanan benda-benda yang disita untuk keperluan barang bukti pada tingkal penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan pulusan pengadilan.
Implitkasi dari temuan penelitian, untuk mengoptimalkan a) keadaan ruang tahanan yang ada b) kondisi air untuk keperluan MCK c) kondisi air untuk minum d) kondisi ventilasi ruang tahanan e) mengoptimalkan kondisi tempat tidur di dalam ruang tahanan t) mengoptimalkan kondisi kamar mandi untuk keperluan sehari-hari g) pengelolaan limbah cair, padat, limbah buangan h) mengoptimalkan kondisi ruangan dari kebisingan i) mengoptimalkan ruangan tahanan dari kepadatan tahanan j) kondisi keamanan di dalam tahanan yang lebih aman, dan dapat menciptakan kondisi keamanan yang bernuansa hak asasi manusia.

International society awareness to human right has came at one particular view that any human right each other be inseparable and related. This view shortly poured in doctrine "Indivisibility" and "interdependence". This view has expanded in discourses of human right; which do not becoming number one of rights category. Whether rights accomplishment in civil category and political (civil and political rights) and or rights in economic category, social and cultural (economic, social and cultural rights). Both rights each other be inseparable and related one with other. Because in all rights in each that category each other be related. Therefore, its protection and accomplishment is inseparable, while in economic rights clump, social and cultural of international justification concerning rights interaction for environment can be interpreted to become human right for example visible in Section 1 sentence (2), International Covenant of Economic Rights, Social, and Cultural.
Evaluate book that identify of environmental health concerning human being and socialize and also the balance environmentally are well guaranteed in order to the prosperity in the broadest possible meaning.
Kusnoputranto (1983) hereinafter say that environmental health represent one of discipline in health socialize and represent extension from principle of hygiene and sanitation. Aspect which is come within in it very wide covering entire human life aspect, scope of environmental health that is: a) ready the drinking water, available namely of clean water in very adequate quality inclusive of its management and observation; b) The Management irrigate discard, control of contamination of domestic waste; c) Management of solid waste, namely its dismissal and gathering; d) Control of contamination of land by human being and element of other prejudicial of environment e) Hygiene of food and beverage f) Control of contamination air, noise and radiation, g) Housing and settlement, especially addressed at aspect of health socialize, housing of emergency and public building and the natural disaster.
Circumstance of environmental Health of physical, biologist and social, the circumstance ever experience of change as long as growth of human being in his life with civilization and also growth of its environment, in line with national development, hence development of health addressed to improvement of eradication of contagion and people disease, improvement of gist people, improvement of environmental health.
Prison have a purpose : a) form citizen of Prisoner in order to become human being as intact as, realizing mistake, pulling socks up and do not repeat acceptable to doing an injustice so that return by society environment, earn active of playing a part in to development and earn life to the manner born as good citizen and the responsibility b) Give guarantee of protection of rights of basic of prisoner which is in holding up at home the Defense Of The Realm and Branch Prison of State in order to process investigation fluently, prosecution and inspection in court c) Give guarantee of protection of rights of prisoner basic 1 at law the parties and also safety and security of object confiscated for goads of evidence of investigation storey, prosecution and inspection in court and also the object expressed to be hijacked for state of pursuant to justice decision.
Implication from research finding, to be optimal a) the circumstance space of existing prisoner b) the condition irrigate for MCK c) the condition irrigate to drink d) the condition ventilate space of optimal prisoner e) condition of place sleep In space of optimal prisoner f) condition of bathroom for everyday g) the liquid waste management, solid, optimal waste disposal h) condition of column from optimal noise i) column of prisoner from prisoner density j) condition of security in more peaceful prisoner, and can create condition of security which have the nuance to human right.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Itun Wardatul Hamro
"Sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada pasal 8 disebutkan bahwa petugas Pemasyarakatan merupakan Pejabat Fungsional Penegak Hukum yang melaksanakan tugas di bidang pembinaan, pengamanan dan pembimbingan Narapidana. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut dibutuhkan petugas Pemasyarakatan yang profesional, berdaya guna, mempunyai kemampua dan kecakapan serta integritas moral yang tinggi. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh petugas Pemasyarakatan adalah kemampuam mentranformasikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada Narapidana, mengubah perilaku mereka dari tidak atau kurang tahu dan terampil menjadi tahu dan terampil. Agar proses transformasi ini dapat berlangsung secara efektif maka petugas Pemasyarakatan harus memiliki kompetensi yang merefleksikan kualifikasi kemampuannya.
Dalam konteks tersebut permasalahan yang muncul adalah sejauh mana tingkat kompetensi petugas Pemasyarakatan yang ada pada saat ini yang dapat menunjang kebijakan dimaksud. Selanjutnya seberapa jauh petugas Pemasyarakatan itu memahami akan tugas dan tanggung jawab yang harus diembannya, kemudian pendidikan serta pelatihan seperti apa yang seharusnya diberikan untuk dapat meningkatkan kompetensi petugas dimaksud sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pelaksanaan program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan yang dapat memperbaiki hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana seperti yang menjadi tujuan dari Pemasyarakatan itu sendiri. Penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui gambaran dan kondisi yang sebenarnya ada pada saat ini di Lembaga Pemasyarakatan Klas HA Pemuda Tangerang. Keadaan ini diketahui dengan menyebarkan kuisioner kepada sebagian petugas yang dilakukan dengan acak terhadap 76 responden dari jumlah keseluruhan petugas yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ternyata ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan kompetensi petugas Pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang sebesar 0,408 atau 40,8 % , pelatihan sebesar 0,292 atau 29,2 % serta pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama memberikan kontribusi sebesar 0,237 atau 23,7 % terhadap kompetensi petugas Pemasyarakatan. Sisanya sebesar 76,3% adalah faktor-faktor lain yang tidak diteliti pada penulisan tesis ini.
Ini artinya bahwa kompetensi petugas pemasyarakatan pada Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pemuda Tangerang lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan daripada pelatihan, hal ini disebabkan karena jenis pelatihan yang didapat oleh petugas relatif lebih sedikit terutama untuk pelatihan strukturalnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didik Budi Waluyo
"Lembaga pemasyarakatan adalah intansi terakhir dari rangkaian sub-sub sistem dari sistem peradilan pidana yang berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan harus didasarkan pada bakat, minat serta kebutuhan narapidana, di mana kebutuhan pembinaan bagi narapidana Residivis dan narapidana non-residivis tentunya berbeda karena narapidana residivis dapat dikatakan telah gagal dalam menerapkan hasil pembinaan pada waktu pertama menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan. Namun demikian dalam pelaksanaan pembinaan tersebut lembaga pemasyarakatan harus menghadapi beberapa faktor yang bisa menghambat berhasilnya pembinaan antara lain belum adanya klasifikasi bagi narapidana residivis, penempatan narapidana, program pembinaan yang diperuntukkan masing-masing klasifikasi, dana pembinaan yang terbatas, perbandingan jumlah petugas dengan narapidana yang kurang seimbang, sikap narapidana dalam mengikuti pembinaan, dan kurangnya partisipasi pemerintah dan masyarakat.
Penelitian ini selain ditujukan untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan pembinaan bagi narapidana telah diadakan pemisahan penempatan dan program pembinaan antara narapidana residivis dengan non-residivis, dan juga untuk mengetahui faktor-faktor penghambat apabila dilakukan pemisahan tersebut. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan pedoman wawancara sebagai panduan dalam melakukan wawancara terhadap informan. Hasil penelitian akan dipaparkan secara diskriptif analisis dengan mengambil lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banceuy Bandung. Data yang dipergunakan adalah data primer yang didapat dari hasil wawancara dan pengamatan lapangan, dan data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan studi dokumen yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banceuy Bandung belum dilakukan pemisahan pendmpatan maupun program pembinaan antara narapidana residivis dengan non-residivis, pembinaan yang berikan diberlakukan sama bagi seluruh narapidana dan pembinaan yang dilakukan belum didasarkan pada bakat, minat dan kebutuhan narapidana.

An institution of correctional is a last instance the series of the sub systems under the criminal justice system which is based on act no. 12 of 1995 regarding the institution of correctional having the function of a place for implementing the treatment for the prisoners and learner of the correctional education which should be based on the talent, interest, and the need of the prisoners. The need for treatment for the recidivist is different from those for the non recidivist since the treatment is considered a failure for the recidivist during their first imprisonment. This has led to the fact that there are constraints hindering the success of the treatment, among other, there is no classification for the recidivist, placing of prisoners, the treatment program for each classification, attitude of prisoners in participating the treatment, the ratio between the number correctional officers and the prisoners, and poor participation by the government and public.
There are two main purpose of this research, firstly, to see the whether in the treatment have classification them into the recidivist and non recidivist, and secondly, to reveal the constraint factors in the process classification. The approach of the research is based on qualitative method by interviewing the informants. The result is present through descriptive analysis, and the research location is at the Banceuy Bandung institution of correctional of level HA. The source is based on the data gathered from primary data; interview and the field observation, and the secondary data; library and documentary research relevant to the subject.
The result shows that there is no classification as yet at the Banceuy Bandung institution of correctional of level HA, and no clear the treatment program for recidivist and non recidivist. The treatment seems to conduct in the same program for both categories. Furthermore, the program is not based on the talent, interest or needs of the prisoners.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Waliyadin
"ABSTRAK
Keberadaan unit bimbingan kerja dalam struktur lembaga pemasyarakatan memegang peranan yang cukup signifikan dalam membina narapidana menjadi manusia seutuhnya yang sadar dan ingin hidup secara berdampingan dalam tatanan hidup masyarakat yang beradab.
Peningkatan kreativitas petugas bimbingan kerja lembaga pemasyarakatan merupakan wahana yang cukup menjanjikan dalam meningkatkan produktivitas dan budaya kerja serta pembinaan narapidana secara berdaya guna dan berhasil guna ditengah keterbatasan institusi memenuhi tuntutan anggaran operasional dan tingkat kesejahteraan yang memadai. Kreativitas merupakan kemampuan mengidentifikasi banyak kemungkinan solusi pada persoalan tertentu. Kreativitas bukanlah ciri kepribadian tetapi keterampilan atau proses yang menghasilkan produk yang kreatif. Setiap orang memiliki potensi kreatif dan dapat dipelajari serta dikembangkan melalui suatu pelatihan yang bersifat apitude dan nonapitude.
Penulis mengajukan program ini sebagai altematif penyelesaian masalah dalam mengembangkan kemampuan menciptakan program pembinaan narapidana yang berkualitas dan efektif melalui pelatihan peningkatan kreativitas petugas bimbingan kerja lembaga pemasyarakatan.

"
2007
T17803
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Muhammad
"ABSTRAK
Petugas pengamanan LAPAS Kls. I Sukamiskin Bandung sebagai pelaksana teknis lapangan mempunyai tugas mencegah terjadinya pelarian, gangguan kamtib seperti perkelahian,kericuhan, pemberontakan warga binaan. Selain itu juga bertanggung jawab atas terwujudnya tertib kehidupan penghuni LAPAS dan keamanan gedung serta seisinya terutama setelah kantor di tutup. Petugas pengamanan pads umumnya masih memiliki motivasi kerja yang rendah dalam melaksanakan tugas dan fimgsinya. Hal ini antara lain karena banyak petugas yang tidak memahami TUPOKSI pengamanan.
Program intervensi bagi Petugas pengamanan dilakukan melalui Program Pelatihan Peningkatan Motivasi Kerja yaitu program yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan petugas pengamanan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, sebagai upaya meningkatkan motivasi dan sikap kerja petugas pengamanan terhadap tugas dan fungsinya. Pelatihan dirancang mulai dari tahap persiapan,pelaksanaan dan evaluasi. Materi dan metode pelatihan menggunakan konsep metode belajar untuk orang dewasa dan mempergunakan teori motivasi dua faktor dari Frederick Herzberg.
Melalui pelatihan peningkatan motivasi kerja diharapkan petugas regu pengamanan dapat meningkat motivasi kerjanya dan semakin menguasai TUPOKSI-nya. Agar pelatihan dan hasilnya lebih efektif maka perlu dibuat tata tertib untuk WBP dan petugas, mengadakan pembinaan dan bimbingan, penempatan petugas sesuai dengan kemampuan serta lcoordinasi pasca pelatihan."
2007
T17793
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>